Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

(1)

iv Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia. Perumahan berkaitan erat dengan tanah dan bangunan yang disebut dengan properti. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, maka kebutuhan terhadap rumah akan meningkat dan semakin banyak juga lahan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, muncul pembangunan perumahan sistem rumah susun. Pemenuhan kebutuhan akan rumah membuat banyak muncul perusahaan pembangunan perumahan yang disebut dengan developer dengan membangun perumahan sistem rumah susun. Pembangunan perumahan sistem rumah susun ini menjadi bisnis di bidang properti yang sangat menjanjikan. Namun setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, developer tidak dapat melakukan perjanjian pendahuluan yaitu perjanjian pengikatan jual beli sebelum memenuhi persyaratan kepastian atas status kepemilikan tanah; kepemilikan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; keterbangunan paling sedikit 20 % (dua puluh persen) ; dan hal yang diperjanjikan.Ketentuan inimenjadi masalah bagi developer.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, oleh karena metode penelitian yang digunakan metode penelitian kualitatif, maka data yang diperlukan berupa data sekunder atau data kepustakaan dan dokumen hukum yang berupa bahan-bahan hukum. Penelitian normatif tersebut dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, seperti: peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum, dan pendapat para sarjana hukum terkemuka. Berdasarkan hasil penelitian mengenai perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dapat disimpulkan bahwa sebelum lahirnya undang-undang tersebut, developer bertanggung jawab untuk menyerahkan objek perjanjian sesuai dengan yang diperjanjikan dan mengurus segala persyaratan dan perijinan yang diperlukan sebelum membangun apartemen dan sesudah lahirnya undang-undang tersebut, developer harus memenuhi persyaratan pembuatan perjanjian pengikatan jual beli terlebih dahulu sebelum melakukan pengikatan dengan konsumen untuk menjamin kepastian hukum dan kepentingan konsumen, serta perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi konsumen yang terlibat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Apabila dinyatakan tidak berhasil, maka gugatan dapat ditempuh melalui pengadilan.


(2)

v Universitas Kristen Maranatha Juridical Review of Legal Protection For Consumers in a Binding Sale and Purchase

Agreement Associated With Act No. 20 about Apartment Sri Rejeki Meliva Sibuea

0987031 ABSTRACT

Residential are basic human needs and closely related to land and building which is called by property. Along with an increase in the number of people in Indonesia, hence the need for the houses will also increase and more land also required. Therefore appear apartment development home systems. The fulfillment of the needs of houses makes a lot of housing development companies appeared which is called the developer, by building housing system of apartment. The residential development business was into the business in the field of property that is very promising for the developer. But after the issuance of Act number 20 in 2011 about apartment, the developers could not perform a preliminary agreement which is binding sale and purchase agreements before the eligibility status of certainty of land ownership; ownership of the building permit (IMB); the availability of infrastructure, public utilities and facilities; the construction at least 20% (twenty percent); and things as promised. These conditions are certainly obstacles to company developer.

This research is the juridical normative research, because research method is qualitative, then the data needed is secondary data or libraries data and legal documents in the form of legal materials. Normative research done by researching library or secondary data, such as: regulations, laws theories and opinions of leading legal scholars.

Based on the results of research on legal protection for consumers in a binding sale and purchase agreements associated with Act No. 20 in 2011 about apartment, it can be concluded that prior to the inception of the Act developers are responsible for handing over the objects in accordance with the agreement enforced by and process all the conditions and permits that required before constructing the apartment, and after the inception of the Act, developers must meet the requirements of making binding sale and purchase agreement first before doing the binding with consumers in order to ensure legal certainty and consumer interests, as well as the legal protection, that can be given to consumers who are involved in the binding sale and purchase Agreements (PPJB) that any consumer disadvantaged can sue industry through the institution in charge of resolving disputes between consumers and business players through the agency for consumer dispute resolution (BPSK). If expressed not succeed, then a lawsuit be pursued through the court.


(3)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN PANITIA SIDANG UJIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Kerangka Pemikiran ... 8

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN ...18

A. Pengertian dan Tanggung Jawab Developer (Pelaku Usaha)... 18

1. Pengertian Developer (Pelaku Usaha)... 18

2. Tanggung Jawab Developer (Pelaku Usaha) ... 21

B. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen ... 23

1. Pengertian Konsumen ... 23

2. Perlindungan Hukum bagi Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen ... 25

C. Tinjauan umum tentang perjanjian ... 30

1. Pengertian perjanjian ... 30

2. Syarat sah perjanjian dan asas perjanjian berdasarkan KUHPerdata ... 32

D. Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen Antara Developer dengan Konsumen... 36

1. Dasar Hukum... 36


(4)

x Universitas Kristen Maranatha

E. Tinjauan Umum Tentang Apartemen ... 43

1. Sebelum Lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun ... 43

2. Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun ... 52

3. PERBANDINGAN ANTARA UU RUSUN 1985 DENGAN UU RUSUN 2011 ... 57

BAB III TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN ...61

A. Konsep Perlindungan Hukum ... 61

B. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun ... 65

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...76

A. Tanggung Jawab Developer Terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli Yang Telah Dibuat Developer Dengan Konsumen ... 76

1. Sebelum Lahirnya UU Rusun 2011 ... 76

2. Setelah Lahirnya UU Rusun 2011 ... 82

B. Perlindungan Hukum Yang Dapat Diberikan Bagi Konsumen Yang Terlibat Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli ... 99

1. Konsumen harus mengetahui peraturan tentang Transaksi Jual Beli Rumah Susun. ... 100

2. Konsumen Harus Memahami Proses Transaksi Pembelian Unit Apartemen ... 102

3. Konsumen Harus Memahami ruang lingkup hak kepemilikan atas unit rumah susun. ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...106

A. KESIMPULAN ... 106

B. SARAN ... 107

DAFTAR PUSTAKA ...108 LAMPIRAN

CURRICULUM VITAE


(5)

xi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan

Lampiran II : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun

Lampiran III : Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah Lampiran IV : Perjanjian Pemesanan dan Konfirmasi Jual Beli


(6)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel I Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun...2 Tabel II Perbandingan Antara UU Rusun 1985 dan UU Rusun 2011...56


(7)

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 5 TAHUN 1974

TENTANG

KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN

MENTERI DALAM NEGERI

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan pada umumnya dan khususnya PELITA II, perlu digariskan kebijaksanaan dan ditetapkan ketentuan-ketentuan mengenai penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan perusahaan-perusahaan, baik yang diselenggarakan dengan maupun tanpa fasilitas-fasilitas penanaman modal sebagai yang diatur dalam Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang "Penanaman Modal Asing" (L.N. 1967 No.1) dan Undang-Undang No.6 tahun 1968 tentang "Penanaman Modal Dalam Negeri" (L.N. 1968 No.33);

b. bahwa tanah merupakan salah satu modal pokok Bangsa Indonesia dan adalah satu unsur utama dalam pembangunan menuju terbentuknya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila;

c. bahwa berhubung dengan itu kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan sebagai yang dimaksudkan diatas harus dapat menciptakan suasana dan keadaan yang menguntungkan dan serasi untuk menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan, dengan tujuan agar pada satu pihak kebutuhan pengusaha akan tanah dapat dicukupi dengan memuaskan dan pada pihak lain sekaligus terselenggara tertib penguasaan dan penggunaan tanah berdasarkan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku, hingga tanah yang tersedia benar-benar dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsi sosialnya.

Mengingat : a. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3;

b. Garis-garis Besar Haluan Negara, sebagai yang ditetapkan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No.IV/MPR/1973;

c. Undang-undang No.5 tahun 1960 (L.N. 1960 No.104); d. Undang-undang No.1 tahun 1967 (L.N. 1968 No.33); e. Undang-undang No.6 tahun 1968 (L.N. 1968 No. 1); f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 tahun 1972; g. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 tahun 1973;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG

KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN.


(8)

BAB I

SASARAN, LANDASAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKSANAAN Pasal 1

1. Kebijaksanaan mengenai penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan perusahaan-perusahaan, baik diselenggarakan dengan maupun tanpa fasilitas-fasilitas penanaman modal sebagai yang diatur dalam Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang "Penanaman Modal Asing" (L.N. 1967 No.1) dan Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang "Penanaman Modal Dalam Negeri" (L.N. 1968 No.33), ditetapkan dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan pada umumnya dan khususnya PELITA II dan mempunyai sasaran untuk menciptakan suasana dan keadaan yang menguntungkan dan serasi bagi kegiatan-kegiatan pembangunan, dengan tujuan agar pada suatu pihak

kebutuhan pengusaha akan tanah dapat dicukupi dengan memuaskan dan pada pihak lain sekaligus terselenggara tertib penguasaan dan penggunaan tanah berdasarkan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku, hingga tanah yang tersedia benar-benar dapat dimanfatkan sesuai dengan fungsi sosialnya.

2. Landasan kebijaksanaan sebagai yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini adalah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3, Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai yang ditetapkan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. IV/MPR/1973 dan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang "Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria" (L.N. 1960 No.104).

3. Dalam melaksanakan kebijaksanaan mengenai penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan perusahaan-perusahaan itu, maka selain segi-segi ekonomis dan juridis

daripada perusahaan yang bersangkutan, perlu mendapatkan perhatian juga segi-seginya yang menyangkut aspek-aspek sosial, politis, psikologis dan hankamnas atas dasar azas-azas Pembangunan Nasional dan Wawasan Nusantara sebagai yang dicantumkan di dalam BAB II Garis-garis Besar Haluan Negara.

BAB II

HAK-HAK ATAS TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN DAN PERSYARATANNYA

Bagian 1 : Umum Pasal 2

1. Dengan mengingat bidang usaha, keperluan dan persyaratannya yang ditentukan dalam peraturan perundangan yang bersangkutan kepada perusahaan dapat diberikan dengan sesuatu hak atas tanah Negara sebagai berikut :


(9)

guna bangunan dan hak pakai;

b. Jika perusahaannya merupakan usaha perorangan dan pengusaha berkewarganegaraan Indonesia : hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

2. Selain apa yang disebut pada ayat 1 pasal ini, perusahaan dapat pula menggunakan tanah pihak lain atas dasar sewa atau bentuk lainnya menurut peraturan perundangan agraria yang berlaku. Kecuali jika dalam peraturan yang bersangkutan hal itu tidak diperbolehkan.

