Pengaruh Kegiatan Komunikasi Informasi Dan Edukasi Terhadap Tindakan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Sma Negeri 17 Medan Tahun 2013

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Remaja 1. Remaja

Remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja menengah (15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun). Defenisi ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun. Gunarsa (1978) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Masa remaja adalah masa yang penting dalam perjalanan kehidupan manusia. Golongan umur ini penting karena menjadi jembatan antara masa kanak-kanak yang bebas menuju masa dewasa yang menuntut tanggung jawab (Kusmiran,2012 : 4).

Menurut Imron (2012) Masa remaja sebagai masa ketika perubahan fisik, mental, dan sosial ekonomi terjadi. Secara fisik,terjadi perubahan karakteristik jenis kelamin sekunder menuju kematangan seksual dan reproduksi. Proses


(2)

perubahan mental dan identitas usia dewasa berkembang pada masa remaja. Secara ekonomis, masa ini adalah masa transisi dari ketergantungan sosial-ekonomi secara total kearah ketergantungan yang relative lebih rendah. Masa ini juga merupakan masa yang paling penting dalam kehidupan, ketika keputusan-keputusan penting diambil dan persiapan dilakukan sehubungan dengan karier dan peranan dalam kehidupan (Raymundo,dkk., 1999:37). James-Traore (2001:12) menggunakan kategori usia untuk membedakan remaja menurut perkembangan fisik mereka, seperti masa remaja awal (10-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-19tahun), dan dewasa muda (20-24 tahun). Sedangkan, Depkes RI (2001 : 50) mendefenisikan remaja hanya meliputi penduduk berusia 10-19 tahun dan belum kawin.

2. Tahapan Masa Remaja

Menurut Widyastuti (2009), ciri perkembangan masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

a. Masa Remaja Awal (10-12 tahun), dengan ciri khas antara lain : 1. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya. 2. Tampak dan merasa ingin bebas

3. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak)

b. Masa Remaja Tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain : 1. Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri

2. Adanya keinginan untuk kencan atau ketertarikan kepada lawan jenis. 3. Timbul perasaan cinta yang mendalam


(3)

4. Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang 5. Berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual c. Masa Remaja Akhir (16-19 tahun), dengan cirri khas antara lain :

1. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri 2. Lebih selektif dalam mengencani teman sebaya

3. Mempunyai citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya 4. Dapat mewujudkan perasaan cinta

5. Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak

3. Karakteristik Remaja

Menurut, Jaringan Epidemiologi Nasional (2011) berdasarkan ciri-ciri perkembanganya, maka secara umum remaja memiliki karakter dan kebutuhan :

1. Rasa ingin tahu yang besar, rasa ingin tahu ini bisa jadi membahayakan, karena :

Sering kali melibatkan beberapa hal yang vital dan mendasar seperti : apakah Tuhan itu ada, bagaimana rasanya melakukan HUS (Hubungan Seks).

Seringkali dikaitkan dengan karakteristik remaja lain yaitu kebutuhan akan kemandirian yang mendorong ke arah tindakan untuk membuktikan rasa ingin tahunya.

2. Rasa ingin tahu yang dan kebutuhan akan kemandirian tersebut mendorong remaja kearah kematangan. Akan tetapi, jika rasa ingin tahu ini tidak dijaga. Dalam batasan tertentu yang tidak dapat


(4)

dikuasainya akan membawanya kepada pengetahuan yang sebenarnya secara emosional belum siap diterima remaja.

Menurut Schneider, kebutuhan khas yang dimiliki remaja sesuai dengan perkembanganya adalah sebagai berikut : kebutuhan akan identitas diri, kebutuhan individualitas, kebutuhan akan kemandirian.

