Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

BAB II
ASPEK HUKUM KEGIATAN PERIKLANAN DI BIDANG PROPERTI
A. Sejarah Bisnis Periklanan
Pemasaran (marketing) sebenarnya lebih dari sekedar mendistribusikan
barang dari para produsen pembuatnya kepada konsumen pemakai. Pemasaran
sesungguhnya meliputi semua tahapan yakni mulai dari penciptaan produk hingga
kepada pelayanan purnajual setelah terjadinya transaksi perdagangan itu sendiri.
Salah satu tahapan dari pemasaran tersebut adalah periklanan. Tahapan-tahapan
tersebut bagaikan mata rantai yang saling berhubungan dan rangkaiannya akan
terputus jika salah satu mata rantai itu lemah.35 Dengan demikian, periklanan
merupakan tahapan yang sangat penting, yang sama pentingnya dengan mata
rantai yang lain dari suatu proses pemasaran. Keberhasilan mata rantai yang satu
menentukan keberhasilan yang lainnya. Produk barang dan jasa itu sendiri, baik
penamaannya, pengemasannya, penetapam harga, dan pendistribusiannya,
semuanya tercermin dalam kegiatan periklanan yang sering kali disebut sebagai
darah kehidupan bagi suatu organisasi (pelaku usaha). Tanpa adanya perikalanan,
berbagai produk barang atau jasa tidak akan dapat mengalir secara lancar kepada
konsumen, baik konsumen pemakai maupun konsumen yang akan menjual
kembali produk barang atau jasa tersebut.36
Iklan pada awalnya hanya terbatas pada papan nama sederhana yang
menunjukkan nama sebuah penginapan, nama bar kecil, serta kios tukang cukur

35
Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan
Konsumen, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 2.
36
Ibid., hlm. 3.

31
Universitas Sumatera Utara

32

yang dihiasi dengan tabung putar warna-warni atau hiasan lainnya yang
sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dunia media, iklan mengalami
evolusi (perubahan) yang luar biasa.
Keberhasilan dari suatu perekonomian secara nasional banyak ditentukan
oleh kegiatan-kegiatan periklanan sebagai penunjang usaha penjualan, sekaligus
menentukan kelangsungan hidup produksi pabrik-pabrik, terciptanya lapangan
kerja, serta adanya hasil yang menguntungkan dari seluruh modal (uang) yang
telah diinvestasikan. Apabila proses ini terhenti, terjadilah resesi. Hal ini
dibuktikan dengan kenyataan bahwa negara-negara yang makmur senantiasa

disemarakkan oleh kegiatan-kegiatan periklanan yang gencar. Sedangkan di
negara-negara berkembang, di mana dasar perekonomiannya masih lemah dan
kegiatan periklanannya masih berada pada taraf minimum, lapangan kerja begitu
sulit didapat sehingga begitu banyak kaum muda yang potensial tidak dapat
menemukan sumber nafkah.37
Menurut sejarahnya, perkembangan periklanan sudah terjadi sejak tahun
4000 SM (Sebelum Masehi), hal ini berawal di Mesir, dimana Mesir
menggunakan papirus untuk membuat pesan penjualan dan poster-poster. pesan
Komersial dan menampilkan kampanye politik telah ditemukan di reruntuhan
Pompeii dan kuno Saudi.38 Kemudian berjalan beriringan dengan perkembangan
media cetak seperti koran-koran yang ada di kedai kopi, yang terjadi pada masa
klasik abad ke-17. Diawali dengan terbitnya biro-biro iklan seperti “White” pada
tahun 1800 yang menangani periklanan lotre resmi pemerintah Inggris. Kemudian,
37

Ibid., hlm. 4
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_periklanan (diakses pada tanggal 08 Agustus
2016), Pukul 22:17 WIB.
38


Universitas Sumatera Utara

33

diikuti “Reynell and Son” yang dibentuk di London pada tahun 1912.
Perkembangan periklanan selanjutnya ditandai dengan maraknya foto dan lukisan
tua tentang kereta-kereta berkuda yang berkeliaran di London pada akhir abad ke19, di mana pada badan kereta berkuda tersebut banyak ditempeli poster-poster
iklan suatu produk yang sedang popular saat itu. Hal ini menjadi bukti bahwa
menurut sejarah perdagangan, iklan menempati posisi yang penting. Perusahaanperusahaan yang sudah menjadi pengiklan sejak abad ke-19 masih banyak yang
bertahan sampai sekarang, seperti: Beecham, Cadbury, Lever Brothers, dan Lipton
yang ada di Inggris.39
Meskipun pada awalnya biro-biro iklan hanya menjalankan fungsinya
sebagai makelar/pialang ruang atau kolom iklan di media massa, namun posisi
tersebut terus berkembang menjadi posisi legal sebagai perantara antara pihak
media massa dengan perusahaan pengiklan. Biro-biro iklan itulah yang kemudian
memikul tanggung jawab atas pembayaran kepada media massa, jika pihak
pengiklan tidak menyerahkan pembayaran sebagaimana seharusnya karena sebab
apa pun. Seiring dengan perkembangan teknologi proses percetakan yang terus
membaik, maka biro-biro iklan juga bersaing untuk menyediakan fungsi-fungsi
kreatif, seperti pembuatan iklan yang semenarik mungkin kepada para pengiklan.

Dengan demikian, kedudukan biro-biro iklan telah mengalami pergeseran dari
sekedar makelar ruang iklan menjadi agen-agen pelayanan yang bersifat
multifungsi dan independen.

