LP ekstremitas atas

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR PADA

EKSTREMITAS ATAS DI RUANG SERUNI RSD dr.

SOEBANDI JEMBER

Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh

Dwi Indah Lestari NIM 082311101064

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER 2015


(2)

BAB I KONSEP DASAR FRAKTUR EKSTREMITAS ATAS

a. Kerangka Anggota Gerak Atas

Kerangka anggota gerak atas dikaitkan dengan kerangka badan dengan perantaraan gelang bahu yang terdiri dari skapula dan klavikula. Tulang-tulang yang membentuk kerangka lengan antara lain : gelang bahu (skapula


(3)

dan klavikula), humerus, ulna dan radius, karpalia, metakarpalia dan falangus. Gelang bahu yaitu persendian yang menghubungkan lengan dengan badan. Pergelangan ini mempunyai mangkok sendi yang tidak sempurna oleh karena bagian belakangnya terbuka. Bagian ini di bentuk oleh dua buah tulang yaitu skapula dan klavikula.

1. Bagian-bagian Tulang Ekstremitas

Tulang-tulang ekstremitas atas terdiri atas tulang skapula, klavikula, humerus, radius, ulna, karpal, metakarpal, dan tulang-tulang phalangs (Pearce, 2009).

1. Tulang Skapula

Skapula (tulang belikat) terdapat di bagian punggung sebelah luar atas, mempunyai tulang iga I sampai VIII, bentuknya hampir segitiga. Di sebelah atasnya mempunyai bagian yang di sebut spina skapula. Sebelah atas bawah spina skapula terdapat dataran melekuk yang di sebut fosa supraskapula dan fosa infraskapula. Ujung dari spina skapula di bagian bahu membentuk taju yang di sebut akromion dan berhubungan dengan klavikula dengan perantara persendian. Di sebelah bawah medial dari akromion terdapat sebuah taju menyerupai paruh burung gagak yang disebut dengan prosesus korakoid. Di sebelah bawahnya terdapat lekukan tempat kepala sendi yang di sebut kavum glenoid.


(4)

2. Tulang Klavikula

Klavikula adalah tulang yang melengkung membentuk bagian anterior dari gelang bahu.Untuk keperlua pemeriksaan dibagian atas batang dan dua ujung. Ujung medial disebut extremitas sternal dan membuat sendi dengan sternum. Ujung lateral disebut extremitas akrominal, yang bersendi pada proseus akrominal dari scapula. Klavikula merupakan tulang yang berartikulasi dengan skapula di sisi lateral dan dengan manubrium di sisi medial yang berfungsi sebagai penahan skapula yang mencegah humerus bergeser terlalu jauh


(5)

3. Tulang Humerus

Humerus merupakan tulang panjang pada lengan atas, yang berhubungan dengan skapula melalui fossa glenoid. Di bagian proksimal, humerus memiliki beberapa bagian antara lain leher anatomis, leher surgical, tuberkel mayor, tuberkel minor dan sulkus intertuberkular. Di bagian distal, humerus memiliki beberapa bagian antara lain condyles, epicondyle lateral, capitulum, trochlear, epicondyle medial dan fossa olecranon (di sisi posterior). Tulang


(6)

ulna akan berartikulasi dengan humerus di fossa olecranon, membentuk sendi engsel. Pada tulang humerus ini juga terdapat beberapa tonjolan, antara lain tonjolan untuk otot deltoid.

Secara anatomis tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu : a. Bagian atas humerus/ kaput (ujung atas)

Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Di bawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Di sebelah luar ujung atas di bawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan yaitu tuberositas mayor dan di sebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu tuberositas minor. Di antara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Di bawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur (Pearce, 2009).

b. Corpus humerus (badan humerus)

Sebelah atas berbentuk silinder tetetapi semakin ke bawah semakin pipih. Di sebelah lateral batang, tepat di atas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis (Pearce, 2009).

c. Bagian bawah humerus/ ujung bawah.

Berbentuk lebar dan agak pipih di mana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan di sebelah luar terdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, 2009).


(7)

4. Tulang Ulna

Ulna adalah sebuah tulang pipa yang mempunyai sebuah batang dan dua ujung. Tulang itu adalah tulang sebelah medial dari lengan bawah dan lebih panjang dari radius. Kepala ulna berada disebelah ujung bawah. Di daerah proksimal, ulna berartikulasi dengan humerus melalui fossa olecranon (di bagian posterior) dan melalui prosesus coronoid (dengan trochlea pada humerus). Artikulasi ini berbentuk sendi engsel, memungkinkan terjadinya gerak fleksi-ekstensi. Ulna juga berartikulasi dengan radial di sisi lateral. Artikulasi ini berbentuk sendi kisar, memungkinkan terjadinya gerak pronasi-supinasi. Di daerah distal, ulna kembali berartikulasi dengan radial, juga terdapat suatu prosesus yang disebut sebagai prosesus styloid.


(8)

5. Tulang Radius

Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah. Merupakan tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek daripada ulna. Di daerah proksimal, radius berartikulasi dengan ulna, sehingga memungkinkan terjadinya gerak pronasi-supinasi. Sedangkan di daerah distal, terdapat prosesus styloid dan area untuk perlekatan tulang-tulang karpal antara lain tulang scaphoid dan tulang lunate.