B. Kesehatan Reproduksi Remaja

1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja

Defenisi kesehatan reproduki menurut ICPD Kairo (1994) yaitu suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata mata bebas dari dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan system reproduksi, serta fungsi serta prosesnya. Dengan adanya defenisi tersebut maka setiap orang berhak dalam mengatur jumlah keluarganya, termasuk memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih cara-cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainya (Hanim, 2011 : 4)

Menurut IPPF (International Plan Parenthood Federation) yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi yang mencakup kesehatan fisik, mental dan sosial dalam arti kata bahwa kesehatan reproduksi tidak semata mata membahas tentang struktur biologis laki-laki dan perempuan tetapi juga meliputi pengetahuan system dan fungsi reproduksi, penyakit menular seksual, AIDS dan membongkar mitos-mitos seksual (Tim Perkumpulan Keluarga Berencana,2009:46)


(5)

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang menyeluruh dan tidak semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal berhubungan dengan system reproduksi dan fungsi serta prosesnya. Kesehatan reproduksi oleh karena itu menyatakan bahwa seseorang mampu memiliki kehodupan seks yang memuaskan dan aman bahwa mereka memiliki kemampuan untuk berproduksi dan bebas untuk memutuskan, kapan dan seberapa sering melakukanya

(Anonim, 2010 : 5).

2. Tindakan Kesehatan Reproduksi Remaja Wanita

Mengetahui kondisi normal organ sangat penting, dari situ kita bisa mendeteksi secara dini kalau hal-hal yang tidak wajar dan mencurigakan. Yang dibutuhkan adalah secara rutin membasuh bagian diatas vulva dengan hati-hati menggunakan air hangat dan sabun lembut. Terlalu sering membasuh vagina dengan cairan kimia dan penggunaan deodorant dan parfum akan merusak keseimbangan yang ada sehingga memungkinkan terjadinya infeksi (Jaringan Epidemiologi Nasional,2009).

Pada saat menstruasi biasanya perempuan menggunakan pembalut wanita. Penting diperhatikan bahwa pembalut itu harus berbahan lembut, menyerap dengan baik, tidak mengandung bahan yang mengandung alergi, dan merekat dengan baik pada celana dalam. Pembalut perlu diganti 4 hari sampai 5 kali sehari untuk menghindari pertumbuhan bakteri yang berkembang biak pada pembalut wanita, juga agar pembalut tersebut tidak masuk ke dalam vagina. Pakaian dalam sebaiknya memilih dan


(6)

mengenakan pakaian dalam terbuat dari katun, karena bahan ini menyerap keringat sehingga tidak membuat daerah kelamin kepanasan dan lembab. Hindari pemakaian celana dalam yang ketat. Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang terjadi karena perubahan keseimbangan normal bakteri yang ada disitu. Tanda dan gejala paling umum adalah munculnya cairan berwarna putih keruh keabuan dan berbusa serta menimbulkan bau kurang sedap (Jaringan Epidemiologi Nasional,2009).

3. Hak-Hak Remaja Terkait Dengan Kesehatan Reproduki

Menurut Aisyaroi (2010), Remaja juga memiliki hak-hak mendasar terkait, kesehatan reproduksi. Hak-hak itu juga harus terpenuhi sebagai kebutuhan dasar mereka. Hak-hak itu adalah :

a. Hak hidup. Ini adalah hak dasar setiap individu tidak terkecuali remaja, untuk terbebas dari resiko kematian karena kehamilan, khususnya bagi remaja perempuan.

b. Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan. Termasuk dalam hal ini adalah, perlindungan privasi, martabat, kenyamanan, dan kesinambungan.

c. Hak atas kerahasian pribadi. Artinya, pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja dan setiap individu harus menjaga kerahasiaan atas pilihan-pilihan mereka.

d. Hak atas informasi pendidikan. Ini termasuk jaminan kesehatan dan kesejahteraan perorangan maupun keluarga dengan adanya informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi yang memadai tersebut.


