Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator penting keberhasilan suatu
negara. Negara–negara di dunia bersaing untuk dapat mewujudkan kesejahteraan
ekonomi negaranya. Fenomena ekonomi dunia yang ada sekarang ini membuat
banyak negara, termasuk Indonesia dituntut untuk mengikuti kecenderungan arus
globalisasi yang mengarah pada penduniaan dalam arti “peringkasan” atau
“perapatan” dunia (compression of the world) di bidang ekonomi.1
Sejalan dengan jumlah penduduk yang semakin berkembang pesat,
tuntutan akan tersedianya berbagai fasilitas yang menunjang masyarakat juga
mengalami peningkatan. Hal tersebut mendorong beberapa pihak baik swasta
maupun pemerintah untuk melakukan pembangunan terutama di bidang
perumahan. Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Pemukiman secara tegas disebutkan bahwa negara
bertanggungjawab

melindungi

segenap


bangsa

Indonesia

melalui

penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman agar masyarakat mampu
bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam
perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan.

1

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi (Bandung : Books Terrace & Library,
2009), hlm.28.

1
Universitas Sumatera Utara

2


Kebutuhan mengenai tempat tinggal di kota-kota besar berbanding terbalik
dengan ketersediaan lahan atau tanah untuk pembangunan perumahan. Menyiasati
problema mengenai hal tersebut, beberapa kota besar di berbagai negara di dunia
memilih model pembangunan kompleks perumahan secara bertingkat (vertical).
Pemenuhan hak atas rumah ini merupakan masalah nasional yang dampaknya
sangat dirasakan masyarakat di seluruh wilayah tanah air. Hal itu dapat dilihat dari
masih banyaknya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang belum dapat
menghuni rumah yang layak, khususnya di perkotaan yang mengakibatkan
terbentuknya kawasan kumuh. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut salah
satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai bagian dari
pembangunan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan.2 Bangunan
rumah bertingkat (vertical) belakangan ini marak dilakukan di Indonesia, yaitu
dalam bentuk apartemen atau rumah susun.
Bisnis properti kini menjadi trend yang diminati banyak orang sebagai
investasi jangka panjang. Hal ini dibuktikan dengan pesatnya permintaan jumlah
gedung perkantoran, pertokoan, pembangunan perumahan, apartemen atau rumah
susun yang terus melesat.3 Meningkatnya eksistensi bisnis properti dan
kecenderungan pemerintah serta stake holder mengembangkan bangunan vertical
yaitu rumah susun atau apartemen menjadi solusi di beberapa wilayah negara
Indonesia


yang

mengalami

keterbatasan

lahan

pemukiman

dikarenakan

meningkatnya jumlah penduduk atau populasi, sehingga diperlukan ketersediaan

2
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
Penjelasan Umum.
3
Suriansyah Murhaini, Hukum Rumah Susun Eksistensi, Karakteristik, dan Pengaturan,

(Surabaya : Laksbang Grafika, 2008), hlm.1.

Universitas Sumatera Utara

3

rumah susun sebagai tempat tinggal maupun untuk sentra niaga bisnis dan
lainnya.4 Pembangunan rumah susun ini diharapkan mampu mendorong
pembangunan perkotaan yang sekaligus menjadi solusi peningkatan kualitas
permukiman.
Di negara lain model pembangunan kompleks perumahan secara
bertingkat (vertical) ini juga kerap dipilih untuk dapat memenuhi kebutuhan
hunian atau tempat tinggal bagi masyarakat kota, yakni dalam bentuk flat, strata
title, maupun apartemen. Maraknya pembangunan model perumahan sudah
barang tentu menimbulkan implikasi dari sisi hukum.
Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
alinea keempat ialah “memajukan kesejahteraan umum”. Makna memajukan
kesejahteraan umum ini dapat didefinisikan sebagai meningkatkan kondisi yang
tenteram di bidang ekonomi bagi rakyat. Memajukan kesejahteraan umum dan

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merupakan cita-cita yang
berangkat dari bidang perekonomian Indonesia. Bertitik tolak dari cita-cita inilah
maka visi hukum ekonomi harus menunjukkan hukum yang bersifat akomodatif
terhadap perwujudan masyarakat yang adil dan makmur, yaitu suatu keadilan
yang proporsional dalam masyarakat.5
Kegiatan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi beberapa bidang
kegiatan yang mempunyai karakteristik tertentu yaitu kegiatan jasa, produksi,
distribusi, pemasaran, dan lain-lain. Dengan karakteristik tersebut, kegiatan4

Ibid.
Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, (Malang : Bayumedia Publishing,
2007), hlm. 31.
5