39

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

34

Di Indonesia sendiri, bisnis periklanan sudah terjadi sejak abad ke-16.
Tokoh periklanan pertama di Indonesia adalah Jan Pieterzoon Coen, orang
Belanda yang menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1619-1629.
Tokoh ini bukan hanya bertindak sebagai pemrakarsa iklan pertama di Indonesia,
tetapi juga sebagai pengiklan dan perusahaan periklanan. Bahkan dia pun menjadi
penerbit dari Bataviasche Nouvelle, suratkabar pertama di Indonesia yang terbit
tahun 1744, satu abad setelah J.P. Coen meninggal.40
Iklan pertama yang diprakarsainya berupa pengumuman-pengumuman

pemerintah Hindia Belanda berkaitan dengan perpindahan pejabat terasnya di
beberapa wilayah. Namun dengan penerbitan suratkabar pertama yang memuat
iklan itu, Jan Pieterzoon Coen membuktikan, bahwa pada hakekatnya untuk
produk-produk baru, antara berita dan iklan tidak ada bedanya. Atau, bahwa berita
pun dapat disampaikan dengan metode dan teknik periklanan. Kenyataan itu
membuktikan pula, bahwa iklan dan penerbitan pers di Indonesia, sebenarnya
lahir tepat bersamaan waktunya, dan keduanya saling membutuhkan atau
memiliki saling ketergantungan.41
Kemudian seiring berjalannya waktu, banyak tokoh-tokoh lain yang
datang ke Indonesia dari berbagai negara untuk melakukan praktik periklanan,
diantaranya: “tiga serangkai” dari Belanda, F. Van Bemmel, Is. Van Mens dan
Cor van Deutekom, dari Belanda juga yakni CA Kruseman, kemudian tokoh dari

40
https://dictum4magz.wordpress.com/2008/01/07/sejarah-periklanan-indonesia/ (diakses
pada tanggal 8 Agustus 2016), Pukul 22:11 WIB.
41
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


35

Cina yakni Yap Goan Ho yang memiliki perusahaan periklanan di Batavia pada
masanya, dan lain sebagainya.42
Periklanan adalah komunikasi non-individu, dengan sejumlah biaya,
melalui berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga non-laba, serta
individu - individu. Istilah periklanan berbeda dengan iklan, karena iklan adalah
beritanya itu sendiri, sedangkan periklanan adalah prosesnya, yaitu suatu program
kegiatan untuk mempersiapkan berita tersebut dan menyebarluaskan kepada pasar.
Periklanan merupakan bentuk presentasi dan promosi non pribadi tentang ide,
barang dan jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu.43
B. Pengertian Dan Tujuan Kegiatan Periklanan
Kegiatan periklanan atau yang biasa disebut juga dengan promosi pada
hakekatnya adalah suatu komunikasi pemasaran, artinya aktifitas pemasaran yang
berusaha

menyebarkan

informasi,


mempengaruhi/membujuk,

dan

atau

mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia
menerima, membeli, dan loyal pada apa yang ditawarkan perusahaan yang
bersangkutan.44
Iklan merupakan salah satu sarana pemasaran yang cukup banyak
dipergunakan oleh pelaku usaha untuk memperkenalkan aneka produk yang

42

Ibid.
Swastha, Basu, dan Ibnu Sukotjo W, Pengantar Bisnis Modern, Edisi Ketiga,
(Yogyakarta : Liberty, 2004), hlm. 223.
44
Tjiptono, sebagaimana dikutip dalam situs

www.jurnalsdm.blogspot.com/…/startegipromosi-penjualan-definisi.html dan diunduh pada
tanggal 13 Agustus 2016.
43

Universitas Sumatera Utara

36

dihasilkannya kepada konsumen serta untuk meningkatkan kesadaran konsumen
terhadap aneka produk yang dihasilkan.45
Melalui iklan, pelaku usaha berupaya untuk menginformasikan berbagai
hal mengenai produk yang dipasarkannya kepada konsumen, antara lain tentang
ketersediaan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat, kualitas produk,
keamanan, harga, tentang berbagai persyaratan dan atau cara memperolehnya,
tentang jaminan atau garansi produk, ketersediaan suku cadang, pelayanan purna
jual, dan hal-hal lain yang berkenaan dengan itu.46
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya dalam memberikan definisi
terhadap iklan. David Oughnton dan John Lowry, menulis:
“Advertising is the central symbol of consumer society, advertising plays a
central role in making available to consumers information which the

producers of the advertised product wishes the consumer to
have.”(Oughton, 1997 : 81).47
Melalui iklan, pelaku usaha seharusnya dapat lebih mendekatkan diri
kepada konsumen, dengan menghasilkan beraneka produk yang sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan konsumen.
Menurut Lee dan Johnson yang dialih bahasakan oleh Munandar dan
Priatna menyatakan bahwa “periklanan adalah komunikasi komersil dan
nonpersonal

tentang

sebuah

organisasi

dan

produk-produknya

yang


ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat massal seperti

45
Dedi Heryanto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang
Menyesatkan, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 1.
46
Ibid.
47
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

37

televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar
ruang, atau kendaraan umum”.48
Menurut Kasali memberikan definisi bahwa iklan secara sederhana adalah
pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat melalui
suatu media.49 Sedangkan Fandy Tjiptono, mengatakan bahwa iklan adalah bentuk

komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau
keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan
rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan
pembelian.50 Sedangkan menurut Kotler & Keller yang dialih bahasakan oleh
Benyamin Molan menyatakan iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi
dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus dibayar.51
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa iklan adalah semua
bentuk presentasi nonpersonal yang dimaksudkan untuk mempromosikan
gagasan, atau memberikan informasi tentang keungulan dan keuntungan suatu
produk yang dibiayai pihak sponsor tertentu.
Menurut Pasal 1 angka 6 UU Perlindungan Konsumen, kegiatan
periklanan atau disebut juga promosi adalah kegiatan pengenalan atau
penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli
konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

48
Lee, Monle dan Carla Johnson, Prinsip-Prinsip Periklanan Dalam Perspektif Global,
(Jakarta : Kencana Prenada Media, 2007), hlm. 3.
49

Renald Kasali, Manajemen Periklanan, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia,
(Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2007), hlm. 9.
50
Fandy Tjiptono, Brand Management and Strategy, (Yogyakarta : Andi. 2005), hlm.
226.
51
Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Marketing Management, 12th/E, Vol. 2, (Jakarta :
Indeks Jakarta, 2007), hlm. 244.

Universitas Sumatera Utara

38

Kegiatan periklanan atau biasa disebut promosi adalah hak konsumen yang wajib
dipenuhi oleh pelaku usaha dalam masa pra transaksi. Pasal 4 huruf (c) UU
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa salah satu hak konsumen adalah,
“hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa”.52
Tujuan dasar dilaksanakannya promosi adalah untuk mempengaruhi
konsumen supaya membeli produk yang dihasilkan penjual. Suatu promosi yang
dilaksanakan tanpa mempunyai tujuan sama saja dengan melaksanakan pekerjaan
yang sia-sia. Tujuan promosi merupakan dasar dalam membuat keseluruhan
program promosi yang akan dijalankan oleh perusahaan dalam rangka mencapai
apa yang diinginkannya, kemudian akan menyusul langkah-langkah selanjutnya.
Pada umumnya promosi memiliki beberapa tujuan antara lain:53
1. Promosi tersebut harus dapat menyampaikan pesan kepada sejumlah calon
konsumen yang dituju atau yang ditargetkan, dengan demikian pelaku usaha
harus memilih mana yang dapat dicapai ke pembeli yang dituju tersebut.
Dalam rangka mendukung tujuan ini perlu diperhatikan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Menentukan calon konsumen yang dituju atau yang ditargetkan.
b. Menentukan jumlah calon konsumen yang dituju.
c. Memilih media yang paling sesuai untuk dapat mencapai calon konsumen
tersebut.

