Pengaruh kualitas audit terhadap manajem

PENGARUH KUALITAS AUDIT TERHADAP MANAJEMEN LABA
Hariyanti
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Abstrak
Keputusan yang diambil seorang investor harus berasal dari sumber yang valid dan
terpercaya. Manajer yang diberikan tanggungjawab untuk mengelola modal memberikan
tanggungjawabnya dalam bentuk laporan keuangan yang telah di kelola oleh bagian akuntan
perusahaan. Karena adanya kepentingan yang terselubung pihak manajer maka investor
membutuhkan pihak pemeriksa atau audit lapor an keuangan untuk memeriksa kevalidan data
tersebut. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui manajemen laba yang dilakukan
pihak manajer dan mengetahui pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba. Setelah
penulis memaparkan pendapat para peneliti dapat disimpulkan bahwa dimensi kualitas audit
berpengaruh untuk meminimalisir manajemen laba.
Kata Kunci: Kualitas audit, Manajemen laba, Manajer.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan sebagai hasil akhir dari proses akuntansi adalah suatu cara untuk
mengambil keputusan terutama untuk para investor. Keputusan yang di ambil oleh investor
tidak lepas dari pengaruh auditor karena laporan keuangan tersebut harus diperiksa oleh tim
audit terlebih dahulu sebelum disajikan kepada investor. Tim audit ini memeriksa kevalidan
laporan keuangan tersebut. Investor dalam menanamkan modalnya, mempercayakan

pengelolaan terhadap pihak manajemen. Oleh karena itu perlu audit supaya dapat
mempertanggungjawabkan modal tersebut. Scoot (2000, dalam Guna dan Herawaty, 2010)
menyatakan bahwa pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk suatu tujuan
tertentu disebut dengan manajemen laba. Tujuan manajer dalam memilih kebijakan, salah
satunya adalah untuk memperbaiki citra di perusahaan sehingga ke depannya manejer
tersebut masih digunakan.
Salah satu cara untuk mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh manajer adalah
dengan melaksanakan audit. Tetapi, akuntan publik telah dikritik secara luas sepanjang
dekade terakhir ini, karena gagal dalam melindungi kepentingan investor, khususnya sejak
skandal korporasi Enron (Levitt, 1998 dalam Pujilestari dan Herusetya, 2013). Hal ini
membuat para investor juga mempertimbangkan KAP yang akan memeriksa laporan
1

keuangan tersebut. Beberapa penelitian sebelumnya, telah meneliti tentang ukuran suatu KAP
memilki kualitas yang bagus. Pengukuran kualitas audit sejauh ini lebih banyak
menggunakan pengukuran tunggal, atau pengujian bersama dari beberapa pengukuran yang
hanya mewakili salah satu dimensi kualitas audit, misalnya ukuran KAP (Big 5) (Becker et
al., 1998; Reynolds dan Francis, 2001); spesialisasi industri (Balsam et al., 2003); lamanya
masa penugasan audit/pengalaman KAP (audit tenure) (Gosh dan Moon, 2005). Dalam
pembahasan tulisan ini penulis akan membahas kualitas audit dari segi ukuran, lama

penugasan, dan fee audit.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka adapun rumusan masalah dalam tulisan ini
adalah sebagai berikut:
1. Apakah faktor manajemen melakukan manajemen laba dalam sebuah perusahaan?
2. Bagaimana pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor manajemen melakukan manajemen laba dalam sebuah
perusahaan.
2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas audit terhadap manajemen laba.
D. Manfaat Penulisan
Penulis berharap tulisan ini dapat berkonstribusi:
-

Dalam bidang akademisi sebagai penambah literature untuk melakukan penelitian
lebih lanjut terhadap manajemen laba.

-


Terhadap pembaca, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang manajemen
laba yang dilakukan di perusahaan.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU
Agency Theory
Dari sudut pandang manajemen keuangan, salah satu tujuan perusahaan adalah untuk
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau Stockholder (Brigham dan Daves,
2001 dalam Ahmad dan Septriani, 2008). Tujuan tersebut seringkali hanya bisa dicapai
2

apabila tanggung jawab pengelolaan perusahaan diserahkan kepada para profesional,
dikarenakan para pemilik modal memiliki banyak keterbatasan. Dengan menyerahkan
pengelolaan perusahaan tersebut kepada pada profesional, diharapkan mereka dapat menutup
keterbatasan yang ada. Para profesional ini disebut dengan manajer atau agen. Manajer diberi
kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan,
dalam hal ini menciptakan konflik potensial atas kepentingan yang disebut dengan teori agen
(agency theory) .
Teori Keagenan (Agency Theory) pertama kali dikemukakan oleh Jensen dan
Meckling (Jensen dan Meckling, 1976). Teori ini berawal dari adanya pemisahan dan
pengendalian perusahaan yang berdampak pada munculnya konflik antara agen dan prinsipal.