(9)

6. Tulang Karpal

 Metacarpal

 Falang

Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan ujung distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari tulang metakarpal. Antara tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi geser. Ke delapan tulang tersebut adalah scaphoid, lunate, triqutrum, piriformis, trapezium, trapezoid, capitate, dan hamate.


(10)

a. Metakarpal

Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan dan bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang karpal. Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal membuat tangan menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang terdapat antara tulang karpal dan metakarpal memungkinkan ibu jari tersebut melakukan gerakan seperti menyilang telapak tangan dan


(11)

memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu. Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat tulang sesamoid.

b. Falang

Falang juga tulang panjang,mempunyai batang dan dua ujung. Batangnya mengecil diarah ujung distal. Terdapat empat belas falang, tiga pada setiap jari dan dua pada ibu jari.Sendi engsel yang terbentuk antara tulang phalangs membuat gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam sesua. Phalanx terdiri dari tulang pipa pendek yang berjumlah 14 buah dan dibentuk dalam lima bagian tulang yang saling berhubungan dengan metacarpal (Syaifudin, 2012).

Setiap jari memiliki tiga phalanx, yaitu phalanx proximal, phalanx medial, dan phalanx distal.


(12)

(medial) dan troclea (basis distal).

2) Phalanx II: bagiannya sama dengan phalanx I yaitu basis (proximal), corpus (medial), dan troclea (basis distal).

3) Phalanx III: phalanx terkecil dan terujung dengan ujung distal mempunyai tonjolan yang sesuai dengan tempat kuku yang disebut tuberositas unguicilaris

b. Otot Ekstremitas Atas

1. M. Triceps : Adalah otot yang terletak di sepanjang lengan atas. Berfungsi : meluruskan lengan atas di siku dan meluruskan lengan. 2. M. Biceps :Adalah otot lengan atas.


(13)

Berfungsi : untuk menekuk lengan

3. M. Brachialis Adalah otot kecil yang terletak disebelah luar biceps. : Berfungsi : Sendi Siku (Fleksi)

4. M. Brakiorodialis : Adalah otot lengan bawah

Berfungsi : bertindak untuk melenturkan lengan bawah pada siku. 5. M. Anconeus : Adalah otot kecil pada aspek posterior dari sendi siku.

Berfungsi : meluruskan siku dengan lemah dan memutar ulna untuk menghadapkan telapak tangan ke bawah.

6. M. Deltoideus : Adalah otot yang membentuk struktur bulat pada bahu manusia, biasanya digunakan untuk melakukan suntikan indra – mskular.

Berfungsi :mengangkat lengan menjauhi tubuh ke depan, samping dan belakang.

7. M. Biceps brachi : Adalah terletak didekat dengan permukaan kulit sehingga mudah terlihat.

Berfungsi : untuk menekuk lengan atas ke siku dan memutar telapak tangan ke atas.

8. M. Teres minor : Adalah otot tebal dan bulat kecil ada belikat. Berfungsi : untuk memtar lengan ke luar.


(14)

9. M. Teres major : Adalah otot yang tebal dan bulat.

Berfungsi : untuk melekatkan, melonggarkan dan memutarkan lengan ke arah medial.

10. M Abdector Polsis brevis : Adalah otot ditangan.

Berfungsi menarik ibu jari kedala menuju telapak tangan

11. M Aponeurosis Palmar : Adalah otot yang menjadi titik pelekatan bagi

kulit dan melindungi tendon dibawahnya.

12. M Fleksor karpi ulnaris : Adalah otot lengan bawah manusia

Berfungsi : melenturkan tangan, ataupun menekuk dan menarik pergelangan tangan kedalam.

c. Pengertian Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan tulang atau osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan (Mansjoer, 2000). Fraktur adalah biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, 2003). Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002).

- Fraktur Klavikula

Fraktur klavikula Adalah merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (outstrechedhand) dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampaiklavikula, namun baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnyamekanisme secara umum patah tulang klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras.


(15)

a. Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL Allmantahun 1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang membagi patah tulang klavikula menjadi 3 kelompok

1. Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga tengah tulang klavikula(insidensi kejadian 75-80%).

 Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.

 Umumnya terjadi pada pasien yang muda

2. Kelompok 2: patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-25%) Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament coracoclavicular yakni (yakni, conoid dan trapezoid).

 Tipe 1. Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya perpindahan tulang maupun ganguan ligament coracoclevicular

 Tipe 2 A. Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, danligament coracoclavicular masih melekat pada fragmen.

 Tipe 2 B. Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak ataupunkedua-duanya.

 Tipe 3. Patah tulang yang pada bagian distal clavikula yangmelibatkan AC joint

 Tipe 4. Ligament tetap utuk melekat pata perioteum, sedangkanfragmen proksimal berpindah keatas.

 Tipe 5. Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa fragmen.

