Hubungan derajat albuminuria dengan beratnya lesi arteri koroner pada pasein penyakit jantung koroner

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) didefinisikan sebagai suatu keadaan
abnormal yang disebabkan oleh disfungsi jantung dan pembuluh darah. PJK
bermakna didefinisikan sebagai suatu stenosis yang lebih dari 50 % diameter
pembuluh darah. 3 Penyumbatan pada arteri koroner ini dapat sebagian maupun
total dari satu atau lebih arteri koroner dan atau cabang-cabangnya. Derajat
stenosis arteri koroner dapat dilihat dengan tindakan angiografi koroner dan
biasanya diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan diameter
relative terhadap segmen normal yang berdekatan. 4
Penyakit Jantung koroner (PJK) saat ini merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di dunia. Sejak tahun 1990, prevalensi PJK terus meningkat,
pada tahun 2013 American Heart Association memperkirakan jumlah kematian
karena PJK di Amerika Serikat mencapai 3799.559 jiwa. Menurut WHO pada
tahun 2012, PJK menjadi penyebab kematian terbanayak dengan mencapai jumlah
7,4 juta jiwa kematian setiap tahunnya di seluruh dunia, hal ini juga terjadi di
Negara berkembang. 1
Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS) tahun
2013, prevalensi PJK mencapai 1,5 % dan termasuk dalam 10 penyebab kematian
utama.2

Beberapa penelitian kohort terhadap penyakit kardiovaskular telah
menunjukkan beberapa faktor resiko yang dapat dipakai untuk memprediksi
kejadian kardiovaskular seperti umur, jenis kelamin, merokok, diabetes melitus,
hipertensi dan dislipidemia. Meskipun demikian, faktor-faktor ini tidak dapat
sepenuhnya dapat menjelaskan variasi insiden penyakit kardiovaskular dan
mortalitas pada setiap individu dan populasi.1 Proses aterosklerosis merupakan
dasar mekanisme utama timbulnya penyakit jantung koroner (PJK). Proses
aterosklerosis ini berlangsung menahun, progresif, dan secara perlahan-lahan
sehingga sulit untuk diketahui sebelum munculnya gejala klinis.

Universitas Sumatera Utara

Penyakit Jantung Koroner (PJK) saat ini merupakan salah satu penyebab
utama kematian di Negara berkembang termasuk, termasuk Indonesia. Penyakit
ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, apalagi dengan adanya fasilitas
diagnostic yang semakin tersebar merata.1Menurut WHO pada tahun 2004 di
Negara berkembang, PJK menempati peringkat ke-2 penyebab kematian setelah
stroke atau penyakit serebrovaskular lainnya dengan angka kematian 3,40 juta
jiwa sedangkan di Negara maju merupakan penyebab utama kematian dengan
angka kematian 1,33 juta jiwa dan secara keseluruhan.2 PJK merupakan penyebab

kematian utama di Negara-negara maju. Data di Amerika Serikat pada tahun 2000
menunjukkan 681.000 kematian setiap tahunnya pleh karena PJK. Di Eropa
diperkirakan sekitar 20-40.000 orang per 1 juta penduduk menderita PJK.
Sementara data di Indonesia berdasarkan survey Kesehatyan Rumah Tangga
Nasional (SKRT) 1972 menunjukkan PJK menduduki urutan ke-11, 1986
menduduki urutan ke-3 dan pada SKRT 1992 PKV merupakan penyebab
kematian pertama untuk usia di atas 40 tahun. Prevalensi PJK terus meningkat
dari tahun ke tahun.2
Penyakit jantung koroner menunjukkan gambaran klinis sebagai angina
pectoris (AP) stabil, iskemia miokard yang tak tampak, AP tidak stabil, infark
miokard (MI), gagal jantung, dan kematian jantung mendadak5.
Mikroalbuminuria berhubungan dengan peningkatan resiko morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular dan renal pada pasien diabetes dan hipertensi. Pada saat
ini, diketahui bahwa mikroalbuminuria adalah gambaran dari proses menyeluruh
dan merata dari kerusakan endotel glomelurus, retina dan tunika intima pembuluh
darah besar.3 Mikroalbuminuria sebagai salah satu prediktor utama penyakit
kardiovaskular pada individu non diabetes, telah dilaporkan pertama sekali pada
Islington Diabetes survey, dimana pasien berusia di atas 40 tahun dengan
mikroalbuminuria memiliki prevalensi penyakit jantung iskemik sebesar 73%.4
Pada penelitian MICRO-HOPE (Microalbuminuria, Cardiovascular, and

Renal Outcomes in HOPE Study) mendapatkan adanya mikroalbuminuria
menyebabkan dua kali resiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Begitu
juga pada studi MONICA (Monitoring Trendsand Determinant of Cardiovascular