52
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Pasal 4 Huruf C.
53
Friska, “Manfaat Promosi Dalam Usaha Untuk Meningkatkan Produksi Pada Asuransi
Jasa Indonesia Cabang Medan”, (Medan : Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara, 2004),
hlm. 4-5.

Universitas Sumatera Utara

39

2. Promosi harus dapat menarik perhatian konsumen atau calon konsumen yang
dituju, namun seringkali sangat sukar untuk menarik perhatian calon
konsumen terhadap promosi yang dilakukan disebabkan adanya sedemikian
banyak promosi yang dilakukan pula oleh perusahaan lainnya, sehingga
perhatian calon konsumen tidak hanya terpusat pada promosi yang dilakukan
oleh perusahaan lainnya yang meliputi sejumlah advertensi, promosi penjualan
dan usaha-usaha promosi lainnya. Jadi perusahaan dihadapkan pada masalah
bagaimana agar promosi yang dilakukan oleh perusahaan lainnya. Cara yang
dapat dilakukan untuk menarik perhatian calon konsumen misalnya
memberikan sponsor untuk suatu acara tertentu, penggunaan orang yang sudah
popular di mata masyarakat dalam reklamenya, menonjolkan apa yang lebih
menjadi keistimewaan produknya yang tidak terdapat pada produk lainnya,
dan lain sebagainya.
3. Pemahaman yang dicapai pada waktu calon pembeli menginterpretasikan
pesan yang sampai kepadanya. Calon konsumen sering kali tidak dapat
memahami promosi yang tidak direncanakan dengan baik atau yang dapat
menarik perhatian, kadang-kadang perubahan dari media yang digunakan
dapat menyebabkan pesan yang disampaikan menjadi tidak jelas sehingga
dalam merubah penggunaan media kita juga harus melibat apakah perlu
diadakan perubahan pesan. Dengan demikian perusahaan harus yakin bahwa
pesan yang disampaikan melalui media itu jelas dan dapat menarik perhatian,
karena banyak perusahaan mempromosikan berbagai macam produknya, calon

Universitas Sumatera Utara

40

konsumen banyak tertarik, mengingat dan memahami beberapa promosi dari
sekian banyak promosi yang ada.
4. Setelah promosi dapat dipahami oleh calon konsumen, maka pelaku usaha
mengharapkan suatu tanggapan dari calon konsumen terhadap promosi tersebut.
Setiap pelaku usaha harus menyesuaikan promosinya dengan produk yang
dihasilkannya untuk dapat merubah sikap calon konsumen yang ditujunya,
misalnya perubahan agar konsumen mengalihkan pembeliannya dari produk
pelaku usaha lain ke produk yang dihasilkan oleh si pelaku usaha itu sendiri.
Banyak pelaku usaha menggunakan advertensi merubah sikap calon konsumen
yang ditujukannya, advertensi belum tentu dapat menyebabkan sebagian besar
konsumen untuk segera melakukan pembeliannya.

5. Tujuan akhir promosi adalah untuk meningkatkan hasil perusahaan melalui
peningkatan hasil penjualan, maka tujuan promosi yang paling penting adalah
untuk dapat menimbulkan tindakan dari calon konsumen yang ditujunya, karena
hal ini menandakan berhasil atau tidaknya suatu promosi.

Selain itu, Menurut Kasali, mengatakan bahwa tujuan kegiatan periklanan
adalah:54
1. Sebagai alat bagi komunikasi dan koordinasi.
Tujuan memberikan tuntunan bagi pihak-pihak yang terlibat, yakni
pengiklan (klien), account executive dari pihak biro, dan tim kreatif untuk
saling berkomunikasi. Tujuan juga membantu koordinasi bagi setiap
kelompok kerja, seperti suatu tim yang terdiri dari copywriter, spesialis
radio, pembeli media, dan spesialis riset.
54

Kasali, Op.cit. hlm. 45.

Universitas Sumatera Utara

41

2. Memberikan kriteria dalam pengambilan keputusan.
Jika ada dua alternatif dalam kampanye iklan, salah satu dari padanya
harus dipilih. Berbeda dengan keputusan yang dilakukan berdasarkan
selera eksekutif (atau istrinya), mereka semua harus kembali pada tujuan
dan memutuskan mana yang lebih cocok.
3. Sebagai alat evaluasi.
Tujuan juga digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap hasil suatu
kampanye periklanan. Oleh karena itu timbul kebutuhan untuk mengaitkan
beberapa ukuran seperti pangsa pasar atau kesadaran merek dengan tujuan
kampanye periklanan.
Adapun tujuan dari periklanan sebagai pelaksanaan yang beragam dari alat
komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya, menurut
Terence A.Shimp adalah sebagai berikut:55
1. Informing (memberikan informasi), periklanan membuat konsumen sadar
akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur dan
manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif
2. Persuading (mempersuasi), iklan yang efektif akan mampu membujuk
konsumen untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan.
3. Remainding (mengingatkan), iklan menjaga agar merek perusahaan tetap
segar dalam ingatan para konsumen.

55

Terence A. Shimp, Periklanan Promosi, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2000), hlm. 261.

Universitas Sumatera Utara

42

4. Adding Value (memberikan nilai tambah), periklanan memberikan nilai
tambah dengan cara penyempurnaan kualitas dan inovasi pada merek
dengan mempengaruhi persepsi konsumen.
5. Assisting (mendampingi), peranan periklanan adalah sebagai pendamping
yang menfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan dalam proses
komunikasi pemasaran.

C. Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Tentang Periklanan
Kebutuhan hukum dan perkembangan kesadaran hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara senantiasa berkembang dinamis sejalan dengan
perkembangan pembangunan bangsa di segala bidang. Pembinaan hukum harus
mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai
dengan tingkat kemampuan pembangunan di segala bidang sehingga tercapai
ketertiban, keadilan dan kepastian hukum yang mengarah kepada peningkatan
kesejahteraan masyarakat.56
Peranan hukum sangat penting dalam usaha memberikan perlindungan
terhadap konsumen. Sebagai konsumen kita semua berkepentingan akan suatu
perlindungan hukum sehubungan dengan kualitas maupun kuantitas dari
individual maupun public consumption.57 UUPK memberikan pengaturan
mengenai periklanan namun terpencar di sana sini dan tidak merupakan suatu
konsep utuh. Berikut merupakan pengaturan kegiatan periklanan di Indonesia,
56
Margaretha E. P. Napitupulu : ”Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Perusahaan Pemasang
Iklan Berkaitan Dengan Perbuatan Melawan Hukum Yang Merugikan Konsumen”, (Medan : USU
Repository, 2008), hlm. 95.
57
Sabaruddin Juni, “Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen”, (Medan :
USU Digital Library), hlm. 1-2.

Universitas Sumatera Utara

43

antara lain:
1. Hukum Perdata
Apabila merujuk kepada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD), keduanya tidak memberikan pengertian maupun memuat kaidahkaidah tentang periklanan secara khusus. Hal ini dapat dipahami karena
kegiatan periklanan baru berkembang dengan sangat pesat setelah distribusi
barang dan/atau jasa dari berbagai negara dapat dengan bebas masuk ke pasar
Indonesia dengan mengusung tema era perdagangan bebas.58
Bagi sebagian besar konsumen periklanan, hubungan dengan pelaku
usaha periklanan tentu tidak dilandasi dengan adanya kontrak secara tertulis.
Pada umumnya konsumen memperoleh informasi produk melalui media
elektronik seperti radio, internet ataupun televise, tanpa ada bukti tertulis.
Namun ada juga sebagian konsumen yang memperoleh informasi melalui
iklan cetak di koran, majalah, maupn brosur yang diterbitkan dan
disebarluaskan oleh pelaku usaha. Tentu timbul pertanyaan apakah iklan di
media cetak atau elektronik tersebut mempunyai kekuatan sebagai suatu
kontrak? Dari hal tersebut dapat kita lihat bahwa tidak ada hubungan langsung
antara pelaku usaha dengan konsumen, namun hal ini bukanlah suatu alasan
konsumen yang merasa dirugikan tidak dapat menuntut ganti rugi kepada
pelaku usaha. Penjualan produk telah dipromosikan melalui iklan pada media
massa secara langsung kepada konsumen, dan karenanya pelaku usaha tidak
58
Erman Rajaguk-guk, “Pentingnya Perlindungan Konsumen Dalam Era Perdagangan
Bebas”, dalam Husni Syawali, Neni Sri Imanyani (Pen), “Hukum Perlindungan Konsumen”,
(Bandung : PT. Mandar Maju, 2000), hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

44

dapat menggunakan alasan tentang tidak adanya hubungan langsung apabila
konsumen menanggapi iklan tersebut.
A. Z. Nasution dalam pendapatnya mengemukakan, bahwa iklan atau
periklanan sangat erat kaitannya dengan kegiatan penawaran barang dan/atau
jasa untuk dijual atau digunakan oleh konsumen. Dalam pesan ikalan barang
dan/atau jasa, tidak jarang secara tegas dinyatakan “janji” akan memberikan
suatu hadiah lain berupa barang atau jasa, perjalanan ke luar negeri, atau
adanya potongan harga yang mana hal ini tentunya akan menarik konsumen
apabila tawaran iklan tersebut dipenuhi dan sesuai dengan syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh pelaku usaha.59
Pernyataan yang sengaja dibuat oleh pelaku usaha ini dapat
disimpulkan sebagai suatu pernyataan kehendak untuk membuat kesepakatan,
yang apabila pernyataan itu ditanggapi dan disepakati oleh konsumen yang
berminat, maka akan terjadilah suatu persetujuan atau perjanjian. Hal-hal ini
termasuk kepada kegiatan perdata yang merupakan objek pengaturan dalam
Buku Ke-III (tiga) KUH Perdata tentang Perikatan, khususnya periklanan
yang timbul dari perjanjian atau persetujuan.
Selain Pasal 1320 tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, Pasal 1338
tentang perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, dan 1365
KUH Perdata tentang setiap perbuatan yang merugikan orang lain akan
mewajibkan orang yang membuat kerugian untuk mengganti rugi, masih
terdapat beberapa pasal lainnya yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum

59

A. Z. Nasution, “Konsumen dan Hukum”, (Jakarta : Pustaka Sinar, 1995), hal. 119.

Universitas Sumatera Utara

45

untuk hal-hal yang berkaitan dengan periklanan, diantaranya Pasal 1233 yang
menyatakan bahwa suatu perikatan lahir karena suatu perjanjian atau karena
undang-undang, Pasal 1234 tentang tujuan perikatan, Pasal 1321 menyatakan
bahwa tidak ada suatu perjanjian mempunyai kekuatan apabila dibuat karena
kekhilafan atau dengan paksaan, Pasal 1328 tentang penipuan atas perjanjian,
Pasal 1367 tentang orang yang menjadi tanggungan seseorang akan
mengakibatkan si penanggung untuk bertanggung jawab termasuk juga barang
dibawah pengawasannya, Pasal 1372-1380 tentang ganti rugi terhadap
penghinaan yang dilakukan seseorang, Pasal 1473-1474 tentang kewajiban
penjual, Pasal 1491 tentang penanggungan yang menjadi kewajiban penjual
terhadap pembeli, Pasal 1501-1504 tentang hukuman untuk menyerahkan
sebagian barang yang dijual, Pasal 1601-1603 KUH Perdata tentang perjanjian
kerja, kewajiban majikan, dan kewajiban buruh.
2. Hukum Pidana
Berdasarkan kaidah-kaidah yang termuat dalam KUHP atau peraturan
perundang-undangan lainnya diluar KUHP, pelaku tindak pidana dapat
diancam atau dijatuhi hukuman tertentu, tergantung kepada berat ringannya
perbuatan pidana yang dilakukan. Dalam hukum pidana tentang pemberian
keterangan yang tidak benar melalui media iklan, memang tidak secara tegas
disebutkan dalam suatu pasal. Tetapi apabila ditinjau mengenai kejahatan
Perbuatan Curang atau yang lebih dikenal dengan istilah Penipuan, hal ini
dapat dikaitkan pada bab tersebut, yang mana terdiri dari 20 pasal yang
diantaranya mengatur tentang penipuan terhadap asuransi, persaingan curang,