Hubungan keagenan didefinisikan sebagai hubungan antara satu orang atau lebih prinsipal
dengan agen untuk melakukan tindakan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian
kewenangan pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling: 1976).
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu telah dapat membuktikan hubungan antara kualitas
audit dengan praktik manajemen laba yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Meutia (2004
dalam Rachmawati, 2013) telah melakukan penelitian yang menguji hubungan antara kualitas
audit dengan manajemen laba. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa kualitas audit
berpengaruh negative dan signifikan terhadap manajemen laba.
Nuryaman (2008 dalam Rachmawati, 2013) melakukan penelitian terhadap 111
perusahaan manufaktur di Indonesia periode 2006-2008. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh corporate governance terhadap manajemen laba. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Luhgiatno (2008 dalam Rachmawati, 2013) melakukan penelitian tentang pengaruh KAP
kelompok big four dan KAP spesialis industri dalam membatasi manajemen laba pada
perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia periode 2002-2006. Penelitian ini menemukan
indikasi bahwa Kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Gerayli at al. (2011 dalam Rachmawati, 2013) melakukan penelitian terhadap 90
perusahaan non keuangan tahun 2004-2009 di Iran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kualitas auditor terhadap manajemen laba. Hasil penelitian membuktikan Audit

quality berpengaruh terhadap earnings management. Tetapi dari penelitian tersebut, belum
disinggung tentang pengaruh fee audit dalam manajemen laba. Untuk itu, penulis mengambil
pembahasan fee audit untuk memperkaya dimensi kualitas audit.
3

III. PEMBAHASAN
A. Faktor Manajemen Melakukan Manajemen Laba Di Sebuah Perusahaan
1. Manajemen Laba
Scott (1997 dalam Guna dan Herawaty, 2010) mendefinisikan manajemen laba
sebagai berikut "Given that managers can choose accounting policies from a set (for example,
GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own
utility and/or the market value of the firm". Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa
manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar
akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai
pasar perusahaan.
Scoot (1997 dalam Agustina, 2013) membagi cara pemahaman atas manajemen laba
menjadi dua:
1. Opportunistic Earnings Management
Manajemen laba sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak uang, dan political cost.

2. Efficient Earnings Management
Manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka
dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk
keuntungan pihak-pihak terkait dalam kontrak.
Para ahli yang lain menyebutkan bahwa praktik earning management merupakan
suatu praktik pelaporan laba yang merefleksikan keinginan manajemen daripada kinerja
keuangan perusahaan. Pembiasan pengukuran laba dengan menaikkan atau menurunkan dan
melaporkan laba yang tidak representatif seperti yang seharusnya dilaporkan, maka realitas
laba menjadi tereduksi.
2. Motivasi Manajemen Laba
Menurut Watts and Zimmerman (1986 dalam Rachmawati, 2013), tiga hipotesis PAT
(Positive Accounting Theory) dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba,
yaitu sebagai berikut.
a. The Bonus Plan Hypothesis
Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan
akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan
ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini disebabkan oleh
manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini.
4


b. The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis)
Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan
cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan
atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami
kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor, bahkan
perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.
c.

The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)
Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih
memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode
sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang
dilaporkan. Biaya politik muncul karena profitabilitas perusahaan yang tinggi
dapat menarik perhatian media dan konsumen.

Menurut Abdelghany (2005 dalam Agustina, 2013), faktor-faktor yang mendorong
manajer melakukan manajemen laba antara lain:
1. Memenuhi harapan anilisis
Umumnya, ekspektasi analisis dan prediksi perusahaan cenderung ke arah dua
komponen dari kinerja keuangan yaitu pendapatan dan laba operasi. Tekanan untuk

memenuhi harapan laba sangat besar dan dapat menjadi katalisator utama dalam
memimpin manajer untuk terlibat dalam praktek manajemen laba.
2. Menghindari pelanggaran perjanjian hutang dan meminimalkan biaya politik
Beberapa perusahaan memiliki insentif untuk menghindari pelanggaran persyaratan
laba terhadap basis utang. Jika dilanggar, pemberi pinjaman mungkin dapat
menaikkan suku bunga utang atau permintaan pembayaran segera. Akibatnya
beberapa

