Kedudukan Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Negeri Medan (Studi Terhadap Efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016)

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA
A.

Pengertian Umum dan Penyebab Timbulnya Sengketa
Sengketa merupakan hal yang dapat timbul kapan saja dalam kehidupan

bermasyarakat. Timbulnya sengketa dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa
diperhitungkan sebelumnya. Manusia yang merupakan makhluk sosial sehingga
sejak awal kehidupannya manusia sudah terlibat dengan masyarakat yang ada
disekelilingnya, dimana dalam kehidupan bermasyarakat pertentangan akan selalu
ada karena masyarakat memiliki pandangan atau persepsi yang berbeda-beda.
Persengketaan dalam kehidupan bermasyarakat tidak pula menutup kemungkinan
adanya pihak penengah dalam suatu sengketa.
Sengketa terjadi disaat munculnya suatu situasi dimana adanya pihak yang
merasa dirugikan oleh pihak yang lainnya sehingga pihak yang merasa dirugikan
ini menyampaikannya ke pihak tersebut sehingga dalam hal ini akan terjadi
perbedaan pendapat diantara mereka sehingga terjadilah sengketa itu.
Dalam kehidupan bermasyarakat banyak yang mempersoalkan antara
sengketa dengan konflik. Sebagian berpendapat bahwa sengketa dan konflik
merupakan dua hal yang secara konseptual tidak terdapat perbedaan diantaranya.

Akan tetapi, sebagian lain sarjana berpendapat, bahwa istilah konflik dapat
dibedakan dari istilah sengketa. Pertama, istilah konflik mengandung pengertian
yang lebih luas karena konflik dapat mencakup perselisihan-perselisihan yang
bersifat laten dan perselisihan-perselisihan yang telah mengemuka. Konflik atau
perselisihan yang telah mengemuka disebut sebagai sengketa. Kedua, konflik

20
Universitas Sumatera Utara

merujuk pada perselisihan-perselisihan yang para pihaknya sudah mupun belum
teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara jelas. Ketiga, istilah konflik lebih
sering ditemukan dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dan politik daripada dalam
kepustakaan ilmu hukum. 13
Ada beberapa pengertian konflik menurut para pakar, sebagai berikut :14
1. Menurut Leopod Von Wiese, Pengertian konflik adalah suatu proses sosial
dimana kelompok manusia atau orang perorangan yang berusaha untuk
memenuhi apa yang menjadi tujuannya tersebut dengan jalan menentang
pihak lain disertai dengan kekerasan dan ancaman.
2. Menurut Lewis A Coser, Pengertian konflik ialah perselisihan mengenai
nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan

sumber kekayaan yang persediannya terbatas.
3. Menurut Duanne Ruth-hefelbower, mengemukakan pengertian konflik,
Konflik merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak ataupun lebih
yang menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras atau sebanding,
tidak cukup sumber dan salah satu pihak menghalangi, mencampuri atau
dalam beberapa hal membuat tujuan di pihak lain kurang berhasil.
Menurut Taquiri dan Davis, Konflik adalah warisan kehidupan sosial yang boleh
berlaku di berbagai keadaan akibat berbangkitnya keadaan
merujuk pada perselisihan-perselisihan yang para pihaknya sudah maupun belum
teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara jelas. Ketiga, istilah konflik lebih

13

Takdir Rahmadi
http://www.pengertianpakar.com/2012/02/pengertian-konflik-sengketa-dan-sengketainternasional, diakses pada tanggal 6 November 2016
14

21
Universitas Sumatera Utara


sering ditemukan dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dan politik daripada dalam
kepustakaan ilmu hukum. 15
Ada beberapa pengertian konflik menurut para pakar, sebagai berikut :16
4. Menurut Leopod Von Wiese, Pengertian konflik adalah suatu proses sosial
dimana kelompok manusia atau orang perorangan yang berusaha untuk
memenuhi apa yang menjadi tujuannya tersebut dengan jalan menentang
pihak lain disertai dengan kekerasan dan ancaman.
5. Menurut Lewis A Coser, Pengertian konflik ialah perselisihan mengenai
nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan
sumber kekayaan yang persediannya terbatas.
6. Menurut Duanne Ruth-hefelbower, mengemukakan pengertian konflik,
Konflik merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak ataupun lebih
yang menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras atau sebanding,
tidak cukup sumber dan salah satu pihak menghalangi, mencampuri atau
dalam beberapa hal membuat tujuan di pihak lain kurang berhasil.
7. Menurut Taquiri dan Davis, Konflik adalah warisan kehidupan sosial yang
boleh berlaku di berbagai keadaan akibat berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontoversi dan juga pertentangan diantara dua pihak atau
lebih secara berterusan.
8. Menurut Muchlas, Konflik ialah bentuk interaktif yang terjadi pada

tingkatan individual, kelompok, interpersonal atau pada tingkatan
organisasi. Konflik ini terutama terjadi pada tingkatan individual yang
sangat dekat hubungannya dengan stress.
9. Menurut Faules, Konflik adalah ekspresi pertikaian antara individu dengan
individu yang lain, kelompok dengan kelompok yang lain yang disebabkan
karena beberapa alasan. Dalam pengertian konflik ini pertikaian
menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang
diekspresikan, diingat dan telah dialami.

Jika terlibat dalam suatu sengketa, maka hal sebaiknya yang dilakukan
terlebih dahulu mengidentifikasi masalah yang sedang terjadi. Dimana dalam hal
ini,

sebaiknya menetapkan terlebih dahulu

mana yang dapat

diminta

pertanggungjawaban dan meneliti apakah ada perjanjian atau kontrak. Perlu

dipertimbangkan peraturan mana yang berlaku meskipun di dalam perjanjian tidak
ditetapkan secara tegas mengenai peraturan yang terkait dengan sengketa itu.