Universitas Sumatera Utara

46

penipuan dalam jual beli, sampai kepada penipuan di bidang kepengacaraan.
Apabila dicoba untuk menempatkan perbuatan pidana pemberian
keterangan yang tidak benar tersebut dalam konteks perbuatan-perbuatan yang
dianggap sebagai penipuan, maka terdapat 2 (dua) kemungkinan penempatan
yang sesuai, yaitu apabila dilihat dampak dari perbuatan tersebut antar sesama
pelaku usaha maka pemberian keterangan yang tidak benar tersebut dapat
ditempatkan sebagai persaingan curang, sebagaimana diatur dalam Pasal 382
bis KUHP:
“Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas
hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain,
melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau
seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat enimbulkan
kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konguren-konkuren orang
lain, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu
lima ratus rupiah”.
Tetapi apabila dikaitkan dampak dari perbuatan tersebut terhadap
konsumen, maka perbuatan pemberian keterangan yang tidak benar tersebut
dapat ditempatkan sebagai penipuan dalam jual beli, sebagaimana dimuat
ketentuannya dalam Pasal 378 KUHP:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan
piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun”.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 378 KUHP diatas, maka unsure
perbuatan penipuan dalam bentuk penyesatan informasi melalui iklan dapat
terjadi dengan memberikan perkataan-perkataan bohong yang mana tidak

Universitas Sumatera Utara

47

sesuai dengan kondisi, jaminan dan hal-hal yang tidak sesuai dengan produk
yang diiklankan, dengan maksud untuk membujuk konsumen agar memilih
dan membeli produk pelaku usaha tersebut.
Terhadap pelaku usaha yang telah melakukan penipuan terhadap
konsumen melalui iklan dapat pula diancam pidana sesuai dengan ketentuan
Pasal 383 KUHP, yang menyatakan:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan,
seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli:
1e. karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk
untuk dibeli;
2e. mengenai jenis, keadaan atau jumlah barang yang diserahkan,
dengan menggunakan tipu muslihat”.
Adapula pasal-pasal dalam KUHP yang juga dapat dikaitkan dengan
kegiatan periklanan, diantaranya Pasal 386 ayat (1) KUHP dan Pasal 204
KUHP tentang tindak pidana dalam bentuk perbuatan “menawarkan”.60
3. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
UUPK mengatur mengenai periklanan termasuk perbuatan-perbuatan
yang dilarang bagi para pelaku usaha periklanan. Pengaturan tersebut terdapat
di dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 17 dan Pasal 20 UUPK.
Larangan-larangan tersebut berlaku bagi para pihak yang mempunyai kaitan
dengan kegiatan periklanan seperti perusahaan periklanan, perusahaan
pengiklan, serta media massa elektronik maupun non elektronik yang akan
menayangkan iklan tersebut. Meskipun pengaturan terhadap media elektronik
maupun non elektronik secara tegas dijelaskan dalam UUPK.
Barda Nawawi Arief, “Masalah Penegakan Hukum dan Kbeijakan Penanggulangan
Kejahatan”, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 167-172
60

Universitas Sumatera Utara

48

Peraturan kegiatan periklanan dalam UUPK ini diawali dengan
beberaoa larangan yang ditujukan bagi pelaku usaha dalam melaksanakan
kegiatan penawaran, promosi, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa.
Pasal 9 ayat (1) UUPK menjelaskan bahwa:
“Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan
suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolaholah:
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan
harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode
tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau
memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu,
keuntungan tertentu, ciriciri kerja atau aksesori tertentu;
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang
dan/atau jasa lain;
j. menggunakan katakata yang berlebihan, seperti aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan
tampak keterangan yang lengkap;
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum
pasti.”
Dalam Pasal 9 ayat (2) dan (3) ditentukan agar barang dan/atau jasa
sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan
apalagi untuk dilanjutkan proses penawaran, promosi, dan pengiklanannya.
Terlihat dalam Pasal 9 UUPK ini menekankan pada “perilaku” pelaku usaha
yang mana apabila terdapat memenuhi salah satu larangan dalam pasal ini
pelaku usaha dapat dikenakan sanksi karena dianggap melakukan suatu

Universitas Sumatera Utara

49

perbuatan melanggar hukum.61
Dalam Pasal 10 UUPK dimuat ketentuan bahwa pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa;
d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Dalam Pasal 12 UUPK juga mengatur mengenai kegiatan periklanan,
dimana memuat ketentuan bahwa:
“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan
suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tariff khusus dalam waktu
dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk
melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan,
dipromosikan
atau
diiklankan.”
Pasal 12 UUPK ini berkaitan dengan iklan-iklan potongan harga, atau
tarif-tarif khusus yang marak ditawarkan pelaku usaha untuk menarik
perhatian konsumen untuk datang bertransaksi atau mempergunakan fasilitas
tertentu (misalnya angkutan udara, tempat rekreasi). Tetapi ketika ditanyakan
konsumen perihal potongan harga atau tarif khusus tersebut hanya untuk
produk-produk tertentu saja, atau hanya berlaku untuk tenggang waktu
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, “Hukum Perlindungan Konsumen”, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 91.
61

Universitas Sumatera Utara

50

tertentu, atau berlaku setelah terpenuhinya syarat-syarat yang telah ditentukan
sebelumnya tanpa memberikan informasi secara akurat kepada konsumen.
Konsumen dalam hal ini tentu saja merasa tertipu dan dirugikan ongkos,
waktu, dan tenaga akibat tindakan pelaku usaha.
Begitu pula Pasal 13, Pasal 17 dan Pasal 20 UUPK yang pada intinya
memberikan perlindungan bagi konsumen dan memberikan larangan bagi
pelaku usaha agar tidak memberikan penyesatan bagi konsumen, sehingga
terbentuk suatu hubungan yang baik antara pelaku usaha dengan konsumen,
kemudian juga memberikan penekanan bahwa pelaku usaha bertanggung
jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh
iklan tersebut. Tetapi dalam UUPK tidak diterangkan secara lebih lanjut dari
segi mana iklan tersebut yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pelaku
usaha periklanan.

