Analisis Kondisi Fasilitas Sanitasi Dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015

(1)

2.1. Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan masyarakat yang menitik beratkan usaha preventif dengan usaha perbaikan semua faktor lingkungan agar manusia terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan. Kesehatan lingkungan adalah karakteristik dari kondisi lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Untuk itu kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha dasar kesehatan masyarakat. Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan dengan istilah sanitasi/sanitasi lingkungan yang oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), menyebutkan pengertian sanitasi lingkungan/kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Kusnoputranto, 1986).

Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara kesehatan. Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia.

Sedangkan menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.


(2)

Menurut Kusnoputranto (1986) ruang lingkup dari kesehatan lingkungan meliputi :

1. Penyediaan air minum.

2. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran air. 3. Pengelolaan sampah padat.

4. Pengendalian vektor penyakit.

5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah. 6. Hygiene makanan.

7. Pengendalian pencemaran udara. 8. Pengendalian radiasi.

9. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik, kimia dan biologis.

10.Pengendalian kebisingan.

11.Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan masyarakat dari perumahan penduduk, bangunan-bangunan umum dan institusi.

12.Perencanaan daerah dan perkotaan.

13.Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat. 14.Pencegahan kecelakaan.

15.Rekreasi umum dan pariwisata.

16.Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi, bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan darurat.

17.Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar lingkungan pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan.


(3)

Dari ruang lingkup sanitasi lingkungan di atas tempat-tempat umum merupakan bagian dari sanitasi yang perlu mendapat perhatian dalam pengawasannya (Kusnoputranto, 1986).

2.2. Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1995). Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, dan pengelolaaan air limbah.

2.2.1. Penyediaan Air Bersih

Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Mubarak dan Chayatin, 2009)

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas yang memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standart kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).


(4)

Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

1. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit. 2. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun. 3. Tidak berasa dan tidak berbau.

4. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.

5. Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI.

Persyaratan tersebut juga tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 . Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas ( Depkes RI, 2005).

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

b. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, mikrobiologis dan radioaktivitas yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri


(5)

kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2002)

1. Parameter Fisik

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990, menyatakan bahwa air yang layak pakai sebagai sumber air bersih antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik yaitu, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh (jernih) dan tidak bewarna.

2. Parameter Kimia

Air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Derajat keasaman (pH) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI No. 416 Tahun 1990.

Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik lagi bagi kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH air sebaiknya netral. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9 (Soemirat, 2000).

3. Parameter Mikrobiologis

Parameter Mikrobiologis menurut Entjang (2000) yaitu, air tidak boleh mengandung suatu bibit penyakit. Sebagai indikator bateriologik adalah basil koli (escherichia coli). Apabila dijumpai basil koli dalam jumlah tertentu menunjukkan air telah tercemar kotoran manusia maupun binatang.


(6)

4. Parameter Radioaktif

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti disekitar reaktor nuklir.

2.2.1.1. Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi, air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007)

1. Air Angkasa (Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbondioksida, nitrogen, dan amoniak.

2. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, air terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.

3. Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air


(7)

hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih murni dibandingkan air permukaan.

2.2.1.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2002).

Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :

1. Waterborne Mechanism

Didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat meyebabkan peyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitisviral, disentri basiler, dan poliomielitis.

2. Waterwashed Mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :

a. infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma.

c. penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis. 3. Water-based Mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host


(8)

yang hidup didalam air. Contohnya schistomiasis, dan penyakit akibat Dracunculus medinensis.

4. Water-related Insect Vector Mechanism

Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yelow fever

2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (feces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin, 2002).

Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :


(9)

Sumber : Haryoto Kusnoputranto (2000)

Gambar 2.1 Penyebaran Penyakit yang Bersumber Pada Kotoran Manusia Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan bagian-nagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain.

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja. Penyakit-penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya (Kusnoputranto, 2000).

Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.


(10)

Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 2.2.2.1. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).

Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu :

1. Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah, dan air permukaan, 2. Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter, 3. Konstruksi kuat,

4. Pencahayaan minimal 100 lux (Kepmenkes No.519 tahun 2008), 5. Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, kecoa),

6. Dibersihkan minimal 2x dalam sebulan, 7. Ventilasi 20% dari luas lantai,

8. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang,

9. Murah

10.Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain tertutup juga harus disemen agar tidak mencemari lingkungannya.