perusahaan

dapat

menggunakan

teknik

manajemen

laba


dalam

meningkatkan laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian tersebut. Di sisi lain,
beberapa perusahaan lain memiliki insentif untuk laba yang lebih rendah dalam
rangka meminimalkan biaya politik yang terkait dengan informasi laba terlalu
menguntungkan.
3. Rekayasa laba menuju tren masa depan yang berkelanjutan
Selama bertahun-tahun telah dipercaya bahwa perusahaan harus berusaha untuk
mengurangi volatilitas arus pendapatan dalam rangka untuk memaksimalkan harga
saham demi menghindari resiko. Akibatnya, perusahaan memiliki insentif untuk
mengelola laba untuk mencapai aliran laba yang berkelanjutan.
4. Memenuhi rencana persyaratan bonus
5

Laba yang dikelola konsisten searah dengan pemberian bonus bagi para manajer
perusahaan. Jika laba berada di bawah level minimum untuk mendapatkan bonus,
maka laba akan dikelola di atas level minimum, sehingga level minimum tercapai dan
bonus diterima. Sebaliknya, jika laba berada di atas level maksimim untuk
mendapatkan bonus, maka laba akan dikelola di bawah level maksimum. Penghasilan
tambahan yang tidak menambah bonus dalam periode kini disimpan untuk sewaktuwaktu mendapatkan bonus di periode mendatang.

5. Pergantian manajemen
Manajemen laba biasanya terjadi sekitar waktu pergantian manajemen, Chief
Executive Officer (CEO) sebuah perusahaan dengan indikator kinerja yang buruk
akan mencoba untuk meningkatkan laba yang dilaporkan untuk mencegah atau
menunda dipecat. Di sisi lain, CEO baru akan mencoba mengelola laba yang baik di
waktu mendatang dengan praktek manajemen laba, sehingga ketika kinerjanya
dievaluasi dan diukur, dapat menyalahkan laba yang dihasilkan rendah oleh CEO
sebelumnya.
B. Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba
Sebagai salah satu alat untuk mencegah manajemen laba adalah melalui audit.
Kualitas audit menjadi pusat perhatian dan diandalkan untuk memperbaiki hubungan agen
dengan investor dalam menumbuhkan rasa kepercayaan investor untuk tetap memberikan
tugas pengelolaan modalnya terhadap manajemen tersebut.
Hubungan yang terjalin antara auditor dan manajemen dapat membawa keraguaraguan dalam hasil auditnya, apakah sudah independen atau tidak. Untuk itu penulis dalam
tulisan ini akan membahas mengenai kualitas audit yang akan berpengaruh terhadap
manajemen laba. Kualitas audit akan dilihat dari dimensi ukuran KAP (Big 4/ non-Big 4),
masa penugasan audit, dan fee audit yang diberikan manajemen.
1. Ukuran KAP (Big 4/ non-Big 4)
Auditor yang bekerja di KAP Big four dipandang memiliki kemampuan dan keahlian
yang lebih dalam melakukan audit dibandingkan dengan KAP non-big four, sehingga

informasi yang dihasilkan lebih berkualitas. Auditor big four memiliki pengalaman dan
reputasi yang tinggi dalam membatasi besarnya manajemen laba dikalangan masyarakat.
Apabila auditor tidak dapat menjaga reputasinya, maka akan menimbulkan keraguan

