Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Penelitian
Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan

opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak
pemerintah daerah yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2015 BPK RI
dapat dilihat opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada tahun
2014 sebagai berikut: terhadap 504 LKPD Tahun 2014, BPK memberikan opini
Wajar Tanpa Pengecualian atas 251 LKPD, opini Wajar Dengan Pengecualian
atas 230 LKPD, opini Tidak Wajar atas 4 LKPD, dan opini Tidak Memberi
Pendapat atas 19 LKPD.
Menurut Gutomo (2014), permasalahan yang menghambat belum
diperolehnya opini WTP dari hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah cukup beragam, namun fenomena yang terjadi lebih sering
disebabkan masalah dari pengelolaan aset tetap yang tidak akuntanbel sehingga
penyajian aset tetap di neraca tidak dapat diyakini kewajarannya oleh auditor.

Pengelolaan barang milik daerah dilakukan dari siklus perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan. Menurut Yusuf (2010: 38), salah satu penyebab tidak bagusnya
pengelolaan aset daerah adalah karena saat penganggaran salah dalam
menentukan jumlah belanja modal. Berdasarkan PSAP No. 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 paragraf 5, dijelaskan bahwa biaya perolehan
aset tetap meliputi harga beli aset tetap ditambah semua biaya yang dikeluarkan
1

Universitas Sumatera Utara

2

sampai aset tetap siap untuk digunakan. Biaya yang dikeluarkan diluar harga beli,
misalnya biaya transportasi, biaya uji coba, biaya konsultan perencanaan,
konsultan pengawas dan pengembangan software, dan lain-lain. Komponenkomponen tersebut harus dianggarkan dalam APBD sebagai belanja modal dan
bukan sebagai belanja operasional. Sehingga jika biaya-biaya tersebut
dianggarkan sebagai belanja operasional maka harus dilakukan konversi harga,
agar didapatkan harga perolehan aset tetap yang wajar (Yusuf, 2010: 38).
Selain penganggaran belanja modal, permasalahan pengelolaan barang
milik daerah juga terkait masalah penganggaran belanja pemeliharaan aset tetap.

Menurut Yusuf (2010: 35), Setiap aset tetap daerah yang dibeli perlu diimbangi
dengan pemeliharaan aset agar aset yang ada tetap terawat dan umur ekonomisnya
dapat bertambah. Berdasarkan Permendagri No. 17 Tahun 2007 pasal 7
dinyatakan bahwa dalam menyusunan anggaran belanja pemeliharaan untuk tahun
berjalan, seharusnya mengacu pada kondisi aset tetap pada tahun sebelumnya.
Pemerintah daerah harus mengetahui kondisi barang milik daerah (rusak berat,
rusak ringan atau baik) yang akan dipelihara sehingga dapat dengan jelas
mengetahui berapa jumlah dana yang akan dibutuhkan untuk memelihara aset
tetap agar dapat digunakan untuk kegiatan pemerintahan.
Menurut Abdullah (2009), proses pemeliharaan aset tetap harus didukung
dengan pencatatan pemeliharaan aset dalam upaya agar tidak terjadi
fenomena ghost

expenditures

yaitu

alokasi

untuk


pemeliharaan

selalu

dianggarkan secara incremental meskipun banyak aset yang sudah tidak berfungsi
atau hilang. Hal ini terjadi karena tidak adanya transparansi dalam penghapusan
dan pemidahtanganan aset-aset pemerintah. Untuk aset yang sudah lama dan tidak

Universitas Sumatera Utara

3

dapat digunakan secara optimal lagi oleh pemerintah daerah, aset tersebut dapat
dilakukan penghapusan, selain itu secara ekonomis lebih menguntungkan bagi
daerah apabila dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaannya lebih besar
dari manfaat yang diperoleh. Namun dalam pelaksanaan penghapusan dan
pemindahtanganan, masih terdapat penghapusan dan pemindahtanganan yang
tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku karena pelaksanaannya tidak
berdasarkan peraturan yang ada dan dapat menimbulkan kemungkinan adanya