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :


(11)

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman, 3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit,

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI, 2004 adalah sebagai berikut :

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering, 2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air, 3. Tidak ada sampah berserakan,

4. Rumah jamban dalam keadaan baik,

5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat, 6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada,

7. Tersedia alat pembersih,

8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.

Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban dapat dilakukan dengan: 1. Air selalu tersedia di dalam bak atau ember,

2. Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat,

3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai,

4. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban, 5. Tidak ada aliran masuk kedalam jamban selain untuk membilas tinja.


(12)

2.2.2.2. Jenis-jenis Jamban

Jamban dibedakan atas beberapa macam, yaitu (Notoatmodjo, 2003) : a. Jamban Cubluk

Jamban ini sering kita jumpai di daerah pedesaan, tetapi sering dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa tutup. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa jamban ini tidak boleh terlalu dalamsebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya. Kedalamannya berkisar 1,5-3 meter dan jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 1,5 meter (Notoatmodjo, 2003).

b. Jamban Empang

Jamban empang adalah suatu jamban yang dibuat di atas kolam/empang, sungai/rawa, dimana kotoran langsung jatuh kedalam kolam atau sungai. Jamban ini dapat menguntungkan karena kotoran akan langsung menjadi makanan ikan, namun menurut Depkes RI, 2004 buang air besar ke sungai dapat menimbulkan wabah.

c. Jamban Cubluk dengan plengsengan

Jamban ini sama dengan jamban cubluk, hanya saja dibagian tempat jongkok dibuat seng atau kaleng yang dibentuk seperti setengah pipa yang masuk ke dalam lubang, yang panjangnya sekitar satu meter, tujuannya agar kotoran tidak langung terlihat.

d. Jamban Leher Angsa (angsa trine)

Jamban angsa trine ini bukanlah merupakan type jamban tersendiri, tetapi merupakan modifikasi bentuk tempat duduk/jongkok (bowl) nya saja, yaitu dengan bentuk leher angsa yang dapat menyimpan air sebagai penutup hubungan


(13)

antara bagian luar dengan tempat penampungan tinja, yang dilengkapi dengan alat penyekat air atau penahan bau dan mencegah lalat kontak dengan kotoran. Untuk type angsa trine ini akan memerlukan persediaan air yang cukup untuk keperluan membersihkan kotoran dan penggelontor tinja.

2.2.3. Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi , atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003).

1. Sumber-sumber sampah

a. Sampah yang berasal dari pemukiman

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti : sisa makanan, kertas/plastik pembungkus makanan, daun, dan lain-lain.

b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.

c. Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering, dan mudah terbakar.


(14)

d. Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas, kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, palstik, dan sebagainya.

e. Sampah yang berasal dari industri

Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, kaleng, dan sebagainya.

f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, dan sebagainya.

g. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan

Sampah ini dapat berupa kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai binatang, dan sebagainya.

2. Jenis-jenis sampah

a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya (Notoatmodjo, 2003) :

 Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.  Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk,

misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya. b. Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

 Sampah yang mudah terbakar, misalnya karet, kertas, kayu, dan sebagainya.

 Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng bekas, besi/logam bekas, dan sebagainya.


(15)

c. Sampah berdasarkan karakteristiknya

 Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengelolaan/pembuatan makanan yang umumnya mudah membusuk yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran, hotel, dan sebagainya.

 Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran baik yang mudah terbakar maupun yang tidak mudah terbakar.

 Ashes (Abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, termasuk abu rokok.

 Sampah jalanan (steet sweeping), yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan.

 Sampah industri.

 Bangkai binatang (dead animal).

 Bangkai kendaraan (abandoned vehicle)  Sampah pembangunan (construction waste) 3. Pengelolaan sampah

Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003):

a. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Pengumpulan sampah dimulai di tempat sumber dimana sampah tersebut dihasilkan. Dari lokasi sumbernya sampah tersebut diangkut dengan alat angkut sampah. Sebelum sampai ke tempat pembuangan kadang-kadang perlu adanya suatu tempat penampungan sementara. Dari sini sampah dipindahkan dari alat angkut yang lebih besar dan lebih efisien, misalnya dari gerobak ke truk atau dari gerobak ke truk pemadat.


