Perangkat Lunak Sistem Pakar Tanaman Jag

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010

ISBN : 978-979-8940-29-3

Perangkat Lunak Sistem Pakar Tanaman Jagung untuk
Penyusunan Paket Teknologi Spesifik Lokasi
Ikhwani1), A. K. Makarim,1)., A. F. Fadhly dan Roy Effendi2)
1)

Peneliti pada Pusat Penelitian dan pengembangan Tanaman Pangan, Bogor
2) Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Serealia

Abstrak
Peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya jagung di Indonesia, secara cepat, efektif dan
efisien dapat dicapai hanya dengan menerapkan teknologi spesifik lokasi. Penerapan teknologi
spesifik lokasi secara luas pada lingkungan yang beragam dapat dilakukan dengan menggunakan alat
bantu. Sistem Pakar Budi Daya Jagung (SIPAJA) yang telah disusun dengan memperhitungkan
lingkungan abiotik, biotik, kondisi petani dan teknologi inovatif yang telah tersedia. SIPAJA
merupakan alat bantu berupa perangkat lunak (software), (1) mudah disebarluaskan ke penyuluh,
pengguna, petani maju di pelosok tanah air; (2) sebagai bahan penyuluhan yang lengkap, (3) dapat
dijabarkan lebih lanjut menjadi petunjuk teknis di lapang di lokasi spesifik; (4) mudah dimodifikasi

(diupdate) apabila ada teknologi atau informasi baru yang lebih baik; (5) dapat digunakan untuk
memberi gambaran (skenario) adanya perubahan produktivitas tanaman pangan dan pendapatan
petani apabila terjadi perubahan lingkungan, seperti iklim global.
Kata kunci: jagung, sistim pakar, budidaya, perangkat lunak

analisis sistem, pemodelan secara partisipatif
yang telah digambarkan pada kasus tanaman
padi (Makarim et al., 2000). Pada prinsipnya,
karakteristik lingkungan pertanaman (biofisik) memerlukan teknologi spesifik, baik
untuk mengoptimalkan maupun untuk mengatasi permasalahan dan kendala untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
yang terbaik. Contoh teknologi yang peka dan
perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan:
kultivar tanaman, pemupukan, pemberian
amelioran, pengolahan tanah, pengaturan air,
penanggulangan gulma, dsb. Contoh teknologi
yang peka/perlu disesuaikan dengan kondisi
petani (sosial, ekonomi, budaya): cara tanam,
pengolahan tanah, pengendalian hama dan
penyakit tanaman, penggunaan bahan organik, pengairan dsb.

Selain itu, antar teknologi komponen
budi daya juga ada yang bersifat sinergis atau
kompatibel dan ada yang kontradiktif, yaitu

Pendahuluan
Kelemahan dalam sistem usahatani
tanaman pangan, khususnya jagung, adalah
penerapan teknologi yang hampir sama saja
untuk semua lokasi, padahal karakteristik lokasi pertanaman jagung di Indonesia mencakup tanah, iklim, topografi, ekosistem, pengairan, hama, penyakit, budaya petani, permodalan sangat beragam. Akibatnya, efektivitas
teknologi terhadap peningkatan hasil tanaman dan keuntungan bersih bagi petani beragam pula. Ketidak tepatan pemilihan varietas
tanaman, misalnya menanam kultivar rentan
terhadap suatu penyakit di daerah endemik
penyakit, tentunya akan beresiko besar terhadap penurunan hasil tanaman.
Pemberian pupuk takaran tinggi pada
tanah berstatus hara tinggi tentunya merupakan pemborosan yang akan menurunkan
keuntungan bagi petani. Tehnik yang sesuai
untuk kondisi pertanian seperti ini adalah
205