penyalahgunaan wewenang ataupun tindakan untuk menguntungkan diri sendiri
yang akan merugikan daerah (www.palu.bpk.go.id). Selain itu kendala lain dari
proses penghapusan aset daerah adalah prosedur penghapusan yang dipandang
rumit oleh pemerintah daerah karena banyak persyaratan yang dipenuhi agar dapat
disetujuinya penghapusan suatu barang milik daerah dan membutuhkan waktu
yang lama (www.setdaprovkaltim.info).
Menurut Sugito (2014), penyebab lain yang menyebabkan terkendalanya
pengelolaan barang milik daerah yang baik adalah saldo per jenis aset tetap di
neraca SKPD (dan konsolidasiannya) tidak didukung dengan rincian per jenis aset
tetap per SKPD. Pengakuan aset tetap oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan
(PPK)-SKPD dan/ atau bidang akuntansi di Bendahara Umum Daerah (BUD) atas
transaksi belanja barang, belanja modal, belanja lainnya, atau dari hibah tidak
sama dengan pencatatan yang dilakukan oleh pengurus barang di SKPD. Untuk
mengatasi permasalahan perbedaan pencatatan aset tetap di buku inventaris
dengan neraca keuangan di SKPD sebenarnya memerlukan rekonsiliasi secara
berkala antara PPK-SKPD dengan pengurus/ penyimpan barang dan antara bagian

Universitas Sumatera Utara

4


akuntansi di Bendahara Umum Daerah (BUD) dengan bidang administrasi barang
milik daerah.
Menurut Gutomo (2014), permasalahan aset tetap pemerintah daerah pada
umumnya terkait adanya barang milik daerah tidak dicatat, barang milik daerah
yang tidak ada justru masih dicatat, barang milik daerah dicatat tapi tidak
didukung dengan dokumen kepemilikan yang sah. Hal ini terjadi dikarenakan aset
tetap daerah jumlahnya terlalu banyak dalam kuantitas, juga diakibatkan data
pencatatan yang sudah belasan atau bahkan puluhan tahun lamanya. Selain itu
juga, kelemahan dari segi aset tetap ini juga muncul karena pada masa lalu
pemerintahan daerah memposisikan pengelolaan barang milik daerah tidak lebih
penting dari pengelolaan keuangan dan menumpukan seluruh permasalah
pengelolaan barang kepada pengurus barang Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).
Berdasarkan artikel pada www. kepriprov.go.id, permasalahan lain dari
pengelolaan aset tetap di pemerintah daerah adalah masalah pengelolaan aset
yang berasal dari hibah barang milik negara (HBN) asal kegiatan dekonsentrasi
dan tugas perbantuan. Permasalahan ini, menurut Respationo (2014) disebabkan
penyelesaian aset daerah yang bersumber dari kegiatan dekonsentrasi dan tugas
perbantuan tidak segera ditindaklanjuti karena penyerahan aset dari pemerintah

pusat kepada daerah terhambat dari segi administrasinya. Masalah administrasi ini
menyebabkan keberadaan aset negara tersebut sulit terlacak keberadaannya.
Padahal, jika pemerintah daerah dapat segera menguasai aset tersebut, maka
pemerintah dapat segera menguasai dan memelihara aset tersebut. Sesuai dengan
permendagri No 71 Tahun 2013 pada pasal 36 dinyatakan bahwa barang yang

Universitas Sumatera Utara

5

diperoleh dari dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan merupakan barang milik
Negara, dan bisa dihibahkan kepada pemerintah daerah.
Adapun beberapa permasalahan pengelolaan barang milik daerah yang
terjadi pada pemerintah daerah dapat disimpulkan sebagai berikut.

Tabel. 1.1. Permasalahan Aset Tetap Pemerintah Daerah Secara Umum
No
1

Permasalahan

Jumlah belanja modal seharusnya berdasarkan total biaya perolehan aset
tetap dan dibuat dalam satu mata anggaran.

2

Penentuan jumlah anggaran pemeliharaan untuk tahun berjalan, seharusnya
mengacu pada kondisi aset tetap pada tahun sebelumnya bukan secara
incremental

3

Aset tetap ada fisik tidak tercatat, tercatat tidak ada fisik, tidak didukung
dengan dokumen kepemilikan

4

Prosedur penghapusan yang dipandang rumit oleh pemerintah daerah
karena banyak persyaratan yang dipenuhi

5


Pengelolaan aset yang berasal dari hibah barang milik negara (HBN) asal
kegiatan dekonsentrasi dan tugas perbantuan yang belum dihibahkan
kepada daerah.

Pada tahun 2012 Pemerintah Kota Tebing Tinggi memperoleh opini Tidak
Memberi

Pendapat

(disclaimer) pada

laporan

keuangannya

diakibatkan

permasalahan ketidaksesuaian nilai aset tetap di neraca dengan nilai aset tetap
pada buku inventaris barang. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17

Tahun 2007 pasal 29 paragraf 1, bahwa laporan barang milik daerah digunakan
sebagai bahan untuk menyusun neraca Pemerintah Daerah, jadi seharusnya jumlah
pada neraca dan jumlah pada buku inventaris barang milik daerah adalah sama.