(16)

Adapun Syarat tempat sampah yg di anjurkan :

 Terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, dan tidak mudah bocor.

 Mempunyai tutup yg mudah di buka, dikosongkan isinya, mudah dibersihkan.  Ukurannya di atur agar dapat di angkut oleh 1 orang.

Sedangkan syarat kesehatan tempat pengumpulan sampah sementara (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

 Terdapat dua pintu : untuk masuk dan untuk keluar  Lamanya sampah di bak maksimal tiga hari

 Tidak terletak pada daerah rawan banjir

 Volume tempat penampungan sampah sementara mampu menampung sampah untuk tiga hari.

 Ada lubang ventilasi tertutup kasa untuk mencegah masuknya lalat.  Harus ada kran air untuk membersihkan.

 Tidak menjadi perindukan vektor.

 Mudah di jangkau oleh masyarakat/ dan kendaraan pengangkut. b. Pemusnahan dan pengelolaan sampah

 Ditaman (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

 Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran (incenerator).

 Dijadikan pupuk (Composting), yaitu pengelolaan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk (Mubarak dan Chayatin, 2009).


(17)

2.2.4. Sistem Pengelolaan Air Limbah

Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2007).

a. Sumber air limbah

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009):

 Rumah tangga, misalnya air bekas cucian, air bekas mandi, dan sebagainya.  Perkotaan, misalnya air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan,dan

dari tempat-tempat ibadah.

 Industri, misalnya air limbah dari proses industri. b. Parameter air limbah

Beberapa parameter yang dapat digunakan berkaitan dengan air limbah yaitu, kandungan zat padat (total solid, suspending solid, disolved solid), Kandungan zat organik, Kandungan zat anorganik (mis, Pb, Cd, Mg), Kandungan gas (mis, O2, N, CO2), Kadungan bakteri (mis, E.coli), Kandungan pH,Suhu. c. Pengelolaan air limbah

Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengelolaan terlebih dahulu, untuk dapat melaksanakan pengelolaan air limbah yang efektif perlu rencana pengelolaan yang baik. Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

 Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.  Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.


(18)

 Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai, atau tempat-tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.

 Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempatberkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.

 Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah.  Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap

Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengelola air limbah,

diantaranya :

1. Pengenceran (disposal by dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.

Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya, sehingga dapat pula menimbulkan banjir.

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengelolaan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi


(19)

kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan di daerah terbuka, sehingga memungkinkan sirkulasi angin yang baik.

3. Irigasi (irrigation)

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

d. Dampak buruk air limbah

Ada beberapa dampak buruk yang dapat ditimbulkan apabila air limbah tidak dikelola dengan baik, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

1. Penurunan kualitas lingkungan 2. Gangguan terhadap keindahan 3. Gangguan kesehatan

4. Gangguan terhadap kerusakan benda

2.3. Sanitasi Dasar di Tempat Pengungsian berdasarkan Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi (Kepmenkes RI NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001) 2.3.1. Pengadaan Air.

Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga kebersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak


(20)

dikonsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu. Tolok ukur kunci pengadaan air sebagai berikut :

1) Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per hari

2) Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik. 3) Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter 4) 1 (satu) kran air untuk 80–100 orang

Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran kimiawi atu radiologis dari penggunaan jangka pendek. Tolok ukur kunci kualitas air;

1) Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter

2) Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaransemacam itu sangat rendah.

3) Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standaryang


(21)

bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)

4) Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum

5) Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.

Kemudian berdasarkan prasarana dan perlengkapan persediaan air memiliki tolok ukur kunci :

1) Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup

2) Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.

3) Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki–laki. Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.

2.3.2. Pembuangan Kotoran Manusia

Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka,


(22)

supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam dengan tolok ukur kunci sebagai berikut:

1) Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang

2) Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban permpuan)

3) Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.

4) Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian sembako, pusat–pusat layanan kesehatan dsb.

5) Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya

6) 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang 2.3.3. Pengelolaan Limbah Padat

Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis.

1) Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur disana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.


(23)

2) Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum.

3) Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat tempat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.

4) Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat–tempat khusus untuk membuang sampah di pasar–pasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.

5) Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.