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010


ISBN : 978-979-8940-29-3

saling menghilangkan pengaruh (Makarim et
al., 2000). Sebagai contoh yang kompatibel
adalah pemberian kapur pada tanah masam
untuk kultivar jagung hasil tinggi namun peka
keracunan Al oleh petani bermodal dengan
pasar yang jelas. Atau, penanaman kultivar
jagung toleran kekeringan, hasil sedang, pada
lahan rawan kekeringan oleh petani bermodal rendah. Contoh teknologi kontradiktif
adalah pemberian batuan fosfat pada tanah
masam yang diberi kapur dengan dosis tinggi.
Batuan fosfat untuk memasok hara P dan
sekaligus menurunkan Al, diketahui lebih
melarut pada kondisi tanah masam dibanding
netral. Sebaliknya, kapur untuk menetralkan
Al menyebabkan pH tanah menjadi netral,
sehingga manfaat batuan fosfat berkurang,
sedangkan pemberian kapur yang berlebih

menyebabkan ketersediaan hara mikro berkurang. Contoh lain, pemberian kapur dosis
tinggi pada tanah masam, menggunakan
varietas toleran masam hasil sedang oleh
petani bermodal rendah. Dalam hal ini dua
teknologi unggulan yaitu pemberian kapur
untuk menghilangkan keracunan Al, menjadi
tidak berarti bila yang ditanam varietas yang
sudah adaptif pada tanah masam sedangkan
potensi hasilnya rendah/sedang. Banyak sekali contoh-contoh ketidaktepatan antara
karakteristik lokasi dan teknologi yang diterapkan, yang mengakibatkan pemborosan,
kerugian, dan tidak efisien.
Berdasarkan uraian di atas, dengan
menggunakan tehnik pencocokan antar teknologi, kondisi lingkungan, dan kondisi petani/masyarakat sekitarnya serta pemodelan,
maka dapat disusun perangkat lunak sistem
pakar budi daya tanaman jagung. Setelah
tersusun, sistem pakar tersebut dapat menetapkan teknologi cara budidaya lengkap

spesifik lokasi untuk berbagai kondisi lingkungan dan petani, yang lebih kompatibel
dan partisipatif dengan penggunanya. Tujuan
tulisan ini adalah untuk menggambarkan cara

pemikiran dalam penyusunan sistem pakar
budi dayajagung untuk merakit teknologi
spesifik lokasi.
Penyusunan Komponen Teknologi Budi
Daya Tanaman Jagung
Komponen Kultivar
Kultivar unggul, baik hibrida maupun
bersari bebas, mempunyai peranan penting
dalam upaya peningkatan produktivas jagung. Peranannya adalah (a) peningkatkan
hasil tiap satuan luas; (b) toleran terhadap
penyakit, sehingga menekan kehilangan hasil;
(c) sesuai dengan lingkungan, antara lain
toleran kekeringan dan tanah masam, dan (d)
karakter lainnya lebih sesuai dengan preferensi pengguna warna biji, kandungan gizi,
sesuai untuk pangan (ketan, manis); untuk
tortilla dan industri makanan; (f) untuk pakan ternak, baik bijinya atau brangkasannya;
(g) sesuai untuk pola rotasi dalam satu tahun
(misalnya umur genjah). Dengan demikian,
untuk memilih suatu varietas yang sesuai pada suatu lokasi atau wilayah perlu dipertimbangkan faktor-faktor di atas. Misalnya
(1) Kultivar berumur genjah umumnya memiliki produktivitas rendah, sehingga tidak cocok untuk daerah yang banyak waktu tersedia yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman jagung; Kultivari jagung hasil tinggi lebih

sesuai untuk daerah tersebut meskipun berumur dalam; (2) Kultivar jagung toleran
masam akan lebih bermanfaat bila ditanam di
lahan masam, atau kurang bermanfaat bila
ditanam di lahan optimal; (3) Kultivar toleran
kekeringan, akan lebih bermanfaat bila
206

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010

ISBN : 978-979-8940-29-3

ditanam pada daerah yang sering mengalami
kekeringan, namun tidak akan bermanfaat
bila ditanam di daerah cukup air. Prinsipprinsip di atas diperhitungkan dalam Sistem
Pakar Budidaya Jagung (SIPAJA) dalam pemilihan kultivar sesuai lokasi.
Berbagai kultivar jagung unggul telah
dilepas, baik jenis hibrida maupun bersari
bebas dengan karakter keunggulannya masing-masing. Semakin banyak kultivar yang
dilepas dan tersedia di tingkat petani dengan
karakter spesifik, semakin mudah petani

memilih kultivar yang sesuai dengan sumberdaya yang dimilikinya.