(7)

e. Hak atas kebebasan berpikir. Ini termasuk hak kebebasan berpendapat, terbebas dari penafsiran ajaran yang sempit kepercayaan, tradisi, mitos-mitos, dan filosofi yang dapat membatasi kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi dan pelayanan seksual.

f. Hak berkumpul dan berpartisipasi dalam politik. Hal ini termasuk mendesak pemerintah dan parlemen agar menempatkan masalah kesehatan reproduksi menjadi prioritas kebijakan Negara.

g. Hak terbebas penganiayaan dan perlakuan buruk. Hal ini terutama bagi anak-anak dan remaja untuk mendapatkan perlindungan dari eksploitasi, pelecahan, perkosaan, penyiksaan, dan kekerasan seksual. h. Hak mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan terbaru. Yaitu hak

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaru, aman, dan dapat diterima.

i. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. Ini berarti setiap individu dan juga remaja berhak bebas dari segala bentuk diskriminasi termasuk kehidupan keluarga, reproduksi, dan seksual. j. Hak untuk kebebasan dan keamanan. Remaja berhak mengatur

kehidupan seksual dan reproduksinya, sehingga tidak seorangpun dapat memaksanya untuk hamil, aborsi, ber-KB dan sterilisasi.


(8)

C. Komunikasi, Informasi dan Edukasi dalam Kesehatan Reproduksi Remaja.

a. Komunikasi

Menurut Notoatmodjo (2003), Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi interpersonal, maupun komunikasi massa. Tujuan utama komunikasi kesehatan adalah perubahan perilaku kesehatan masyarakat.

Komunikasi adalah proses dimana seseorang mengirimkan pesan kepada orang lain. Pengiriman pesan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan “kata” atau “bahasa”. Agar proses komunikasi dapat berlangsung, diperlukan adanya beberapa unsur komunikasi. Unsur-unsur tersebut adalah : komunikator, pesan,penerima, dan umpan balik. Pada dasarnya setiap orang setiap saat memikirkan, merasakan sesuatu dan ingin berkomunikasi dengan orang lain (Fathonah,2008 : 26)

b. Informasi

Menurut Oktarina (2009) Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media massa. Pengetahuan remaja khususnya tentang kesehatan bias di dapat dari beberapa sumber antara lain media cetak, tulis, elektronik, pendidikan sekolah, penyuluhan (Jurnal Zulaikha, 2010).


(9)

c. Edukasi

Pendidikan menurut Zulaikha (2010) adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemapuan di dalam dan diluar sekolah serta berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.

Pemberian informasi kesehatan reproduksi kepada remaja maupun orangtua dapat dilakukan melalui berbagai media yang tersedia baik mass media berupa media cetak, elektronik maupun “e-file” , berbagai kelompok yang ada di masyarakat maupun di sekolah. Pemberian informasi tersebut ditujukan kepada remaja maupun orangtua. Materi meliputi tiga aspek utama : a) kesehatan reproduksi yaitu seputar seksualitas manusia termasuk reproduksi manusia. b) HIV dan AIDS. c) narkoba. Ketiga unsur utama kesehatan reproduksi remaja tersebut dikemas dan dikaitkan dengan life skill yaitu bagaimana para remaja dapat menghindari hal-hal buruk bagi kondisi kesehatan reproduksi mereka. Dalam proses penyiapan KIE tersebut maka selain diperlukan penyiapan sumber daya manusia dan metode penyampaian juga perlu dikembangkan materi yang berkualitas yang mampu merubah tidak saja aspek pengetahuan namun juga sikap dan perilaku target sasaran (Fathonah,2008).

D. Konsep perilaku

Perilaku adalah bentuk responden atau reaksi terhadap stimuls atau ransangan dari luar organism (orang). Namun dalam memberikan respon


(10)

sangat tergantung pada karakteristik atau factor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap tiap orang berbeda (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakanusaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan, perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang harus diseleraskan peran manusia sebagai makhluk individu, sosial, dan kebutuhan (Purwanto, 1999).

Perilaku dibagi dalam 3 ranah, meskipun ranah tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembatasan ranah ini dilakukan untuk pembatasan pendidikan yaitu: ranah kognitif, ranah efektif dan ranah psikomotor.

Dalam perkembangan selanjutnya pada akhir pendidikan ada 3 ranah disini diukur dari:

a. Knowledge (pengetahuan).