6) 2 ( dua ) drum sampah untu 80–100 orang

Tempat/lubang Sampah Padat Masyarakat memiliki cara –cara untuk membuang limbah rumah tangga sehari–hari secara nyaman dan efektif dengan tolok ukur kunci sebagai berikut:

1) Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.

2) Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.

2.3.4. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)

Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari


(24)

sumber–sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana– prasarana medis. Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :

1) Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman 2) Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran

pembuangan air.

3) Tempat tinggal, jalan–jalan setapak, serta prasana–prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

2.4. Penyakit yang Berkaitan dengan Sanitasi Dasar (Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan)

2.4.1. Jenis penyakit yang berhubungan dengan air

Jenis penyakit yang berhubungan dengan air antara lain sakit perut, diare, sakit kulit, sakit mata, kecacingan, demam berdarah, malaria, kaki gajah (filariasis), dan lain-lain :

1. Sakit perut dan Diare

Sakit perut dan diare disebabkan karena mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan. 2. Sakit kulit

Sakit kulit disebabkan karena menggunakan air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan untuk mandi atau mencuci baju, sehingga kotoran menempel di badan.


(25)

Sakit mata disebabkan oleh masuknya kuman penyakit ke mata yang salah satunya melalui air yang kotor, yang digunakan untuk mandi atau mencuci muka.

4. Kecacingan

Kecacingan dapat terjadi karena mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran manusia atau binatang karena didalam kotoran tersebut terdapat telur cacing.

5. Malaria

Nyamuk malaria berkembang biak di air yang tergenang, oleh karena itu bila ada air yang menggenang harus dialirkan agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut. Tempat bertelur nyamuk malaria antara lain di sawah, kolam, danau, terutama di daerah pantai.

6. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tempat berkembang biak nyamuk demam berdarah yaitu di air yang tergenang dan jernih. Untuk mencegahnya, air yang menggenang harus dialirkan agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut. Menutup tempat penyimpanan air dan mengurasnya minimal seminggu sekali agar telur yang berada di tempat air tersebut tidak sempat menetas menjadi nyamuk. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air. Upaya pencegahan tersebut di atas dikenal dengan istilah 3M yaitu menutup, menguras, mengubur.


(26)

Penyakit kaki gajah (Elephantiasis) disebabkan oleh cacing filaria yang menyumbat pembulur darah sehingga mengakibatkan pembengkakan. Cacing filaria terdapat didalam tubuh nyamuk culex yang biasa berkembang biak di air kotor yang tergenang seperti got, comberan, dan rawa. Untuk mencegahnya yaitu mengalirkan air agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut.

2.4.2. Jenis penyakit yang berhubungan dengan limbah

Analisis masalah yaitu kegiatan untuk mengetahui akibat dari pembuangan air limbah yang tidak sehat dan perilaku yang tidak sehat serta akibatnya terhadap kesehatan manusia. Dalam hal ini akan diketahui jenis penyakit yang berhubungan dengan air limbah serta alur penularannya.

1. Sakit perut dan Diare

Sakit perut dan diare disebabkan karena mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan. 2. Sakit kulit

Sakit kulit disebabkan karena menggunakan air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan untuk mandi atau mencuci baju, sehingga kotoran menempel di badan.

3. Sakit mata

Sakit mata disebabkan oleh masuknya kuman penyakit ke mata yang salah satunya melalui air yang kotor, baik digunakan untuk mandi atau mencuci muka. 4. Kecacingan

Kecacingan dapat terjadi karena bermain-main di tempat pembuangan air libah kemudian makan dengan tangan tanpa cuci tangan dengan sabun terlebih


(27)

dahulu. Atau bermain di tempat pembuangan air limbah tanpa alas kaki sehingga larva cacing masuk ke dalam tubuh melalui kaki.

5. Malaria

Nyamuk malaria berkembang biak di air yang tergenang, oleh karena itu bila ada air yang menggenang harus dialirkan agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut.Tempat bertelur nyamuk malaria antara lain di sawah, kolam, danau, terutama di daerah pantai.

6. Filariasis

Filariasis atau sering disebut penyakit kaki gajah (Elephantiasis) karena kaki menjadi bengkak seperti kaki gajah, disebabkan oleh cacing filaria yang menyumbat pembulur darah balik, sehingga mengakibatkan pembengkakan. Cacing filaria terdapat didalam tubuh nyamuk culex yang biasa berkembang biak di air kotor yang tergenang seperti got, comberan, dan rawa. Untuk mencegahnya yaitu mengalirkan air atau menutup agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut.