Universitas Sumatera Utara

4

kegiatan ekonomi membutuhkan peraturan-peraturan sehingga kegiatan-kegiatan
ekonomi bisa berjalan tertib, lancar, dan seimbang. Dan peraturan-peraturan

tersebut merupakan hukum, karena secara umum hukum mempunyai tujuan untuk
menciptakan keseimbangan kepentingan, berupa kepastian hukum sehingga
terwujud keadilan yang proporsional dalam masyarakat sejahtera.6
Perkembangan terjadi pada pengaturan tentang rumah susun, diawali
dengan dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2
Tahun 1984 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta
Pemisahan Rumah Susun, kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1985 tentang Rumah Susun, kemudian dikeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 4 Tahun 1988, kemudian dikeluarkan pula Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara
Pengisian serta Pendaftaran Akta Rumah Pemisahan Akta Rumah Susun,
kemudian dikeluarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4
Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Tanah serta
Penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, kemudian dikeluarkan
pula Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1992 tentang Rumah
Susun, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 yang
mengatur

teknis


pembangunan

Rumah

Susun,

sampai

pada

akhirnya

dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun,
peraturan inilah yang sampai sekarang menjadi acuan bagi segala sesuatu yang
berkaitan dengan rumah susun.
6

Abd. Hakim G. Nusantara dan Nasroen Yasabari, Beberapa Pemikiran Pembangunan
Hukum di Indonesia, (Bandung : Alumni, 1980), hlm. 34-35.


Universitas Sumatera Utara

5

Mengenai rumah susun dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun dinyatakan bahwa :
“Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.”7
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa rumah susun
merupakan bangunan bertingkat yang dihuni bersama dan merupakan satuan yang
dapat dimiliki secara terpisah. Beberapa jenis rumah susun yang dikenal di
Indonesia, yaitu rumah susun, apartemen, condominium, ketiganya termasuk
dalam tipe flat, town house (pembangunan secara vertical). Pada dasarnya
ketiganya memiliki fungsi yang sama, rumah susun merupakan hasil terjemahan
dari condominium dan apartement itu sendiri.
Secara sederhana pelaku dalam rumah susun/apartemen terbagi dalam 4

(empat) agen, yakni sebagai berikut:8
1. Pengembang (developer), yakni seseorang atau perusahaan yang
mengharapkan keuntungan dengan kegiatan pengembangan rumah
susun/apartemen.
2. Pengguna (user), yakni seseorang atau perusahaan yang memperoleh
keuntungan dengan memanfaatkan atau memiliki rumah susun/apartemen.

7
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
BAB I Pasal 1 ayat (1).
8
http://www.tempatproperti.com/bisnis-properti-menguntungkan, “Bisnis Properti
Menguntungkan”, (diakses pada tanggal 22 Juli 2016 pukul 21:14 WIB).

Universitas Sumatera Utara

6

3. Investor,


yakni

seseorang

atau

perusahaan

yang

mengharapkan

keuntungan dari modal yang ditanamkan untuk berinvestasi rumah
susun/apartemen.
4. Spekulator,

yakni

seseorang


atau

perusahaan

yang

memperoleh

keuntungan dari spekulasi penempatan modal dalam investasi rumah
susun/apartemen.
Selain itu masih ada beberapa faktor lain yang terlibat dalam dunia rumah
susun/apartemen seperti banker; pengacara atau konsultan hukum yang terkait
dengan keabsahan transaksi, pihak asuransi, dan lain-lain.
Pemerintah Indonesia dalam hal kepemilikan apartemen menyatakan
bahwa dalam hukum Indonesia dimungkinkan pemilikan apartemen-apartemen
secara individual. Pada dasarnya terkait dengan siapa-siapa saja yang dapat
memiliki rumah susun/apartemen akan senantiasa mengacu kepada UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA). Dalam UUPA dikenal prinsip nasionalitas yang diatur pada pasal 9 ayat
(1) yang menyatakan bahwa “hanya warga negara indonesia yang dapat memiliki
hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa”, sementara itu
hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada
orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2). Orang-orang asing dapat mempunyai tanah
dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Demikian juga pada dasarnya badanbadan hukum tidak dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2).9

9

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, Penjelasan Umum (II angka 5).