Pasal 3

Dengan mengubah seperlunya ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria No.9 tahun 1965 tentang "Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas tanah Negara dan ketentuan-ketentuan tentang kebijaksanaan selanjutnya", hak pengelolaan sebagai yang

dimaksudkan dalam pasal 2 ayat 1 huruf a berisikan wewenang untuk : a. merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan; b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya; c. menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut

persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukkan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 tahun 1972 tentang "Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas Tanah", sesuai dengan peraturan perundangan agraria yang berlaku.

Pasal 4

Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah Negara adalah hak-hak yang dimaksudkan dalam pasal 20, 28, 35 dan 41 Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang "Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria" (L.N. 1960 No.104) dan diberikan menurut ketentuan peraturan perundangan agraria yang berlaku.

Bagian 2 : Khusus

Pasal 5

Perusahaan Pembangunan Perumahan

1. Dalam melaksanakan kebijaksanaan mengenai penyediaan dan pemberian tanah menurut peraturan ini yang dimaksud dengan "Perusahaan Pembangunan Perumahan" adalah suatu perusahaan yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam jumlah yang besar, di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan lingkungan permukiman, yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana


(10)

lingkungan dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat yang menghuninya.

2. Yang dapat diberi tanah untuk usaha dibidang pembagunan perumahan sebagai yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini adalah badan-badan hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dengan ketentuan bahwa jika badan itu bermodal asing, maka harus berbentuk suatu perusahaan campuran dengan modal

Nasional memenuhi persyaratan sesuai dengan kebijaksanaan penanaman modal yang ditetapkan oleh Pemerintah.

3. Kepada Perusahaan Pembangunan Perumahan yang seluruh modalnya berasal dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat diberikan tanah Negara dengan Hak Pengelolaan, hak guna bangunan atau hak pakai menurut kebutuhan, sesuai dengan Peraturan perundangan agraria yang berlaku.

4. Kepada Perusahaan Pembangunan Perumahan yang didirikan dengan modal swasta dapat diberikan tanah Negara dengan hak guna bangunan atau hak pakai menurut kebutuhan, sesuai dengan Peraturan perundangan agraria yang berlaku.

5. Usaha pembagunan perumahan yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini tidak boleh diselenggarakan dengan menggunakan tanah pihak lain.

6. Perusahaan Pembangunan Perumahan berkewajiban antara lain untuk :

a. mengajukan kepada Pemerintah dengan perantaraan Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan rencana proyek yang akan dibangunnya, yang antara lain meliputi

pembiayaannya, areal tanah yang diperlukan, jenis-jenis rumah dan bangunan serta prasarana-prasarana lingkungan dan fasilitas-fasilitas sosial yang dibangun, jangka waktu diselesaikannya pembangunan dan rencana penjualan rumah-rumah yang sudah selesai dibangun;

b. mematangkan tanah yang diberikan kepadanya dan membangun di atasnya jenis-jenis rumah sebagai yang disebutkan di dalam rencana proyek yang sudah disetujui oleh Pemerintah, yang harus meliputi pula rumah-rumah "murah" menurut imbangan yang ditetapkan di dalam rencana proyek tersebut;

c. membangun dan memelihara selama waktu yang ditentukan prasarana-prasarana lingkungan dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuni lingkungan yang dibangun itu, seperti jalan-jalan lingkungan, saluran-saluran

pembuangan air, persediaan air minum, listrik, telepon, tempat peribadatan, tempat-tempat rekreasi/olahraga, pasar, pertokoan, sekolahan dan lain sebagainya

d. menyerahkan prasarana-prasarana lingkungan dan fasilitas-fasilitas sosial yang telah dibangun itu kepada Pemerintah/Pemerintah Daerah, setelah dipelihara oleh Perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan;

e. menyimpan sebagian modal kerjanya di dalam Bank yang ditunjuk oleh Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan sebagai jaminan, bahwa perusahaan akan benar-benar melaksanakan proyeknya sebagaimana tercantum di dalam rencana yang telah mendapat persetujuan dari Pemerintah, sepanjang Perusahaan tersebut didirikan dengan modal swasta.


(11)

7. Atas dasar peruntukan dan penggunaan tanah yang sudah ditetapkan, maka : a. tanah-tanah yang dikuasai oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan dengan hak pengelolaan, atas usul perusahaan tersebut oleh pejabat yang berwenang sebagai yang dimaksud dalam pasal 3 dapat diberikan kepada pihak-pihak yang memerlukannya dengan hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai berikut

rumah-rumah/bangunan/bangunan yang ada di atasnya menurut ketentuan dan persyaratan Peraturan perundangan agraria yang berlaku;

b. tanah-tanah yang dikuasai oleh perusahaan pembangunan perumahan dengan hak guna bangunan atau hak pakai, dapat dipindahkan haknya berikut rumah-rumah/bangunan-bangunan yang berada di atasnya kepada pihak-pihak lain yang memerlukannya, menurut ketentuan persyaratan peraturan perundangan agraria yang berlaku, kecuali apabila perusahaan tersebut bermodal swasta, maka pemindahan hak tersebut merupakan suatu kewajiban.

8. Dengan adanya kewajiban tersebut pada ayat 6 huruf d dan apa yang disebutkan dalam ayat 7 huruf b pasal ini, maka pada waktunya akan putuslah hubungan hukum antara perusahaan yang bersangkutan dengan proyek yang dibangunnya itu.

9. Penyerahan tanah kepada pihak lain yang memerlukan sebagai yang dimaksudkan dalam ayat 7 pasal ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan sudah selesai dibangun sesuai dengan rencana pembangunan proyek yang sudah disetujui oleh pemerintah tersebut pada ayat 6.

Pasal 6

Industrial Estate

1. Dalam melaksanakan kebijaksanaan mengenai penyediaan dan pemberian tanah menurut peraturan ini yang dimaksudkan dengan "Industrial Estate" adalah suatu

perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan, pengadaan dan pematangan tanah bagi keperluan usaha-usaha industri termasuk industri pariwisata, yang merupakan suatu lingkungan yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana umum yang diperlukan.

Menurut perkembangannya usaha tersebut dapat meliputi selain penyediaan tanahnya, juga bangunan-bangunan yang diperlukan oleh para pengusaha industri yang

bersangkutan.

2. Yang dapat diberikan tanah untuk usaha industrial estate adalah badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

3. Industrial estate yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah atau dari pemerintah dan pemerintah daerah dapat berbentuk perusahaan umum (PERUM), perusahaan perseroan (PERSERO) atau bentuk lain menurut peraturan perundangan yang berlaku.


(12)

4. Industrial estate yang seluruh modalnya berasal dari pemerintah daerah harus

berbentuk perusahaan daerah, yang dibentuk dengan peraturan daerah yang bersangkutan. 5. Kepada industrial estate yang dimaksudkan dalam ayat 2 pasal ini dapat diberikan tanah negara dengan hak pengelolaan, hak guna bangunan atau hak hak pakai menurut kebutuhan, sesuai dengan peraturan perundangan agraria yang berlaku.

6. Atas dasar rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang sudah ditetapkan, maka : a. tanah-tanah yang dikuasai oleh Industrial Estate yang bersangkutan dengan hak

pengelolaan, atas usul perusahaan tersebut oleh pejabat yang berwenang yang

dimaksudkan dalam pasal 3 dapat diberikan kepada para pengusaha industri/pihak-pihak yang memerlukannya dengan hak guna bangunan atau hak pakai, menurut ketentuan dan persyaratan peraturan perundangan agraria yang berlaku;

b. tanah-tanah yang dikuasai oleh industrial estate yang bersangkutan dengan hak guna bangunan atau hak pakai, dapat dipindahkan haknya kepada para pengusaha

industri/pihak-pihak lain yang memerlukannya, menurut ketentuan dan persyaratan peraturan perundangan agraria yang berlaku.

7. Penyediaan dan pemberian tanah untuk industrial estate yang diusahakan oleh badan hukum yang bermodal swasta, akan diatur kemudian, jika dalam perkembangan pembangunan dan penyelenggaraan industrial estate usaha yang demikian itu diizinkan oleh pemerintah.

BAB III

PENETAPAN LOKASI PERUSAHAAN DAN LUAS TANAH YANG DIPERLUKAN

Pasal 7

Penetapan Lokasi Perusahaan

1. Lokasi perusahaan yang akan dibangun dan letak tanah yang diperlukan untuk itu ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah, Bupati/Walikota kepada Daerah dengan memperhatikan planologie daerah yang bersangkutan.

2. Jika perusahaan yang bersangkutan meminta fasilitas penanaman modal dalam rangka Undang-undang No.1 tahun 1967, atau Undang-undang No.6 tahun 1968, maka penentuan lokasi yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini menunggu diperolehnya persetujuan Presiden atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat. 3. Dalam menetapkan lokasi tersebut pada ayat 1 pasal ini, maka :

a. sejauh mungkin harus dihindarkan pengurangan areal tanah pertanian yang subur; b. sedapat mungkin dimanfaatkan tanah yang semula tidak atau kurang produktif; c. dihindarkan pemindahan penduduk dari tempat kediamannya;

d. dieprhatikan persyaratan untuk mencegah terjadinya pengotoran/pencemaran bagi daerah lingkungan yang bersangkutan.


(13)

Pasal 8

Penetapan luas tanah yang diperlukan

1. Luas tanah yang boleh dikuasai oleh perusahaan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan, sesuai dengan batas-batas pembagian kewenangan sebagai yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 tahun 1972.

2. Penetapan luas tanah yang boleh dikuasai dan dipergunakan oleh perusahaan sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atau

Gubernur Kepala Daerah atas pertimbangan yang diberikan oleh Departemen atau pejabat yang mewakili Departemen yang bidangnya membawahi usaha perusahaan yang

bersangkutan, dengan mengingat kebutuhan yang nyata untuk menyelenggarakan usaha tersebut dan kemungkinan perluasannya dikemudian hari.

3. Jika perusahaan yang bersangkutan meminta fasilitas penanaman modal dalam rangka Undang-undang nomor 1 tahun 1967 atau Undang-undang nomor 6 tahun 1968, maka penetapan luas tanah yang diperlukannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah setelah diperoleh pemberitahuan dari Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat, bahwa permohonan investasinya telah disetujui dan berapa luas tanah yang benar-benar akan diperlukan.