15

Takdir Rahmadi, Op.Cit., hal. 1-3.
http://www.pengertianpakar.com/2012/02/pengertian-konflik-sengketa-dan-sengketainternasional, diakses pada tanggal 6 November 2016
16

22
Universitas Sumatera Utara

Kemudian yang selanjutnya dilakukan adalah dipertimbangkan tindakan dan sikap
yang bagaimana yang harus dipersiapkan dalam menangani sengketa tersebut.
Dalam penyelesaian sengketa diperlukan adanya suatu analisa dan
pengelompokan yang dapat memberikan kita pemahaman dalam menghadapi
segala persoalan dan sekaligus

menentukan rencana apa saja yang harus


digunakan dalam pemecahan masalah tersebut. Berikut suatu pengelompokkan
dasar sengketa atau perselisihan, termasuk yang bersifat kompleks dan batasbatasnya yang dapat saja saling tumpang tindih sebagai berikut : 17
1. Internasional – termasuk masalah-masalah hukum publik.
2. Konstitusional, administratif dan fiskal – termasuk masalah-masalah yang
berkaitan dengan kewarganegaraan atau status; pemerintahan, instansi
pemerintah, jenis instansi pemerintah, perijinan, perencanaan, perpajakan
dan jaminan sosial.
3. Organisasi – termasuk masalah-masalah yang timbul dalam berbagai
bentuk organisasi dan mencakup manajemen, struktur, prosedur dan
perselisihan dalam organisasi.
4. Tenaga kerja – termasuk tuntutan gaji, jam kerja dan perselisihan
ketenagakerjaan (kalau di Indonesia termasuk dalam kelompok yang diatur
oleh undang-undang perburuhan).
5. Korporasi – termasuk perselisihan di antara pemegang saham dan
masalah-masalah yang timbul dalam liquidasi, kepailitan dan keuangan.
6. Perdagangan; bidang ini sangat luas dan mencakup perselisihan di bidang
kontrak, masalah-masalah dalam hubungannya seperti kemitraan, usaha

17


Priyatna Abdurrasyid, Op.,Cit., hal. 4-5.

23
Universitas Sumatera Utara

patungan yang berbentuk dalam berbagai bidang kegiatan yang
menyangkut bisnis, seperti perbankan, pengangkutan komoditas, kekayaan
intelektual, industry konstruksi, dan banyak lainnya.
7. Perselisihan antara para konsumen, antara pemasok dan konsumen (
“product liability” perlu diteliti lebih lanjut).
8. Perselisihan mengenai harta benda – termasuk perselisihan antara pemilik
dan penyewa, atau antara para penyewa, peninjauan sewa dan perselisihan
tentang batas-batas pekarangan rumah – dan sejenisnya.
9. Sengketa yang timbul akibat kerugian atau kesalahan – termasuk kealpaan
atau kelalaian melakukan kewajiban akibat tuntutan terhadap perusahaan
asuransi dan yang berkaitan dengan itu.
10. Masalah yang timbul akibat perceraian – termasuk masalah yang berkaitan
dengan anak, harta benda dan keuangan (khusus di Indonesia, sengketa
soal keluarga harus diselesaikan melalui Pengadilan Agama bagi mereka
yang beragama islam).

11. Masalah keluarga lainnya – termasuk tuntutan hak waris, bisnis keluarga
dan perselisihan antara anggota keluarga (di Indonesia menjadi wewenang
Pengadilan untuk mereka yang beragama bukan islam).
12. Masalah perwalian – termasuk masalah-masalah yang timbul antara wali
dan ahli waris.
13. Perselisihan yang menimbulkan konsekuensi dalam undang-undang
pidana.
14. Masalah-masalah berkehidupan masyarakat, jenis kelamin, ras dan suku.
15. Perselisihan antara pribadi.

24
Universitas Sumatera Utara

Masyarakat umum banyak mengidentifikasi konflik atau sengketa sebagai
kekerasan, sehingga konflik dipandang sebagai hal yang buruk yang harus
ditiadakan, banyak yang berpendapat seperti ini, mungkin pandangan ini
dikuatkan dengan kenyataan yang ada bahwa setiap konflik atau pertikaian yang
terjadi di Indonesia selalu berujung pada kekerasan, sehingga orang pun
menganggap konflik ini adalah yang buruk. Akan tetapi, ada yang berpendapat
lain, bahwa konflik tidak selalu berakibat buruk karena konflik harus dibedakan

dengan

kekerasan.

Konflik

mengandung

nilai-nilai

positif

yang

dapat

mewujudkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat ke arah yang
lebih baik. Konflik timbul karena adanya pihak yang merasa bahwa
kepentingannya dirugikan sehingga konflik merupakan suatu proses merubah
ketidakadilan menjadi berkeadilan sebagaimana mestinya.

Sengketa atau perselisihan mungkin saja dalam sengketa itu hal-hal yang
berhubungan dengan uang atau yang melibatkan uang yang dapat ditentukan
ataupun dihitung jumlahnya. Ada pula didalam sengketa itu hal-hal yang
berkaitan dengan status, hak, maupun hal lainnya dalam kegiatan perdagangan
dan juga perjanjian. Dalam hal perjanjian sengketa ini bisa muncul bilamana salah
satu pihak ada yang wanprestasi sehingga pihak lainnya jelas merasa bahwa
kepentingan hak nya dirugikan. Sengketa atau perselisihan mungkin juga
berhubungan dengan soal yang sederhana atau kompleks dan melibatkan berbagai
jenis persoalan, misalnya :

18

18

Ibid, hal.5-6.

25
Universitas Sumatera Utara

1. Kenyataan yang mungkin timbul akibat kredibilitas para pihak itu sendiri,

atau dari data yang diberikan oleh pihak ketiga termasuk penjelasanpenjelasan tentang kenyataan-kenyataan data tersebut.
2. Masalah hukum yang pada umumnya akibat dari pendapat atau tafsiran
menyesatkan yang diberikan oleh para ahli hukum yang terkait.
3. Akibat perbedaan teknis termasuk perbedaan pendapat dari para ahli
teknik dan profesionalisme dari para pihak.
4. Perbedaan pemahaman tentang sesuatu hal yang muncul, misalnya dalam
penggunaan kata-kata yang membingungkan atau adanya perbedaan
asumsi.
5. Perbedaan persepsi mengenai keadilan, konsep keadilan dan moralitas,
budaya, nilai-nilai dan sikap.
Dalam sengketa, salah satu pihak mungkin benar yang memungkinkan
memiliki hak hukum yang benar dalam masalah-masalah tertentu akan tetapi,
pihak yang lainnya juga mungkin benar terhadap masalah-masalah lainnya,
dimana kedua belah pihak mempunyai tuntutan yang bermanfaat bagi keduanya.
Dimana dalam hal ini mungkin saja adanya pembagian tanggung jawab antara
para pihak. Penyelesaian sengketa dapat dipengaruhi oleh sikap-sikap para pihak
misalnya masalah keuangan terkait dengan posisi keuangan secara keseluruhan
antara para pihak. Persepsi tentang keadilan ataupun kecurigaan yang timbul
diantara para pihak sehingga mempengaruhi tindakan yang akan diambil dalam
pemecahan suatu masalah. Kemarahan ataupun faktor emosional dari para pihak
dapat menjadi penghambat penyelesaian sengketa. Dalam penyelesaian sengketa
itu alangkah baiknya jika para pihak menjalankan proses dengan penuh kesabaran