Universitas Sumatera Utara

6

Permasalahan tersebut mengakibatkan Pemerintah Kota Tebing Tinggi
harus memperbaiki jumlah aset tetap di neraca dengan melakukan inventarisasi
barang milik daerah dan mendapat pendampingan dari BPKP perwakilan Provinsi
Sumatera Utara. Kesulitan yang dirasakan oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi
dalam menyusun kembali aset tetap di neraca adalah mengumpulkan data aset
tetap serta menilai aset tetap. Untuk aset yang telah lama dibeli dicatat dengan
nilai yang tidak wajar yaitu biasanya Rp.1 dalam buku inventaris. Oleh karena itu,
Pemerintah Kota Tebing Tinggi bekerja sama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (KPKNL) melakukan penilaian ulang aset-aset yang tidak
wajar nilainya agar memperoleh nilai wajarnya.
Pada tahun 2013, Pemerintah Kota Tebing Tinggi memperoleh opini
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada laporan keuangannya dan masih

terdapat permasalahan aset didalamnya. Salah satu permasalahan pengelolaan aset
tetap pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi adalah rekonsiliasi antara bagian
keuangan, bagian administrasi barang milik daerah dan pengurus barang SKPD
belum memadai. Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tersebut, dapat dilihat
bahwa Penatausahaan

barang milik daerah ini akan berdampak pada

penatausahaan keuangan daerah karena laporan barang milik daerah merupakan
bahan untuk menyusun neraca daerah. Pada tahun 2014 Pemerintah Kota Tebing
Tinggi memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragrap Penjelasan
(WTP DPP) dan masih terdapat permasalahan aset tetap pada paragraf penjelasan
tersebut.
Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah dapat berjalan dengan
efektif dan efisien jika seluruh pegawai yang menangani sistem barang milik

Universitas Sumatera Utara

7


daerah mengerti dan memahami tentang sistem barang milik daerah tersebut.
Inayah (2010) menunjukkan bahwa faktor kualitas staf yang menjadi pelaksana
pengelola barang milik daerah akan mempengaruhi efektivitas implementasi
kebijakan pengelolaan aset daerah. Faktor sumber daya terhadap implementasi
kebijakan pengelolaan aset daerah di Kota Tangerang memiliki hubungan yang
kuat, karena indikator yang menjadi tolok ukur sumber daya yaitu pembagian
kewenangan berjalan baik, informasi cukup karena komunikasi berjalan efektif,
serta fasilitas fisik dan financial yang memadai.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Azhar (2013), yang
menunjukkan bahwa kualitas aparatur daerah tidak berpengaruh terhadap
manajemen aset daerah, dikarenakan banyak pengurus barang yang
belum memenuhi syarat pendidikan tertentu, kurangnya sosialisasi
terhadap pengelola barang di SKPD Pemko Banda Aceh mengenai tata
cara pengelolaan aset daerah, pengurus barang tidak mengetahui tugas
dan fungsinya terkait dengan pengelolaan barang milik daerah, dan
peraturan daerah tentang pengelolaan barang milik daerah belum disusun
secara rinci dan disesuaikan dengan kondisi daerah dalam mengatur
pengelolaan barang milik daerah di Pemerintah Kota Banda Aceh.
Proses yang panjang dalam pengelolaan barang milik daerah tentunya
harus didasari pada regulasi agar tidak terjadi suatu kecurangan atau kesalahan
dalam pencatatan barang milik daerah. Pedoman pelaksanaan secara teknis dari
pengelolaan barang milik daerah, dijabarkan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ditegaskan kepada