4. Kode Etik Periklanan
Kode etik periklanan merupakan suatu rangkaian prinsip tentang
tingkah laku atau perilaku kalangan pebisnis atau profesi periklanan, yang
ditetapkan sendiri oleh mereka dan berlaku bagi kalangan periklanan itu
sendiri dalam hubungannya dengan pihak-pihak lain. Kode etik periklanan ini
masuk ke dalam self regulation atau regulasi sendiri yang merupakan salah
satu bentuk pelaku usaha dalam memberikan perlindungan kepada konsumen,
maka pelaku usaha yang terhimpun dalam berbagai organisasi profesi sejenis
atau organisasi, membuat aturan-aturan yang berlaku ke dalam bagi para

Universitas Sumatera Utara

51

anggotanya.
Kode etik periklanan dibuat dengan pertimbangan bahwa produk
bidang usaha atau profesi yang berada di bawah ruang lingkup self regulation
ini termasuk produk konsumen yang sangat berkaitan dengan kepentingan dan
upaya perlindungan konsumen, serta menonjol menjadi perhatian masyarakat,
tanpa mengurangi pentingnya semua self regulation yang sudah ada. Hal lain
yang menjadi perhatian yaitu apakah bidang usaha itu cukup diatur dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau sama sekali belum
dikendalikan oleh perundang-undangan.
Periklanan dan semua bahan informasi produk konsumen (label,
brosur, leaflets, pameran dan sebagainya), mempunyai posisi penting karena ia
merupakan salah satu unsur penentu dalam penetapan pilihan konsumen pada
produk konsumen tertentu yang dibutuhkan.
Dalam kode etik periklanan yang berlaku dikenal dengan sebutan Tata
Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI), yang saat ini telah
dirubah menjadi Etika Pariwara Indonesia (selanjutnya disebut EPI).
Amandemen pertama TKCTPI ini dilakukan pada tahun 1996 yang merupakan
penyempurnaan terhadap TKTCPI tahun 1981, selanjutnya amandemen kedua
dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2006, sekaligus merubah nama TKCTPI
menjadi EPI. Amandemen EPI yang terakhir dilakukan pada tahun 2014 yang
masih dipergunakan sampai saat ini.
Asas-asas umum yang dikembangkan sebagai dasar penyusunan EPI
dituangkan dalam Bab II Tata Krama yang terdiri dari iklan harus jujur, benar

Universitas Sumatera Utara

52

dan bertanggung jawab, iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat
dan bersaing secara sehat.
Dalam melakukan pengawasan terhadap EPI tersebut dibentuk
semacam badan pengawas yang diberi nama Dewan Periklanan Indonesia
(DPI), sebagai organisasi independen dan dibentuk untuk mengembangkan
dan mendayagunakan seluruh asset periklanan nasional untuk kepentingan
seluruh masyarakat periklanan dan kepentingan seluruh masyarakat. Lembaga
ini merupakan federasi dari para asosiasi usaha dan profesi, baik sebagai
pengiklan, perusahaan pengiklan, media periklanan, maupun sebagai usaha
dan profesi penunjang industri periklanan.62
Komisi terdiri dari presidium komisi sebagai pemberi arah dan
kebijaksanaan umum dan badan-badan perlengkapan pelaksana operasional
dari tugas dan kewajiban komisi. Keputusan presidium yang ditetapkan secara
aklamasi

bersifat

mengikat

asosiasi

pendukungnya,

namun

dalam

pelaksanaannya selalu mengindahkan kepentingan para asosiasi terkait.

D. Jenis-Jenis Periklanan
Pada umumnya iklan dapat dibagi kedalam 2 (dua) jenis, yakni iklan
standar dan iklan layanan masyarakat. Jika seandainya di dalam praktik terdapat
jenis-jenis lain itu hanya merupakan perluasan dari kedua jenis iklan tersebut.
Iklan standar adalah iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan
memperkenalkan barang dan/atau jasa pelayanan untuk konsumen melalui sebuah
“Etika Pariwara Indonesia”, http://p3i-pusat.com/wp-content/uploads/2015/11/EPI2014-Final-SK-Perubahan.pdf, diakses pada tanggal 23 Oktober 2016, pukul 13:40 WIB
62

Universitas Sumatera Utara

53

media dengan tujuan merangsang motivasi dan minat konsumen. Iklan jenis
standar ini umumnya pesan-pesannya ditata secara profesional oleh lembaga
periklanan sehingga dalam penyajiannya sangat terikat dengan metode dan etik
tertentu yang sudah baku dan berlaku sebagai kode etik periklanan.
Sedangkan iklan layanan masyarakat adalah jenis iklan yang bersifat non
profit, jadi iklan ini tidak mencari keuntungan atas penjualan barang produksinya
dari pemasangan iklannya. Secara umum iklan layanan masyarakat hanya
bertujuan untuk memberikan informasi dan penerangan serta pendidikan kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan dengan mengajak masyarakat berpartisipasi,
bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan.
Iklan layanan masyarakat ini tidak terlalu terikat pada penataan yang ketat,
perencanaan yang rumit, kemudian pemilihan media yang sesuai sampai
penentuan khalayak sasaran maupun pemilihan tempat dan waktu yang benarbenar cocok sebagai contoh ajakan: “hindarilah minuman keras dan Narkoba dari
remaja dan taatilah peraturan lalu lintas”.
Periklanan pada hakekatnya adalah suatu usaha dalam pemasaran barang
maupun jasa dengan jalan menyewa sebuah media massa. Menurut Fandy
Tjiptono iklan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek, diantaranya dari
aspek isi pesan, tujuan, dan pemilik iklan.63
1. Dari aspek isi pesan

63

Fandy, Op.cit,. hlm. 227

Universitas Sumatera Utara

54

a. Product advertising, yaitu iklan yang berisi informasi produk (barang
dan/atau jasa) suatu perusahaan. Ada dua jenis iklan yang termasuk
kategori ini, yaitu:
1) Direct-action advertising, yaitu iklan produk yang didesain
sedemikian rupa untuk mendorong tanggapan segera dari
khalayak atau pemirsa;
2) Indirect-action advertising, yaitu iklan produk yang didesain
untuk menumbuhkan permintaan dalam jangka panjang.
b. Institutional advertising, yaitu iklan yang didesain untuk memberi
informasi tentang usaha bisnis pemilik iklan dan membangun
goodwill serta image positif bagi organisasi. Institutional advertising
terbagi atas:
1) Patronage advertising, yakni iklan yang menginformasikan usaha
bisnis pemilik iklan.
2) Iklan layanan masyarakat (public service advertising), yakni iklan
yang menunjukan bahwa pemilik iklan adalah warga yang baik,
karena memiliki kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
2. Dari aspek tujuan
a. Pioneering advertising (informative advertising), yaitu iklan yang
berupaya menciptakan permintaan awal (primary demand).
b. Competitive advertising (persuasive advertising), yaitu iklan yang
berupaya mengembangkan pilihan pada merek tertentu.