26
Universitas Sumatera Utara

sehingga tercapai tujuannya yang tidak lain adalah untuk menciptakan keadilan
sebagaimana mestinya.
Dalam kehidupan manusia selalu menunjukkan adanya pertentangan
diantara mereka yang dimana salah satu penyebabnya adalah perbedaan
kepentingan antara manusia yang satu dengan lainnya. Hukum ada untuk
meninimalisir berbagai konflik atau sengketa dalam kehidupan bermasyarakat
dengan tujuan menciptakan kedamaian yang berkelanjutan kedepannya.
Sengketa dapat terjadi karena beberapa sebab dimana para sarjana banyak
yang mencoba membangun teori tentang sebab-sebab Terjadinya sengketa atau
konflik. Terdapat beberapa teori mengenai sebab Terjadinya antara lain yaitu :

19

1. Teori hubungan masyarakat menjelaskan bahwa konflik disebabkan oleh
polarisasi yang terus terjadi, adanya ketidakpercayaan dan rivalitas
kelompok dalam masyarakat.
2. Teori negosiasi prinsip menjelaskan bahwa konflik terjadi karena posisiposisi para pihak yang tidak selaras dan adanya perbedaan-perbedaan
diantara para pihak.
3. Teori identitas menjelaskan bahwa konflik terjadi karena sekelompok
orang merasa identitasnya terancam oleh pihak lain.
4. Teori kesalahpahaman antarbudaya menjelaskan bahwa konflik terjadi
karena ketidakcocokan dalam berkomunikasi di antara orang-orang dari
latar belakang budaya yang berbeda.

19

Takdir Rahmadi, Op.Cit., hal. 8-9.

27
Universitas Sumatera Utara

5. Teori transformasi menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi karena adanya
masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang mewujud dalam
bidang-bidang sosial, ekonomi, dan politik.
6. Teori kebutuhan atau kepentingan manusia menjelaskan, bahwa konflik
dapat terjadi karena kebutuhan atau kepentingan manusia tidak dapat
terpenuhi atau terhalangi atau merasa dihalangi oleh pihak lain.
Persengketaan antara para pihak tidak selalu menimbulkan hal negatif,
dimana penyelesaiannya harus dilakukan dengan baik untuk menuju keputusan
atau hasil terbaik bagi para pihak. Sehingga penyelesaian sengketa menjadi salah
satu aspek hukum yang penting dalam suatu negara agar ketertiban serta
kedamaian dapat terjaga dengan baik.

B.

Latar Belakang Lahirnya Pilihan Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa yang telah dikenal sejak lama adalah penyelesaian

di pengadilan. Proses penyelesaian di pengadilan cenderung menimbulkan
permasalahan yang baru karena hasilnya adalah bahwa akan ada pihak yang
menang dan kalah dalam pengadilan. Penyelesaian perkaranya juga memakan
banyak waktu karena proses peradilan dianggap terlalu berbelit-belit dan
penyelesaian perkara melalui pengadilan terbuka untuk umum. Penyelesaian
sengketa di luar pengadilan mulai berkembang seiring perkembangan zaman,
dimana penyelesaian sengketa di luar pengadilan bersifat tertutup sehingga dapat
dijamin kerahasiaannya dan prosesnya pun lebih cepat. Litigasi (pengadilan)
adalah metode penyelesaian sengketa paling lama dan lazim digunakan dalam
menyelesaikan sengketa, baik sengketa yang bersifat publik maupun yang bersifat

28
Universitas Sumatera Utara

privat. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, di mana
kebutuhan masyarakat akan keadilan dan kesejahteraan semakin besar, maka
penyelesaian sengketa melalui litigasi lambat laun dirasakan kurang efektif lagi.
Penyelesaian sengketa melalui litigasi dirasakan terlalu lama dan memakan biaya
yang cukup besar. Kondisi demikian menyebabkan pencari keadilan (khususnya
pelaku bisnis) mencari alternatif lain yaitu penyelesaian sengketa di luar proses
peradilan formal. Penyelesaian sengketa di luar proses peradilan formal inilah
yang disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR). 20
Kalau diteliti istilah Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), maka
tampak pokok-pokok yang perlu dipersoalkan, terutama yang berhubungan
dengan kata alternatif ( “alternative”) yang mencerminkan bahwa tata cara APS
itu bisa merupakan pilihan (“alternative”) bagi penyelesaian sengketa secara
judicial (publik) yang kita temukan dalam berbagai sistem hukum di dunia ini
(dikenal beberapa bentuk sistem hukum, antara lain sistem kontinental, Romano
Germanic Family, Socialist Laws, The Common Law, Sistem Hukum Islam,
Sistem Hukum Afrika – Malagasi, Sistem Hukum India, Jepang, China, Pasific,
Other conceptions of law dan social orders).21
Tuntutan dari dunia bisnis juga menjadi salah satu alasan bahwa memang
diperlukannya Alternatif penyelesaian sengketa ini, karena perkembangan dunia
bisnis yang begitu cepat sehingga setiap permasalahan yang muncul maka
diperlukan penyelesaian yang efektif dalam menanganinya. Perubahan yang cepat
dalam industry pada saat sekarang ini telah membawa manusia kepada kehidupan
tanpa batas dalam suatu kegiatan ekonomi. Terdapat di beberapa negara besar,
20
21

Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal.19-20.
Priyatna Abdurrasyid, Op.Cit., hal.12.

29
Universitas Sumatera Utara

bahwa sistem peradilannya kewalahan menghadapi banyaknya perkara yang
diajukan ke pengadilan. Penundaan sidang yang menyebabkan penyelesaian
sengketa semakin lama sehingga biaya yang dikeluarkan pun semakin besar.
tekanan mental para pihak yang dimana para pihak saling menyerang di dalam
pengadilan agar dapat menang. Hal inilah yang dijadikan sebagai alasan yang
menguatkan bahwa alternatif penyelesaian sengketa ini memanglah sangat
penting.
Bahwa lembaga peradilan tidak dapat terlepas dari kritik masyarakat,
dimana pengadilan sering dianggap kurang tanggap dalam membela dan
melindungi berbagai kepentingan serta kebutuhan para pihak. Putusan pengadilan
yang memutuskan pihak yang menang dan kalah dapat menimbulkan kebencian,
permusuhan, maupun dendam pada pihak yang kalah. Terlepas dari segala
kekurangan-kekurangan peradilan, bagaimanapun juga lembaga peradilan tetap
harus dipertahankan mengingat negara kita adalah negara hukum dan demokrasi.
Pemikiran yang perlu dikembangkan yaitu menempatkan posisi peradilan sebagai
jalan terakhir apabila ternyata alternatif penyelesaian sengketa ini tidak berhasil.
Alternatif penyelesaian sengketa (APS) atau dikenal juga dengan istilah
Pilihan Penyelesaian Sengketa atau dalam istilah asing ADR (Alternative Dispute
Resolution) adalah pilihan penyelesaian sengketa yang dipakai oleh masyarakat
terutama dalam menyelesaikan sengketa bisnis dimana para pihak yang
bersengketa atas dasar kesepakatan bersama bebas memilih tata cara bagaimana
yang akan mereka lakukan dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Penyelesaian
dengan cara ini harus didasarkan asas itikad baik oleh para pihak yang dimana
maksudnya adalah benar-benar ada keinginan para pihak untuk menyelesaikannya