Universitas Sumatera Utara

7

Kepemilikan rumah susun/apartemen di Indonesia sendiri pada umumnya
dapat dimiliki oleh perseorangan, orang asing, maupun badan hukum, namun ada
hal-hal yang membatasi tentang rumah susun yang bagaimana yang dapat dimiliki
oleh perseorangan, orang asing maupun badan hukum seperti halnya rumah
susun/apartemen yang dibangun di atas tanah hak milik, maka yang dapat
memiliki satuan apartemen hanya perseorangan warga negara Indonesia atau
badan hukum tertentu, terbatas pada bank pemerintah, badan keagamaan, atau
badan sosial. Jangka waktu penguasaannya tidak dibatasi oleh jangka waktu
tertentu sehingga dapat beralih dan dialihkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya tanpa memerlukan proses perpanjangan hak. Apabila apartemen
dibangun di atas tanah hak guna bangunan, maka yang dapat memiliki satuan
apartemen adalah perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang
didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Adapun
jangka waktu penguasaannya paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu
paling lama 30 tahun. Apabila apartemen yang dibangun di atas tanah hak pakai
atas tanah negara, maka yang dapat memiliki adalah perseorangan warga negara
Indonesia, perseorangan warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia,
badan hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia, perwakilan negara asing, badan internasional, Lembaga Pemerintah,
dan Pemerintah Daerah. Jangka waktu untuk hak pakai ini paling lama 25 tahun,
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat
diperbarui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Sedangkan untuk apartemen

Universitas Sumatera Utara

8

yang didirikan di atas tanah hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak
pengelolaan, perpanjangan hak guna bangunan atau hak pakai sangat bergantung
pada persetujuan dari pemegang hak pengelolaannya. Tidak ada jaminan bahwa
permohonan perpanjangan hak guna bangunan atau hak pakai akan disetujui.10
Pembangunan suatu apartemen akan senantiasa berhubungan dengan
pelaku usaha dan konsumen, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Pasal 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menyatakan bahwa “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga,

orang

lain,

maupun

makhluk

hidup

lain

dan

tidak

untuk

diperdagangkan.”11
Konsumen yang akan membeli rumah susun/apartemen sebelum
pembangunan rumah susun dilakukan, akan melewati tahap awal yakni dengan
melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pihak pelaku
pembangunan dan/atau agen pemasaran yang melakukan pemasaran apartemen
dimana segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan dan/atau agen
pemasaran akan mengikat dengan konsumen. Sedangkan konsumen yang akan
membeli rumah susun/apartemen setelah pembangunan selesai, maka dilakukan
melalui Akta Jual Beli (AJB).12 Pengembang (developer) yang membangun suatu
rumah susun/apartemen akan terus berusaha untuk melakukan berbagai cara agar
10

http://www.kompasiana.com/septiannugroho/teliti-sebelum-membeli-waspadai-alashak-apartemen-anda_54f38280745513792b6c78eb, “Ragam Alas Hak Kepemilikan Apartemen”,
(diakses pada tanggal 22 Juli 2016 pukul 22:46 WIB)
11
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Pasal 1 ayat (2).
12
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
Pasal 42 hingga Pasal 43.

Universitas Sumatera Utara

9

produk (rumah susun/apartemen) dapat terjual habis di masyarakat. Banyak cara
yang dapat dilakukan oleh pengembang (developer) untuk menjual rumah
susun/apartemen.
Berbagai penawaran dilakukan oleh pengembang (developer) untuk
mempromosikan dan memasarkan produk-produknya. Pada umumnya, pemasaran
apartemen dilakukan dengan menggunakan iklan atau brosur sebagai sarana
mengkomunikasikan produk-produk yang dibuat dan/atau dipasarkan oleh
pengembang kepada konsumennya. Kegiatan promosi sendiri dilakukan oleh
pengembang untuk mengenalkan atau menyebarluaskan informasi dari produk
yang telah dibuat oleh pengembang (developer). Iklan melalui brosur tersebut,
juga ditujukan untuk menarik minat beli konsumen terhadap produk yang
diperdagangkan, dalam hal ini adalah rumah susun/apartemen.
Alasan masyarakat membeli perumahan dari pengembang adalah
masyarakat dapat memperoleh rumah susun/apartemen secara lebih cepat, lebih
terjangkau, tidak repot, dapat memilih unit yang sesuai dengan keinginan, dan
mendapat fasilitas umum maupun fasilitas sosial.
Namun

kepercayaan

masyarakat

seringkali

disalahgunakan

oleh

pengembang (developer). Dalam melakukan penawaran rumah susun/apartemen
tidak jarang informasi yang diberikan oleh pengembang (developer) terlalu
berlebihan sehingga membuat konsumen sangat tertarik atau mungkin bahkan
justru membingungkan bagi konsumen sendiri.
Begitu tendensiusnya pemasaran, tidak jarang informasi yang disampaikan
tersebut malah menjadi menyesatkan (misleading information) atau tidak benar,

Universitas Sumatera Utara

10

padahal konsumen sudah terlanjur menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual
Beli (PPJB) dengan pengembang, atau bahkan sudah akad kredit dengan bank
penyedia jasa kredit kepemilikan rumah.