3. Kelompok 3: patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%). Pada kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler b. Penyebab fraktur klavikula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu

akibat kecelakaan apakah, baik jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor, namun kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Beberapa penyebab fraktur klavikula, yaitu:


(16)

a. fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis pubis selama proses melahirkan;

b. fraktur klavikula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian dan yang lainnya;

c. fraktur klavikula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat; d. fraktur klavikula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post

radioterapi, keganasan dan lain-lain.

- Fraktur Humerus

Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus (Rasjad, 2007). Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung (De Jong, 2010). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur humerus dibagi menjadi dua yaitu (Mansjoer, et al, 2000):

a. Fraktur suprakondilar humerus

Fraktur ini ini dibagi menjadi jenis ekstensi dan fleksi. Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan lengan siku dalam posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi. Jenis fleksi biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit fleksi.


(17)

Fraktur yang sering terjadi adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur kondiler medialis humerus.

c. Fraktur batang humerus

Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi).

d. Fraktur kolum humerus

Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di bawah kaput humeri) dan kolum sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum).

Fraktur humerus dibagi menjadi 2 berdasarkan mekanisme terjadinya adalah: (Mansjoer, et al, 2000):

a. Tipe Ekstensi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi. Tipe ekstensi ini sering terjadi pada fraktur humerus suprakondiler. Fraktur terjadi akibat hyperextension injury (outstreched hand), gaya diteruskan melalui elbow joint sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana m.brachialis terdapat, ke arah a.brachialis dan n.medianus. Fragmen ini mungkin menembus kulit sehingga terjadi fraktur terbuka. Klasifikasi fraktur suprakondiler humerus tipe ekstensi dibuat atas dasar derajat displacement.

1. Tipe I undisplaced

2. Tipe II partially displaced 3. Tipe III completely displaced b. Tipe Fleksi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi. Tipe ini jarang menyebabkan fraktur humerus suprakondiler. Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior elbow dengan posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus tendon triceps dan kulit. Klasifikasi fraktur suprakondiler humerus tipe fleksi juga dibuat atas dasar: derajat displacement.


(18)

1. Tipe I undisplaced

2. Tipe II partially displaced 3. Tipe III completely displaced

- Fraktur antebrachii

Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi di tulang radius dan ulna yang diakibatkan oleh trauma langsung seperti kecelakaan ataupun karena penyakit seperti osteoporosis. Pada anak biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen tulang.

1. Klasifikasi Fraktur antebrachii

Menurut Mansjoer (2000), jenis fraktur antebrachii yaitu: a. Fraktur Colles

Menurut Pearce (2008) fraktur Colles adalah patah transvers dari ujung bawah radius, kira-kira 2,5 cm diatas pergelangan, pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi supinasi). Fraktur ini terjadi dengan posisi tangan dorsofleksi, segmen fraktur distal mengalami angulasi ke arah dorsal dan menyebabkan deformitas seperti “sendok makan” (dinner fork deformity).

Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal. Fraktur ini yang paling sering ditemukan pada manula, insidennya yang tinggi berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause, karena itu pasien biasanya wanita yang memiliki riwayat jatuh pada tangan yang terlentang.


(19)

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe yaitu:

1) Tipe IA : Fraktur radius ekstra artikuler

2) Tipe IB : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler

3) Tipe IIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio karpal 4) Tipe IIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio

karpal

1) Tipe IIIA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radio ulnar 2) Tipe IIIB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi

radio ulnar

3) Tipe IVA : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi radioulnar


(20)

4) Tipe IVB : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radio karpal dan sendi radio ulnar

b. Fraktur Smith

Fraktur Smith merupakan kebalikan dari fraktur Colles, dengan angulasi ke arah anterior (volar) dari fraktur radius. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang intraartikular. Penggeseran bagian distal radius bukan ke dorsal, melainkan ke arah palmar. Patah tulang ini lebih jarang terjadi.

c. Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah


(21)

dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi. Gambaran klinisnya bergantung pada derajat dislokasi fragmen fraktur. Bila ringan nyeri dan tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur; bila berat, biasanya terjadi pemendekan lengan bawah. Pada fraktur ini tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi kedorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

d. Fraktur Montegia

Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius ulna proksimal. Dislokasi ini dapat terjadi ke lateral dan juga ke posterior. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya sewaktu melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis. Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi.


(22)

Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna kearah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan kearah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.

e. Fraktur Barton volar

Fraktur Barton volar sebetulnya masih bagian dari fraktur Smith. Reduksi biasanya cukup dengan tarikan dan supinasi, tetapi karena garis patah tulang miring reposisi yang dicapai biasanya tetap tidak stabil sehingga kadang pembedahan akan lebih baik hasilnya. Epalsiolisis harus diusahakan untuk reposisi secara anatomis mungkin agar tidak terjadi gangguan pertumbuhan. Hal ini dapat dilakukan secara tertutup, kadang secara terbuka. Dengan atau tanpa reposisi operatif dapat dipakai kawat K yang kecil yang cukup kuat untuk fiksasi intern sehingga fiksasi dapat dicapai tanpa merusak cakram epiflsis.