30
Universitas Sumatera Utara

dengan cara ini tanpa perlu masuk ke ranah pengadilan. APS dinilai sebagai solusi
atau jalan keluar atas kekurangan pengadilan dalam menyelesaikan perkara.
APS
beranggapan

memang
bahwa

menimbulkan
proses

kebingungan

penyelesaian

dengan

dimana
cara

banyak
ini

yang

seolah-olah

menggantikan proses litigasi di pengadilan. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa
APS adalah penyelesaian sengketa yang berdampingan dengan proses litigasi di
pengadilan sehingga dapat dikatakan bahwa alternatif ini sama sekali tidak
menghapuskan litigasi di pengadilan. Bahwa lembaga peradilan tetap harus
dipertahankan dalam negara hukum meskipun adanya alternatif penyelesaian
sengketa. Sehingga kedua hal ini merupakan proses penyelesaian sengketa yang
saling berhubungan dan mempunyai alur yang telah ditetapkan. Perkembangan
APS ini haruslah diperkuat pula dengan musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam masyarakat dan dapat diterima secara nasional. Pengembangan APS sangat
cepat terutama dalam masyarakat bisnis dimana APS ini memiliki beberapa
keuntungan antara lain penyelesaian ini dilakukan secara sukarela dengan adanya
kerja sama langsung antara para pihak, penyelesaiannya dilakukan atas dasar
kepentingan para pihak sehingga mereka berusaha mencari hasil yang
menguntungkan para pihak.
Sejarah munculnya APS dimulai pada tahun 1976 ketika Ketua Mahkamah
Agung Amerika Serikat Warren Burger mempelopori ide ini pada suatu
konferensi di Saint Paul, Minnesota Amerika Serikat. Hal ini dilatarbelakangi oleh
berbagai faktor gerakan reformasi pada awal tahun 1970, di mana pada saat itu
banyak pengamat dalam bidang hukum dan masyarakat akademisi mulai
merasakan adanya keprihatinan yang serius mengenai efek negatif yang semakin

31
Universitas Sumatera Utara

meningkat dari litigasi di pengadilan. Akhirnya American Bar Assosiation (ABA)
merealisasikan rencana itu dan selanjutnya menambahkan komite APS pada
organisasi mereka diikuti dengan masuknya kurikulum APS pada sekolah hukum
di Amerika Serikat dan juga pada sekolah ekonomi. 22
Perkembangan APS dilatarbelakangi oleh berbagai faktor salah satunya
karena banyaknya berbagai kritik terhadap pengadilan dimana tujuan APS ini
adalah untuk mengurangi kemacetan di pengadilan karena kasus yang diajukan di
pengadilan sangatlah menumpuk sehingga proses di pengadilan begitu lama, biaya
yang mahal dan juga memberikan hasil yang kurang memuaskan. Proses beracara
di pengadilan menghasilkan situasi menang dan kalah atau sering disebut dengan
Win-lose sehingga Proses beracara di pengadilan memaksa para pihak agar saling
menyerang yang dimana hal ini dapat memicu konflik baru. APS memberikan
ketertiban dalam proses penyelesaian sengketa dan juga memberikan kesempatan
agar tercapainya hasil yang memuaskan sehingga dapat diterima oleh para pihak
yang bersengketa.
Mengenai pengertian Alternatif penyelesaian sengketa dapat kita lihat
dalam produk hukum yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa dimana dijelaskan
dalam pasal 1 angka 10 yaitu :
“ Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melaui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni
penyelesian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.”
22

Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia
dan Internasional, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal.10.

32
Universitas Sumatera Utara

Alternatif Penyelesaian Sengketa juga diakui keberadaannya dalam
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dalam
pasal 58 “ Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar
pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.”
Sedangkan Phillip D. BOSTWICK mengatakan bahwa ADR itu adalah : 23
“Sebuah perangkat pengalaman dan teknik hukum yang bertujuan ( A set of
practices and legal techniques that aim) :
1. Menyelesaikan sengketa hukum di luar pengadilan demi keuntungan para
pihak (To permit legal disputes to be resolved outside the courts for the
benefit of all disputans).
2. Mengurangi biaya litigasi konvensional dan pengunduran waktu yang
biasa terjadi (To reduce the cost of conventional litigation and the delay to
which it is ordinarily subjected).
3. Mencegah Terjadinya sengketa hukum yang biasanya diajukan ke
Pengadilan (To prevent legal disputes that would otherwise likely be
brought to the courts).”
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Alternative Dispute
Resolution atau Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah suatu pilihan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang berdasarkan atas kesepakatan para
pihak tanpa menghapuskan proses litigasi di pengadilan tetapi hanya
mengesempingkan proses litigasi di pengadilan guna membantu lembaga
peradilan dalam menyelesaikan berbagai perkara yang datang dari berbagai pihak.
Alternatif Penyelesaian Sengketa mempunyai daya tarik tersendiri
khususnya di Indonesia, karena pada dasarnya masyarakat Indonesia senantiasa
menyelesaikan perselisihan dengan cara musyarawah untuk mencapai mufakat.
Jika dilihat sejarah Indonesia contohnya pada masyarakat adat bahwa mereka
pada dasarnya sangat jarang membawa sengketa mereka ke Pengadilan negara

23

Priyatna Abdurrasyid, Op.Cit., hal.15.