13

Dan pada akhirnya mengakibatkan

banyak konsumen yang merasa dirugikan atas itikad buruk pengembang atas
penawarannya.
Dampak yang paling nyata banyak terjadi akibat dari ketidaksesuaian
penawaran pengembang (developer) dengan realita adalah terjadinya pelanggaran
hak-hak

konsumen,

diantaranya

hak-hak

individual

konsumen

rumah

susun/apartemen. Pelanggaran tersebut antara lain berupa mutu bangunan di
bawah standar, ukuran luas bangunan tidak sesuai dan lain sebagainya. Selain
pelanggaran hak-hak konsumen, dapat pula timbul pelanggaran yang lain yaitu
mengenai pelanggaran hak-hak kolektif konsumen rumah susun/apartemen.
Pelanggaran tersebut seperti tidak dibangunnya fasilitas sosial dan/atau fasilitas
umum, sertifikasi hak kepemilikan atas satuan rumah susun/apartemen, apartemen
fiktif, banjir, dan soal kebenaran klaim atau informasi dalam iklan, brosur,
pameran rumah susun / apartemen serta sarana promosi lainnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen memberikan kewajiban-kewajiban kepada pelaku usaha dalam
melakukan kegiatan usaha, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen.
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha secara tegas ditentukan pada Pasal 7 huruf b
dan d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yang menyatakan:
13

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,
(Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 82.

Universitas Sumatera Utara

11

Pasal 7 huruf b:
“Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;”
Pasal 7 huruf d:
“Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;”
Dari ketentuan pasal-pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha
wajib mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat
mewujudkan keseimbangan perlindungan bagi kepentingan konsumen. Berbagai
masalah yang timbul akibat ketidaksesuaian antara iklan dan realisasinya ini,
mengakibatkan banyak konsumen yang merasa bahwa hak-hak nya selaku
konsumen telah dirampas.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penyusunan
sebuah skripsi dengan judul: “Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen
Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah
Susun”.

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian, diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi
permasalahan yang akan ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran
yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

12

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat
beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun
permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
1. Bagaimanakah aspek hukum kegiatan periklanan di bidang properti?
2. Bagaimanakah kedudukan iklan dalam jual beli apartemen ditinjau dari
Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun?
3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa konsumen apartemen terhadap
penyalahgunaan iklan oleh pelaku usaha (Developer)?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
Kegiatan penelitian yang dilakukan pasti memiliki suatu tujuan yang
hendak dicapai. Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas sehingga
dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dari
penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui aspek hukum kegiatan periklanan di bidang properti.
2. Mengetahui kedudukan iklan dalam jual beli apartemen ditinjau dari
Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
3. Mengetahui penyelesaian sengketa konsumen apartemen terhadap
penyalahgunaan iklan oleh pelaku usaha (Developer).
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan,14 sehingga

14

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

13

harapan penulis agar penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penulisan skripsi ini diharapkan mampu mengisi kekosongan hukum,
memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi
penulis

dan

pembaca,

khususnya

mengenai

keberadaan

rumah

susun/apartemen di Indonesia sehingga dapat membantu dalam kasus-kasus
yang berkaitan dengan rumah susun/apartemen. Selain itu juga untuk
membuka khasanah berpikir penulis dan pembaca mengenai peran penting
dari suatu iklan sebagai sarana promosi dalam jual beli apartemen, sehingga
mampu menjadikan suatu perlindungan hukum bagi konsumen apartemen
apabila terjadi suatu permasalahan terkait dengan kedudukan iklan sebagai
sarana promosi.

2. Manfaat Praktis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
masyarakat yang bergelut dalam bidang properti serta memberikan masukanmasukan, solusi, atau pandangan kepada calon konsumen dalam membeli
produk-produk apartemen sehingga calon konsumen dapat berpikir kritis dan
tidak asal menerima begitu saja produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha.
Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap
penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

14

D. Keaslian Penulisan
Sebelum melakukan penulisan skripsi yang berjudul “Kedudukan Iklan
Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
Tentang Rumah Susun”. Penulis terlebih dahulu telah melakukan penelusuran
pada perpustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Oleh karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat dipertanggungjawabkan oleh
penulis sendiri dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung
tinggi secara akademik yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka. Hal ini
merupakan implikasi etis dalam proses menemukan kebenaran ilmu sehingga
dengan demikian penulisan Karya Tulis ini dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritik yang sifatnya konstruktif. Selain itu,
semua informasi di dalam skripsi ini berasal dari berbagai karya tulis penulis lain,
baik yang dipublikasikan ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan
mengutip nama sumber penulis dengan benar dan lengkap. Setelah dilakukan
pemeriksaan, selanjutnya perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara mengeluarkan surat pada tanggal 27 Mei 2016 yang menyatakan tidak ada
judul yang sama, namun judul skripsi ini memiliki kesamaan topik dengan
beberapa judul skripsi. Adapun judul skripsi yang dimaksud adalah:
1. Nama : Suriyanti
NIM