2.4.3. Jenis penyakit yang berhubungan dengan sampah

Sampah adalah semua benda padat yang karena sifatnya tidak dimanfaatkan lagi, tidak termasuk kotoran manusia. Didalam sampah banyak terdapat kuman atau bakteri. Kuman/bakteri tersebut ada yang membahayakan kesehatan manusia. Sampah juga menarik perhatian serangga dan tikus untuk mencari makan, sehingga sampah dapat menjadi sumber penularan penyakit seperti :


(28)

Sakit perut dan diare disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minum air yang telah tercemar kotoran dari sampah, baik yang berasal dari sampah.

2. Sakit kulit

Sakit kulit disebabkan karena menggunakan air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan untuk mandi atau mencuci baju, sehingga kotoran menempel di badan.

3. Sakit mata

Sakit mata disebabkan oleh masuknya kuman penyakit ke mata yang salah satunya melalui air yang kotor, kena sampah dan digunakan untuk mandi atau mencuci muka.

4. Kecacingan

Kecacingan dapat terjadi karena mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran manusia atau binatang karena didalam kotoran tersebut terdapat telur cacing.

5. Demam berdarah

Tempat berkembang biak nyamuk demam berdarah yaitu di air yang tergenang dan jernih. Untuk mencegahnya bila ada air yang menggenang harus dialirkan agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut. Menutup tempat penyimpanan air dan mengurasnya minimal seminggu sekali agar telur yang berada di tempat air tersebut tidak sempat menetas menjadi nyamuk. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air. Upaya pencegahan tersebut di atas dikenal dengan istilah 3M+, yaitu menutup, menguras, mengubur dan menggunakan racun serangga bila diperlukan.


(29)

6. Kecelakaan

Kecelakaan bisa terjadi akibat pembuangan sampah yang tidak benar, seperti membuang kulit pisang dapat menyebabkan orang yang menginjak terpeleset. Membuang benda tajam (pecahan gelas/kaca, paku, duri, dll) sembarangan dapat menyebabkan orang yang menginjak terluka. Membuang sampah di tempat sampah dengan benar dapat menghindari kecelakaan.

2.4.4. Jenis penyakit yang berhubungan dengan tinja/ kotoran manusia Kotoran manusia ialah sisa pencernaan makanan dan minuman manusia yang biasa disebut tinja termasuk air seni atau urine. Di dalam kotoran manusia terdapat kuman penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia, oleh karena itu perlu dikelola dengan baik. Penyakit yang berhubungan dengan tinja adalah :

1. Diare/sakit perut

Sakit diare atau dikenal masyarakat dengan sebutan mencret sering diderita oleh masyarakat baik anak-anak maupun orang dewasa. Pada umumnya sakit diare disebabkan oleh makan makanan atau minum minuman yang tidak bersih. Kotoran manusia merupakan suber kuman penyakit yang apabila mengotori makanan atau minuman maka orang yang memakan atau meminumnya dapat menjadi sakit.

2. Kecacingan

Tinja manusia dan kotoran hewan banyak mengandung telur cacing yang dapat tertelan masuk ke dalam tubuh manusia sehingga menjadi kecacingan. Satu ekor cacing dapat bertelur lebih dari 100.000 telur. Cacing dalam tubuh perlu makan yang diambil dari sari makanan yang ada di usus manusia. Penyakit


(30)

kecacingan selain disebabkan masuknya telur cacing kedalam mulut dapat pula disebabkan karena masuknya larva cacing (cacing yang baru menetas) ke dalam tubuh melalui kulit. Biasanya larva cacing menembus kulit kaki yang tidak memakai alas kaki atau sepatu.