Universitas Sumatera Utara

55

c. Reminder advertising, yaitu iklan yang berupaya melekatkan nama
atau merek produk tertentu di benak khalayak.
3. Dari aspek pemilik iklan
Ada dua jenis iklan berdasarkan aspek pemilik iklan, yaitu :
a. Vertical cooperative advertising, yaitu iklan bersama para anggota
saluran distribusi, misalnya di antara para produsen, pedagang grosir,
agen, dan pengecer.
b. Horizontal cooperative advertising, yaitu iklan bersama dari beberapa
perusahaan sejenis.
Sedangkan menurut Dharmasita (2008:370) periklanan dapat dibedakan ke
dalam 2 (dua) golongan. Jenis periklanan tersebut adalah :
1. Pull Demand Advertising
Pull demand advertising adalah periklanan yang ditujukan kepada
pembeli akhir agar permintaan produk bersangkutan meningkat. Biasanya
produsen menyarankan kepada para konsumen untuk membeli produknya
ke penjual terdekat. Pull demand advertising juga disebut consumer
advertising.
2. Push Demand Advertising
Push demand advertising adalah periklanan yang ditujukan kepada
para penyalur. Maksudnya agar para penyalur bersedia meningkatkan
permintaan produk bersangkutan dengan menjualkan sebanyak-banyaknya
ke pembeli/pengecer. Barang yang diiklankan biasanya berupa barang
industri. Push demand advertising juga disebut trade advertising.

Universitas Sumatera Utara

56

E. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Perusahaan Periklanan Properti
Perbuatan yang dilarang terdiri dari dua kata yaitu perbuatan dan dilarang.
Menurut KBBI, perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (atau dilakukan),
tindakan, kelakuan atau tingkah laku. Kata ‘dilarang’ memiliki kata dasar
‘larang(an)’ yang berdasarkan definisi KBBI adalah memerintahkan supaya tidak
melakukan sesuatu, tidak memperbolehkan berbuat sesuatu. Berdasarkan definisi
tersebut maka ‘perbuatan yang dilarang’ adalah sesuatu yang dilakukan atau suatu
tindakan yang diperintahkan supaya tidak dilakukan. Definisi yang diuraikan
diatas merupakan hasil penelusuran secara etimologis.
Perusahaan periklanan (seringkali disebut sebagai “Biro Iklan”) adalah
sebuah perusahaan yang membantu pengiklan (produsen) dalam menangani
perumusan rencana periklanan (dan program promosi), membuat rancangan iklan,
menyiapkan materi iklan hingga mengurus pemasangan iklan di media massa dan
media periklanan lainnya. Perusahaan periklanan bertugas membuat perencanaan,
desain, materi dan pemasangan iklan berdasarkan perintah, informasi dan
persetujuan dari pihak pengiklan (produsen).64
Perusahaan Periklanan Properti adalah sebuah perusahaan yang membantu
pelaku usaha (developer) dalam memasarkan produk agar mampu menarik
perhatian konsumen sehingga konsumen membeli produk yang diiklankan
tersebut. Pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang memiliki tujuan untuk
meminimalisasi atau mengantisipasi manifestasi ketidakseimbangan antara pelaku
usaha dan konsumen. Kepentingan konsumen lebih diutamakan dalam UU
64
Artikel tentang “Bidang-Bidang Pekerjaan Dalam Perusahaan Periklanan”,
https://web7crawler.wordpress.com/2014/10/06/bidang-bidang-pekerjaan-dalam-perusahaanperiklanan/, diakses pada tanggal 07 Desember 2016, Pukul 02:15 WIB.

Universitas Sumatera Utara

57

Perlindungan Konsumen, yaitu melindungi kepentingan konsumen untuk
mencapai tujuan yang disuratkan dalam bagian menimbang yang disebutkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan harkat dan martabat
konsumen. Larangan yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen menjadi
penegasan bagi perlindungan konsumen. Tidak hanya mencerminkan praktek
ketidaksetaraan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha, namun juga
menunjukkan ketegasan dari pembuat undang-undang untuk mengkriminalisasi
perbuatan yang selama ini menjadi praktek yang merugikan konsumen.
Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen mengatur mengenai ketentuan
jaminan pelaku usaha atas kondisi atau kualitas barang. Jaminan atas kualitas
barang tersebut dicantumkan pada kemasan barang dan merupakan janji dari
pelaku usaha. Jaminan tersebut menjadi perjanjian yang lahir karena undangundang sebagaimana diatur dalam Pasal 1352 KUHP Perdata, yang menyatakan:
“Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul dari undangundang sebagai undang-undang atau dari undang-undang sebagai
akibat dari perbuatan orang.”
Berdasarkan ketentuan tersebut maka Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen
menekankan bahwa pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memenuhi ketentuan
dari pasal tersebut ketika memproduksi atau menjual barang kepada konsumen.
Larangan yang diatur dalam Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen tidak
hanya dapat dimaknai dari sudut pandang wanprestasi atau perbuatan melawan
hukum. Melainkan memiliki konsekuensi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal
62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen dipidana dengan pidana penjara paling lama

Universitas Sumatera Utara

58

5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar
rupiah).
Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen mengatur mengenai larangan pelaku
usaha yang menawarkan, memproduksi, mengiklankan suatu barang secara tidak
benar dan/atau seolah-olah memenuhi kriteria tertentu sebagaimana ditampilkan
pada media pemasaran yang digunakan. Pasal ini mengatur dua hal, pertama,
mengenai strategi menawarkan, memproduksi, mengiklankan yang menggunakan
cara-cara manipulatif atau deseptif. Pasal ini masih belum fokus karena
menampung tiga hal yaitu menawarkan, memproduksi, dan mengiklankan. Dan
terdapat pasal lain yang fokus mengenai larangan mengiklankan dengan kriteria
tertentu.65
Kedua, cara-cara menawarkan, memproduksi atau mengiklan memuat halhal yang bersifat manipulasi atau menyesatkan (deceptive). Kata ‘seolah-olah’
mengandung arti bahwa barang/jasa yang ditawarkan, diproduksi atau diiklankan
adalah tidak sama atau tidak sesuai dengan yang ditawarkan, diproduksi atau
diiklankan. Cara-cara tersebut dilakukan agar konsumen tertarik untuk membeli
atau mengkonsumsi barang tersebut. Ketertarikan konsumen terbentuk karena
cara-cara yang digunakan padahal sebenarnya tidak sesuai dengan kondisi barang
yang dijual. Sekaligus juga sebagai akibat dari ketidaktahuan konsumen karena
minimnya informasi atau pengetahuan atas barang yang dijual.
Menjual barang yang tidak sesuai dengan kondisi barang yang sebenarnya
berkaitan dengan yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen

65

Pasal 17 UU Perlindungan Konsumen.