(23)

f. Fraktur atau dislokasi tulang karpus

Patah tulang os navikulare yang agak jarang, sering terlewat diagnosisnya, baik karena tidak terperhatikan maupun karena tidak dibuat foto Rontgen oblik khusus. Seperti halnya tulang yang lain, vaskularisasi tulang skafoid sebagian besar melalui simpal sendi dan karena sebagian besar permukaan tulang ini merupakan bagian tulang rawan sendi, vaskularisasi yang masuk relatif sedikit. Oleh karena itu, komplikasi nekrosis avaskuler dan kegagalan pertautan cukup sering.

Biasanya patah tulang os navikulare tidak terdislokasi sehingga tidak perlu direposisi. Posisi dalam gips yang meliputi lengan bawah bagian distal sampaibatas sendi metakaipofalangeal, termasuk metakarpus I, dipertahankan tiga bulan untuk menghindari pseudoartrosis. Bila lambat bertaut atau gagal-bertaut, perludilakukan operasi cangkok tulang.Pada patali leher tulang bagian proksimal osskafoid terancam nekrosis avaskuler karena sebagian besar per mukaannya ditutupoleh tulang rawan sendi sehingga darah dari bagian proksimal tidak mungkinsampai.

Dislokasi lunatum agak jarang ditemukan, tetapi sering juga terlewatdiagnosisnya. Dislokasi yang terjadi adalah akibat trauma jatuh pada tangan dalamposisi dorsifleksi maksimal. Pada pemeriksaan klinis didapati pembengkakanpada pergelangan tangan dan pasien sangat kesakitan bila jari secara pasif


(24)

diekstensikan. Bisa ditemukan adanya lesi saraf medianus oleh adanya penekanan saraf di dalam kanalis karpal. Pada foto Rontgen akan terlihat adanya dislokasilunatum ataupun perilunatum.

- Fraktur Metakarpal

Fraktur Metakarpal adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukansesuai jenis dan luasnya (Brunner Suddarth.2002) atau fraktur yang terjadi pada ujung jari karena trauma pada sendi interfalang, atau terjadi pada metacarpal karena karena tidak tahanterhadap trauma langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis metacarpal I (Arief Mansjoer.2000)

a. Klasifik fraktur metacarpal 1. Baseball Finger (Mallet Finger)

Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis falang distal padainsersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam keadaan ekstensi tiba-tiba fleksipasif pada sendi interfalang distal karena trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen tulangbasis falang distal pada insersi tendon ekstensor jari.Umumnya cedera atletik, Mallet Finger terjadi ketika sendi terluar dari jariterluka. Pemain basket dan baseball secara rutin mengalami jammed finger, tapi cederadapat terjadi karena crush accident pada pekerjaan atau bahkan karena jari terpotong saatbekerja di dapur

2. Boxer Fracture (Street Fighter’s Fracture)

Boxer fracture (street fighter’s fracture) merupakan fraktur kolum metakarpal V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar. Terjadi pada keadaan tidak tahanterhadap trauma langsung ketika tangan mengepa

3. Racture Bennet


(25)

- Fraktur phalanx

Fraktur phalang adalah hilangnya kontinuitas tulang mengenai bagian persendian tulang ruas jari –jari.

 Fraktur phalanx dibagi menjadi tiga tipe yaitu:

1) Cedera hiperekstensi dengan avulsi phalanx tengah, tapi permukaan sendi masih tetap kongruen atau utuh,

2) Dislokasi dorsal phalanx medial dengan disertai oleh inkongruensi permukaan sendi dan melibatkan ligamen,

3) fraktur dan dislokasi dengan keterlibatan kurang dari sepertiga permukaan sendi (Smith, 2009).

d. Penyebab

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menahan takanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak (Muttaqin, 2008).

Secara umum penyebab fraktur adalah sebagai berikut: 1. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

2. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.


(26)

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur pada anak-anak biasanya sebagai akibat trauma dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau penganiayaan anak. Karena jaringan lunak pada anak-anak fleksibel, fraktur terjadi lebih sering daripada cedera jaringan lunak (Muscari, 2005). e. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpenito, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black et al, 1995).

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur sebagai berikut. 1. Faktor ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2. Faktor intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang (Donna, 1995).


(27)

b. Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: 1. Stadium satu (pembentukan hematoma)

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium dua (proliferasi seluler)

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium tiga (pembentukan kallus)

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.


(28)

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Stadium lima (remodelling)

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya (Apley,1995;Black et al, 1995)

f. Tanda dan Gejala a. Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Deformitas

Pergeseran fragmen pada fraktur menyebakan deformitas (terlihat maupun terasa), deformitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas yang normal.

c. Krepitus

Saat ekstremitas diperiksa, terasa adanya derik tulang dinamakan krepitus yang terasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.


(29)

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi pembengkakan dan perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera

e. Berkurangnya gerakan tangan yang sakit

f. Kurangnya sensasi yang dapa terjadi karena adanya gangguan saraf, di mana syaraf ini terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.

g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidak stabilan tulang.

h. Pergerakan abnormal

g. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur menurut American College of Surgeons Comittee on Trauma dalam Parahita dan Kurniyanta (2012) adalah: 1) Perdarahan arteri

Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang di dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cidera ini dapat menimbulkan pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan di dalam jaringan lunak. Ekstrimitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskular. Cidera ini menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil.