Faktor inefisiensi atau efisiensi recovery adalah banyaknya hara asal pupuk yang
masuk terserap ke dalam tanaman dibagi
dengan hara pupuk yang diberikan. Efisiensi
ini merupakan fungsi dari berbagai faktor
eksternal (tekstur tanah, pH tanah, iklim,
pengelolaan tanaman, bentuk pupuk dan cara
pemberiannya) dan faktor internal tanaman
(pola perakaran, pola pertumbuhan tanaman,
kesehatan tanaman, dan kebutuhan hara per
fase tumbuh tanaman) (Fagi et al., 1990;
Makarim et al., 1991). Keselarasan antara
pertumbuhan tanaman dan akar, serta dinamika ketersediaan hara di dalam tanah sangat
berpengaruh terhadap besarnya efisiensi
(Makarim et al., 1991). Pola pertumbuhan
tanaman diketahui mengikuti fungsi matematik yang disebut fungsi logistik yang
bentuknya relatif tetap, sedangkan pola ketersediaan hara di dalam tanah sangat dinamik bergantung pada waktu pemberian pupuk dan sifat tanah. Ketidak-sesuaian kedua
pola tersebut menyebabkan hara kadangkala
tertinggal lama dalam larutan tanah dalam

jumlah banyak karena akar belum mampu
menyerapnya, atau sebaliknya, kekurangan
terjadi justru sewaktu tanaman memerlukannya.
Lamanya hara tertinggal di dalam
larutan tanah, terutama pada lahan sawah,
misalnya akibat waktu pemberian pupuk N
yang tidak tepat, berpeluang besar hilang
melalui pelindian, diserap organisme lain
atau terurai menjadi bentuk tidak tersedia.
Bagi hara P, kelebihan P pupuk akan berubah
bentuk menjadi Fe-P, Al-P, Ca-P dan Porganik yang diserap organisme hidup yang
kurang tersedia bagi tanaman dengan kecepatan perubahannya bergantung pada kondisi tanah seperti air, pH, mikroorganisme

Komponen Pemupukan
Penetapan dosis pupuk berdasarkan
status hara tanah dan kebutuhan tanaman
jagung telah dikembangkan (Cooke, 1985;
Syafruddin et al., 2006). Setiap ton biji jagung
yang dihasilkan diperlukan 27,4 kg N, 4,8 kg P
dan 18,4 kg K (Olson dan Sander, 1988). Cara

ini mempertimbangkan selain jumlah hara
yang sudah tersedia dalam tanah, juga kebutuhan hara tanaman yang merupakan
fungsi dari tingkat hasil dan biomas yang
akan dicapai (Dobermann et al., 2003; Makarim et al., 1991; Makarim et al., 2000). Selisih
masing-masing hara N, P, K yang dibutuhkan
tanaman dan yang tersedia dalam tanah merupakan jumlah hara dalam bentuk pupuk
yang perlu ditambahkan ke dalam tanaman.
Oleh karena tidak semua hara pupuk yang diberikan dapat diserap tanaman, tetapi sebagian hilang, misalnya tercuci, terfiksasi atau
tidak terjangkau akar, maka jumlah hara
pupuk yang diberikan perlu ditambah dengan
faktor inefisiensi. Tekstur tanah merupakan
salah satu faktor yang sering menentukan
besarnya inefisiensi tersebut.
207

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010

ISBN : 978-979-8940-29-3

dan gulma (Makarim et al., 1991). Oleh karena itu, perkembangan pemupukan lebih

lanjut adalah cara menetapkan waktu pemberian pupuk, terutama hara N yang tepat.
Oleh karena banyak faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan hara/pupuk oleh
tanaman, selain status hara tanah dan kebutuhan tanaman, serta sifatnya dinamik, maka perlu dicari penetapan dosis pupuk yang
lebih ad-vance lagi.
Untuk memudahkan perhitungan kebutuhan pupuk dengan cara ini, maka dibuat
perangkat lunak sederhana yang diberi nama
dan sistem pakar pemupukan jagung atau
SIPAPUKJA . Cara rekomendasi dengan
menggunakan sistem pakar ini selain dapat
mengurangi jumlah penggunaan pupuk, juga
dapat mengakomodir peningkatan hasil ke
level tinggi sesuai pengelolaan yang optimal.
Khusus kebutuhan hara N pada tanaman jagung, Syafruddin et al. (2008) melaporkan bahwa Bagan Warna Daun (BWD)
dapat digunakan terutama selama fase V12VT dengan batas kritisnya skala 4,6 untuk
jagung hibrida dan 4,5 untuk komposit. Penurunan nilai BWD sebesar 1 skala akan
menurunkan hasil biji sebesar 30% jika tidak
diberikan pupuk N. Berbagai sumber hara
dapat digunakan ke tanaman jagung untuk
memenuhi kebutuhan tanaman. Pupuk kandang, kotoran ayam dan sapi, pada tanahtanah rendah karbon memberikan tambahan
hasil jagung cukup signifikan (Zubachtirodin

dan Subandi 2008).