Universitas Sumatera Utara

59

menjadi pelanggaran terhadap asas itikad baik dalam melakukan perjanjian.
Pelaku usaha yang menawarkan, memproduksi atau mengiklankan secara tidak
benar atau seolah-olah adalah deseptif yaitu intended to make someone believe
something that is not true.66 “Intended to make someone believe” menjadi kata
kunci dari pengaturan pasal ini, artinya bahwa pelaku usaha mempunyai maksud
agar konsumen percaya atas barang yang dijual padahal tidak demikian kondisi
atau kualitas barang tersebut.
Pasal 10 UU Perlindungan Konsumen memiliki kaedah hukum yang sama
dengan Pasal 9 UU Perlindungan Konsumen. Letak perbedaannya adalah Pasal 10
UU

Perlindungan

Konsumen

melarang

menawarkan,

mempromosikan,

mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
mengenai:
1. harga,
2. jaminan
3. bahaya penggunaan barang/jasa.
Pasal ini juga bermaksud untuk menjual barang dengan meyakinkan konsumen
agar mempercayai bahwa barang yang dijual memiliki kualitas sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan.
Perlindungan Konsumen juga berlaku bagi penjualan melalui cara obral
atau lelang, dimana pelaku usaha dilarang mengelabui atau menyesatkan
konsumen.67 Ketentuan ini menggunakan istilah mengelabui atau menipu. Menipu
berasal dari kata dasar ‘tipu’ yang berarti perbuatan atau perkataan tidak jujur
66
http://www.merriam-webster.com/dictionary/deceptive, diakses pada tanggal 07
Desember 2016, Pukul 03:04 WIB.
67
Pasal 11 UU Perlindungan Konsumen.

Universitas Sumatera Utara

60

(bohong, palsu, dsb.) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, mencari
untung.68 Sedangkan menipu sendiri berarti mengenakan tipu muslihat, mengakali
atau memperdayakan.69 Dengan demikian metode penjualan dengan cara obral
atau lelang dilarang untuk dilakukan dengan perbuatan atau perkataan tidak jujur
dengan maksud untuk menyesatkan konsumen.
Cara-cara mengelabui yang dilarang dalam penjualan obral atau lelang
adalah:
a) menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi
standar mutu tertentu;
b) menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung
cacat tersembunyi;
c) tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan
maksud untuk menjual barang lain;
d) tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang
cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
e) tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup
dengan maksud menjual jasa yang lain;
f) menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan
obral.70
Pasal 12 dan Pasal 13 UU Perlindungan Konsumen memberikan
perlindungan bagi perilaku pelaku usaha yang mengiklan barang/jasa.

68
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 07 Desember 2016,
Pukul 03:06 WIB
69
Ibid.
70
Pasal 11 UU Perlindungan Konsumen.

Universitas Sumatera Utara

61

Perlindungan atas strategi pemasaran yang menipu atau menyesatkan (misleading
advertising) konsum
en ketika hendak membeli barang/jasa. Pasal ini diterapkan bagi pelaku
usaha

periklanan

nampak

pada

terminology

yang

digunakan

yaitu

mempromosikan atau mengiklan. Menurut Pasal 1 angka 6 UU Perlindungan
Konsumen, promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi
suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang
dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
Unsur-unsur promosi dari definisi tersebut dapat dikemukakan, pertama,
merupakan suatu kegiatan atau perbuatan. Kedua, bentuk pengenalan atau
penyebarluasan informasi. Ketiga, bertujuan untuk menarik minat beli konsumen.
Dalam dari perspektif ekonomi pemasaran, promosi merupakan bagian dari
bauran pemasaran (product, price, place, promotion).71 Belch mendefinisikan
promosi sebagai pengkoordinasian semua usaha awal dari penjual

dalam

membangun saluran informasi dan persuasi untuk menjual barang dan jasa atau
mempromosikan suatu gagasan.72 Dalam mengoptimalkan tujuan kegiatan
pengkomunikasian informasi suatu produk, perusahaan sering menggunakan
bauran promosi (promotional mix). Bauran promosi tersebut terdiri dari
periklanan (advertising), pemasaran langsung (direct selling), promosi penjualan
(sales promotion), publisitas (publicity/public relations), dan penjualan personal
(personal selling).
71

Luck, J. David dan O.C. Ferrell, Marketing Strategy and Plans, (New Jersey :
Prentice-Hall Inc, 1997), hlm. 179-197.
72
Belch, E. George dan Michael A. Belch, Advertising and Promotion, (Mc Graw Hill :
Irwin, 1998), hlm. 6-17.

Universitas Sumatera Utara

62

Mengacu pada penjelasan diatas maka iklan merupakan salah satu dari
bauran promosi dalam rangka menyebarluaskan informasi mengenasi suatu
barang/jasa, sekaligus mempersuasi atau membujuk (calon) pembeli. Menurut
Wells, Burnet dan Moriarty mendefinisikan advertising is paid non personal
communication from an identified sponsor using mass media to persuade or
influence an audience.73 Iklan memuat persuasi atau bujukan untuk meyakinkan
konsumen mengenai kualitas atau harga suatu barang/jasa. Dalam mempersuasi
inilah potensi penyesatan dengan menggunakan kata-kata, gambar atau symbol
bahkan tokoh tertentu dapat muncul.
Pengaturan

mengenai

iklan

dalam

perlindungan

konsumen

juga

diberlakukan bagi perusahaan periklanan. Pasal 17 UU Perlindungan Konsumen
bagi perusahan periklanan dalam memproduksi iklan. Perusahaan iklan dalam
memproduksi iklan dilarang:
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan
harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang
dan/atau jasa;
b. mengelabui