Universitas Sumatera Utara

8

daerah untuk ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Barang Milik Daerah
diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada kebijakan pengelolaan Barang
Milik Daerah. Azhar (2013) membuktikan adanya pengaruh yang signifikan
antara regulasi dengan manajemen aset daerah, karena regulasi merupakan alat
bagi aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mendukung
pelaksanaan manajemen aset daerah. Menurut Munaim (2012) Hambatan utama
yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah bukan
terletak pada regulasi yang ada, namun lebih pada pemahaman dan kepatuhan
aparatur terhadap regulasi tersebut.
Sistem teknologi informasi manajemen dibutuhkan untuk menunjang
pelaksanaan regulasi pengelolaan barang milik daerah. Sistem teknologi informasi
manajemen akan memudahkan penatausahaan barang milik daerah secara akurat
dan cepat. Hasil penelitian Azhar (2013), bahwa sistem informasi berpengaruh
signifikan terhadap manajemen aset. Konsekuensinya pada pengurus barang
selaku pelaksana teknis pengelola barang dalam melakukan penatausahaan barang
milik daerah harus mampu dan mahir dalam mengoperasikan aplikasi SIMDABMD sekaligus memahami prosedur penatausahaan barang milik daerah sesuai
dengan Permendagri 17 tahun 2007.
Komunikasi pemerintahan digunakan untuk mengelola hubungan aparatur
dan bertujuan agar aparatur mengetahui dan memahami apa yang harus
dikerjakan, bagaimana mengerjakan dan agar eksekutif pemerintah mendapatkan
informasi dari pegawai tentang hasil pelaksanaan pekerjaan yang kesemuanya
bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi pemerintah secara efektif dan
efisien. Hasil penelitian Inayah (2010) menunjukkan adanya hubungan antara

Universitas Sumatera Utara

9

variabel komunikasi dalam memengaruhi implementasi kebijakan pengelolaan
barang milik daerah. Inayah (2010) mengacu kepada teori Edward III, dalam
menentukan indikator yang dijadikan tolok ukur dalam mengukur variabel
komunikasi dalam implementasi kebijakan publik, yaitu penyaluran komunikasi,
kejelasan informasi, konsistensi dan mekanisme koordinasi.
Komitmen pimpinan sangat dibutuhkan untuk pelaksanaan pengelolaan
barang milik daerah. Komitmen pimpinan digunakan sebagai variabel moderating
karena dalam prakteknya, pimpinan SKPD sering menomor duakan masalah
pengelolaan aset daerah (Simamora, 2012). Menurut Kumorotomo (2012), salah
satu isu kebijakan terkait pengelolaan aset adalah Kepala SKPD lebih berperan
sebagai pengguna anggaran dan sering sekali lupa bahwa mereka juga
diamanatkan sebagai pengguna/ kuasa pengguna barang yang bertanggungjawab
atas pengelolaan barang di SKPD. Menurut Yusuf (2014: 47), disamping
kompetensi sumber daya yang memadai untuk mengelola barang milik daerah,
diperlukan juga komitmen pimpinan yang terus mendorong pengurus barang
bekerja sesuai dengan visi dan misi yang diharapkan.
Penerapan sistem teknologi informasi memerlukan komitmen pimpinan
agar menyediakan peralatan dari hardware,software dan jaringan yang memadai
untuk kelancaran proses penatausahaan barang milik daerah. Komitmen dari
pimpinan diperlukan juga dalam pelaksanaan regulasi. Menurut Gusman (2012),
sebagus apapun suatu peraturan disusun, tanpa adanya komitmen dari pimpinan
untuk menerapkan peraturan tersebut maka peraturan tersebut tidak akan berhasil
dalam penerapannya. Oleh karena itu, kepatuhan pada regulasi yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

10

oleh para pelaksana pengelola barang milik daerah membutuhkan komitmen
pimpinan.
Komunikasi dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah
memerlukan komitmen pimpinan. Sejalan dengan pendapat Sugito (2014) bahwa
Kepala SKPD selaku pengguna barang milik daerah kurang memiliki komitmen
dalam pengelolaan barang milik daerah. Hal ini dapat terlihat bahwa ada
perbedaan data antara Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan
Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang dilaporkan oleh pengurus barang kepada
pengelola aset dengan data dari bagian keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak adanya komunikasi yang baik dalam pengelolaan asset di SKPD, yaitu
antara pengurus barang, penyimpan barang dan seksi akuntansi di bagian
keuangan, karena laporan aset yang dibuat oleh ketiga petugas tersebut berbedabeda, masing masing petugas membuat laporan sesuai dengan data yang
diterimanya dan tidak ada pengecekan satu sama lain. Sebaliknya, jika kepala
SKPD mau berkomitmen dalam pengelolaan barang milik daerah, seharusnya bisa
mengkordinasikan pengurus/penyimpan barang dan seksi akuntansi agar
berkomunikasi terlebih dahulu sebelum mengeluarkan laporan dengan cara
rekonsiliasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti termotivasi untuk mengkaji lebih
lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pengelolaan barang milik daerah
pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan komitmen pimpinan sebagai
variabel moderating. Adapun yang dipandang menjadi faktor-faktor yang
mempengaruhi adalah kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem
informasi manajemen, dan komunikasi yang diduga mempengaruhi kualitas

Universitas Sumatera Utara

11

pengelolaan barang milik daerah di Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD)
Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

1.2.

Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya,

maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut :
1.

Apakah kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi
manajemen, dan komunikasi berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan
barang milik daerah di SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi secara simultan
dan parsial?

2.

Apakah komitmen pimpinan dapat memoderasi hubungan antara kualitas
aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, dan
komunikasi dengan kualitas pengelolaan barang milik daerah di SKPD
Pemerintah Kota Tebing Tinggi?

1.3.

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :
1.

Untuk menganalisis pengaruh kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada
regulasi, sistem informasi manajemen, dan komunikasi terhadap kualitas
pengelolaan barang milik daerah di SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi
secara simultan dan parsial

2.

Untuk menganalisis komitmen pimpinan sebagai pemoderasi hubungan
antara kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi

Universitas Sumatera Utara

12

manajemen, dan komunikasi dengan kualitas pengelolaan barang milik
daerah di SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi.

1.4.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan adalah:

1. Bagi peneliti, sebagai pengetahuan dan pemahaman mengenai kualitas
pengelolaan barang milik daerah.
2. Bagi akademis/ peneliti selanjutnya, sebagai pertimbangan untuk melakukan
penelitian selanjutnya mengenai pengelolaan barang milik daerah.
3. Bagi Pemerintah Kota Tebing Tinggi diharapkan bisa memberikan kontribusi
dalam mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah serta dapat
menjadi masukan dalam mengambil keputusan terkait pengelolaan barang
milik daerah.

1.5.

Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh

Azhar (2013) dengan judul: Pengaruh kualitas aparatur daerah, regulasi dan
sistem informasi terhadap manajemen aset pada SKPD Pemerintah Banda Aceh.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (tabel 1.1.) adalah :
1. Penelitian sebelumnya menggunakan kemampuan kualitas aparatur daerah,
regulasi dan sistem informasi sebagai variabel independen, dan manajemen
aset sebagai variabel dependen. Sementara penelitian ini kualitas aparatur
daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, dan
komunikasi sebagai variabel independen, komitmen pimpinan sebagai

Universitas Sumatera Utara

13

variabel moderating dan kualitas pengelolaan barang milik daerah sebagai
variabel dependen.
2. Penelitian sebelumnya menggunakan LKPD tahun 2012. Pada penelitian ini
menggunakan LKPD audited dari tahun 2012, 2013 dan 2014 sebagai objek
penelitian.
3. Lokasi dan waktu penelitian yang digunakan pada penelitian sebelumnya
adalah SKPD di Pemerintah Kota Banda Aceh tahun 2013. Pada penelitian
ini lokasi penelitiannya adalah SKPD di Pemerintah Kota Tebing Tinggi
Provinsi Sumatera Utara tahun 2015.

Tabel 1.2 Originalitas Penelitian
Uraian

Penelitian Terdahulu

Penelitian Saat Ini

Variabel Independen

Kualitas
aparatur Kualitas
aparatur
daerah,
daerah, regulasi dan kepatuhan
pada
regulasi,
sistem informasi manajemen,
sistem informasi
dan komunikasi

Variabel Dependen

Manajemen aset
daerah

Kualitas pengelolaan barang
milik daerah

Variabel Moderating

Tidak ada

Komitmen pimpinan

Lokasi Penelitian

Pemerintah Kota
Banda Aceh

Pemerintah Kota Tebing
Tinggi

Waktu Penelitian

2013

2015

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Barang Milik Daerah dengan Peran Inspektorat Daerah sebagai Variabel Moderating pada SKPD di Pemerintahan Kabupaten Padang Lawas

1 2 17

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Barang Milik Daerah dengan Peran Inspektorat Daerah sebagai Variabel Moderating pada SKPD di Pemerintahan Kabupaten Padang Lawas

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Barang Milik Daerah dengan Peran Inspektorat Daerah sebagai Variabel Moderating pada SKPD di Pemerintahan Kabupaten Padang Lawas

0 0 7

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Informasi Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi Dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Sebagai Variabel Moderating

0 1 17

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating

0 0 15

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating

1 6 28

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating Chapter III VI

0 0 49

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating

10 36 5

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating

0 0 30