33
Universitas Sumatera Utara

melainkan lebih suka agar penyelesaian sengketa dilakukan di hadapan kepala
desa ataupun hakim adat. Dapat dikatakan bahwa Indonesia sangat menjunjung
tinggi pendekatan konsensus yaitu bahwa masyarakat mempunyai asumsi atau
pandangan yang sama dalam menilai kejahatan sehingga konflik dapat terhindar.
Sehingga proses penyelesaian dengan cara alternatif penyelesaian sengketa
bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia karena melihat nilai-nilai
yang terkandung dalam budaya Indonesia salah satunya mempunyai nilai
kooperatif yaitu keterampilan dalam menjalin interaksi antara makhluk sosial.
Masyarakat Indonesia haruslah menyesuaikan segala tingkah lakunya dengan
tatanan hidup alamiah untuk mencapai kebahagiaan sebagaimana mestinya.
Alternatif Penyelesaian Sengketa ini sangatlah sesuai dengan masyarakat
Indonesia untuk diterapkan karena APS ini mempunyai asas-asas yaitu antara lain:
1. Asas itikad baik : bahwa para pihak benar-benar ingin menyelesaikan
sengketa dengan ini dengan cara terbuka antara para pihak.
2. Asas Pacta Sunt Servanda : bahwa perjanjian itu mengikat bagi para pihak.
3. Asas kerahasiaan : bahwa segala sesuatu yang terjadi antara mereka
dijamin kerahasiaannya tanpa diketahui oleh umum sehingga berbanding
terbalik dengan litigasi di Pengadilan yang dimana penyelesaiannya
terbuka untuk umum kecuali hal-hal yang ditentukan oleh hukum.
4. Asas kebebasan berkontrak : bahwa penyelesaiannya dilakukan dengan
cara mufakat dimana para pihak bebas menentukan cara bagaimana yang
akan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dan memuaskan bagi
para pihak.

34
Universitas Sumatera Utara

5. Asas Final and Binding : bahwa hasil dari APS ini merupakan putusan
terakhir dan mengikat para pihak. Keputusan yang dihasilkan mempunyai
kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap ( inkracht van gewijsde ). Dalam Alternatif Penyelesaian
Sengketa ini tidak mengenal banding ataupun kasasi sebagaimana dalam
proses litigasi di Pengadilan.
Selain daripada budaya APS yang memang sudah melekat dalam
masyarakat Indonesia, APS juga mempunyai potensi yang besar untuk
berkembang di Indonesia karena alasan-alasan sebagai berikut : 24
1. Faktor ekonomis : APS memiliki potensi sebagai sarana penyelesaian
sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun
waktu.
2. Faktor ruang lingkup yang dibahas : APS memiliki kemampuan untuk
membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif, dan
fleksibel. Hal ini dapat terjadi karena aturan main dikembangkan dan
ditentukan oleh para pihak yang bersengketa sesuai dengan kepentingan
dan kebutuhannya. APS memiliki potensi untuk menyelesaikan konflikkonflik yang sangat rumit (polycentris) yang disebabkan oleh substansi
kasus yang sarat dengan persoalan-persoalan ilmiah (scientifically
complicated).
3. Faktor pembinaan hubungan baik : APS yang mengandalkan cara-cara
penyelesaian kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan

24

Frans Hendra Winarta, Op.Cit., hal.11-12.

35
Universitas Sumatera Utara

pentingnya pembinaan

hubungan

baik

antar-manusia

yang

telah

berlangsung maupun yang akan datang.
Dari pemanfaatan APS ini, para pelaku bisnis juga memiliki pandangan
bahwa pilihan penyelesaian sengketa ini merupakan solusi dari proses litigasi di
Pengadilan. Para pelaku bisnis menyadari bahwa putusan menang dan kalah
dalam suatu proses litigasi memberikan dampak terhadap tujuan-tujuan umum
dari bisnis yang mereka lakukan karena dalam alternatif penyelesaian sengketa
menghasilkan situasi win-win solution. Oleh karena itu, banyak para pelaku bisnis
yang ingin agar sengketa-sengketa mereka dilakukan dengan cara APS ini.
Masyarakat atau pelaku bisnis banyak yang mencantumkan klausul APS dalam
kontrak yang mereka buat. Para pelaku bisnis merasa bahwa lahirnya alternatif
penyelesaian sengketa ini menjawab segala kebutuhan-kebutuhan mereka karena
penyelesaiannya didasarkan atas kepentingan para pihak dan APS ini juga lahir
untuk menjawab segala perselisihan-perselisihan dalam masyarakat. Meskipun
demikian, bukan berarti Alternatif penyelesaian sengketa ini tidak mempunyai
hubungan dengan pengadilan. Misalnya putusan arbitrase yang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku harus didaftarkan di pengadilan. Jadi, dapat
dikatakan bahwa APS dengan pengadilan akan tetap saling berhubungan satu
dengan yang lainnya karena apabila cara ini gagal maka akan tetap dilakukan
dengan cara litigasi di Pengadilan.
Bahwa dalam Alternatif penyelesaian sengketa ini tidak ada pihak yang
mengambil keputusan melainkan para pihak sepakat menentukan jalan mana
harus ditempuh demi mencapai hasil yang diharapkan. Adapun keterlibatan pihak
ketiga dalam penyelesaian dengan cara ini tidak memberikan pihak ketiga

36
Universitas Sumatera Utara

kesempatan untuk mengambil keputusan melainkan pihak ketiga inilah yang
berusaha ataupun mengupayakan agar tercapainya kata sepakat antara mereka
yang bersengketa. Berbeda dengan arbitrase atau pengadilan yang dimana
munculnya pihak ketiga dalam mengambil keputusan, kecuali para pihak dalam
sengketa. Alternatif penyelesaian sengketa ini memanglah proses penyelesaian
yang sangat sesuai dengan mereka yang bersengketa. Dikatakan demikian karena
keadilan itu dapat muncul dari para pihak sedangkan dalam proses litigasi
keadilan itu berasal dari hakim. Alternatif penyelesaian sengketa juga bersifat
kesukarelaan maksudnya penyelesaian dengan cara ini tidak akan terjadi jika tidak
ada kemauan dari para pihak untuk menyelesaikannya dengan cara ini. Alternatif
penyelesaian sengketa memang telah berkembang secara luas sehingga alternatif
ini tidak hanya menyelesaikan sengketa bisnis melain juga menyelesaikan
sengketa yang lainnya.
Keberadaan APS memanglah sangat berpengaruh dalam menyelesaikan
berbagai sengketa yang terjadi. Seperti dalam dunia bisnis yang begitu banyak
transaksi yang terjadi sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa akan banyak
sengketa yang terjadi. Dimana setiap sengketa menuntut penyelesaian dan
pemecahan masalah sehingga perlulah dicari sistem penyelesaian yang cepat dan
efisien. Apabila sengketa bisnis lamban penyelesaiannya, maka akan berdampak
terhadap pembangunan ekonomi dimana produktivitas dapat menurun sehingga
mengakibatkan keterpurukan dalam dunia bisnis.
Alternatif penyelesaian sengketa mempunyai kecocokan dengan budaya
tradisional Indonesia karena dengan musyawarah mufakat. Terdapat beberapa
keuntungan yang ada dalam APS ini antara lain :