6

masyarakat mengenai kemampuan auditor. Auditor dianggap gagal dalam menjalankan
peranannya sebagai auditor.
Backer et al. (1998) menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan yang auditornya
bukan KAP kelompok Big five melaporkan unexpected accruals yang secara signifikan
menambah pendapatan jika dibandingkan dengan perusahaan yang auditornya berasal dari
KAP kelompok Big five. Chen et al (2005 dalam Rachmawati, 2013) dalam penelitiannya
menemukan bahwa klien dari auditor non-big four melaporkan discretionary accruals yang
lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh klien dari auditor big four. Penelitian yang dilakukan
oleh Rusmin (2010 dalam Rachmawati, 2013) menunjukkan bahwa discretionary accruals
yang merupakan proksi manajemen laba perusahaan yang diaudit oleh auditor big four lebih
rendah dibandingkan yang diaudit oleh auditor non-big four. Penelitian serupa dilakukan
Gerayli at al (2011 dalam Rachmawati, 2013) yang membuktikan bahwa perusahaan yang
diaudit oleh auditor big four menggunakan lebih sedikit manajemen laba. Penelitianpenelitian tersebut menunjukkan bahwa auditor Big four memiliki kemampuan untuk
mendeteksi adanya praktek manajemen laba di dalam suatu perusahaan dan berpengaruh
terhadap kualitas audit dalam mendeteksi kecurangan.
2. Masa Penugasan Audit
Terdapat perdebatan mengenai temuan penelitian sebelumnya sehubungan dengan
pengaruh masa penugasan audit yang panjang dan pendek terhadap kualitas audit yang tinggi
ataupun sebaliknya.
Penelitian sebelumnya membagi masa penugasan audit menjadi beberapa katagori.
Johnson et al. (2002 dalam Pujilestari dan Herusetya, 2013) dan Gul et al. (2009 dalam
Pujilestari dan Herusetya, 2013) membagi masa penugasan audit menjadi 3 katagori, yaitu
masa penugasan pendek (2-3 tahun), menengah (4-8 tahun), dan panjang (9 tahun ke atas).
Berdasar-kan argumentasi di atas, maka diduga bahwa masa penugasan audit dalam jangka
waktu menengah, yaitu 4-8 tahun akan memiliki kualitas audit yang tinggi, karena auditor
dapat memiliki pemahaman yang cukup terhadap klien dan industrinya, namun tidak
mengurangi tingkat independensi auditor. Pada masa penugasan jangka waktu menengah ini,
kualitas audit akan memiliki implikasi bagi manajemen untuk cenderung melakukan
manajemen laba transaksi real, termasuk aktivitas pengakuan pendapatan strategis
sebagaimana ditemukan oleh Caylor (2010 dalam Pujilestari dan Herusetya, 2013) agar
tindakannya tidak terdeteksi oleh auditor.

7

Chi et al. (2011 dalam Pujilestari dan Herusetya, 2013) juga menemukan bahwa jika
masa penugasan audit mengindikasikan kualitas audit yang tinggi, maka auditor dapat
mencegah manajemen laba berbasis akrual, oleh karena itu manajemen akan memilih untuk
beralih melakukan manajemen laba transaksi real agar tidak terdeteksi oleh auditor. Temuan
Chi et al. (2011 dalam Pujilestari dan Herusetya, 2013) menyimpulkan bahwa masa
penugasan audit sebagai ukuran kualitas audit memiliki asosiasi positif dengan perilaku
manajemen laba transaksi real. Dalam transaksi real yang dilakukan manajemen bisa
terdeteksi apalagi jika manajemen hanya menggunakan metode manipulasi yang biasa
sehingga dapat disimpulkan bahwa masa penugasan audit menengah berpengaruh terhadap
kualitas audit.
3. Fee audit
De Angelo (1981 dalam Agustina, 2013) menyatakan bahwa audit fees merupakan
pendapatan yang besarnya bervariasi karena tergantung dari beberapa faktor dalam
penugasan audit seperti ukuran perusahaan klien, kompleksitas jasa audit yang dihadapi
auditor, risiko audit yang dihadapi auditor dari klien, serta nama Kantor Akuntan Publik yang
melakukan jasa audit. Simunic (1996 dalam Agustina, 2013) menyatakan bahwa audit fees
ditentukan oleh besar kecilnya perusahaan yang diaudit (client size), risiko audit (atas dasar
current ratio, quick ratio, D/E, ligitation risk) , dan kompleksitas audit (subsidiaries, foreign
listed). Sedangkan menurut Sankaraguruswamy et al. dalam Halim (2005 dalam Agustina,
2013) audit fees merupakan pendapatan yang besarnya bervariasi tergantung dari beberapa
faktor dalam penugasan audit seperti keuangan klien (financial of client), ukuran perusahaan
klien (client size), ukuran auditor atau KAP, keahlian yang dimiliki auditor tentang industry
(industry expertise), serta efisiensi yang dimiliki auditor (technological efficiency of
auditors). Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan No.
KEP.024/IAPI/VII/2008 pada tanggal 2 Juli 2008 tentang kebijakan penentuan audit fees.
Dijelaskan bahwa panduan ini dikeluarkan sebagai panduan bagi seluruh anggota IAPI yang
menjalankan praktik sebagai akuntan publik dalam menetapkan besaran imbalan yang wajar
atas jasa professional yang diberikannya.
Lebih lanjut lagi, dijelaskan bahwa dalam menentapkan imbalan jasa yang wajar
sesuai dengan martabat profesi akuntan publik dan dalam jumlah yang pantas untuk dapat
memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar professional akuntan publik yang berlaku.
Imbalan jasa yang terlalu rendah atau secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan
oleh auditor atau akuntan pendahulu atau dianjurkan oleh auditor atau akuntan lain, akan
8