: 990200178

Judul : Aspek Yuridis Perjanjian Pemasangan Iklan (Studi Kasus
Pemasangan Iklan di Radio Prapanca FM – Medan)
2. Nama : Mistariningsih

Universitas Sumatera Utara

15

NIM

: 980200098

Judul : Akibat Hukum Dari Iklan Yang Dapat Merugikan Konsumen
3. Nama : Rabithah Khairul
NIM

: 090200321

Judul : Tinjauan Atas Undang-Undang No.20 Tahun 2011 Tentang
Rumah Susun Dalam Penyediaan Perumahan dan Permukiman
yang Layak Huni Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul di atas, namun
terdapat perbedaan signifikan mengenai substansi pembahasan. Penelitian yang
dilakukan dengan judul “Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli Apartemen Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun” secara
khusus membahas tentang bagaimana kedudukan iklan itu dalam terselenggaranya
jual beli apartemen ditinjau dari Undang-Undang Rumah Susun. Sedangkan
ketiga judul diatas membahas tentang hal yang berbeda. Judul pertama membahas
mengenai perjanjian pemasangan iklan pada radio Prapanca FM Medan. Judul
kedua membahas mengenai akibat hukum dari iklan ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan judul ketiga
membahas tentang penyediaan perumahan dan pemukiman yang layak huni bagi
masyarakat berpenghasilan rendah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2011 Tentang Rumah Susun.

Universitas Sumatera Utara

16

E. Tinjauan Kepustakaan
Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis dalam skripsi ini
adalah:
1. Iklan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memberikan definisi
terhadap iklan, yakni:
“1. Iklan adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai
agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan; 2. pemberitahuan kepada
khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media
massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat umum;”
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlidungan
Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) memberikan ketentuan mengenai
iklan bagi pelaku usaha, pasal 7 huruf b UUPK menyatakan:
“Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;”
Berkaitan dengan hal diatas maka setiap pelaku usaha wajib memiliki
sifat

yang

kooperatif

sehingga

konsumen

tidak

dirugikan

dengan

ketidakjelasan iklan yang diberikan. Di dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 Tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut UURS) memuat
pengaturan mengenai pemasaran produk yang dibangun oleh pelaku usaha
(dalam hal ini developer).
Pasal 42 ayat (1) UURS menyatakan:15

15

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,

Universitas Sumatera Utara

17

“Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan
rumah susun dilaksanakan.”
Pasal 42 ayat (2) UURS menyatakan:
“Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun
dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan
sekurang-kurangnya harus memiliki:
a. kepastian peruntukan ruang;
b. kepastian hak atas tanah;
c. kepastian status penguasaan rumah susun;
d. perizinan pembangunan rumah susun; dan
e. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.”
Pasal diatas dapat menjadi batasan bagi pelaku usaha (developer)
dalam menerbitkan iklan untuk disebarkan kepada masyarakat guna tertib
terhadap peraturan yang berlaku serta dapat terhindar dari pelanggaran norma
hukum. Pengaturan ini juga mengatur kepada pelaku usaha (developer) untuk
senantiasa memberikan informasi yang benar dan baik kepada konsumen.
2. Rumah Susun
Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat, yang dibangun
dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,
terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, bendabenda bersama dan tanah bersama.16
Satuan Rumah Susun (SRS) adalah Bagian-bagian dalam rumah susun
yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah. SRS harus mempunyai

Bab V, Pasal 42 ayat (1) dan (2).
16
Andi Hamzah, I Wayan Suandra dan B. A. Manalu, Dasar-Dasar Hukum Perumahan,
Cet. Kedua, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), hlm. 27.