Universitas Sumatera Utara

Disease) mendapatkan faktor resiko tradisional meningkat dua kali bila individu
dengan mikroalbuminuria.5 Beberapa penelitian lain yang juga telah dilakukan
menunjukkan bahwa mikroalbuminuria secara independen memiliki hubungan
terhadap semua penyebab kematian dan morbiditas kardiovaskular pada pasienpasien diabetes melitus.6,7
Penelitian tentang hubungan albuminuria terhadap penyempitan arteri
koroner yang ditentukan melalui pemeriksaan angiografi hingga saat ini masih
sedikit dilakukan, oleh sebab itu kami bermaksud untuk meneliti hubungan derajat
albuminuria terhadap derajat penyempitan arteri koroner berdasarkan pemeriksaan
angiografi pada pasien-pasien PJK
Pada penelitian Dinneen dan Gerstein (1), dalam tinjauan sistematis,
menunjukkan mikroalbuminuria antara individu dengan diabetes tipe 2
berhubungan dengan 2,4 kali lipat (95% confidence interval [CI] 1,8-3,1)
peningkatan


risiko

kematian

kardiovaskular

dibandingkan

dengan

normoalbuminuria. Selain itu, asosiasi serupa ada pada individu hipertensi (tanpa
diabetes) dan pada populasi umum . Yang penting pada studi terbaru telah
menambahkan tiga temuan baru untuk asosiasi mapan antara mikroalbuminuria
dan penyakit kardiovaskular. Pertama, hubungan antara ekskresi albumin urin dan
risiko penyakit kardiovaskular tidak dimulai dari mikroalbuminuria (yaitu, rasio
albumin-kreatinin urin 2,5 mg / mmol pada pria dan 3,5 mg / mmol pada wanita
atau setara tarif ekskresi albumin urin) tetapi memiliki batas yang jauh lebih
rendah, mulai dari 1 mg / mmol kreatinin atau bahkan di bawah nya. Kedua, pada
individu dengan diabetes, perkembangan mikroalbuminuria telah terbukti
berhubungan


dengan

peningkatan

lebih

lanjut

dalam

risiko

penyakit

kardiovaskular dengan cara yang independen dari ekskresi albumin urin awal .
Ketiga, selama 4,8 tahun pengobatan antihipertensi di tahun 2012 pasien dengan
hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri di losartan Intervensi Pengurangan
Endpoint hipertensi (LIFE) studi, setiap penurunan ekskresi albumin urin selama
pengobatan dikaitkan dengan penurunan proporsional dalam risiko untuk primer

komposit titik akhir (mortalitas kardiovaskular, stroke, dan infark miokard), yang
tidak dijelaskan oleh tingkat on-pengobatan hipertensi

Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan derajat mikroalbuminuria terhadap beratnya
lesi arteri koroner berdasarkan pemeriksaan angiografi pada pasien-pasien PJK?

1.3. Hipotesa
Terdapat hubungan derajat albuminuria

dengan beratnya lesi arteri

koroner berdasarkan pemeriksaan angiografi pada pasien-pasien PJK

1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan umum
a. Untuk mengetahui gambaran mikroalbuminuria pada pasien-pasien
PJK

b. Untuk

mengetahui

gambaran

derajat

stenosis

arteri

koroner

berdasarkan pemeriksaan angiografi pada pasien-pasien PJK
1.4.2 Tujuan khusus
Untuk mengetahui hubungan derajat mikroalbuminuria terhadap beratnya
penyempitan arteri koroner berdasarkan pemeriksaan angiografi

pada pasien


penderita PJK

1.5. Manfaat Penelitian


Bagi ilmu pengetahuan : Mengetahui faktor-faktor yang digunakan
sebagai predictor terjadinya aterosklerosis arteri koroner



Bagi masyarakat : Untuk memperoleh pengetahuan tentang suatu
kejadian, peristiwa, teori, hokum, dan hal-hal lainnya sehingga dapat
membuka peluang untuk lebih menerapkan pengetahuan tersebut.



Bagi penelitian : Untuk menambah ilmu pengetahuan, pengalaman,
pengenalan, dan pemahaman yang dapat mengidentifikasi suatu masalah


Universitas Sumatera Utara

yang sedang terjadi, sehingga bermanfaat atau digunakan dalam
mengambil keputusan atau kebijakan-kebijakan.

1.6. KERANGKA KONSEPTUAL
Aterosklerosis

Penyakit jantung koroner

Albuminuria

Mikroalbuminuria

Angiografi koroner

Normoalbuminuria

Keparahan stenosis arteri


HUBUNGAN ?

Universitas Sumatera Utara