2) Sindroma Kompartemen

Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot dibatasi oleh rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai lapisan penahan. Kompartemen akibat edema yang timbul akibat revaskularisasi sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan tekanan dari luar misalkan balutan yang menekan.


(30)

a. Pain (nyeri) bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot bersangkutan. Nyeri terjadi karena saraf mendapat tekanan dari luar.

b. Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena, menurunnya sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati kompartemen tersebut.

c. Pale atau pucat karena pembuluh darah juga mendapat tekanan dari luar.

d. Paralysis

e. Pulseless, denyut nadi menjadi melemah atau menghilang karena pembuluh darah mendapat tekanan dari luar

3) Osteomyelitis

Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur-fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.

4) Mal union

Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi pemendekan atau union secara menyilang

5) Delayed union

Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.


(31)

Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.

h. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat kesegarisan antara klafikula, scapula, humerus, radius, ulna, carpal, metacarpal, falank. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan menurut James (2003) pada pasien fraktur diantaranya:

a. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (X-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-ray:

1. bayangan jaringan lunak;

2. tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi;

3. trobukulasi ada tidaknya rare fraction; 4. sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

b. Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur. c. Tomografi

Pemeriksaan ini menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.


(32)

d. Myelografi

Pemeriksaan ini menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma. e. Arthrografi

Pemeriksaan ini menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.

f. Computed Tomography-Scan (CT-Scan)

Pemeriksaan ini menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

g. Pemeriksaan Laboratorium

1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

2. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

i. Penatalaksanan

Prosedur penatalaksanaan fraktur ekstermita atas adalah sebagai berikut:

a. Pembedahan

Metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya saat ini adalah pembedahan. Berikut ini jenis pembedahan pada pasien fraktur antebrachii:

1) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) yaitu prosedur pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas dan mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup, paku dan pin logam


(33)

2) Reduksi terbuka dengan melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemanjangan tulang yang patah

3) Fiksasi ekterna yaitu mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak dimana garis fraktur direduksi, disejajarkan dan diimobilisasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan ke dalam fragmen tulang.

b. Gips

Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :

1) Immobilisasi dan penyangga fraktur; 2) Istirahatkan dan stabilisasi;

3) Koreksi deformitas; 4) Mengurangi aktifitas;

5) Membuat cetakan tubuh orthotic.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah: 1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan;

2) Gips patah tidak bisa digunakan;

3) Gips yang terlalu kecil atau longgar sangat membahayakan klien; 4) Tidak merusak / menekan gips;

5) Tidak memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk; 6) Tidak meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama. c. Traksi (mengangkat/menarik)

Traksi secara umum dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.


(34)

1) Metode pemasangan traksi antara lain : a) Traksi manual

Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency. Traksi mekanik, ada 2 macam :

b) Traksi kulit

Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.

c) Traksi skeletal

Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.

2) Kegunaan pemasangan traksi, antara lain: a) Mengurangi nyeri akibat spasme otot; b) Memperbaiki & mencegah deformitas; c) Immobilisasi;

d) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi); e) Mengencangkan pada perlekatannya.

3) Prinsip pemasangan traksi, meliputi:

a) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik b) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan

pemberat agar reduksi dapat dipertahankan

c) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus d) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol

e) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai f) Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman


(35)

BAB 2. Clinical Pathway

Rangsang diteruskan ke korteks serebri Kurang pengetahuan Kurang paparan informasi Perubahan status kesehatan Nociceptor menerima rangsang Pelepasan mediator kimia

Degranulasi sel mast

Cedera sel Nyeri akut

Spasme otot

FRAKTUR

Ekstermitas Atas pergerakan fisikKeterbatasan

Hambatan Mobilitas Fisik

Deficit perawatan diri

Hambatan mobilitas fisik Luka terbuka Resiko syok perdarahan Port d’entry Ansietas Perubahan status kesehatan Trauma jaringan kerusakan integritas

kulit Resiko infeksi

penatalaksanaan konservatif traksi gips resiko infeksi Luka pembedahan (insisi) Resiko syok hipovolemik perdarahan Post op Intra op Pre op pembedahan

Trauma langsung/tidak langsung Rentan fraktur

Absorbs kalsium menurun

Kondisi patologis: osteoporosis K


(36)

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan a. Anamnesis

1. Identitas pasien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

2. Keluhan utama

Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sebagai berikut.

a. Nyeri

Sifat dari nyeri antara lain:

 lokasi setempat/meluas/menjalar;

 ada trauma riwayat atau tidak;

 sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan;

 bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya;

 apa yang memperberat/mengurangi nyeri;

 nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari;

 apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul. b. Kelainan bentuk/pembengkokan

 angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang);

 benjolan atau karena ada pembengkakan c. Kekakuan/kelemahan


(37)

 Kekakuan: pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu.