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dari suatu obyek tertentu setelah melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, rasa dan raba, merupakan suatu kebutuhan bagi keluarga apabila diikuti dengan pendidikan. Perubahan perilaku seseorang dapat terjadi melalui proses belajar (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Sarwono (2004), tingkat pengetahuan itu lebih bersifat pengenalan terhadap sesuatu benda atau hal secara obyektif. Tingkat


(11)

pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).

Menurut Notoatmodjo (2006), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu know (tahu), comprehension (memahami), application (aplikasi), analysis (analisis), synthesis (sintesis) dan evaluation (evaluasi).

b. Attitude (Sikap)

Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak, berekspresi sesuai dengan sikap objek. Sikap mempunyai segi motifasi dari segi-segi perasaan, sikap ada bersipat positif ada yang negatif dalam sikap positif tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu sedangkan sikap negatif cenderung menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu dalam keidupan bermasyarakat (Purwanto, 1999).

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup untuk seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap tidak ada langsung dilihat, tetapi hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2003).

Selain bersifat positif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat bendi,benci, dsb). Sikap tidak sama denagn perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering


(12)

sekali terjadi bahwa seseorang memperlihatnkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang ada berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya. (Notoatmodjo, 2003).

Sikap ini terdiri dari 4 tingkatan yaitu: 1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus.

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valang)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap ada dilakukan secara langsung dengan mengatakan pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).


(13)

c. Practise (tindakan)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk terbentuknya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas disamping fasilitas juga diperlukan factor pendukung (support) dari pihak lain.

Tingkat-tingkat praktek tindakan :

1. Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktek tingkat 2.

3. Mekanisme, apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka dia sudah mencapai tingkat ketiga.

4. Adaptasi, adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya sudah dimodifikasikanya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

E. Aspek dalam KIE Kesehatan Reproduksi

Menurut Hanim, Santosa dan Affandi (2011), tujuh aspek yang perlu di perhatikan dalam melaksanakan setiap kegiatan KIE kesehatan reproduksi, yaitu:


(14)

a. Keterpaduan

Kegiatan KIE kesehatan reproduksi dilaksanakan secara terpadu. Keterpaduan dapat berupa keterpaduan dalam aspek sasaran, lokasi, petugas penyelenggara dana, maupun sasaran.

b. Mutu

Materi KIE kesehatan reproduksi haruslah bermutu, artinya selalu didasarkan pada informasi ilmiah terbaru, kebenaranya dapat dipertanggungjawabkan, jujur serta seimbang, sesuai dengan media dan jalur yang dipergunakan untuk menyampaikanya, jelas dan terarah pada kelompok sasaran secara tajam tepat guna dan tepat sasaran.

c. Media dan Jalur

Kegiatan KIE Kesehatan reproduksi dapat di laksanakan melalui berbagai media, dan jalur sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Pemilihan media dan jalur ini dilakukan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan masing-masing media dan jalur sesuai dengan kondisi kelompok sasaran dan pesan yang ingin disampaikan.

d. Efektif

Pesan-pesan KIE kesehatan reproduksi harus informasi yang jelas tentang pengetahuan dan perilaku apa yang diharapkan akan mampu dilakukan oleh kelompok sasaran.


(15)

Penyampaian materi dan pesan-pesan harus diberikan secara bertahap, berulang ulang dan bervariasi, sesuai dengan daya serap dan kemampuan kelompok sasaran untuk melaksanakan perilaku yang diharapkan.

f. Menyenangkan.

Perkembangan terakhir dunia komunikasi menunjukan bahwa kegiatan KIE paling berhasil jika dilaksanakan dengan cara penyampaian yang kreatif dan inovatif sehingga membuat kelompok sasaran merasa senang dan terhibur. penyampaian yang kreatif dan inovatif ini dilakukan melalui pendekatan “pendidikan yang menghibur” (edu-tainment), yang merupakan kombinasi dari edukasi (pendidikan) dan entertainment (hiburan).

g. Berkesinambungan

Semua kegiatan KIE tidak berhenti pada penyampaian pesa-pesan saja, namun harus diikuti dengan tindak lanjut yang berkesinambungan.