37
Universitas Sumatera Utara

1. Alternatif penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara yang cepat karena
dalam prosedur APS ini dilakukan dengan cara informal.
2. Keputusan yang diperoleh berasal dari kesepakatan para pihak, dimana
para pihak mempunya kesempatan menuangkan hal-hal apa saja yang
mereka inginkan tanpa campur tangan pihak ketiga. Pihak ketiga hanya
berusaha untuk menyatukan persepsi atau pendapat antara mereka yang
bersengketa.
3. Alternatif penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara rahasia sehingga
segala hak-hak mereka dapat terlindungi.
4. Keputusan yang dihasilkan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
para pihak dimana keputusan itu sama dengan keputusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap.
5. Hubungan yang baik antara para pihak jika proses APS ini berhasil maka
akan tetap menjamin hubungan antara para pihak yang bersengketa agar
tetap baik.
Alternatif penyelesaian sengketa (termasuk arbitrase) dapat diberi batasan
sebagai kumpulan prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberi alternatif
atau pilihan suatu tata cara penyelesaian sengketa melalui bentuk aps/arbitrase
agar memperoleh putusan akhir dan mengikat para pihak. Secara umum, tidak
selalu dengan melibatkan intervensi dan bantuan pihak ketiga yang independen
yang diminta membantu memudahkan penyelesaian sengketa tersebut. Arbitrase
pada awalnya merupakan prosedur yang berdiri sendiri, akan tetapi dewasa ini
dipandang sebagai bagian dari aps walaupun hampir sama dengan litigasi dalam
pendekatannya melalui simplifikasi prosedur. Arbitrase disebutkan sebagai bagian

38
Universitas Sumatera Utara

dari aps, karena pemahaman dan pelaksanaannya dalam penyelesaian sengketa
telah mempengaruhi perkembangan proses yang dipakai dalam aps. 25
Alternatif penyelesaian sengketa pada hakikatnya berusaha mengakomodir
kebutuhan para pihak yakni untuk mendapatkan perlindungan, kedamaian serta
ketentraman. Keputusan yang dihasilkan itu berdasarkan kesepakatan para pihak
sehingga mempunyai kekuatan eksekutorial dalam pelaksanaannya yang dimana
sama dengan keputusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Proses aps tidak dibatasi oleh wilayah dan ideologi, meskipun beberapa
penyesuaian masih diperlukan agar memungkinkan dapat bermanfaat di satu
negara dengan budaya yang beragam. Prosedur yang efektif dapat diciptakan
menurut kebutuhan dengan berbagai modifikasi sehingga lebih cocok dengan
kondisi-kondisi setempat. 26

C.

Bentuk-bentuk dan Pelaksanaan Pilihan Penyelesaian Sengketa
Pada tahun 1999 pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa yang berisi
aturan tentang bentuk-bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagai
pengganti dari aturan perundang-undangan kolonial yang sebelumnya berlaku. 27
Adapun bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undangundang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa antara lain adalah sebagai berikut :

25

Priyatna Abdurrasyid, Op.Cit., hal.17-18.
Ibid, hal.20.
27
Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani dalam buku D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi
Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA
No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, ( Bandung : Alfabeta, 2011), hal.10.
26

39
Universitas Sumatera Utara

1. Konsultasi
Bahwa dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak ada menjelaskan mengenai arti dari
konsultasi. Adapun pengertian konsultasi menurut pendapat Gunawan Wijaya
dan Ahmad Yani sebagai berikut :
“Konsultasi adalah tindakan yang bersifat personal antara satu pihak
tertentu yang disebut dengan “klien” dengan pihak lain yang merupakan
konsultan yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk
memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Tidak ada satu
rumusan yang mengharuskan si klien mengikuti pendapat yang
disampaikan oleh konsultan. Dalam hal ini konsultan hanya memberikan
pendapatnya (secara hukum) sebagaimana diminta oleh kliennya yang
untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut
akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun adakalanya pihak konsultan
juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk penyelesaian
sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.”28

Berdasarkan penjelasan diatas mengenai pengertian konsultasi maka dapat
disimpulkan bahwa konsultasi adalah bentuk penyelesaian sengketa yang dimana
konsultan

memberikan

pendapat

hukum

maupun

nasehat

berdasarkan

pengetahuan dan pengalamannya terkait sengketa yang sedang dihadapi pihak lain
atau disebut dengan klien. Mengenai konsultasi ini tidak memberikan kewajiban
kepada klien untuk memenuhi pendapat konsultan tersebut. Dimana ia dapat
menentukan sendiri keputusan apa yang akan ia ambil demi kepentingannya,
adapun konsultasi ini dilakukan secara tertutup.
Adapun beberapa keuntungan dalam konsultasi adalah sifatnya yang
rahasia. Maksudnya rahasia dalam menjaga identitas klien dan juga sengketa yang
dihadapinya. Konsultasi merupakan proses dari penyelesaian sengketa dengan
maksud memperoleh keputusan. Bahwa konsultasi ini juga dilakukan atas dasar
28

Ibid, hal.15.

40
Universitas Sumatera Utara

keinginan klien tersebut ataupun pihak yang mempunyai masalah sehingga dalam
hal ini tidak ada paksaan dari konsultan. Konsultasi ini dapat mengambil
keputusan dengan tepat, positif dan menyesuaikan diri dengan keputusan yang
diambil.

2. Negosiasi
Negosiasi merupakan hal yang sering dilakukan dalam kehidupan seharihari, seperti dalam dagang ataupun dalam hubungan kerja. Negosiasi merupakan
salah satu strategi dalam menyelesaikan sengketa dimana para pihak telah sepakat
untuk menyelesaiakan permasalahan mereka dengan berunding tanpa perlu
adanya pihak ketiga. Dalam hal ini mereka saling membicarakan tentang masalah
mereka demi mencapai kesepakatan bersama.
Negosiasi sering dilakukan dalam dunia bisnis, yang biasanya dilakukan
sebelum para pihak terikat dengan kontrak. Penyelesaian sengketa dengan cara ini
merupakan langkah awal yang seharusnya dilakukan oleh para pihak dalam dunia
bisnis. Negosiasi ini biasanya dicantumkan dalam klausul kontrak yang mereka
buat bahwa jika terjadi sengketa maka negosiasi ini yang pertama dilakukan.
Namun, jika negosiasi ini tidak berhasil para pihak juga menenetukan alternatif
lainnya yang akan ditempuh.
Negosiasi menurut Ficher dan Ury merupakan komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki
berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan
sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penegah yang tidak berwenang
mengambil keputusan (mediasi), maupun pihak ketiga pengambil keputusan
(arbitrase dan litigasi). 29

29

Nurnaningsih Amriani, Op.Cit., hal. 23.