 Kelemahan: apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot menurun/melemah/kelumpuhan.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data dilakukan untuk menentukan penyebab dari fraktur yang dapat membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap pasien berupa kronologi terjadinya penyakit.

4. Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian dilakukan untuk menemukan penyebab fraktur dan lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s menyebabkan fraktur patologis sering sulit buat menyambung.

5. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga berhubungan dgn penyakit tulang adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang cenderung diturunkan secara genetik.

6. Pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat b. Pola nutrisi dan metabolisme

c. Pola eliminasi

d. Pola aktivitas dan latihan e. Pola tidur dan istirahat f. Pola hubungan dan peran g. Pola persepsi dan konsep diri h. Pola sensori dan kognitif i. Pola reproduksi seksual


(38)

j. Pola penanggulangan stress k. Pola tata nilai dan kepercayaan b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui keadaan fraktur yang dialami pasien secara lebih jelas. Pemeriksaan fisik meliputi primary survey (dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien) dan secondary survey (untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih dianggap normal atau tidak).

1) Keadaan umum, tanda vital

2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.

3) Pemeriksaan fraktur a) Look/inspeksi

 Bandingkan dengan bagian yang sehat

 Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan

 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka

 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan pemendekan

 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain

 Keadaan vaskularisasi b) Feel/palpasi

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:


(39)

 Krepitasi

 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma

 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai

c) Move/gerakan

 Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma

 Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf

 Move untuk melihat apakah ada krepitasi bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulangkortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.

 Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan serta kita melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada gerakan tidak normal atau tidak. Gerakan tidak normal merupakan gerakan yang tidak terjadi pada sendi, misalnya pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang sesuaidefinisi fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas pemeriksaan rontgen.


(40)

a. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasienfraktur adalah:

1) Foto rongten digunakan untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur.

2) X ray digunakan untuk menentukan jenis fraktur dan mekanisme terjadinya trauma. Umumnya menggunakan proyeksi anteroposterior dan lateral. 3) CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan anatomi tulang khusunya

pada cedera plafon.

4) MRI digunakan untuk mengkaji adanya cedera pada tulang rawan, ligament dan tendon.

3.2 Diagnosa Keperawatan a. Pre operasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot, edema, kerusakan jaringan lunak

2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang (fraktur terbuka)

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, gaSngguan fungsi musculoskeletal, immobilisasi

4) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan pembedahan dan hasil akhir pembedahan

5) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan b. Intra operasi

1) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

2) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan c. Post operasi


(41)

2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan 3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi

muskuloskletal, Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal, imobilisasi 4) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

kerusakan kulit, trauma jaringan

5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis (pemasangan fiksasi eksternal)

6) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi yang ada

7) Deficit perawatan diri berhubungan dengan gangguan fungsi muskuloskeletal


(42)

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Pre Operasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional 1 Nyeri akut berhubungan dengan

fraktur tulang, spasme otot, edema, kerusakan jaringan lunak

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X6 jam diharapkan nyeri dapat berkurang

NOC:

1. Pain level 2. Pain control 3. Comfort level

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Paint management

1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi)

2. Beri penjelasan mengenai penyebab nyeri

3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

4. Segera immobilisasi daerah fraktur

5. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena 6. Ajarkan pasien tentang

alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyeri

1. Mengetahui kondisi umum pasien dan pertimbangan tindakan selanjutnya

2. Pasien memahami keadaan sakitnya

3. Respon nonverbal terkadang lebih menggambarkan apa yang pasien rasakan 4. Mempertahankan posisi

fungsional tulang

5. Memperlancar arus balik vena

6. Mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan


(43)

7. Ajarkan teknik manajemen stress misalnya relaksasi nafas dalam

8. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian obat analgeik sesuai indikasi

posisi pada

tulang/jaringan yang cedera

7. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan

kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama 8. Mengontrol atau

mengurangi nyeri pasien

2 Kerusakan intergritas kulit/jaringan berhubungan dengan immobilisasi, penurunan sirkulasi, fraktur terbuka

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan cidera/injuri tidak terjadi

NOC: Risk control

1. Pasien terbebas dari cidera 2. Pasien mampu menjelaskan

cara/metode untuk mencegah injuri/cedera 3. Pasien mampu menjelaskan

faktor resiko dari lingkungan/perilaku

personal

4. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury

5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

6. Mampu mengenali perubahan status kesehatan

Environment management 1. Kaji kulit untuk luka

terbuka terhadap benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna

2. Massage kulit, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan

3. Ubah posisi dengan sering 4. Bersihkan kulit dengan air

hangat

5. Lakukan perawatan luka

1. Memberikan informasi mengenai keadaan kulit pasien saat ini

2. Menurunkan tekanan pada area yang peka dan beresiko rusak

3. Mencegah terjadinya dekubitus

4. Mengurang kontaminasi dengan agen luar


(44)

secara steril gangguan integritas kulit

3 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan, prosedur tindakan pembedahan dan hasil akhir pembedahan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan cemas berkurang

NOC:

1. Anxiety self control 2. Anxiety level 3. Coping

1. Pasien mampu

mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

2. Mengidentifikasi,

mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas

3. Vital sign dalam batas normal

4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

Anxiety reduction (penurunan kecemasan)