F. Strategi KIE Kesehatan Reproduksi.

Menurut Hanim (2011) upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kesehatan reproduksi memiliki dua tujuan yaitu : (a) penentuan pengetahuan, (b) perubahan perilaku kelompok sasaran/klien tentang semua aspek kesehatan reproduksi. Dengan tercapainya dua tujuan ini, diharapkan dapat membantu tercapainya tujuan akhir kegiatan pelayanan kesehatan reproduksi, yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Ada tiga strategi yang biasa digunakan sebagai dasar melaksanakan kegiatan KIE kesehatan reproduksi, yaitu:


(16)

1. Advokasi

Mencari dukungan dari para pengambil keputusan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan reproduksi, sehingga tujuan KIE kesehatan reproduksi dapat tercapai. kelompok sasaran untuk strategi advokasi ini biasa dikenal dengan istilah “kelompok sasaran tersier”. Bentuk operasional dari strategi advokasi ini biasanya berupa pendekatan kepada pimpinan/institusi tertinggi setempat.

Tujuan advokasi :

a. Meningkatkan kesadaran mengenai besar dan seriusnya permasalahan. b. Mengurangi dan menghilangkan praktek-praktek diskriminatif dan

hambatan-hambatan kebijakan yang menghalangi upaya-upaya pencegahan dan pengobatan (kesehatan reproduksi remaja)

c. Kampanye untuk aksi yang efektif dan berkelanjutan. Bentuk – Bentuk Advokasi

Networking sebenarnya merupakan membuat dan menjaga kontak dengan individu dan organisasi lain yang berbagi dan mendukung tujuan advokasi dan dapat membantu mencapainya.

1. Melalui Media

Media mengacu pada chanel komunikasi, termasuk cetak ataupun elektronik, misalnya internet, koran, jurnal, majalah, radio dan televisi.


(17)

2. Melalui Materi Tercetak

Menentukan cara penyampaian pesan pada public sangat tergantung pada beberapa faktor, salah satu yang paling penting adalah sumber daya yang dimiliki, baik dana maupun keahlian.

3. Melalui Internet

Tegnologi internet merupakan alat yang dapat digunakan yang secara strategis usaha menarik target sasaran secara mutakhir dan organisir. Tetapi penggunaanya lebih efektif bila merupakan komplemen dan suplemen bukan sebagai pengganti cara yang lebih tradisional.

2. Bina Suasana

Membuat lingkungan sekitar bersifat positif terhadap tujuan KIE kesehatan reproduksi yang ingin dicapai yaitu peningkatan pengetahuan yang diikuti perubahan perilaku. Strategi ini biasanya digunakan untuk kelompok sasaran para pimpinan masyarakat atau orang-orang yang mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan dan perilaku kelompok sasaran utama. kelompok sasaran untuk strategi bina suasana ini bias dikenal dengan istilah “kelompok sasaran sekunder”. Bentuk operasional dari strategi ini biasanya berupa pelatihan, sosialisasi program, pertemuan-pertemuan dan dapat memanfaatkan metode komunikasi modern dan formal maupun metode sederhana dan informal.

a. Tujuan Bina suasana

1. Untuk mencairkan suasana pelatihan, agar setiap peserta dapat saling mengenal dan bebas berpartisipasi dan mengemukakan pendapatnya.


(18)

2. Menghilangkan rasa ketegangan dan sebagai penyegar otak serta fisik disaat individu mulai jemu atau mengalami penurunan kemampuan menyerap kemampuan yang telah diberikan.