menimbulkan keraguan mengenai kemampuan dan komptensi anggota dalam menerapkan
standar teknis dan standar professional yang berlaku.
Menurut Van Cameghen (2009 dalam Agustina, 2013), perusahaan dengan tingkat
manajemen laba yang tinggi lebih cenderung untuk membayar audit fees yang lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tingkat manajemen laba yang rendah.
Konsisten dengan penelitian tersebut, penelitian Ghosh (2010 dalam Agustina, 2013) juga
membuktikan bahwa perusahaan dengan tingkat keburaman laba/ manajemen laba yang
tinggi membayar audit fees yang lebih tinggi.
IV.

KESIMPULAN
Kualitas audit memiliki pengaruh yang sangat besar untuk mencegah terjadinya

manajemen laba yang dilakukan pihak manajer. Ukuran KAP sebagai salah satu dimensi
kualitas audit memiliki pengaruh yang dalam, hal ini diakibatkan oleh pelatihan yang
dilaksanakan oleh KAP dengan ukuran Big 4. Dalam masa penugasan audit beberapa
pendapat mengatakan bahwa masa penugasan pendek membuat auditor llebih independen.
Tetapi pendapat lain mengemukakan bahwa masa penugasan yang lama membuat auditor
lebih independen. Dari pendapat tersebut penulis lebih condong ke arah menengah yaitu 4-8
tahun akan memiliki kualitas audit yang tinggi, karena auditor dapat memiliki pemahaman
yang cukup terhadap klien dan industrinya, namun tidak mengurangi tingkat independensi
auditor. Terkait dengan fee audit, para peneliti beranggapan bahwa dengan tingkat
manajemen laba yang tinggi, maka fee audit yang diberikan akan tinggi juga.

9

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Afridian Wirahadi dan Yossi Septriani, 2008, Konflik Keagenan: Tinjauan Teoritis
dan Cara Menguranginya, Jurnal Akuntansi dan Manajemen, 3 (2): 47-55.
Agustina, 2013, Analisis Pengaruh Tipe Kepemilikan Perusahaan Dan Manajemen Laba
Terhadap Pemilihan Auditor Dan Audit Fees (Studi Empiris Pada Perusahaan Non
Keuangan Go Public Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2010 Dan 2011), SKRIPSI S1,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Balsam, S., Krishnan, J. & Yang, J.S. 2003. Auditor Industry Specialization and Earnings
Quality. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 22. 2, 71-97.
Becker, C.L., Defond, M.L., Jiambalvo, J. & Subramanyam, K.R. 1998. The Effect of Audit
Quality on Earnings Management. Contemporary Accounting Research, 15, 1-24.
Ghosh, A. & Moon, D. 2005. Auditor Tenure and Perceptions of Audit Quality. The
Accounting Review,80, 2, 585-612.
Guna, Welvin I dan Arleen Herawaty, 2010, Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance, Independensi Auditor, Kualitas Audit, dan Faktor Lainnya Terhadap
Manajemen Laba, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 12 (1): 53-68.
Jensen, M., dan W.H. Meckling. 1976. Theory Of The Firm: Magerial Behavior, Agency Cost
And Ownership Structure. Journal Of Financial Economics 3. Hal. 305-360.
Pujilestari, Reisha dan Antonius Herusetya, 2013, Pengaruh Kualitas Audit Terhadap
Manajemen Laba Transaksi Real - Pengakuan Pendapatan Strategis, Jurnal Akuntansi
dan Keuangan, 15 (2): 75-85.
Rachmawati, Yulia, 2013, Pengaruh Kualitas Auditor Terhadap Manajemen Laba (Studi
Empiris Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2009-2011), SKRIPSI S1. Universitas Diponegoro, Semarang.
Reynolds, K.J. & Francis, J.R. 2001. Does Size Matter? The influence of Large Clients on
Office-Level Auditor Reporting Decisions. Journal of Accounting and Economics, 30,
3, 375-400.

10