BAB IV

TATA CARA PENYEDIAAN DAN PENGUASAAN TANAH YANG DIPERLUKAN

Pasal 9

Dalam penyediaan dan penguasaan tanah yang diperlukan perusahaan maka pertama-tama harus diperhatikan, bahwa segala sesuatunya harus diselenggarakan dan

diselesaikan menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no.6 tahun 1972 serta harus dicegah dan dihindari terjadinya ketegangan-ketegangan dalam usaha dan kegiatan untuk memperoleh tanah yang diperlukan itu.

Pasal 10

1. Selama belum diperoleh izin usaha dari instansi yang berwenang dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam BAB II atau jika perusahaan yang

bersangkutan meminta fasilitas penanaman modal dalam rangka Undang-undang No.1 tahun 1967 atau Undang-undang No.6 tahun 1968, selama belum diperoleh persetujuan Presiden atau Ketua Badan Koordinasi diperbolehkan melakukan pembelian, penyewaan, pembebasan hak ataupun lain-lain bentuk perbuatan yang mengubah penguasaan tanah yang bersangkutan, baik secara phisik ataupun juridis, baik langsung ataupun tidak langsung untuk kepentingan perusahaan atau calon investor.


(14)

2. Sementara menunggu diperolehnya izin usaha atau persetujuan Presiden atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat sebagai yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini, jika diperlukan tanah yang luas, maka Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan.

a. dapat mencadangkan tanah yang diperlukan untuk kepentingan perusahaan/calon investor, seluas yang akan benar-benar diperlukan untuk penyelenggaraan usaha yang direncanakan;

b. menyampaikan pertimbangan kepada Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat baik mengenai lokasi perusahaan maupun kemungkinan penyediaan tanahnya. Tembusan pertimbangan tersebut disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri.

Pasal 11

1. Setelah diperoleh izin usaha sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 10 atau

persetujuan Presiden atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Pusat dalam hal diminta fasilitas penanaman modal, maka perusahaan/calon investor baru boleh

melakukan pembelian, penyewaan atau pembebasan hak dan penguasaan tanah yang diperlukannya, menurut tata cara yang diatur dalam peraturan perundangan agraria yang bersangkutan.

2. Jika diperlukan tanah yang luas maka untuk melakukan hal-hal tersebut pada ayat 1 pasal ini diperlukan adanya izin lebih dahulu dan Gubernur Kepala Daerah, dalam izin antara lain ditetapkan jangka waktu dalam mana pembelian atau pembebasan haknya harus diselesaikan dan hal-hal lain yang harus diperhatikan.

3. Pelaksanaan pembelian atau pembebasan hak serta penguasaan tanah-tanahnya dilakukan atas dasar musyawarah dengan pihak-pihak yang mempunyainya, di bawah pengawasan Bupati/Walikota Kepala Daerah yang bersangkutan. Jika dalam

pelaksanaannya dijumpai kesulitan, maka Bupati/Walikota Kepala Daerah memberikan bantuan untuk mengatasinya, dengan memperhatikan kepentingan kedua belah pihak. 4. Setelah selesai dilakukan pembelian maka segera harus dilakukan pendaftaran

pemindahan haknya menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961 tentang "Pendaftaran Tanah" (L.N. 1961 No.28) atau jika dilakukan pembebasan hak harus segera diajukan permohonan hak baru kepada pejabat yang berwenang, menurut ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 tahun 1973 tentang "Ketentuan-ketentuan mengenai tatacara pemberian hak-hak atas tanah".

5. Jika pembelian, penyewaan atau pembebasan hak atas tanahnya tidak dilakukan menurut cara yang semestinya dan/atau tidak diselesaikan dalam waktu yang ditentukan, maka setelah diberi peringatan seperlunya oleh Bupati/Walikota Kepala Daerah, izin usahanya akan dibatalkan.


(15)

1. Oleh Bupati/Walikota Kepala Daerah diadakan pengawasan agar :

a. Perusahaan yang bersangkutan memenuhi kewajibannya sebagai yang tercantum pada pasal 11 ayat 4;

b. Tanah yang telah dikuasainya oleh perusahaan benar-benar digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan izin yang diberikan;

c. Perusahaan yang bersangkutan memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 5, 6, dan 7.

2. Jika perusahaan ternyata lalai dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini, maka setelah diberi peringatan seperlunya, oleh Bupati/Walikota Kepala Daerah Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan, dan jika perusahaan tersebut memperoleh fasilitas penanaman modal, tembusan laporan

disampaikan kepada Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah, untuk diambil tindakan oleh Instansi yang berwenang.

BAB V

PEMBERIAN IZIN BANGUNAN DAN IZIN UNDANG-UNDANG GANGGUAN Pasal 13

Izin bangunan dan izin Undang-undang Gangguan (S.1926 No.226) baru boleh diberikan setelah selesai dilakukan pembelian tanah dan dimintakan pendaftarannya menurut Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961, dan jika dilakukan pembebasan hak, setelah diajukan permohonan hak yang baru kepada pejabat yang berwenang menurut ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 tahun 1973 ataupun jika digunakan tanah pihak lain, setelah ada perjanjian dengan yang mempunyai tanah yang dibuat menurut peraturan yang berlaku.

BAB VI LAIN-LAIN

Pasal 14

1. Pemberian izin, pertimbangan dan lain-lainnya yang merupakan kegiatan dalam rangka menyelesaikan permohonan-permohonan yang bersangkutan dengan penyediaan dan pemberian sesuatu hak atas tanah untuk keperluan perusahaan yang diatur dalam peraturan ini, wajib diselesaikan oleh instansi yang berwenang dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

2. Kepada pemohon tidak boleh dibebankan biaya-biaya dan pungutan-pungutan selain yang ditetapkan dengan peraturan perundangan yang sah.


(16)

Perusahaan-perusahaan dan badan-badan yang berbentuk hukum apapun yang menguasai tanah negara untuk keperluan penyelenggaraan usahanya diwajibkan untuk :

a. dalam waktu yang sesingkat-singkatnya mengikuti dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam peraturan ini.

b. menyampaikan pelaporan kepada Menteri Dalam Negeri tentang pelaksanaan apa yang dimaksudkan dalam huruf a di atas, dengan tembusan kepada Gubernur Kepala Daerah dan Bupati/Walikota Kepala Daerah yang bersangkutan.

Pasal 16

Pengaturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, maka peraturan ini akan dimuat didalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 1974

MENTERI DALAM NEGERI Ttd


(17)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDO NESIA NOMOR 4 TAHUN 1988

TENTANG RUMAH SUSUN

PRESIDEN REPUBLIK INDO NESIA,

Menim bang : a. bahwa dengan Undang- undang Nomor 16 Tahun 1985 t ent ang

Rumah Susun t el ah dit et apkan ket ent uan-ket ent uan pokok mengenai rumah susun;

b. bahwa unt uk melaksanakan ket ent uan sebagai mana

dimaksud dal am huruf a di at as, perl u dit et apkan Per at ur an Pemerint ah t ent ang Rumah Susun;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang- undang Nomor 5 Tahun 1960 t ent ang Perat uran Dasar Pokok-pokok Agr ar i a (Lembar an Negar a Tahun 1960 Nomor 104, Tam bahan Lem baran Negara Nomor 2043);

3. Undang- undang Nomor 1 Tahun 1964 t ent ang Penet apan Perat uran Pemer i nt ah Penggant i Undang-undang Nomor 6

t ahun 1962 t ent ang Pokok - pokok Perumahan menj adi

Undang- undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611);

4. Undang- undang Nomor 5 Tahun 1974 t ent ang Pokok-pokok Pem er i nt ahan di Daerah (Lembar an Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lem baran Negara Nomor 3037);

5. Undang- undang Nomor 16 Tahun 1985 t ent ang Rumah Susun (Lembar an Negar a Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar a Nomor 3318);


(18)

6. Perat uran Pemerint ah Nomor 10 Tahun 1961 t ent ang Pendafat aran Tanah (Lembaran Negara Nomor 2171);

7. Perat uran Pemerint ah Nomor 14 Tahun 1987 t ent ang

Penyerahan Sebagian Urusan Pem erint ahan di Bidang

Pekerj aan Um u m Kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3353);

MEMUTUSKAN :

Menet apkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RUMAH SUSUN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Perat uran Pemerint ah ini yang dimaksud dengan :

1. Penyel enggara pembangunan adal ah Badan Usaha Mil ik Negara at au

Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swast a yang bergerak dal am bidang pembangunan rumah susun, sert a swadaya masyarakat .

2. Akt a pemisahan adalah t anda bukt i pemisahan rumah susun at as sat

uan-sat uan rumah susun, bagian bersama, benda bersama dan t anah bersama dengan pert elaan yang j elas dalam bent uk gambar, uraian dan bat as-bat asnya dalam arah vert ikal dan horizont al yang mengandung nilai perbandingan proporsional.

3. Pemerint ah Daerah adal ah Pemerint ah Daerah Tingkat II

Kabupat en/ Kot amadya dan Pemerint ah Daerah Tingkat I Daerah Khusus Ibukot a Jakart a.

4. Kesat uan sist em pembangunan adalah pembangunan yang dil aksanakan

pada t anah bersama dengan penggunaan dan pemanf aat an yang berbeda-beda baik unt uk hunian maupun bukan hunian secara mandiri maupun t erpadu berdasarkan perencanaan nngkungan af au peren canaan bangunan yang merupakan sat u kesat uan.

5. Persyarat an t eknis adal ah persyarat an mengenai st rukt ur bangunan,

keamanan, keselamat an, kesehat an, kenyamanan, dan l ain- lain yang berhubungan dengan rancang bangun, t ermasuk kel engkapan prasarana dan f asilit as lingkungan, yang diat ur dengan perat uran perundang-undangan sert a disesuaikan dengan kebut uhan dan perkembangan.


(19)

6. Persyarat an administ rat if adalah persyarat an mengenai perizinan usaha

dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan/ at au

perunt ukannya, perizinan mendirikan bangunan (IMB), sert a izin layak huni yang diat ur dengan perat uran perundang-undangan dan disesuaikan dengan kebut uhan dan perkembangan.

7. Nilai perbandingan proporsional adalah angka yang menunj ukkan

perbandingan ant ara sat uan rumah susun t erhadap hak at as bagian bersama, benda bersama, dan t anah bersama dihit ung berdasarkan luas at au nilai sat uan rumah susun yang bersangkut an t erhadap j umlah luas bangunan at au nil ai rumah susun secara keseluruhan pada wakt u penyelenggara pembangunan unt uk pert ama kali memperhit ungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan unt uk menent ukan harga j ualnya.