Universitas Sumatera Utara

18

sarana penghubung ke jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh
melalui SRS yang lain.17
Menurut Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang
Rumah Susun menyebutkan bahwa Hak Milik atas satuan rumah susun
meliputi hak kepemilikan perseorangan yang digunakan secara terpisah, hak
bersama atas bagian-bagian bangunan, hak bersama atas benda dan hak
bersama atas tanah yang kesemuanya merupakan satu kesatuan hak yang
secara fungsional tidak terpisahkan.18 Berikut merupakan penjelasan mengenai
hak-hak bersama:19
a. Bagian bersama
Adalah bagian-bagian dari rumah susun yang dimiliki bersama secara
tidak terpisah oleh semua pemilik satuan rumah susun dan
diperuntukkan pemakaian bersama, seperti: lift, tangga, lorong,
pondasi, atap bangunan, ruang untuk umum dan lain-lain.
b. Tanah bersama
Adalah sebidang tanah tertentu di atas mana bangunan rumah susun
yang bersangkutan berdiri, yang sudah pasti status hak, batas-batas dan
luasnya. Tanah tersebut bukan milik para pemilik satuan rumah susun
yang ada di lantai dasar. Melainkan, seperti halnya “bagian bersama”,

17

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. Kesepuluh, Ed. Revisi, (Jakarta : Djambatan, 2005),
hlm. 349.
18
Affan Mukti, Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, Cet. Pertama, (Medan : USU
Press, 2006), hlm. 121
19
Boedi Harsono, Op cit., hlm. 350.

Universitas Sumatera Utara

19

juga merupakan hak bersama semua pemilik satuan rumah susun
dalam bangunan rumah susun yang bersangkutan.
c. Benda bersama
Adalah benda-benda dan bangunan-bangunan yang buka merupakan
bagian dari bangunan gedung rumah susun yang bersangkutan, tetapi
berada di atas “tanah bersama” dan diperuntukkan bagi pemakaian
bersama. Seperti bangunan tempat ibadah, lapangan parkir, olahraga,
pertamanan, tempat bermain anak-anak dan lain-lainnya. Benda-benda
tersebut juga merupakan milik bersama yang tidak terpisah dari semua
pemilik satuan rumah susun.
Dalam memanfaatkan satuan rumah susun, tentunya para penghuni
memiliki hak, kewajiban dan larangan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Adapun hak, kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh penghuni satuan
rumah susun adalah:20
a. Hak penghuni satuan rumah susun:
1) Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama secara aman dan tertib;
2) Mendapat perlindungan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga;
3) Memilih dan dipilih menjadi anggota pengurus perhimpunan
penghuni;

20

Andi Hamzah, Op. cit., hlm. 46.

Universitas Sumatera Utara

20

4) Menyewakan satuan rumah susun yang dimilikinya kepada pihak
lain yang akan menjadi penghuni, asal tidak melebihi jangka waktu
berlakunya hak atas tanah bersama yang bersangkutan;21
5) Menunjuk hak milik satuan rumah susun yang dimilikinya sebagai
jaminan kredit, dengan membebaninya dengan hak tanggungan;
6) Hak milik satuan rumah susun dapat beralih karena pewarisan;
7) Memindahkan hak milik satuan rumah susun melalui jual-beli,
tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan atau legaat.
b. Kewajiban penghuni satuan rumah susun:
1) Mematuhi dan melaksanakan pengaturan tata tertib dalam rumah
susun dan lingkungannya sesuai dengan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga;
2) Membayar iuran untuk membiayai pengelolaan bagian bersama,
serta premi asuransi kebakaran;
3) Memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama;
4) Membentuk perhimpunan penghuni;22
5) Membayar biaya operasional perhimpunan penghuni sesuai dengan
nilai perbandingan proposionalnya;
6) Dalam hal apabila tanah bersama dimiliki bukan dengan hak milik,
pemilik satuan rumah susun mengajukan permohonan perpanjangan

21
22

Boedi Harsono, Op. cit., hlm. 362.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

21

jangka waktu atau pembaharuan hak guna bangunan atau hak pakai
bagi tanah bersama yang bersangkutan.
c. Larangan bagi penghuni satuan rumah susun:
1) Melakukan perbuatan yang membahayakan keamanan, ketertiban
dan keselamatan terhadap penghuni lainnya, bangunan dan
lingkungannya;
2) Mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan
rumah

susun

yang

dimiliki,

tanpa

mendapat

persetujuan

perhimpunan penghuni.
UU Rumah Susun mengenal beberapa jenis rumah susun, yakni:23
a. Rumah susun umum
Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah susun umum
inilah yang kemudian berkembang menjadi rusunami dan rusunawa.
Rusunami adalah akronim dari rumah susun umum milik, sedangkan
rusunawa adalah akronim dari rumah susun umum sewa.
b. Rumah susun khusus
Merupakan rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan khusus.
c. Rumah susun negara

23

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
Bab I, Pasal 1.