3. Gerakan Masyarakat

Membuat pengetahuan kelompok sasaran utama meningkat yang diikuti dengan perubahan perilaku mereka sehingga dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Kegiatan ini biasanya bisa didapatkan oleh mahasiswa melalui Usaha Kesehatan di Sekolah atau (UKS), atau melalui program kesehatan melalui Puskesmas. Kelompok sasaran untuk strategi gerakan masyarakat ini umumnya merupakan kelompok sasaran utama dan dikenal dengan istilah “kelompok sasaran primer” yaitu mereka yang berpengetahuan dan perilakunya hendak diubah. Bentuk operasional dari strategi ini biasanya berupa tatap muka langsung atau penyuluhan kelompok, dan sering memanfaatkan metode komunikasi yang lebih sederhana dan informal. yang akan Semua kegiatan KIE kesehatan reproduksi di Indonesia selalu mengacu pada 5 pelayanan yang tekait dalam kesehatan reproduksi, yaitu pelayanan kesehatan ibu dan bayi dan baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan PMS termasuk HIV/AIDS.


(1)

c. Practise (tindakan)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk terbentuknya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas disamping fasilitas juga diperlukan factor pendukung (support) dari pihak lain.

Tingkat-tingkat praktek tindakan :

1. Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan

yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktek tingkat 2.

3. Mekanisme, apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka dia sudah mencapai tingkat ketiga.

4. Adaptasi, adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik, artinya sudah dimodifikasikanya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

E. Aspek dalam KIE Kesehatan Reproduksi

Menurut Hanim, Santosa dan Affandi (2011), tujuh aspek yang perlu di perhatikan dalam melaksanakan setiap kegiatan KIE kesehatan reproduksi, yaitu:


(2)

a. Keterpaduan

Kegiatan KIE kesehatan reproduksi dilaksanakan secara terpadu. Keterpaduan dapat berupa keterpaduan dalam aspek sasaran, lokasi, petugas penyelenggara dana, maupun sasaran.

b. Mutu

Materi KIE kesehatan reproduksi haruslah bermutu, artinya selalu didasarkan pada informasi ilmiah terbaru, kebenaranya dapat dipertanggungjawabkan, jujur serta seimbang, sesuai dengan media dan jalur yang dipergunakan untuk menyampaikanya, jelas dan terarah pada kelompok sasaran secara tajam tepat guna dan tepat sasaran.

c. Media dan Jalur

Kegiatan KIE Kesehatan reproduksi dapat di laksanakan melalui berbagai media, dan jalur sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Pemilihan media dan jalur ini dilakukan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan masing-masing media dan jalur sesuai dengan kondisi kelompok sasaran dan pesan yang ingin disampaikan.

d. Efektif

Pesan-pesan KIE kesehatan reproduksi harus informasi yang jelas tentang pengetahuan dan perilaku apa yang diharapkan akan mampu dilakukan oleh kelompok sasaran.


(3)

Penyampaian materi dan pesan-pesan harus diberikan secara bertahap, berulang ulang dan bervariasi, sesuai dengan daya serap dan kemampuan kelompok sasaran untuk melaksanakan perilaku yang diharapkan.

f. Menyenangkan.

Perkembangan terakhir dunia komunikasi menunjukan bahwa kegiatan KIE paling berhasil jika dilaksanakan dengan cara penyampaian yang kreatif dan inovatif sehingga membuat kelompok sasaran merasa senang dan terhibur. penyampaian yang kreatif dan inovatif ini dilakukan melalui pendekatan “pendidikan yang menghibur” (edu-tainment), yang merupakan kombinasi dari edukasi (pendidikan) dan entertainment (hiburan).

g. Berkesinambungan

Semua kegiatan KIE tidak berhenti pada penyampaian pesa-pesan saja, namun harus diikuti dengan tindak lanjut yang berkesinambungan.