BAB II

PENGATURAN DAN PEMBINAAN RUMAH SUSUN Bagian Pert ama

Arah Kebij aksanaan Pasal 2

(1) Pengat uran dan pembinaan rumah susun diarahkan unt uk dapat meningkat kan usaha pembangunan perumahan dan pemukiman yang f ungsional bagi kepent ingan rakyat banyak.

(2) Pengat uran dan pembinaan rumah susun sebagai mana dimaksud dal am ayat (1) dimaksudkan unt uk :

a. mendukung konsepsi t at a ruang yang dikait kan dengan

pengembangan pembangunan daerah perkot aan ke arah vert ikal dan unt uk meremaj akan daerah-daerah kumuh;

b. meningkat kan opt imasi penggunaan sumber daya t anah perkot aan;

c. mendorong pembangunan pemukiman berkepadat an t inggi.

Pasal 3

Pengat uran dan pembinaan rumah susun berlandaskan :

a. kebij aksanaan umum;

b. kebij aksanaan t eknis dan kebij aksanaan operasional yang digariskan oleh


(20)

Pasal 4

Penyusunan rencana j angka panj ang dan j angka pendek pembangunan rumah susun dilaksanakan oleh Pemerint ah Daerah yang bersangkut an berdasarkan kebij aksanaan dan pedoman Pemerint ah Pusat .

Pasal 5

Pengat uran dan pembinaan rumah susun meliput i ket ent uan-ket ent uan mengenai persyarat an t eknis dan administ ra t if pembangunan rumah susun, izin layak huni, pemilikan sat uan rumah susun, penghunian, pengelolaan, dan t at a cara pengawasannya.

Bagian Kedua

Wewenang dan Tanggung Jawab Pasal 6

(1) Pengat uran dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang bersif at umum dal am art i yang sel uas-l uasnya t erhadap pembangunan rumah susun dan pengembangannya, menj adi wewenang dan t anggung j awab Pemerint ah Pusat .

(2) Wewenang dan t anggung j awab Pemerint ah Pusat sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) dil akukan ol eh Ment eri yang dit unj uk pada pasal yang bersangkut an dalam Perat uran Pemerint ah ini.

(3) Pengat uran dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang mempunyai karakt erist ik l okal , berhubungan dengan t at a kot a dan t at a daerah, menj adi wewenang dan t anggung j awab Pemerint ah Daerah, sesuai dengan asas desent ralisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.

(4) Pel aksanaan ket ent uan sebagaimana dimaksud dal am ayat (3) dilakukan oleh Pemerint ah Daerah yang bersangkut an berdasarkan pedoman dan arahan Ment eri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Bagian Ket iga

Rumah Susun unt uk Hunian dan Bukan Hunian Pasal 7

Rumah susun yang digunakan unt uk hunian at au bukan hunian secara mandiri at au secara t erpadu sebagai kesat uan sist em pembangunan, waj ib memenuhi ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.


(21)

BAB III

PERSYARATAN TEKNIS

DAN ADMINISTRATIF PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN

Bagian Pert ama Umum Pasal 8

Di dalam perencanaan harus dapat dengan j elas dit ent ukan dan dipisahkan masing-masing sat uan rumah susun sert a nilai perbandingan proporsionalnya.

Pasal 9

Rencana yang menunj ukkan sat uan rumah susun, harus berisi rencana t apak besert a denah dan pot ongan yang menunj ukkan dengan j elas bat asan secara vert ikal dan haimnt al dari sat uan rumah susun yang dimaksud.

Pasal 10

Bat as pemilikan bersama harus digambarkan secara j elas dan mudah dimengert i oleh semua pihak dan dit unj ukkan dengan gambar dan uraian t ert ulis yang t erperinci.

Bagian Kedua Persyarat an Teknis

Paragraf 1 Ruang Pasal 11

(1) Semua ruang yang dipergunakan unt uk kegiat an sehari-har i har us mempunyai hubungan langsung maupun t idak langsung dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun t idak langsung secara al ami dal am j umlah yang cukup, sesuai dengan persyarat an yang berlaku.

(2) Dalam hal hubungan langsung maupun t idak langsung dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun t idak langsung secara al ami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) t idak mencukupi at au t idak

memungkinkan, harus diusahakan adanya pert ukaran udara dan

pencahayaan buat an yang dapat bekerj a t erus menerus sel ama ruangan t ersebut digunakan, sesuai dengan persyarat an yang ber laku.


(22)

Paragraf 2

St rukt ur, Komponen, dan Bahan Bangunan Pasal 12

Rumah susun harus dir encanakan dan diba ngun dengan st rukt ur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan yang memenuhi persyarat an konst ruksi sesuai dengan st andar yang berlaku.

Pasal 13

St rukt ur, komponen, dan penggunaan bahan bangunan rumah susun

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, harus diperhit ungkan kuat dan t ahan

t erhadap :

a. beban mat i;

b. beban bergerak;

c. gempa, huj an, angin, banj ir;

d. kebakaran dalam j angka wakt u yang diperhit ungkan cukup un t uk usaha

pengamanan dan penyelamat an;

e. daya dukung t anah;

f . kemungkinan adanya beban t ambahan, baik dari arah vert ikal maupun

horizont al;

g. gangguan/ perusak lainnya, sesuai dengan ket ent uan yang berlaku.

Paragraf 3

Kelengkapan Rumah Susun Pasal 14

Rumah susun harus dilengkapi dengan:

a. j aringan air bersih yang memenuhi persyarat an mengenai perpipaan dan

perlengkapannya t ermasuk met er air, pengat ur t ekanan air, dan t angki air dalam bangunan;

b. j aringan list rik yang memenuhi persyarat an mengenai kabel dan

perlengkapannya, t ermasuk met er list rik dan pembat as arus, sert a

peng-amanan t erhadap kemungkinan t imbul nya hal-hal yang membahayakan;

c. j aringan gas yang memenuhi persyarat an besert a perlengkapannya

t ermasuk met er gas, pengat ur arus, sert a pengamanan t erhadap kemungkinan t imbul nya hal- hal yang membahayakan;

d. saluran pembuangan air huj an yang memenuhi persyarat an kualit as,

kuant it as, dan pemasangan;

e. saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyarat an kual it as,


(23)

f . sal uran dan/ at au t empat pembuangan sampah yang memenuhi persyarat an t erhadap kebersihan, kesehat an, dan kemudahan;

g. t empat unt uk kemungkinan pemasangan j aringan t elepon dan al at

komunikasi lainnya;

h. alat t ransport asi yang berupa t angga, li ft at au eskal at or sesuai dengan

t ingkat keperluan dan persyarat an yang berlaku;

i. pint u dan t angga darurat kebakaran;

j . t empat j emuran;

k. alat pemadam kebakaran;

l. penangkal pet ir;

m. al at / sist em alarm;

n. pint u kedap asap pada j arak-j arak t ert ent u;

o. generat or list rik disediakan unt uk rumah susun yang menggunakan lif t .

Pasal 15

Bagian-bagian dari keleng kapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, yang merupakan hak bersama harus dit empat kan dan dil indungi unt uk menj amin f ungsinya sebagai bagian bersama dan mudah dikelola.

Paragraf 4 Sat uan Rumah Susun

Pasal 16

Sat uan rumah susun harus mempunyai ukuran st andar yang dapat dipert anggungj awabkan, dan memenuhi persyarat an sehubungan dengan f ungsi dan penggunaannya sert a harus disusun, diat ur, dan dikoordinasikan unt uk dapat mewuj udkan suat u keadaan yang dapat menunj ang kesej aht eraan dan kelancaran bagi penghuni dal am menj al ankan kegiat an sehari- hari unt uk hubungan ke dal am maupun ke luar.

Pasal 17

Sat uan rumah susun dapat berada pa da permukaan t anah, di at as at au di bawah permukaan t anah, at au sebagian di bawah dan sebagian di at as


(24)

permukaan t anah, merupakan dimensi dan volume ruang t ert ent u sesuai dengan yang t elah direncanakan.

Pasal 18

Sat uan rumah susun yang digunakan unt uk hunian, di samping ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, set idak-t i daknya har us dapat memenuhi kebut uhan penghuni sehari- hari.

Pasal 19

Sat uan rumah susun sederhana yang digunakan unt uk hunian, pemenuhan kebut uhan para penghuni sehari-har i sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dapat disediakan pada bagian bersama.

Paragraf 5

Bagian Bersama dan Benda Bersama Pasal 20

Bagian bersama yang berupa ruang unt uk umum, ruang t angga, lift , sel asar, harus mempunyai ukuran yang mempunyai persyarat an dan diat ur sert a dikoordinasikan unt uk dapat memberikan kemudahan bagi penghuni dal am melakukan kegiat an sehar i-hari baik dalam hubungan sesama penghuni, maupun dengan pihak- pihak lain, dengan memperhat ikan keserasian, keseimbangan, dan ket erpaduan.

Pasal 21

Benda bersama harus mempunyai dimensi, l okasi, kual it as, kapasit as yang memenuhi persyarat an dan diat ur sert a dikoordinasikan unt uk dapat memberikan keserasian l ingkungan guna menj amin keamanan dan kenikmat an para penghuni maupun pihak-pihak lain, dengan memperhat ikan keselarasan, keseimbangan, dan ket erpaduan.

Pasal 22

(1) Rumah susun harus dibangun di lokasi yang sesuai dengan perunt ukan dan keserasian l ingkungan dengan memperhat ikan rencana t at a ruang dan t at a guna t anah yang ada.

(2) Rumah susun harus dibangun pada lokasi yang memungkinkan berf ungsinya dengan baik saluran-saluran pembuangan dalam l ingkungan ke sist em j aringan pembuangan air huj an dan j aringan air limbah kot a.


(25)

(3) Lokasi rumah susun harus mudah dicapai angkut an yang diper lukan baik langsung maupun t idak langsung pada wakt u pembangunan maupun penghunian sert a perkembangan di masa mendat ang, dengan memperhat i -kan keamanan, ket ert iban, dan gangguan pada Iokasi sekit arnya.

(4) Lokasi rumah susun harus dij angkau ol eh pel ayanan j aringan air bersih dan list rik.