Universitas Sumatera Utara

22

Yaitu rumah susun yang dimiliki oleh negara yang menjadi tempat
tinggal, sarana pembinaan dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat
dan pegawai negeri.
d. Rumah susun komersial
Adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan
keuntungan. Rumah susun komersial oleh pengembang sering disebut
apartemen, flat atau kondominium.
Berdasarkan penggunaannya, rumah susun kemudian dikelompokkan
menjadi:24
a. Rumah susun hunian
Yaitu rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat tinggal.
b. Rumah susun bukan hunian
Adalah rumah susun yang seluruhnya berfungsi sebagai tempat usaha
dan atau kegiatan sosial.
c. Rumah susun campuran
Merupakan rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai tempat
tinggal dan sebagian lagi berfungsi sebagai tempat usaha.
Hapusnya hak milik atas satuan rumah susun dapat terjadi karena hak
atas tanahnya hapus menurut pertaturan perundangan yang berlaku, misalnya
karena adanya pencabutan hak atas tanah dan sebagainya. Apabila hal ini
terjadi, maka setiap pemilik berhak memperoleh bagian atas milik bersama,

24

Imam Koeswahyono, Hukum Rumah Susun: Suatu Bekal Pengantar Pemahaman,
(Malang : Bayumedia, 2004), hlm. 13-14.

Universitas Sumatera Utara

23

terhadap bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai dengan
nilai perbandingan proporsionalnya.
Hapus dalam pengertian ini hanyalah dalam arti hubungan hukum atau
atas haknya. Misalnya karena seluruh satuan rumah susun beralih haknya
kepada satu orang atau badan hukum, sehingga bagian bersama, benda
bersama dan tanah bersama tidak ada lagi karena dimiliki oleh satu orang atau
badan hukum. Atau hak guna bangunan atas tanah berakhir karena tidak
diperpanjang atau diperbaharui.
Hak milik atas satuan rumah susun juga hapus karena tanah dan
bangunannya musnah, misalnya karena bencana alam dan sebagainya. Atau
karena hak milik atas satuan rumah susun tersebut diserahkan haknya secara
sukarela oleh pemiliknya kepada negara.25
3. Jual Beli Apartemen
Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah “suatu perjanjian,
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan”.26 Sesuai dengan pengertian dalam Pasal 1457 KUH Perdata di
atas, maka ada tiga makna pokok dari jual beli yaitu:
a. Kesepakatan mengenai jenis dan bentuk benda yang dijual;
b. Kesepakatan mengenai harga benda yang dijual; dan

25

Andi Hamzah, Op. cit., hlm. 46.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta :
Pradnya Paramita, 2009), hlm. 366.
26

Universitas Sumatera Utara

24

c. Penyerahan benda, yaitu mengalihkan hak kepemilikan atas kebendaan
yang telah dijual.
Bahwa pada hakikatnya disamping perbuatan atau tindakan hukum
menyangkut perpindahan hak atas suatu kebendaan, jual beli juga merupakan
suatu perjanjian, oleh karenanya secara yuridis pelaksanaan jual beli harus
merujuk pada ketentuan umum mengenai perjanjian, sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan
empat syarat, yakni:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3) suatu hal tertentu;dan
4) suatu sebab yang halal.
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara
terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama.27
Rumah susun/apartemen ini selanjutnya dipasarkan oleh pelaku usaha
dan/atau agen pemasaran, baik sebelum pembangunan dilakukan maupun
setelah pembangunan selesai agar rumah susun/apartemen tersebut terjual.
Dalam proses jual beli apartemen yang dilakukan akan menimbulkan hak dan
27

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,
Bab I, Pasal 1.

Universitas Sumatera Utara

25

kewajiban masing-masing pihak dan dituangkan dalam perjanjian pengikatan
jual beli atau akta jual beli apartemen yang akan mengikat kedua belah pihak.
Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian diharuskan untuk melaksanakan
kewajiban yang sudah menjadi tanggungjawabnya. Dan apabila salah satu
pihak tidak dapat atau lalai melaksanakan apa yang sudah menjadi
kewajibannya, maka pihak yang lain dapat menuntut atas kesalahannya.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Metodologi merupakan logika yang menjadi dasar suatu penelitian
ilmiah.28 Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat
deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 29 Penelitian
hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam
pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum
dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa
dikaitkan dengan masyarakat.30 Penelitian hukum normatif sendiri mengacu
pada berbagai bahan hukum sekunder,31 yaitu inventarisasi berbagai peraturan
hukum nasional dan internasional dalam bidang periklanan (advertising) dan

28

Soerjono Soekanto, Op. cit., hlm. 6
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Cet. Ketujuh, Ed. Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 13-14.
30
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai
Bahan Ajar, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54.
31
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cet. Kedua, Ed. Pertama,
(Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.
29