F. Strategi KIE Kesehatan Reproduksi.

Menurut Hanim (2011) upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

kesehatan reproduksi memiliki dua tujuan yaitu : (a) penentuan pengetahuan, (b) perubahan perilaku kelompok sasaran/klien tentang semua aspek kesehatan reproduksi. Dengan tercapainya dua tujuan ini, diharapkan dapat membantu tercapainya tujuan akhir kegiatan pelayanan kesehatan reproduksi, yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Ada tiga strategi yang biasa digunakan sebagai dasar melaksanakan kegiatan KIE kesehatan reproduksi, yaitu:


(4)

1. Advokasi

Mencari dukungan dari para pengambil keputusan untuk

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan reproduksi, sehingga tujuan KIE kesehatan reproduksi dapat tercapai. kelompok sasaran untuk strategi advokasi ini biasa dikenal dengan istilah “kelompok sasaran tersier”. Bentuk operasional dari strategi advokasi ini biasanya berupa pendekatan kepada pimpinan/institusi tertinggi setempat.

Tujuan advokasi :

a. Meningkatkan kesadaran mengenai besar dan seriusnya permasalahan.

b. Mengurangi dan menghilangkan praktek-praktek diskriminatif dan

hambatan-hambatan kebijakan yang menghalangi upaya-upaya pencegahan dan pengobatan (kesehatan reproduksi remaja)

c. Kampanye untuk aksi yang efektif dan berkelanjutan. Bentuk – Bentuk Advokasi

Networking sebenarnya merupakan membuat dan menjaga kontak dengan individu dan organisasi lain yang berbagi dan mendukung tujuan advokasi dan dapat membantu mencapainya.

1. Melalui Media

Media mengacu pada chanel komunikasi, termasuk cetak ataupun elektronik, misalnya internet, koran, jurnal, majalah, radio dan televisi.


(5)

2. Melalui Materi Tercetak

Menentukan cara penyampaian pesan pada public sangat tergantung pada beberapa faktor, salah satu yang paling penting adalah sumber daya yang dimiliki, baik dana maupun keahlian.

3. Melalui Internet

Tegnologi internet merupakan alat yang dapat digunakan yang secara strategis usaha menarik target sasaran secara mutakhir dan organisir. Tetapi penggunaanya lebih efektif bila merupakan komplemen dan suplemen bukan sebagai pengganti cara yang lebih tradisional.

2. Bina Suasana

Membuat lingkungan sekitar bersifat positif terhadap tujuan KIE kesehatan reproduksi yang ingin dicapai yaitu peningkatan pengetahuan yang diikuti perubahan perilaku. Strategi ini biasanya digunakan untuk kelompok sasaran para pimpinan masyarakat atau orang-orang yang mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan dan perilaku kelompok sasaran utama. kelompok sasaran untuk strategi bina suasana ini bias dikenal dengan istilah “kelompok sasaran sekunder”. Bentuk operasional dari strategi ini biasanya berupa pelatihan, sosialisasi program, pertemuan-pertemuan dan dapat memanfaatkan metode komunikasi modern dan formal maupun metode sederhana dan informal.

a. Tujuan Bina suasana

1. Untuk mencairkan suasana pelatihan, agar setiap peserta dapat saling


(6)

2. Menghilangkan rasa ketegangan dan sebagai penyegar otak serta fisik disaat individu mulai jemu atau mengalami penurunan kemampuan menyerap kemampuan yang telah diberikan.

3. Gerakan Masyarakat

Membuat pengetahuan kelompok sasaran utama meningkat yang diikuti dengan perubahan perilaku mereka sehingga dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Kegiatan ini biasanya bisa didapatkan oleh mahasiswa melalui Usaha Kesehatan di Sekolah atau (UKS), atau melalui program kesehatan melalui Puskesmas. Kelompok sasaran untuk strategi gerakan masyarakat ini umumnya merupakan kelompok sasaran utama dan dikenal dengan istilah “kelompok sasaran primer” yaitu mereka yang berpengetahuan dan perilakunya hendak diubah. Bentuk operasional dari strategi ini biasanya berupa tatap muka langsung atau penyuluhan kelompok, dan sering memanfaatkan metode komunikasi yang lebih sederhana dan informal. yang akan Semua kegiatan KIE kesehatan reproduksi di Indonesia selalu mengacu pada 5 pelayanan yang tekait dalam kesehatan reproduksi, yaitu pelayanan kesehatan ibu dan bayi dan baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan PMS termasuk HIV/AIDS.