memberikan produktivitas tinggi, kualitas benih juga merupakan salah satu faktor penentu
tingginya produktivitas. Pemilihan suatu kultivar unggul yang sesuai, dengan benih yang
berkualitas merupakan langkah awal menuju
keberhasilan dalam usahatani jagung. Benih
berkualitas tinggi adalah benih yang mempunyai viabilitas tumbuh lebih dari 95% saat 4
hari setelah tanam dalam kondisi normal.
Pada umumnya benih-benih yang dijual dalam kemasan plastik kualitasnya cukup baik,
namun jika masih diragukan maka untuk
menghindari kerugian dapat dilakukan pengujian sendiri sebelum ditanam.
Penyiapan lahan
Pada lahan kering/tegalan, pengolahan tanah dilakukan secepatnya setelah hujan
mulai turun dengan mempertimbangkan kondisi lengas tanah yang sesuai untuk pengolahan tanah atau dapat juga dilakukan sebelum
hujan turun. Lahan dibersihkan terlebih dahulu dari tumbuhan pengganggu perdu, baik
secara mekanis maupun dengan herbisida.
Setelah lahan bersih dari tumbuhan pengganggu, dilakukan pengolah tanah dengan
bajak yang ditarik traktor/sapi dan diikuti
dengan garu/sisir serta perataan sampai lahan siap ditanami. Pengolahan tanah juga
dapat dilakukan dengan cangkul jika luasan
lahan sempit. Pengolahan tanah dimaksudkan
untuk mempersiapkan agar lingkungan tumbuh akar tanaman tersedia cukup oksigen.
Oleh karena itu pada lahan yang biasanya
hanya ditanami sekali setahun perlu dilakukan pengolahan tanah atau lahan yang mempunyai tanah bertekstur berat. Untuk penanaman pada lahan sawah tadah hujan atau
irigasi setelah pertanaman padi, atau pada
tanah bertekstur ringan (berpasir atau gem-

Komponen benih
Benih bermutu adalah benih dengan
tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang
tinggi >95%, yang umumnya berupa benih
berlabel. Selain kultivar unggul yang mampu
208

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010

ISBN : 978-979-8940-29-3

bur) dapat dilakukan tanpa pengolahan tanah
terlebih dahulu. Penanaman dapat langsung
dilakukan setelah lahan bersih dari sisa-sisa
jerami padi.

kering. Penanaman pada sawah tadah
hujan yang mempunyai tekstur tanah
agak ringan dapat dilakukan tanpa pengolahan tanah terlebih dahulu. Setelah padi
dipanen dan kondisi lahan sudah mulai
mengering dan memungkinkan untuk tanam jagung, segera dibersihkan dari sisasisa tanaman padi yang ada di sawah dan
selanjutnya dapat langsung dilakukan penanaman. Penanaman dapat dilakukan
dengan menggunakan alat tanam atau
penanaman secara manual dengan menggunakan tugal kayu. Jarak tanam yang
digunakan 75 cm x 40 cm, 2 tanaman tiap
rumpun atau 75 cm x 20 cm, 1 tanaman
tiap rumpun.