41
Universitas Sumatera Utara

Wawasan para pihak juga menjadi penentu dalam proses negosiasi ini,
para pihak juga harus terampil dalam berbicara atau berkomunikasi khususnya
dalam menyampaikan berbagai kepentingan mereka. Para pihak harus berbicara
secara bijaksana yaitu langsung pada intinya agar tidak menimbulkan kerugian
bagi mereka. Dalam melaksanakan negosiasi ini haruslah dikembangkan keahliankeahlian baik dalam berbicara, melakukan perundingan, dan keahlian lainnya
yang berperan penting dalam negosiasi ini. Para pihak harus berinteraksi sebaik
mungkin agar tercapai keputusan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
mereka.
Adapun keuntungan negosiasi adalah para pihak dapat mengungkapkan
segala pikiran atau pendapatnya, dimana dalam hal ini tidak ada kerahasiaan
diantara mereka. Diupayakan solusi yang terbaik yang dapat diterima oleh kedua
belah pihak sehingga sesuai dengan keinginan mereka. Sedangkan kelemahan
dalam negosiasi ini adalah bahwa negosiasi ini tidak akan berjalan lancer tanpa
adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, para pihak saling mengetahui
kelemahan diantar mereka, dan dapat menghasilkan kesepakatan yang kurang
menguntungkan.
Secara umum teknik negosiasi dapat dibagi menjadi : Teknik negosiasi
kompetitif atau sering kali diistilahkan dengan teknik negosiasi yang bersifat alot
(tough) adalah teknik yang bercirikan menjaga agar tuntutan tetap tinggi
sepanjang proses negosiasi, menganggap perundingan lain sebagai musuh, jarang
memberikan konsesi dan sering kali menggunakan cara yang berlebihan. Teknik
negosiasi kooperatif menganggap pihak lawan bukan sebagai musuh, namun
sebagai mitra kerja mencari kepentingan bersama. Teknik negosiasi lunak

42
Universitas Sumatera Utara

menempatkan pentingnya hubungan baik antarpihak yang bertujuan untuk
mencapai kesepakatan. Teknik negosiasi keras menempatkan perunding sangat
domiinan terhadap perunding lunak, menganggap pihak lawan adalah musuh dan
bertujuan untuk memperoleh kemenangan. Teknik negosiasi interest based adalah
jalan tengah atas pertentangan keras-lunak yang memiliki empat komponen dasar
yaitu orang, kepentingan, solusi, dan kriteria objektif. 30
Negosiasi merupakan bentuk penyelesaian yang paling sederhana karena
dalam hal ini tidak perlu keterlibatan pihak ketiga. Segala kegiatan dalam
negosiasi ini berdasarkan komunikasi antara para pihak, maupun dari pertemuan
dan juga hal-hal yang akan ditawarkan berdasarkan inisiatif dari para pihak. Jika
komunikasi antara para pihak baik maka proses penyelesaian sengketa dengan
cara ini akan berjalan dengan sangat efektif.

3. Mediasi
Mediasi sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang
melibatkan pihak ketiga dalam proses penyelesaiannya. Mediasi juga didasarkan
atas perundingan para pihak. Pihak ketiga dalam mediasi disebut sebagai mediator
yang dimana mediator hanya berusaha mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa. Mediator haruslah mampu mencari dan menemukan
solusi-solusi yang diharapkan mampu menyelesaikan sengketa. Mediator harus
mempunyai keahlian menjadi penengah diantara pihak yang bersengketa. Dalam
mediasi ini mediator harus bersifat netral ataupun tidak memihak pada salah satu
pihak.

30

Ibid, hal. 24-25.

43
Universitas Sumatera Utara

Pengertian mediasi dan mediator dalam pasal 1 Perma No. 1 Tahun 2016
tentang prosedur mediasi di pengadilan yaitu :
“Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.”
“Mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator
sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan
guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.”
Dalam mediasi para pihak menyerahkan penyelesaiannya kepada mediator
untuk mencapai keputusan yang sesuai dengan keinginan mereka. Tetapi, dalam
hal ini mediator tidak menentukan keputusan itu sendiri melainkan kembali
kepada kesepakatan para pihak. Maksudnya adalah mediator tidak dapat memaksa
para pihak dalam penyelesaiannya melainkan mengarahkan para pihak agar dapat
mencapai kesepakatan yang diharapkan.
Mediator sebagai pihak netral haruslah mampu berhubungan baik dengan
para pihak. Dalam hal ini yang terpenting adalah mediator tidak menghakimi
pandangan ataupun cara berfikir para pihak melainkan, mediator diharapkan dapat
menuntun para pihak agar mencapai suatu kesepakatan. Mediator haruslah
mengidentifikasi

berbagai

masalah-masalah

yang

muncul

kemudian

menganalisanya sehingga dapat ditemukan solusinya. Salah satu hal penting yang
harus dilakukan mediator adalah membantu para pihak dalam mengumpulkan
berbagai informasi penting dan menyediakan pilihan-pilihan guna memudahkan
penyelesaian masalah.
Mediasi dalam pelaksanaannya dibagi menjadi dua yaitu mediasi yang
dilakukan di luar pengadilan dan mediasi yang dilakukan di pengadilan. Adapun
mediasi yang dilakukan di luar pengadilan dengan adanya permufakatan diantara
para pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh mediator yang kehadiran

44
Universitas Sumatera Utara

mediator sudah diterima oleh para pihak. Mediator harus berperan secara aktif
sehingga mempermudah para pihak dalam menghasilkan keputusan. Hasil dari
keputusan itu nantinya dituangkan dalam kesepakatan secara tertulis, keputusan
mediasi ini bersifat final, mengikat para pihak serta pelaksanaannya harus
didasarkan dengan itikad baik.
Adapun mediasi yang dilakukan di pengadilan disebabkan karena adanya
gugatan ke pengadilan. Merujuk pada ketentuan pasal 130 HIR/ 154 RBg bahwa
setiap sengketa yang diperiksa di pengadilan, hakim diwajibkan untuk
mengusahakan perdamaian antara mereka terlebih dahulu, berdasarkan ketentuan
tersebut Mahkamah Agung menerapkan mediasi ke dalam proses perkara di
pengadilan untuk mengurangi penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Untuk
mengefektifkan ketentuan pasal diatas Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA
No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama
Menerapkan Lembaga Damai yang seterusnya diganti dengan Peraturan
Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan, lalu
diubah kembali dengan Perma No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di
pengadilan, dan yang terbaru dengan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur
mediasi di pengadilan.
Kesepakatan damai antara para pihak yang dihasilkan dari mediasi dibuat
menjadi akta perdamaian sehingga mengandung kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde). Sebagaimana dalam Perma no. 1 tahun 2008 menjelaskan bahwa :
“akta perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan
putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian. Adapun tujuan
dibuatnya putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama dengan
keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

45
Universitas Sumatera Utara

adalah agar keputusan yang dibuat atas kehendak para pihak itu dapat
mereka laksanakan dengan itikad baik.”