(5) Dalam hal lokasi rumah susun belum dapat dij angkau oleh pel ayanan j aringan air bersih dan list rik, penyelenggara pembangunan waj ib menyediakan secara t ersendiri sarana air bersih dan l ist rik sesuai dengan t ingkat keperl uannya, dan dikel ol a berdasarkan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 7

Kepadat an dan Tat a Let ak Bangunan Pasal 23

Kepadat an bangunan dalam lingkungan harus memperhit ungkan dapat dicapainya opt imasi daya guna dan hasil guna t anah, sesuai dengan f ungsinya, dengan memperhat ikan keserasian dan keselamat an lingkungan sekit arnya, berdasarkan perat uran perundang- udangan yang berlaku.

Pasal 24

(1) Tat a l et ak bangunan harus menunj ang kel ancaran kegiat an sehari- hari dengan mempert imbangkan keserasian, keseimbangan, dan ket erpaduan, (2) Tat a let ak bangunan harus memperhat ikan penet apan bat as pemil ikan

t anah bersama, segi-segi kesehat an, pencahayaan, pert ukaran udara, sert a pencegahan dan pengamanan t erhadap bahaya yang mengancam keselamat an penghuni, bangunan, dan lingkungannya berdasarkan per -at uran perundang- undangan yang berlaku.

Paragraf 8 Prasarana Lingkungan

Pasal 25

(1) Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan prasarana l ingkungan yang berf ungsi sebagai penghubung unt uk keperluan kegiat an sehari- hari bagi penghuni, baik ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan j alan set apak, j alan kendaraan, dan t empat parkir.


(26)

(2) Penyediaan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , harus mempert imbangkan kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiat an sehari-hari dan pengamanan bila t erj adi hal-hal yang membahayakan, sert a st rukt ur, ukuran, dan kekuat an yang cukup sesuai dengan f ungsi dan penggunaan j alan t ersebut .

Pasal 26

Lingkungan rumah susun harus dil engkapi dengan prasarana lingkungan dan ut ilit as umum yang sif at nya menunj ang f ungsi lainnya dalam rumah susun yang bersangkut an, meliput i :

a. j aringan dist ribusi air bersih, gas, dan list rik dengan segala

kel engkapannya t ermasuk kemungkinan diperl ukannya t angki-t angki air, pompa air, t angki gas, dan gardu-gardu list rik;

b. saluran pembuangan air huj an yang menghubungkan pembuangan air

huj an dari rumah susun ke sist em j aringan pembuangan air kot a;

c. saluran pembuangan air limbah dan/ at au t angki sept ik yang

menghubungkan pembuangan air limbah dari rumah susun ke sist em j aringan ai r limbah kot a, at au penampungan air limbah t ersebut ke dal am t angki sept ik dalam lingkungan.

d. t empat pembuangan sampah yang f ungsinya adalah sebagai t empat

pengumpulan sampah dari rumah susun unt uk selanj ut nya dibuang ke t empat pembuangan sampah kot a, dengan memperhat ikan f akt or-f akt or kemudahan pengangkut an, kesehat an, kebersihan, dan keindahan;

e. kran-kran air unt uk pencegahan dan pengamanan t erhadap bahaya

kebakaran yang dapat menj angkau semua t empat dal am l ingkungan dengan kapasit as air yang cukup unt uk pemadam kebakaran;

f . t empat parkir kendaraan dan/ at au penyimpanan barang yang

diperhit ungkan t erhadap kebut uhan penghuni dalam melaksanakan kegiat an-kegiat annya sesuai dengan f ungsinya;

g. j aringan t elepon dan alat komunikasi lain sesuai dengan t ingkat


(27)

Paragraf 9 Fasil it as Lingkungan

Pasal 27

Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan ruangan-ruangan dan/ at au bangunan unt uk t empat berkumpul, melakukan kegiat an masyarakat , t empat bermain bagi anak-anak, dan kont ak sosial lainnya, sesuai dengan st andar yang berlaku.

Pasal 28

Dalam lingkungan rumah susun yang sebagian at au seluruhnya digunakan sebagai hunian unt uk j umlah sat uan hunian t ert ent u, selain penyediaan ruang dan/ at au bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, harus disediakan pula ruangan dan/ at au bangunan unt uk pel ayanan kebut uhan sehari-har i sesuai dengan st andar yang berlaku.

Pasal 29

Ket ent uan-ket et uan t eknis sebagaimana dimaksud dalam BAB III Bagian Kedua diat ur ol eh Ment eri Pekerj aan Umum.

Bagian Ket iga Persyarat an Administ rat if

Pasal 30

(1) Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerint ah Daerah sesuai dengan perunt ukannya.

(2) Peri zinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diaj ukan oleh penyelenggara pembangunan kepad a Pemerint ah Daerah dengan melampirkan persyarat an- persyarat an sebagai berikut :

a. sert if ikat hak at as t anah;

b. f at wa perunt ukan t anah;

c. rencana t apak;

d. gambar rencana arsit ekt ur yang memuat denah dan pot ongan besert a

pert elaannya yang menunj ukkan dengan j elas bat asan secara vert ikal dan horizont al dari sat uah rumah susun;


(28)

e. gambar rencana st rukt ur besert a perhit ungannya;

f . gambar rencana menunj ukkan dengan j elas bagian bersama, benda

bersama, dan t anah bersama;

g. gambar rencana j aringan dan inst alasi besert a perlengkapannya.

Pasal 31

Penyelenggara pembangunan waj ib memint a pengesahan dari Pemerint ah Daerah at as pert elaan yang menunj ukkan bat as yang j elas dari masing-masing sat uan rumah susun; bagian bersama, benda bersama, dan t anah bersama besert a uraian nilai perbandingan proporsionalnya, set elah memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

Pasal 32

(1) Perubahan rencana perunt ukan dan pemanf aat an rumah susun harus mendapat izin dari Pemerint ah Daerah sesuai dengan persyarat an yang dit ent ukan dan t elah memperoleh pengesahan at as perubahan dimaksud besert a pert elaannya, dan uraian nilai perbandingan proporsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.

(2) Perubahan rencana perunt ukan dan pemanf aat an suat u bangunan gedung bert ingkat menj adi rumah susun, harus mendapat izin dari Pemerint ah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 33

(1) Tat a cara permohonan dan pemberian perizinan sert a pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 , Pasal 32, dan diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Daerah.

(2) Perat uran Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) baru berl aku set elah mendapat pengesahan dari pej abat yang berwenang.

Pasal 34

(1) Dalam hal t erj adi perubahan pada wakt u pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, penyelenggara pembangunan waj ib memint a izin dan pengesahan t erhadap perubahan yang dimint a kepada Inst ansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).


(29)

(2) Dalam hal t erj adi perubahan st rukt ur bangunan dan inst a lasi t er hadap rumah susun yang t elah dibangun pemilik waj ib memint a izin dan pe-ngesahan mengenai perubahan t ersebut kepada inst ansi yang berwenang.

BAB IV IZIN LAYAK HUNI

Pasal 35

(1) Penyelenggara pembangunan rumah susun waj ib mengaj ukan permohonan izin layak huni set elah menyelesaikan pembangunannya sesuai dengan perizinan yang t elah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dengan menyerahkan gambar-gambar dan ket ent uan t eknis yang t erperinci.

(2) Pemerint ah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 34 memberikan izin l ayak huni set el ah diadakan pemeriksaan t erhadap rumah susun yang t elah sele sai dibangun berdasarkan persyarat an dan ket ent uan perizinan yang t el ah dit erbi t kan.

(3) Penyel enggara pembangunan waj ib menyerahkan dokumen- dokumen perizinan besert a gambar-gambar dan ket ent uan-ket ent uan t eknis yang t erperinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 34 kepada perhimpunan penghuni yang t elah dibent uk besert a :

a. t at a cara pemanf at an penggunaan, pemeliharaan, perbaikan, dan

kemungkinan-kemungkinan dapat diadakannya perubahan pada rumah susun maupun lingkungannya.

b. uraian dan cat at an singkat yang bersif at hal-hal khusus yang perlu

diket ahui oleh para penghuni, pemilik, pengelola, dan pihak-pihak lain yang berkepent ingan.

Pasal 36

Dalam hal izin layak huni t idak diberikan, penyelenggara pembangunan rumah susun dapat mengaj ukan keber at an kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang akan memberikan keput usan mengikat .

Pasal 37

(1) Tat a cara perizinan layak huni diat ur lebih lanj ut dengan Perat uran Daerah.

(2) Perat uran Daerah sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) mul ai berl aku set elah mendapat pengesahan dari pej abat yang berwenang.


(30)

BAB V

PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN Bagian Pert ama

Pemisahah Hak at as Sat uan-sat uan Rumah Susun Pasal 38

(1) Hak at as t anah dari suat u lingkungan dimana rumah susun akan dibangun dapat berst at us hak milik, hak guna bangunan, hak pakai at as t anah negara at au hak pengelolaan.

(2) Dalam hal rumah susun yang bersangkut an dibangun di at as suat u lingkungan di mana t anah yang dikuasai t ersebut berst at us hak pengelolaan, penyelenggara pembangunan waj ib menyelesaikan st at us hak guna bangunan di at as hak pengelolaan baik sebagian maupun keseluruhannya unt uk menent ukan bat as t anah bersama.

(3) Pemberian st at us hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dil aksanakan sebel um sat uan-sat uan rumah susun yang bersangkut an dij ual.

Pasal 39

(1) Penyelengara pembangunan waj ib memisahkan rumah susun at as sat uan-sat uan rumah susun meliput i bagian bersama, benda bersama dan t anah bersama dengan pert elaan yang j elas dalam bent uk gambar, uraian, dan bat as-bat asnya dalam arah vert ikal dan horizont al sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kenyat aan ya ng dilakukan dengan pembuat an akt a pemisahan.

(2) Pert elaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berkait an dengan sat uan-sat uan yang t erj adi karena pemisahan rumah susun menj adi hak

milik at as sat uan rumah susun, mempunyai nilai perbandingan

proporsional yarg sama, kecuali dit ent ukan lain yang dipakai sebagai dasar unt uk mengadakan pemisahan dan penerbit an sert if ikat hak milik at as sat uan rumah susun.

(3) Akt a pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh

Pemerint ah Daerah dil ampiri gambar, uraian, dan bat as- bat as

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31.

(4) Akt a pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus didaf t arkan oleh penyelenggara pembangunan pada Kant or Agraria Kabupat en at au Kot amadya dengan mel ampirkan sert if ikat hak at as t anah, izin l ayak huni, besert a warkah-war kah lainnya.