Penanaman
Penanaman pada lahan kering dapat
dilakukan secepatnya setelah penyiapan lahan selesai dan lahan siap ditanami, dengan
memperhatikan:
1. Topografi lahan datar sampai berombak,
lahan luas, tenaga kerja, dan ketersedian
jasa penyewaan traktor, cara penanaman
dilakukan dengan menggunakan alat tanam dengan pembuatan alur, menanam/
menjatuhkan benih, dan menutup benih
secara simultan dan otomatis sehingga
penanaman dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Jarak tanam 75 cm x 40
cm, 2 benih tiap lubang tanam. Setelah
benih dimasukkan lubang, benih ditutup
pupuk organik atau tanah.
2. Jika topografi bergelombang sampai berbukit, pemilikan lahan sempit, atau tidak
tersedia jasa penyewaan traktor maupun
bajak dan sapi, maka penanaman dilakukan secara konvensional dengan tugal
kayu menggunakan tenaga manusia untuk
membuat lubang tanam. Jarak tanam 75
cm x 40 cm, 2 benih tiap lubang tanam
atau 75 cm x 20 cm, 1 benih per lubang
tanam. Benih ditutup dengan pupuk organik atau dengan tanah. kedalaman
benih tidak lebih dari 5 cm agar benih
dapat tumbuh cepat ke atas permukaan
tanah.
3. Penanaman jagung pada lahan sawah
tadah hujan setelah pertanaman padi
menjelang musim kamarau, pada prinsipnya tidak berbeda dengan pada lahan

Penyiangan gulma
Pada umumnya periode kritis tanaman jagung terhadap persaingan dengan gulma terjadi pada kisaran 1/3 – 2/3 dari umur
tanaman. Oleh karena itu pada kisaran periode tersebut dianjurkan untuk mempertahankan populasi gulma tetap rendah. Oleh
sebab itu, maka pada saat tanaman berumur
+ 2 minggu harus mulai dilakukan penyiangan gulma, sebelum gulma membentuk bunga dan biji. Penyiangan dianjurkan minimal
2 kali selama pertumbuhan tanaman jagung
yaitu pada sekitar umur 2 minggu dan 4
minggu setelah tanam.
Pembuatan saluran drainase/irigasi
Tanaman jagung selain peka terhadap
kekeringan juga peka terhadap kelebihan air.
Penanaman jagung pada lahan kering yang
ditanam pada saat musim hujan, pembuatan
saluran/alur drainase mutlak diperlukan
yang sekaligus dilakukan untuk pembumbunan tanaman. Alur drainase dapat dibuat
209

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010

ISBN : 978-979-8940-29-3

pada setiap baris atau setiap dua baris
tanaman setelah pemupukan pertama (7 -10
hst). Jika daerah penanaman mempunyai curah hujan tinggi dan sering tergenang sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman pada saat awal pertumbuhan, maka pembuatan alur drainase
dapat dilakukan sebelum penanaman untuk
setiap baris tanaman dalam bentuk guludan,
dan penanaman dapat dilakukan di atas
guludan, atau jika dibuat untuk setiap dua
baris tanaman maka dapat dibuat bedenganbedengan kecil dengan lebar + 1,5 m, dan
penanaman dapat dilakukan di atas bedengan
untuk dua baris tanaman dengan jarak antar
baris 75 cm.

naman yang terserang. Jika serangan dikhawatirkan akan meluas, pemberian insektisida
dapat dilakukan pada semua tanaman dengan
takaran/dosis 10 kg/ha.
Selain itu, pada pertanaman jagung di
lahan sawah tadah hujan juga sering terjadi
serangan belalang. Untuk mengantisipasi serangan belalang ini dapat dilakukan dengan
pembersihan lahan dari sisa-sisa jerami padi
terutama yang berupa tumpukan sebelum
dilakukan penanaman. Belalang akan meletakkan telurnya dalam tanah di bawah tumpukan jerami yang lembab dan akan segera
menetas jika tidak dibersihkan. Jika sampai
terjadi serangan belalang saat pertumbuhan
tanaman, pengendaliannya dapat dilakukan
dengan menggunakan insektisida Regent
dengan takaran/dosis + 1,0 l/ha, tergantung
tingkat serangannya.

Pengendalian hama
Hama yang umum mengganggu pada
pertanaman jagung di lahan kering adalah
penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dan
penggerek tongkol (Helicoverpa armigera).
Kedua hama ini biasanya menyerang pertanaman jagung pada musim hujan. Hama
penggerek batang ini berupa ulat yang menyerang pada bagian batang tanaman pada
saat pertumbuhan vegetatif. Ulat tersebut
masuk ke dalam batang melalui pucuk tanaman dan menggerek masuk ke dalam batang.
Oleh karena itu cara pengendalian dengan
menggunakan insektisida cair tidak akan
mampu mematikan ulat tersebut karena berada dalam batang. Cara pengendalian yang
efektif adalah dengan menggunakan insektisida sistemik dalam bentuk butiran yang
diberikan melalui tanah atau langsung melalui pucuk tanaman. Insektisida berbahan aktif
karbofuran adalah insektisida yang biasa
digunakan, atau berikan/taburkan 3 - 4 butir
insektisida karbofuran pada setiap pucuk ta-