1. Kaji tingkat kecemasan pasien (ringan, sedang, berat, panik)

2. Dampingi pasien

3. Ber support sistem dan motivasi pasien

4. Beri dorongan spiritual

5. Jelaskan jenis prosedur dan tindakan pengobatan

1. Mengetahui tingkat kecemasan pasien

2. Agar pasien merasa aman dan nyaman

3. Meningkatkan pola koping yang efektif 4. Agar pasien dapat

menerima kondisinya saat ini

5. Memberikan informasi sehingga dapat menurunkan ansietas

No Diagnosa Keperawatan Intra Operasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional 1 Risiko syok hipovolemi

berhubungan dengan perdarahan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam syok dapat dihindari

NOC :

1. Shock prevention 2. Shock management

1. Nadi dalam batas yang diharapkan

2. Irama jantung dalam batas yang diharapkan

3. Frekuensi nafas daam batas yang diharapkan

4. Irama pernafasan dalam batas yang diharapkan

Shock prevention

1. Monitor status sirkulasi (tekanan darah, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, ritme, nadi perifer, dan CRT) 2. Monitor tanda inadekuat

1. Mengidentifikasi

keadekuatan status sirkulasi


(45)

5. Natrium serum dalam batas normal

6. Kalium serum dalam batas normal

7. Klorida serum dalam batas normal

8. Kalsium serum dalam batas normal

9. Magnesium serum dalam batas normal

10. Ph darah serum dalam batas normal

oksigenasi jaringan

3. Monitor input dan output 4. Monitor tanda awal syok 5. Kolaborasi pemberian

cairan IV dengan tepat

2. Mengetahui adakah gangguan perfusi jaringan

3. Mengetahui

keseimbangan cairan 4. Skrining adanya syok

5. Rehidrasi

No Diagnosa Keperawatan Post Operasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional 1 Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan

nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal, immobilisasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien mampu melakukan mobilitas fisik

NOC:

1. Joint movement: active 2. Mobility level

3. Self care: ADLs 4. Transfer performance

1. Pasien meningkat dalam aktivitas fisik

2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3. Memverbalisasikan

perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 4. Memperagakan

penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)

Exercise therapy: ambulation 1. Kaji derajat immobilisasi

yang dihasilkan oleh cidera 2. Dorong partisipasi pada

aktivitas terapeutik

3. Bantu pasien dalam rentang gerak aktif atau pasif

4. Ubah posisi secara periodik 5. Kolaborasi dengan ahli terapi/okupasi/rehabilitasi medis

1. Menentukan tindakan keperawatan yang tepat

2. Menlatih kekuatan otot pasien

3. Melatih rentang gerak aktif atau pasif pasien secara bertahap

4. Mencegah terjadinya dekubitus

5. Melatih rentang gerak aktif dan pasif secara


(46)

bertahap WS

S2

Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam infeksi dapat dihindari

NOC:

1. Immune status 2. Risk control

3. Knowledge: Infection control

1. Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi

2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya

3. Jumlah leukosit dalam batas normal

4. Menunjukkan perilaku hisup sehat

Infection control

1. Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitas

2. Kaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri, rasa terbakar, edema, eritema,

drainase/bau tidak sedap 3. Berikan perawatan kulit

dengan steril dan aseptik 4. Tutup dan ganti balutan

dengan prinsip steril 5. Kolaborasi dengan tim

kesehatan lain terkait pemberian obat antibiotik sesuai indikasi

1. Mengkaji adanya iritasi atau robekan kontinuitas 2. Mengetahui ada/tidaknya

tanda-tanda infeksi

3. Mengurangi resiko infeksi

4. Mengurangi resiko penyebaran infeksi 5. Mencegah terjadinya

infeksi

3 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi yang ada

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien akan menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan benar

NOC:

1. Knowledge: disease process

2. Knowledge: health behavir

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang

Teaching: disease process 1. Kaji tingkat pengetahuan

pasien dan keluarga

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang

1. Membantu untuk

memahami apa yang kita lakukan terhadap pasien 2. Membantu pasien

mengetahui tanda-tanda penyakit dan apa yang harus dilakukan terhadap dirinya agar sembuh 3. Mencegah komplikasi


(47)

dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

tepat

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat dan gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

4. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat

5. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

4. Memberikan kebaikan terhadap keluarga dan pasien

5. Memberikan kepercayaan dan pasien mau

memahami penjelasan tentang penyakit dan pengobatan pasien


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike Budhi. Jakarta: EGC

Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pemdokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC

Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga.Jakarta: EGC

Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Bandung: Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa oleh Alfrina Hany. Jakarta: EGC

Pearce, Evelyn C. 2008.AnatomiFisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia

Schwartz, Seymour I.2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media Aesculapius: Jakarta.

Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby Elsevier.

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell.

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth. Jakarta: EGC.

Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya Medika.


(49)

Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing ProcessApproach, 4 th Edition. New York: W.B. Saunder Company.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta: EGC.