(31)

(5) Hak milik at as sat uan rumah susun t erj adi sej ak didaf t arkannya akt a pemisahan dengan dibuat nya Buku Tanah unt uk set iap sat uan rumah susun yang bersangkut an.

(6) Bent uk dan t at a cara pembuat an Buku Tanah dan penerbit an sert if ikat hak milik at as sat uan rumah susun, diat ur oleh Ment eri Dalam Negeri.

Pasal 40

(1) Isi akt a pemisahan yang t elah disahkan oleh Pemerint ah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) mengikat semua pihak. (2) Bent uk dan t at a cara pengisian dan pendaf t aran akt a pemisahan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur oleh Ment eri Dalam Negeri. Bagian Kedua

Bat as Pemilikan Sat uan Rumah Susun Pasal 41

(1) Hak mil ik at as sat uan rumah susun mel iput i hak pemi l i kan perseorangan yang digunakan secara t erpisah, hak bersama at as bagian- bagian bangunan, hak bersama at as benda, dan hak bersama at as t anah, semuanya merupakan sat u kesat uan hak yang secara f ungsional t idak t erpisahkan.

(2) Hak pemilikan perseorangan sebagaimana dimaksud dal am ayat (1) merupakan ruangan dalam bent uk geomet rik t iga dimensi yang t idak selalu dibat asi oleh dinding.

(3) Dalam hal ruangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibat asi dinding, permukaan bagian dalam dari dinding pemisah, permukaan bagian bawah dari langit -l angit st rukt ur, permukaan bagian at as dari lant ai st rukt ur, merupakan bat as pemilikannya.

(4) Dal am hal ruangan sebagaimana dimaksud dat am ayat (2) sebagian t idak dibat asi dinding, bat as permukaan dinding bagian luar yang berhubungan langsung dengan udara luar yang di tarik secara vert ikal merupakan pemilikannya.

(5) Dal am hal ruangan sebagaimana dimaksud dal am ayat (2) kesel uruhannya t idak dibat asi dinding, garis bat as yang dit ent ukan dan dit arik secara vert ikal yang penggunaannya sesuai dengan perunt ukannya, merupakan bat as pemilikannya.


(32)

Bagian Ket iga

Peralihan, Pembebanan, dan Pendaf t aran Hak Milik at as Sat uan Rumah Susun

Pasal 42

(1) Pemindahan hak milik at as sat uan rumah susun, dan pendaf t aran peralihan hak nya dilakukan dengan menyampaikan:

a. akt a Pej abat Pembuat Akt a Tanah at au Berit a Acara Lelang;

b. sert if ikat hak milik at as sat uan rumah susun yang bersangkut an;

c. Anggaran Dasar Rumah Tangga perhimpunan penghuni;

d. surat -surat lainnya yang diperlukan unt uk pemindahan hak.

(2) Pewarisan hak milik at as sat uan rumah susun, pendaf t aran peralihan haknya dilakukan dengan menyampaikan:

a. sert if ikat hak milik at as sat uan rumah susun;

b. surat ket erangan kemat ian pewaris;

c. surat wasiat at au surat ket erangan waris sesuai dengan ket ent uan

hukum yang berl aku;

d. bukt i kewarganegaraan ahli waris;

e. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni;

f . surat -surat lainnya yang diperlukan unt uk pewarisan.

Pasal 43

Dalam hal t erj adi pem bebanan at as sat uan rumah susun, pendaf t aran hipot ik at au f idusia yang bersangkut an dilakukan dengan menyampaikan:

a. sert if ikat hak milik at as sat uan rumah susun yang bersangkut an;

b. akt a pembebanan hipot ik at au f idusia;


(33)

Pasal 44

(1) Set elah menerima berkas- berkas pendaf t aran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43, Kant or Agraria Kabupat en at au Kot amadya membukukan dan mencat at peralihan hak t ersebut dalam Buku Tanah dan pada sert if ikat hak milik at as sat uan rumah susun yang bersangkut an, unt uk kemudian diberikan sert if ikat t ersebut kepada yang berhak.

(2) Dalam hal t erj adi pembebanan hak milik at as sat uan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, sert if ikat yang bersangkut an dapat diserahkan kepada kredit ur at as perset uj uan yang berhak.

Pasal 45

Ket ent uan lebih lanj ut mengenai penggant ian gambar sit uasi menj adi surat ukur, pendaf t aran, peralihan, dan pembebanan hak milik at as sat uan rumah susun diat ur oleh Ment eri Dalam Negeri.

Bagian Keempat

Perubahan dan Penghapusan Hak Pemilikan Pasal 46

Pembangunan beberapa rumah susun yang direncanakan pada sebidang t anah dengan sist em pemilikan perseorangan dan hak bersama, dan t el ah mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dapat dilaksanakan secara bert ahap, sepanj ang t idak mengubah nil ai perbandingan proporsional-nya.

Pasal 47

(1) Dalam hal t erj adi perubahan rencana dalam pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 unt uk t ahap berikut nya, yang mengakibat kan kenaikan nilai perbandingan proporsional nya, perubahan t ersebut oleh penyelenggara pembangunan harus diberit ahukan kepada perhimpunan penghuni, dan dalam hal t ersebut diadakan perhit ungan kembali.

(2) Dalam hal perubahan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1)

mengakibatkan penurunan nilai perbandingan proporsionalnya, perubahan t ersebut oleh penyelenggara pembangunan harus dimint akan perset uj uan kepada perhimpunan penghuni, dan dal am hal t ersebut diadakan perhit ungan kembali.


(34)

(3) Perubahan nilai perbandingan proporsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ) dan ayat (2) harus disahkan kembali menurut ket ent uan Pasal 30 dan Pasal 31 dan didaf t arkan menurut ket ent uan Pasal 39 ayat (4).

(4) Dalam hal perhimpunan penghuni t idak member ikan perset uj uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penyelenggara pembangunan dapat mengaj ukan keberat an-keberat an kepada Pemerint ah Daerah dan dal am j angka wakt u 30 hari Pemerint ah Daerah memberikan keput usan t erakhir dan mengikat .

(5) Dal am hal perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) t idak j adi dilaksanakan penyelenggara pembangunan waj ib memperhit ung-kan kembali nilai perbandingan proporsionalnya sebagaimana semula, dan dimint akan pengesahan sert a didaf t arkan kembali.

Pasal 49

(1) Dalam hal t erj adi rencana perubahan f isik rumah susun yang mengakibat kan perubahan nilai perbandingan proposi onal harus mendapat perset uj uan dari perhim punan penghuni.

(2) Perset uj uan perhimpunan penghuni dipergunakan sebagai dasar di dal am membuat akt a perubahan pemisahan.

(3) Akt a perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) memuat perubahan-perubahan dalam pert elaan yang mengandung perubahan nilai perbandingan proporsional.

(4) Akt a perubahan pemisahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) har us didaf t arkan pada Kant or Agraria Kabupat en at au Kot amadya unt uk dij adikan dasar dalam mengadakan perubahan pada Buku Tanah dan sertif i kat -sert if ikat hak milik at as sat uan rumah susun yang bersangkut an.

Pasal 49

(1) Dal am hal t erj adi perubahan at as sat uan rumah susun yang dimiliki oleh

perseorangan secara t erpisah perubahan t ersebut t i dak bol eh

menimbulkan kerugian bagi pemilik lainnya.

(2) Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberit ahukan kepada perhimpunan penghuni dan dilakukan sesuai dengan ket ent uan-ket ent uan yang dit et apkan oleh perhimpunan penghuni sert a persyarat an t eknis pembangunan lainnya yang berlaku.


(35)

Pasal 50 Hak milik at as sat uan rumah susun hapus karena:

a. hak at as t anahnya hapus menurut perat uran perundang- undangan yang

berlaku;

b. t anah dan bangunannya musnah;

c. t erpenuhinya syarat bat al;

d. pelepasan hak secara sukarela.

Pasal 51

Dalam hal hak milik at as sat uan rumah susun hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a dan huruf b, set iap pemilik hak at as sat uan rumah susun berhak memperoleh bagian at as milik bersama t erhadap bagian bersama, benda bersama, dan t anah bersama sesuai dengan nilai perbandingan proporsionalnya dengan melihat kenyat aan yang ada.

Pasal 52

(1) Sebelum Hak Guna Bangunan at au Hak Pakai at as t anah Negara yang di at asnya berdiri rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 haknya berakhir, para pemilik melalui perhimpunan penghuni mengaj ukan permohonan perpanj angan at au pembaharuan hak at as t anah t ersebut sesuai dengan perat ur an perundang-undangan yang berlaku.

(2) Penerbit an perpanj angan at au pembaharuan hak at as t anah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur oleh Ment eri Dalam Negeri.

Bagian Kelima

Kemudahan Pembangunan dan Pemilikan Pasal 53

(1) Kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang ber -kehendak unt uk memiliki sat uan rumah susun sederhana dapat diberikan kemudahan baik langsung maupun t idak langsung.

(2) Pel aksanaan ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diat ur lebih lanj ut oleh Ment eri yang bert anggung j awab di bidang pembangunan perumahan dan Ment eri lain yang t erkait sert a Pemerint ah Daerah yang bersangkut an sesuai dengan bidang t ugasnya masing-masing.


(36)

BAB VI

PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN Bagian Pert ama

Penghunian Rumah Susun Pasal 54

(1) Para penghuni dalam suat u lingkungan rumah susun baik unt uk hunian maupun bukan hunian waj ib membent uk perhimpunan penghuni unt uk mengat ur dan mengurus kepent ingan bersama yang bersangkut an sebagai pemil ikan, penghunian, dan pengelolaannya.

(2) Pembent ukan perhimpunan penghuni dilakukan dengan pembuat an akt a yang disahkan oleh Bupat i at au Walikot amadya Kepal a Daerah Tingkat II, dan unt uk Daerah Khusus Ibukot a Jakart a oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

(3) Perhimpunan penghuni dapat mewakili para penghuni dalam mel akukan perbuat an hukum baik ke dalam maupun ke luar Pengadilan.

Pasal 55

(1) Yang menj adi anggot a perhimpunan penghuni adalah subyek hukum yang memiliki, at au memakai, at au menyewa, at au menyewa beli at au yang memanf aat kan sat uan rumah susun bersangkut an yang berkedudukan sebagai penghuni, dengan memperhat ikan ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.