Pengendalian penyakit
Jenis penyakit yang biasa menyerang
tanaman jagung adalah bulai, hawar daun,
pelepah daun, dan karat daun. Penyakit bulai
adalah penyakit yang disebabkan oleh cendawan Sercospora maydis dan paling sering
menyerang pada tanaman jagung dengan
penyebaran yang cepat, jika tidak dilakukan
pencegahan, tanaman tidak akan dapat menghasilkan buah. Penyakit ini muncul bila dipicu
dengan kondisi lingkungan mikro yang kering
disertai kelembaban tinggi. Pengendalian
penyakit bulai ini hanya dapat dilakukan
melalui pencegahan dengan menggunakan
fungisida metalaksil (2 g/1 kg benih) yang
dicampur dengan benih pada saat tanam,
namun jika dengan perlakuan tersebut masih
ada tanaman yang terserang maka tanaman
harus dicabut dan dibuang agar sporanya
tidak menyebar ke tanaman lain. Sampai saat
210

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010

ISBN : 978-979-8940-29-3

ini belum ada kultivar yang mempunyai
ketahanan penuh terhadap serangan penyakit
bulai ini.

sebagai pakar yaitu dapat memberikan saran
yang paling sesuai untuk hal-hal tertentu setelah diberikan informasi kondisi atau input
tertentu. Dalam sistem pakar jagung (SIPAJA)
ini cara budidaya anjuran sebagai output akan
diberikan secara otomatis oleh software ini
berdasarkan perhitungan dan pertimbangan
programnya yang telah disusun (proses),
setelah kondisi lingkungan, termasuk kondisi
sosial ekonomi petaninya (input) diberikan.
Perangkat lunak Sistem pakar jagung ini diisi
dengan berbagai macam data dan informasi
tentang teknologi budidaya tanaman jagung
seperti telah diuraikan di atas Tempat perhitungan atau pengolahan informasi database
dibuat secara terpisah dan tidak ditampilkan
dengan tujuan utama: (a) untuk menjaga orisinilitas perhitungan/pemikiran; (b) membuat penyajian lebih sederhana dan menarik.
Sebagai contoh halaman muka dari SIPAJA,
disajikan dalam Gambar 1.

Teknologi Panen dan Pascapanen
Kehilangan hasil karena susut (kualitas) dan tercecer (kuantitas) di petani pada
musim hujan dan kemarau berkisar 5,2%15,2%. Data tersebut menunjukkan bahwa
tingkat penanganan pascapanen jagung pada
saat itu di petani masih kurang, karena kehilangan hasil akibat tercecer bisa diatasi
penggunaan alas plastik pada saat penjemuran dan pemipilan serta penggunaan karung
pada saat pengangkutan biji dan atau jagung
bertongkol.
Penyusunan Sistem Pakar Jagung
Sistem pakar adalah perangkat lunak
yang dibuat sedemikian rupa, sehingga
dengan bantuan komputer dapat digunakan

Gambar 1. Penampilan halaman depan dari Sistem Pakar Budidaya Jagung
(SIPAJA versi 1.0)

211

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010

ISBN : 978-979-8940-29-3

Pada halaman depan, selain menampilkan ilustrasi kegiatan usahatani jagung dan
produknya, juga ada dua tombol untuk
memulai software ini, yaitu tombol tidak
setuju dan setuju . Kedua tombol ini seperti
untuk membuat perjanjian agar setuju atau
tidak setuju untuk tidak merubah isi dari
software ini agar tetap orisinil, kecuali atas
sepengetahuan/persetujuan si pembuatnya.
Setelah tombol tanda setuju diketik, selanjutnya tampil halaman dua untuk input,
seperti disajikan pada Gambar 2. Input yang

diperlukan antara lain: nama petani dan
lokasi, fisik tanah, kesuburan tanah, hama,
penyakit, gulma yang ada/endemik, kondisi
sosial ekonomi petani dan masyarakat
umumnya, tinggi tempat atau musim. Tidak
harus semua informasi input diberikan,
namun semakin lengkap input diiisi, semakin
akurat informasi dihasilkan. Input yang benar
diharuskan untuk mendapat hasil/saran yang
diperlukan. Hasil rekomendasi atau saran
budidaya yang dihasilkan disajikan pada
Gambar 3.