Penyelesaian

sengketa

dengan

cara

mediasi

dapat

mengakhiri

persengketaan dengan cara yang adil sehingga memberikan keuntungan bagi para
pihak. Meskipun mediasi tidak berhasil tetapi setidaknya dapat mengurangi
perselisihan diantara para pihak. Hal mendasar yang juga berperan penting dalam
mediasi ini adalah itikad baik para pihak yaitu bahwa para pihak yang bersengketa
benar-benar menginginkan penyelesaian dengan cara ini berhasil dilakukan.
Adapun keuntungan lainnya dari mediasi yaitu keputusan yang didasarkan atas
kesepakatan para pihak sehingga memungkinkan hasil yang benar-benar
keinginan mereka. Dalam mediasi ini juga tidak mencari siapa yang salah dan
siapa yang benar melainkan lebih menjaga kepentingan para pihak. Penyelesaian
dengan cara mediasi juga lebih cepat dan murah dibanding penyelesaian perkara
di pengadilan. Mediasi juga dapat menghindari konflik antara para pihak yang
dimana pada putusan pengadilan senantiasa menimbulkan dendam bagi pihak
yang kalah, sehingga mediasi ini dapat menjaga hubungan antara para pihak.
Mengenai proses mediasi dibagi menjadi tiga tahap yaitu : tahap
pramediasi, tahap pelaksanaan mediasi, dan tahap akhir implementasi hasil
mediasi. Tahap pramediasi adalah tahap awal di mana mediator menyusun
sejumlah langkah dan persiapan sebelum mediasi benar-benar dimulai. Tahap
pelaksanaan mediasi adalah tahap dimana pihak-pihak yang bertikai sudah
berhadapan satu sama lain dan memulai proses mediasi. Tahap akhir
implementasi hasil mediasi adalah tahap dimana para pihak hanyalah menjalankan
hasil-hasil kesepakatan, yang mereka tuangkan bersama dalam suatu perjanjian

46
Universitas Sumatera Utara

tertulis. Para pihak menjalankan hasil kesepakatan berdasarkan komitmen yang
telah mereka tunjukkan selama dalam proses mediasi. 31

4. Konsiliasi
Konsiliasi adalah lanjutan dari proses mediasi yang dimana dalam hal ini
mediator berubah menjadi konsiliator. Dalam praktiknya antar mediasi dan
konsiliasi memiliki karakteristik yang sama sehingga sulit untuk membedakannya.
Dalam hal konsiliasi maka yang berwenang menyusun penyelesaian yang akan
ditawarkan kepada para pihak adalah konsiliator. Adanya intervensi pihak ketiga
dalam konsiliasi ini diharapkan agar konsiliator dapat berperan aktif meskipun
konsiliator tidak berwenang dalam pengambilan keputusan.
Negara yang pertama kali mengenal sistem konsiliasi adalah Jepang, yang
disebut dengan “chotei”. Di jepang konsilasi digunakan untuk menyelesaikan
sengketa secara informal, Oppeinhim menyebutkan bahwa : “Konsiliasi adalah
proses penyelesaian sengketa dengan menyerahkannya kepada suatu komisi
orang-orang yang bertugas untuk menguraikan/menjelaskan fakta-fakta dan
(biasanya setelah mendengar para pihak mengupayakan agar mereka mencapai
suatu kesekapatan) membuat usulan-usulan untuk suatu penyelesaian namun
keputusan tersebut tidak mengikat.”32
Adapun perbedaan antara mediasi dengan konsiliasi yaitu terletak pada
penyelesaian yang ditawarkan pihak ketiga kepada para pihak. Dalam mediasi,
adapun mediator hanya berusaha memberikan pilihan ataupun membimbing para
pihak yang bersengketa agar memperoleh suatu kesepakatan. Dalam konsiliasi
keterlibatan pihak ketiga lebih aktif sehingga dapat dikatakan dalam hal ini
keberadaan pihak ketiga dapat lebih memaksa.
Kelebihan dari konsiliasi ini hampir sama dengan mediasi yaitu : murah,
efisien, dan dapat diperoleh hasil yang menguntungkan para pihak. Sedangkan
31

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum
Nasional, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 36-54.
32
D.Y. Witanto, Op.Cit., hal.20.

47
Universitas Sumatera Utara

kelemahannya adalah bahwa keputusan yang dihasilkan dari konsiliasi ini tidak
mengikat, sehingga sepenuhnya berdasarkan itikad baik para pihak.
Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab sulitnya membedakanan
antara konsiliasi dan mediasi adalah karena ciri-ciri yang dimiliki keduanya
hampir sama misalnya dalam penyelesaiannya sama-sama menggunakan pihak
ketiga, konsiliasi dan mediasi sama-sama bersifat kooperatif, bahwa tujuan
masuknya pihak ketiga dengan maksud mendamaikan para pihak, pihak ketiga
tidak mempunyai kewenangan dalam memberikan keputusan melainkan tetap
kembali berdasarkan kesepakatan para pihak. Tetapi, meskipun begitu salah satu
pembedanya adalah keputusan yang dihasilkan dari konsiliasi ini tidak mengikat
seperti hasil mediasi, sehingga hanya berdasarkan itikad baik para pihak untuk
melaksanakannya.

5. Penilaian Ahli
Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi menjelaskan
tentang keterlibatan ahli dalam pasal 16 ayat (1) bahwa :
“Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat
mengundang seseorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk
memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu
menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak.”

Penilaian ahli adalah suatu pendapat ataupun keterangan yang diperoleh
para pihak yang bersengketa dari seorang ahli tertentu terkait sengketa yang
sedang terjadi. Hal ini terjadi karena perbedaan pendapat diantara mereka
sehingga para pihak meminta pendapat kepada seorang ahli terkait masalah pokok

48
Universitas Sumatera Utara

dalam sengketa maupun hal lain yang diperlukan. Penilaian ahli ini dilakukan
dengan mempertemukan para pihak yang berselisih, yang dimana seseorang atau
beberapa orang ahli akan menilai pokok permasalahan tersebut yang tidak lain
bertujuan untuk memperoleh kesepakatan.
Pendapat ahli yang dimintakan terhadap suatu persoalan yang sedang
dipertentangkan harus disepakati terlebih dahulu oleh para pihak, apakah akan
dianggap mengikat ataukah tidak. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
perselisihan menyangkut hasil dari pendapat ahli y