(2) Dalam hal perhimpunan penghuni memut uskan sesuat u yang menyangkut pemilikan dan pengelolaan rumah susun, set iap pemilik hak at as sat uan rumah susun mempunyai suara yang sama dengan nilai perbandingan proporsional.

(3) Dalam hal perhimpunan penghuni memut uskan sesuat u yang menyangkut kepent ingan penghunian rumah susun, set iap pemilik hak at as sat uan rumah susun diwakili oleh sat u suara.

Pasal 56

Perhimpunan penghuni mempunyai f ungsi sebagai berikut :

a. membina t ercipt anya kehidupan lingkungan yang sehat , t ert ib, dan aman;

b. mengat ur dan membina kepent ingan penghuni;


(37)

Pasal 57

(1) Pengurus perhimpunan penghuni, keanggot aannya dipil ih berdasarkan asas kekeluargaan oleh dan dari anggot a perhimpunan penghuni melalui rapat umum perhimpunan penghuni yang khusus diadakan unt uk keper l uan t ersebut .

(2) Pengurus perhimpunan penghuni sekurang-kurangnya t erdiri dari seorang Ket ua, seorang Sekret aris, se orang Bendahara, dan seorang Pengawas Pengelolaan.

(3) Dal am hal diperlukan, pengurus dapat membent uk Unit pengawasan Pengelolaan.

(4) Penyelenggara pembangunan waj ib bert i ndak sebagai pengurus perhimpunan sement ara sebelum t erbent uknya perhimpunan penghuni, dan membant u penyiapan t erbent uknya perhimpunan penghuni yang sebenarnya dalam hal wakt u yang secepat nya.

Pasal 58

(1) Dal am hal pemil ik menyerahkan penggunaan sat uan rumah susun baik sebagian maupun seluruhnya pada pihak lain berdasarkan suat u hubungan hukum t ert ent u, harus dit uangkan dalam akt a yang secara t egas mencant umkan beralihnya sebagian at au seluruh hak dan kewaj iban penghuni besert a kewaj iban lainnya.

(2) Akt a sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didaf t arkan pada perhimpunan penghuni.

Pasal 59 Perhimpunan penghuni mempunyai t ugas pokok :

a. mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disusun

oleh pengurus dalam rapat umum perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2);

b. membina para penghuni ke arah kesadaran hidup bersama yang serasi,

selaras, dan seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya;

c. mengawasi pel aksanaan ket ent uan-ket ent uan yang t ercant um dal am

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;


(38)

e. menunj uk at au membent uk dan mengawasi badan pengelola dal am pengelolaan rumah susun dan lingkungannya;

f . menyel enggarakan pembukuan dan administ rat if keuangan secara t erpisah

sebagai kekayaan perhimpunan penghuni;

g. menet apkan sanksi t erhadap pelanggaran yang t elah dit et apkan dal am

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pasal 60

Tat a t ert ib penghunian rumah susun disusun berdasarkan:

a. Undang- undang Rumah Susun besert a perat uran pelaksanaannya;

b. perat uran per undang- undangan lain yang t erkait ;

c. kepent ingan pengelolaan rumah susun sesuai dengan ket ent uan-ket ent uan

t eknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;

d. kepent ingan penghuni sehubungan dengan j aminan hak, kebut

uhan-kebut uhan khusus, keamanan, dan kebebasan sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 61 (1) Set iap penghuni berhak :

a. memanf aat kan rumah susun dan lingkungannya t ermasuk bagian

bersama, benda bersama, dan t anah bersama secara aman dan t ert ib;

b. mendapat kan perlindungan sesuai dengan Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga;

c. memilih dan di pi l i h menj adi Anggota Pengurus Perhimpunan

Penghuni;

(2) Set iap penghuni berkewaj iban:

a. memat uhi dan melaksanakan perat uran t at a t ert ib dalam r umah

susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

b. membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran;

c. memelihara rumah susun dan lingkungannya t ermasuk bagian


(39)

(3) Set iap penghuni dil arang :

a. melakukan perbuat an yang membahayakan keamanan , ket ert iban,

dan keselamat an t erhadap penghuni lain, bangunan dan l ingkungannya;

b. mengubah bent uk dan/ at au menambah bangunan di luar sat uan

rumah susun yang dimiliki t anpa mendapat perset uj uan perhimpunan penghuni.

Bagian kedua Pengelolaan Rumah Susun

Pasal 62

Pengelolaan rumah susun meliput i kegiat an-kegiat an operasional yang berupa pemeliharaan, perbaikan, dan pembangunan prasarana l ingkungan, sert a f asilit as sosial, bagian bersama, benda bersama, dan t anah bersama.

Pasal 63

Pengelolaan t erhadap sat uan rumah susun dilakukan oleh penghuni at au pemil ik, sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang dit et apkan oleh Perhi mpunan Penghuni.

Pasal 64

Pengelolaan t erhadap rumah susun dan lingkungannya dapat dilaksanakan oleh suat u badan pengelola yang dit unj uk at au dibent uk ol eh perhimpunan penghuni.

Pasal 65

Badan pengelola yang dibent uk sendiri oleh perhimpunan penghuni harus dilengkapi dengan unit organisasi, personil, dan peralat an yang mampu unt uk mengelola rumah susun.

Pasal 66

Badan pengel ol a yang dit unj uk ol eh perhimpunan penghuni harus mempunyai st at us badan hukum dan prof esional.

Pasal 67

Penyelenggara pembangunan yang membangun rumah susun waj i b mengel ol a rumah susun yang bersangkut an dalam j angka wakt u sekurang-kurangnya t iga


(40)

bulan dan paling lama sat u t ahun sej ak t erbent uknya perhimpunan penghuni at as biaya penyelenggara pembangunan.

Pasal 68 Badan pengel ola mempunyai t ugas :

a. mel aksanakan pemeriksaan, pemel iharaan, kebersihan dan perbaikan

rumah susun dan lingkungannya pada bagian bersama, benda bersama, dan t anah bersama;

b. mengawasi ket ert iban dan keamanan penghuni sert a penggunaan bagian

bersama, benda bersama, dan t anah bersama sesuai dengan perunt ukannya;

c. secara berkal a memberikan l aporan kepada perhimpunan penghuni

disert ai permasalahan dan usulan pemecahannya. Pasal 69

Pembiayaan pengelolaan bagian bersama, dan t anah bersama dibebankan kepada penghuni at au pemilik secara proporsional melalui perhimpunan penghuni.

Pasal 70

Perhimpunan Penghuni harus mengasuransikan rumah susun t erhadap kebakaran.

Bagian Ket iga

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Pasal 71

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan penghuni disusun oleh pengurus yang pert ama kali dipilih, dan disahkan oleh rapat umum perhimpunan penghuni.

Pasal 72

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga memuat susunan organisasi, f ungsi , t ugas pokok, hak dan kewaj iban anggot a sert a t at a t ert ib penghunian, sebagaimana dimaksud dalam BAB IV Perat uran Pemerint ah ini, dan berdasarkan pada ket ent uan-ket ent uan yang dit et apkan oleh Pemerint ah Daerah, dengan memperhat ikan pet unj uk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Ment er i Dalam Negeri.


(41)

BAB VII

TATA CARA PENGAWASAN Pasal 73

Tat a cara pengawasan dilaksanakan pengat uran dan pembinaan dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun t erhadap persyarat an t eknis, diat ur oleh Ment eri Pekerj aan Umum.

Pasal 74

Tat a cara pengawasan pel aksanaan pengat uran dan pembinaan dal am pembangunan dan pengembangan rumah susun t erhadap :

a. persyarat an administ rat if yang berkait an dengan perizinan pembangunan,

perizinan layak huni, pembuat an akt a pemisahan, penerbit an sert if i kat hak milik at as sat uan rumah susun, pembebanan hipot ik dan f idusia, sert a segala kegiat an yang berkait an dengan pendaf t aran t anah;

b. penghunian dan pengel ol aan rumah susun; diat ur ol eh Ment eri Dal am

Negeri.

Pasal 75

Tat a cara pengawasan pelaksanaan t erhadap pemberian kem udahan di Bidang per kr edi t an dan perpaj akan diat ur oleh Ment eri Keuangan.

Pasal 76

(1) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74 dilaksanakan oleh Pemer intah Daer ah berdasarkan pet unj uk dan pedoman yang dikeluarkan oleh Ment eri yang bersangkut an.

(2) Pemerint ah Daerah diberi wewenang unt uk melakukan t indakan penert iban t erhadap pelaksanaan Perat uran Pemerint ah ini sesuai dengan perat uran perundang - undangan yang berlaku.

BAB VIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 77

(1) Barang siapa melanggar ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 34, Pasal 35 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (1), Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 67, diancam dengan


(42)

pidana kurungan sel ama- l amanya 1 (sat u) t ahun dan/ at au denda set inggi-t ingginya Rp 1. 000. 000, - (sainggi-t u j uinggi-t a rupiah).

(2) Perbuat an pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB IX KETENTUAN LAIN

Pasal 78

Rumah susun yang sudah dibangun sebelum berlakunya perat uran Pemerint ah ini, masing-masing diat ur oleh Pemerint ah Daerah sesuai dengan keadaan rumah susun yang bersangkut an dengan berpedoman pada ket ent uan dalam Perat uran Pemerint ah ini.

Pasal 79

Bangunan gedung bert ingkat yang bukan rumah susun sebagaimana dimaksud dal am Undang- undang Nomor 16 Tahun 1985 maupun bangunan gedung t idak bert ingkat yang dibangun dal am suat u lingkungan yang mengandung sist em pemilikan perseorangan dan hak bersama, diat ur sebagai berikut :

a. persyarat an t eknis oleh Ment eri Pekerj aan Umum;

b. persyarat an administ rat if dan pembebanan oleh Ment eri Dalam Negeri;

c. persyarat an perpaj akan ol eh Ment eri Keuangan; berpedoman pada

ket ent uan dalam Perat uran Pemerint ah ini dengan penyesuaian seperl unya.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 80

Dengan berlak unya Perat uran Pemerint ah ini, perat uran perundang-undangan yang t elah ada yang berkait an dengan rumah susun dan t idak bert ent angan dengan ket ent uan dalam Perat uran Pemeri nt ah ini, dinyat akan t et ap berlaku sampai diubah at au diat ur kembali berdasarkan Perat ur an Pemerint ah ini.