Gambar. 2
Penampilana halaman 2 dari SIPAJA
versi 1,0 yaitu input karakteristik atau
kondisi lokasi yang diperlukan, meskipun tidak harus semuanya diisi

Gambar 3.
Penampilan halaman 3 dai SIPAJA versi
1.0 yaitu input yang dihaslkan berupa
komponen teknologi budidaya yang
dianjurkan

212

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010

ISBN : 978-979-8940-29-3

Binder, G. Teichmeier, R.B. Ferguson
and C.S. Wortmann. 2003. Understanding corn yield potential in different environments. P. 67-82. In L.S.
Murphy (ed.) Fluid focus: the third
decade. Proceedings of the 2003 Fluid
Forum, Vol. 20. Fluid Fertilizer Foundation, Manhattan, KS.

Kesimpulan
1. Perangkat lunak Sistem pakar budidaya
tanaman jagung (SIPAJA versi 1.0) telah
tersedia dan dapat digunakan untuk
validasi dan verifikasi di lapang.
2. Adanya pengembangan pertanaman jagung secara meluas di Indonesia dengan
karakteristik lokasi yang beragam, memungkinkan diperlukannya sistem pakar
jagung ini dan juga pengembangannya.

Dobermann, A., and T. Fairthurts. 2000. Rice
nutrient disorders and nutrient management. Internasional Rice Research
Institute (IRRI). Los Banos. 192p.
Makarim, A.K., A. Hidayat and H. ten Berge.
1991. Dynamics of soil ammonium, crop
nitrogen uptake, and dry matter production in lowland rice. In: F.W.T.
Penning de Vries, H.H. van Laar and M.J.
Kropff (eds.) Simulation and Systems
Analysis
for
Rice
Production (SARP). Pudoc, Wageningen, The
Netherlands. p.214-238.

Saran
1. Perlu dicoba perangkat lunak ini pada
berbagai kondisi/lingkungan biofisik, sosial dan ekonomi.
2. Perangkat lunak ini dapat digunakan
untuk membuat verifikasi percobaan di
lapang (10 lokasi) dan dibandingkan
dengan cara budi daya jagung setempat
pada lingkungan yang berbeda.
3. Mengadakan pelatihan kepada peneliti/
penyuluh/ketua kelompok tani secara berantai dari lokasi ke lokasi merupakan
skala prioritas.
4. Penerapan prescription farming dengan
bantuan perangkat lunak ini secara meluas dengan membangun klinik usahatani
jagung di daerah-daerah produksi jagung.
Keberhasilan penerapan prescription farming akan cepat meningkatkan hasil dan
produksi jagung, serta keuntungan yang
besar dari usahatani jagung.

Makarim, A.K., S. Purba, A. Kartoharjono., I.
Las, S. Roechan, dan S. Adiningsih.
2000. Pengujian sistem prescription
farming pada pola IP Padi 300. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
19(3):13-24.
Olson, R.A. and D.H. Sander. 1988. Corn
production. In Monograf Agronomy
Corn and Corn Improvement. Wisconsin. p.639-686.
Syafruddin, M. Rauf, R.Y. Arvan, dan M. Akil.
2006. Kebutuhan pupuk N, P, dan K
tanaman jagung pada tanah Inceptisol
Haplustepts. J. Penelitian Pertanian 25
(1):1-8.
Syafruddin, S. Saenong dan Subandi. 2008.
Penggunaan bagan warna daun untuk
efisiensi pemupukan N pada tanaman
jagung. J. Penelitian Pertanian 27(1):2431.

Daftar Pustaka
Cooke, G. W. 1985. Fertilizing for maximum
yield. Granada Publishing Lmt. London.
p. 75-87.

Zubachtirodin dan Subandi. 2008. Peningkatan efisiensi pupuk N, P, K dan
produktivitas jagung pada lahan kering
Ultisols Kalimantan Selatan. J. Penelitian
Pertanian 27(1):32-36..

Dobermann, A., T. Arkebauer, K.G. Cassman,
R.A. Drijber, J.L. Lindquist, J.E. Specht,
D.T. Walters, H. Yang, D. Miller, D.L.
213