De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J.D. 2010. Handbook of Fractures. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Hoppenfield, Stanley. 2011. Treatment and Rehabilitation of Fractures. Jakarta: EGC. Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.

Reksoprodjo, S. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.

Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Swanson, E. Dkk. 2012. Nursing Outcome Classification (NOC): Measurenment of Health Outcomes ed. 5. Elsevier Mosby.

Bulechek, G. M. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC) ed. 6. Elsevier Mosby


(50)

(1)

5. Natrium serum dalam batas normal

6. Kalium serum dalam batas normal

7. Klorida serum dalam batas normal

8. Kalsium serum dalam batas normal

9. Magnesium serum dalam batas normal

10. Ph darah serum dalam batas normal

oksigenasi jaringan

3. Monitor input dan output 4. Monitor tanda awal syok 5. Kolaborasi pemberian

cairan IV dengan tepat

2. Mengetahui adakah gangguan perfusi jaringan

3. Mengetahui

keseimbangan cairan 4. Skrining adanya syok

5. Rehidrasi

No Diagnosa Keperawatan Post Operasi

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional

1 Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan

nyeri/ketidaknyamanan, gangguan fungsi musculoskeletal, immobilisasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien mampu melakukan mobilitas fisik NOC:

1. Joint movement: active 2. Mobility level

3. Self care: ADLs 4. Transfer performance

1. Pasien meningkat dalam aktivitas fisik

2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3. Memverbalisasikan

perasaan dalam

meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 4. Memperagakan

penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)

Exercise therapy: ambulation 1. Kaji derajat immobilisasi

yang dihasilkan oleh cidera 2. Dorong partisipasi pada

aktivitas terapeutik

3. Bantu pasien dalam rentang gerak aktif atau pasif

4. Ubah posisi secara periodik 5. Kolaborasi dengan ahli terapi/okupasi/rehabilitasi medis

1. Menentukan tindakan keperawatan yang tepat

2. Menlatih kekuatan otot pasien

3. Melatih rentang gerak aktif atau pasif pasien secara bertahap

4. Mencegah terjadinya dekubitus

5. Melatih rentang gerak aktif dan pasif secara


(2)

bertahap WS

S2

Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam infeksi dapat dihindari

NOC:

1. Immune status 2. Risk control

3. Knowledge: Infection control

1. Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi

2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi

penularan serta

penatalaksanaannya

3. Jumlah leukosit dalam batas normal

4. Menunjukkan perilaku hisup sehat

Infection control

1. Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitas

2. Kaji kulit yang terbuka terhadap peningkatan nyeri, rasa terbakar, edema, eritema,

drainase/bau tidak sedap 3. Berikan perawatan kulit

dengan steril dan aseptik 4. Tutup dan ganti balutan

dengan prinsip steril 5. Kolaborasi dengan tim

kesehatan lain terkait pemberian obat antibiotik sesuai indikasi

1. Mengkaji adanya iritasi atau robekan kontinuitas 2. Mengetahui ada/tidaknya

tanda-tanda infeksi

3. Mengurangi resiko infeksi

4. Mengurangi resiko penyebaran infeksi 5. Mencegah terjadinya

infeksi

3 Kurangnya pengetahuan

berhubungan dengan kurangnya paparan informasi yang ada

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien

akan menunjukkan

pengetahuan tentang proses penyakit dengan benar

NOC:

1. Knowledge: disease process

2. Knowledge: health behavir

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang

Teaching: disease process 1. Kaji tingkat pengetahuan

pasien dan keluarga

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang

1. Membantu untuk

memahami apa yang kita lakukan terhadap pasien 2. Membantu pasien

mengetahui tanda-tanda penyakit dan apa yang harus dilakukan terhadap dirinya agar sembuh 3. Mencegah komplikasi


(3)

dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

tepat

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat dan gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

4. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat

5. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

4. Memberikan kebaikan terhadap keluarga dan pasien

5. Memberikan kepercayaan dan pasien mau

memahami penjelasan tentang penyakit dan pengobatan pasien


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku

Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike Budhi.

Jakarta: EGC

Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan

Pemdokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC

Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga.Jakarta: EGC

Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Bandung: Yayasan Alumni

Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Jakarta: Media

Aesculapius

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa oleh

Alfrina Hany. Jakarta: EGC

Pearce, Evelyn C. 2008.Anatomi Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: Gramedia

Schwartz, Seymour I.2000.Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media

Aesculapius: Jakarta.

Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby

Elsevier.

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell.

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.

Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth. Jakarta:

EGC.

Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:

Widya Medika.


(5)

Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing

Process Approach, 4 th Edition. New York: W.B. Saunder Company.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta: EGC.

De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J.D. 2010. Handbook of Fractures. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins.

Hoppenfield, Stanley. 2011. Treatment and Rehabilitation of Fractures. Jakarta: EGC.

Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.

Reksoprodjo, S. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

Publisher.

Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah

Brunner & Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Swanson, E. Dkk. 2012. Nursing Outcome Classification (NOC): Measurenment of

Health Outcomes ed. 5. Elsevier Mosby.

Bulechek, G. M. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC) ed. 6. Elsevier

Mosby


(6)