(43)

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 81

Perat uran Pemerint ah ini mulai berlaku pada t anggal diundangkan. Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan Perat uran Pemeri ntah ini dengan penempat annya dal am Lembaran Negara Republi k Indonesia.

Dit et apkan di Jakart a pada t anggal 26 April 1988 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

t t d S O E H A R T O

Diundangkan di Jakart a pada t anggal 26 April 1988 MENTERI/ SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

t t d MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1988 NOMOR 7 Salinan sesuai dengan asli nya

SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan


(44)

KEPUTUSAN MENTERI NEG ARA PERUMAHAN RAKYAT KEPUTUSAN MENTERI NEG ARA PERUMAHAN RAKYAT

NO MO R : 0 9 / KPTS/ M/ 1 9 9 5 NO MO R : 0 9 / KPTS/ M/ 1 9 9 5

TENTANG TENTANG

PEDO MAN PENG IKATAN JUAL BELI RUMAH PEDO MAN PENG IKATAN JUAL BELI RUMAH

MENTERI NEG ARA PERUMAHAN RAKYAT, MENTERI NEG ARA PERUMAHAN RAKYAT, Me n im b a n g :

Me n im b a n g : a . b a hwa jua l b e li r um a h ya ng b e lum se le sa i d ib a ng un se m a kin m e ning ka t, ya ng p e la ksa na a nnya d ila kuka n d e ng a n p e ng ika ta n jual b e li;

b . b a hwa untuk m e ng a m a nka n ke p e nting a n p e m b e li d a n p e njua l r um a h p e r lu p e d om a n p e ng ika ta n jua l b e li r um a h;

c. b a hwa p e ne r a p a n p e ng ika ta n jua l b e li r um a h p e r tu p e ng a wa sa n d a n p e ng e nd a lia n;

d . b a hwa p e d om a n p e ng ika ta n jua l b e li r um a h te r se b ut p e r lu d ite ta p ka n d e ng a n Ke p utusa n Me nte r i Ne g a r a Pe r um a ha n Ra kya t;

Me n g in g a t :

Me n g in g a t : 1. Und a ng -und a ng Nom or 4 Ta hun 1992 te nta ng Pe r um a ha n d a n Pe r m ukim a n (Le m b a r a n Ne g a r a Re p ub lik Ind one sia Ta hun 1992 Nom or 23, Ta m b a ha n Le m b a r a n Ne g a r a Re p ub lik Ind one sia Nom or 3469);

2. Ke p utusa n Pr e sid e n Nom or 44 Ta hun 1993 te nta ng Ke d ud uka n, Tug a s Pokok, Fung si, Susuna n Or g a nisa si, d a n Ta ta Ke r ja Me nte r i Ne g a r a ;

3. Ke p utusa n Pr e sid e n Nom or 37 Ta hun 1994 te nta ng Ba d a n Ke b ija ksa na a n d a n Pe ng e nd a lia n Pe m b a ng una n Pe r um a ha n d a n Pe rm ukim a n Na siona l;

Me m p e r h a tik a n :

Me m p e r h a tik a n : b e rb ag ai saran d an p e nd ap at d ari unsur d an instansi te rkait d alam r a p a t-r a p a t koor d ina si.

MEMUTUSKAN MEMUTUSKAN Me n e ta p k a n :

Me n e ta p k a n : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PEDOMAN PENGIKATAN JUAL BELI RUMAH DENGAN KETENTUAN SEBAGAI BERIKUT :

Ke sa tu: Pe d om a n Pe ng ika ta n Jua l Be li r um a h b e se r ta contohnya ya ng d im a ksud a d a la h m e r up a ka n la m p ir a n ya ng m e nja d i b a g ia n ya ng tid a k te r p isa hka n d a r i ke p utusa n ini.

Ke d ua : Se tia p a d a nya p e ng ika ta n jua l b e li r um a h wa jib me ng ikuti Pe d om a n Pe ng ika ta n Jua l Be li Rum a h b e se r ta contohnya .


(45)

Ke tig a : Pe ng a wa sa n d a n Pe ng e nd a lia n te r ha d a p p e la ksa na a n ke p utusa n ini d ila kuka n ole h Ba d a n Ke b ija ksa na a n d a n Pe ng e nd a lia n Pe m b a ng una n Pe r um a ha n d a n Pe r m ukim a n Na siona l (BKP4N), m e la lui Ba d a n Pe ng e nd a lia n Pe m b a ng una n Pe r um a ha n d a n Pe rm ukim a n Da e ra h (BP4D).

Ke e m p a t: Ke p utusa n ini m ula i b e r la ku p a d a ta ng g a l d ite ta p ka n.

Dite ta p ka n d i Ja ka r ta Pa d a ta ng g a l : 23 Juni 1995 Me nte r i Ne g a r a Pe r um a ha n

Ra kya t

Ir . Ak b a r Ta n d ju n Ir . Ak b a r Ta n d ju n gg


(1)

Bab III : TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN

Bab ini menyajikan tinjauan umum perlindungan hukum bagi konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli.

Bab IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan analisa atau pembahasan terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang telah dibuat developer dengan konsumen sebelum dan sesudah lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan pembahasan terhadap perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi konsumen yang terlibat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli.

Bab V : PENUTUP

Bab ini menyajikan kesimpulan dan saran, dimana kesimpulanmerupakan jawaban atas identifikasi masalah, sedangkan saranmerupakan usulan yang operasional, konkret, dan praktis sertamerupakan kesinambungan atas identifikasi masalah.


(2)

106

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perlindungan hukum bagi konsumen dikaitkan dengan UU Rusun 2011 dapat disimpulkan:

1. Tanggung jawab developer terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat sebelum dan sesudah lahirnya UU Rusun 2011, antara lain:

a. Sebelum lahirnya UU Rusun 2011, tanggung jawab developer sebagai penjual diatur dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, yang menyatakan bahwa Penjual wajib menyelesaikan pendirian bangunan dan menyerahkan tanah dan bangunan rumah tepat waktu seperti yang diperjanjikan kepada Pembeli. Developer bertanggung jawab kepada konsumen untuk menyerahkan objek perjanjian sesuai dengan yang diperjanjikan dan mengurus segala persyaratan dan perijinan yang diperlukan sebelum membangun apartemen.

b. Sesudah lahirnya UU Rusun 2011, tanggung jawab developer dan pedoman pengikatan jual beli belum diatur karena belum dibentuknya peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut.Apabila dikaitkan dengan prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum, maka tanggung jawab developer merupakan tanggung jawab dengan prinsip pembatasan, dimana tanggung


(3)

jawab developer terbatas pada perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh kedua belah pihak selama tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku serta tidak bertentangan dengan kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. Developer harus memenuhi syarat pembuatan PPJB sesuai pasal 43 (ayat) 2 UU Rusun 2011 demi kepastian dan menjamin kepentingan konsumen.

2. Perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi konsumen yang terlibat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), antara lain sebagai berikut:

a. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

b. Apabila upaya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dinyatakan tidak berhasil, maka gugatan dapat ditempuh melalui pengadilan. Gugatan tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana di atur dalam Undang-Undang lingkungan peradilan umum dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku di lingkungan peradilan umum tersebut.

B.SARAN

1. Sampai saat ini kedudukan konsumen dalam perjanjian pengikatan jual beli apartemen sangat lemah, meskipun telah ada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, oleh karena itu diperlukan upaya dari pemerintah untuk membuat suatu peraturan baru yang secara khusus memberikan perlindungan hukum


(4)

108

Universitas Kristen Maranatha

kepada konsumen yang mengatur mengenai standar isi perjanjian pendahuluan baik itu PPJB atau perjanjian pemesanan lainnya antara developer dengan konsumen, hak dan kewajiban developer sebagai perusahaan pengembang dalam pembangunan perumahan, serta sanksi bagi developer apabila terjadi wanprestasi atau ingkar janji.

2. Adanya upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen dalam menuntut hak-haknya belum sepenuhnya dipahami oleh konsumen, oleh karena itu perlu ada upaya dari pemerintah maupun lembaga konsumen untuk memberikan kesadaran kepada konsumen agar lebih cermat dalam mengadakan hubungan hukum dengan developer terutama dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) apartemen sesuai dengan prinsip kehati-hatian dalam UUPK.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. LITERATUR BUKU

A.Z.Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta : Diadit Media, 2007.

A.Z.Nasution, Tinjauan sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo, 2000..

Andi Hamzah, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

B.Resti Nurhayati, Kisi Hukum Majalah FH Unika Soegijapranata, Semarang: Unika, 2001.

Black, Black’s Law Dictionary, seventh Edition, St. Paul, Minn: West Publishing Co. tahun 1999.

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikat dan Keterikatannya dengan Perlindungan Konsumen, Bandung : Citra Aditia, 2003.

Gustav Radbruch, Legal Philosophy, in the Legal Philosophies of Lask, Radbruch and Dabin, translated by Kurt Wilk, Massachusetts: Harvard University Press, 1950, sebagaimana dikutip dari Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2007.

H.Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006.

Hans Kelsen diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of Law And State:Teori Hukum Murni, Jakarta : Rimdi Press, 1995.

Herlien Budiono, Pengikat Jual Beli Dan Kuasa Mutlak”, Majalah Renvoi edisi tahun I Nomor 10, Bulan Maret 2004.

Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2004.

Koerniatmanto Soetoprawiro, Bukan Kapitalisme,Bukan Sosialisme:Memahami Keterlibatan Sosial Gereja, Jakarta:Kanisius, 2003.

Komar Andasasmita, Hukum Apartemen, Bandung : Ikatan Notaris Indonesia Komisariat Jabar, 1983.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis,Bandung : Alumni, 2005.

Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung:Alumni, 2000.


(6)

109 Universitas Kristen Maranatha

President Post, Aspek Hukum Pembelian Apartment, Edisi November 2012 Nomor 9. R. Subekti, Hukum Perjanjian, Bandung : Bina Cipta, 1987.

Rachmad Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Djambatan, Jakarta : 2004. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2006. Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta : Radja Grafindo Persada, 1985. Subekti, Hukum Perjanjian,Jakarta: Intermasa, 1987.

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 2001.

Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Bandar Lampung:Universitas Lampung, 2007.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung : Mandar Maju, 2000.

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen

C. INTERNET

http://www.bps.go.id – Kependudukan - Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provins