Universitas Sumatera Utara

26

rumah susun (apartemen), jurnal-jurnal dan karya tulis ilmiah lainnya, serta
artikel-artikel berita terkait.
Penulis dalam menulis skripsi ini menggunakan inventarisasi hukum
positif yang meliputi peraturan perundang-undangan yang relevan dengan
iklan, rumah susun, dan jual beli. Pengumpulan data diambil secara studi
kepustakaan yang terdiri dari data-data primer dan sekunder kemudian
ditelusuri dan diuraikan secara sistematis, faktual dan akurat.
Sedangkan penelitian deskriptif ialah penelitian yang pada umumnya
bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat
terhadap suatu populasi atau daerah tertentu.32 Penelitian deskriptif
dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan secara jelas,
tentang kedudukan iklan dalam jual beli apartemen di Indonesia.
2. Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini,
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi
dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan
terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. 33 Menurut
Soerjono Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga
bahan hukum, yaitu:34

32
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Ed.
Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 36.
33
Bambang Waluyo, Op. cit., hlm. 13-14.
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara

27

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan
hukum nasional yang mengikat, antara lain:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2) KUH Perdata.
3) UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
4) UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
5) PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
6) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997.
7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, serta peraturan-peraturan lainnya.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undangundang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan
berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan ini.
c. Bahan hukum tersier (tertier), yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, majalah, dan
seterusnya. Selain itu, bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan

Universitas Sumatera Utara

28

primer, sekunder, dan tersier di luar bidang hukum yang berhubungan
dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu
kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode
pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu
mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat
kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahanbahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif
kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan melakukan analisis secara
eksploratif terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
iklan, rumah susun, dan jual beli. Kemudian penulis menghubungkan dengan
pendapat-pendapat ahli, asas-asas hukum, perbandingan hukum, dan
sinkronisasi aturan hukum. Lalu penulis mencoba merumuskan dalam bentuk
uraian dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan sesuai dengan permasalahan
yang dikemukakan.
G. Sistematika Penulisan
Karya ilmiah yang baik adalah karya ilmiah yang disajikan secara
sistematis, maka penulis membagi penulisan karya ilmiah ini ke dalam susunan
yang terdiri atas 5 (lima) bab, selanjutnya tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub

Universitas Sumatera Utara

29

bab tersendiri yang maksudnya adalah untuk mempermudah dalam menguraikan
dan mendeskripsikan setiap permasalahan yang dikaji yang saling berkaitan satu
dengan yang lain. Adapun sistematika yang akan dikembangkan oleh penulis
dalam penulisan skripsi yang berjudul “Kedudukan Iklan Dalam Jual Beli
Apartemen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah
Susun” ini adalah sebagai berikut:
Bab I mengenai pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum dan
menyeluruh yang disusun secara sistematis berkaitan dengan judul skripsi ini yang
kemudian meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
Bab II mengenai aspek hukum kegiatan periklanan di bidang properti, bab
ini akan membahas mengenai kegiatan periklanan di bidang properti di Indonesia
yaitu mengenai sejarah bisnis periklanan, pengertian dan tujuan kegiatan
periklanan, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang periklanan,
jenis-jenis periklanan dan perbuatan yang dilarang bagi perushaan dalam kegiatan
periklanan di bidang properti.
Bab III mengenai kedudukan iklan dalam jual beli apartemen ditinjau dari
undang-undang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun, bab ini menguraikan
tentang tinjauan umum rumah susun yang mana juga menjelaskan mengenai
pengertian rumah susun pada umumnya dan asas-asas rumah susun, membahas
tentang tinjauan umum tentang perjanjian, asas-asas hukum perjanjian, syarat
sahnya perjanjian, tinjauan umum pengertian pelaku usaha (developer), tinjauan

Universitas Sumatera Utara

30

umum pengertian konsumen, pengaturan tentang periklanan dalam undangundang nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun dan juga akan membahas
tentang kedudukan iklan dalam jual beli apartemen.
Bab IV mengenai penyelesaian sengketa konsumen apartemen terhadap
penyalahgunaan iklan oleh pelaku usaha (developer), bab ini selanjutnya akan
membahas mengenai penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
diantaranya penyelesaian sengketa secara damai antara para pihak, penyelesaian
sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan juga
membahas mengenai penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi.
Bab V mengenai kesimpulan dan saran, memberikan kesimpulan yang
merupakan intisari bab-bab sebelumnya serta jawaban atas pokok-pokok
permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengemukakan saransaran mengenai pokok-pokok permasalahan yang telah di bahas agar menjadi
bahan pertimbangan bagi orang-orang yang sedang membahas tentang kedudukan
iklan dalam jual beli apartemen.

Universitas Sumatera Utara