2.5. Pengungsi

2.5.1. Definisi dan Konsep Pengungsi

United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) memberikan definisi tentang pengungsi adalah setiap orang yang berada di luar negara warga negaranya atau jika ia tidak memiliki warga negara, negara dimana dia bertempat tinggal sebelumnya, karena ia memiliki atau pernah memiliki rasa takut akan persekusi karena alasan ras, agama, kewarganegaraan atau pendapat politik dan tidak dapat, atau karena suatu ketakutan, tidak bermaksud untuk mendapatkan dirinya perlindungan dari pemerintah negara kewarganegaraanya atau jika dia tidak memiliki kewarganegaraan, untuk kembali ke negara dimana dia pernah bertempat tinggal sebelumnya. (UNHCR, 2007)

Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. (UU RI No. 24 Tahun 2007)

Sedangkan dalam Ensiklopedia Indonesia pengungsi adalah seseorang atau sekelompok orang yang meninggalkan suatu wilayah guna menghindari suatu bencana atau musibah. Bencana ini dapat berbentuk banjir, tanah longsor, tsunami, kebakaran, dan lain sebagainya yang diakibatkan oleh alam. Dapat pula bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia secara langsung. Misalnya perang, kebocoran nuklir dan ledakan bom.


(31)

Berdasarkan Konvensi tahun 1951 di Jenewa, United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) mengelompokkan pengungsi menjadi dua jenis yaitu pengungsi internal disebut Internal Displace Persons (IDPs) dan pengungsi lintas batas atau Refugee: (UNHCR, 2007)

1. Pengungsi Internal

Adalah orang-orang atau kelompok-kelompok orang yang dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat tinggal, sebagai akibat pertikaian bersenjata, perselisian internal, tindak kekerasan yang meluas, pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, bencana alam atau bencana akibat ulah manusia, dan yang tetap berada dalam wilayah kekuasaan mereka itu sendiri.

Pengungsi Internal atau Internally Displace Persons (IDPs) adalah pengungsi yang keluar dari wilayah tertentu dan menempati wilayah lain tetapi masih dalam satu daerah kekuasaaan satu negara. Pengungsi internal biasanya merupakan penduduk migran terpaksa akibat konflik bersenjata atau akibat dari situasi-situasi rawan lainnya (seperti tindak kekerasan, bencana alam, bencana akibat ulah manusia) yang tidak melintasi perbatasan negaranya. Pengungsi internal juga dapat diartikan sebagai seseorang atau kelompok masyarakat yang berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain sebagai akibat dari bencana alam dan atau bencana sosial yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang dapat mengancam setiap jiwa individu dan kelompok. Berbagai pertikaian dan kekerasan, baik yang disebabkan oleh prasangka etnis (etnocentris), dan agama (religiosentris), maupun sebagai dampak kecemburuan penduduk lokal dengan pendatang yang berbasis ketimpangan dan perbedaan akses atas penguasaan


(32)

sumber-sumber daya ekonomi, telah berakibat pada pengungsian besar-besaran warga masyarakat dari berbagai daerah.

Definisi tersebut menjelaskan bahwa istilah IDPs atau pengungsi internal diperuntukkan bagi mereka yang mengungsi antar daerah tetapi masih di dalam wilayah negra yang bersangkutan. Pengungsi yang ada Maluku, Maluku Tengah, Sampit, Sambas, dan yang ada di NAD serta Nias, sebagai imbas dari adanya konflik horisontal dan vertikal, serta bencana alam merupakan contoh dari pengungsi internal (IDPs).

2. Pengungsi Internasional

Menurut Konvensi Jenewa 1951 tentang status Pengungsi, Pengungsi Internasional dapat didefinisikana sebagai pengungsi lintas batas adalah seseorang yang oleh karena rasa takut yang wajar akan kemungkinan dianiaya berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada suatu kelompok sosial tertentu, atau karena pandangan politik, berada di luar negeri kebangsaannya, dan tidak bisa atau karena rasa takut itu, tidak berkehendak berada di dalam perlindungan negeri tersebut (UNHCR, 2007).

Definisi tersubut menunjukan bahwa istilah pengungsi diperuntukkan bagi orang-orang yang melintas batas negaranya, dalam arti melarikan diri atau meninggalkan negerinya dan memasuki negara lain untuk menghindarkan diri dari bahaya yang mengancamnya. Dalam pandangan umum mereka dikategorikan sebagai pengungsi internasional atau yang disebut sebagai Refugees.


(33)

2.6. Bencana

2.6.1. Definisi Bencana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam (Purwadarminta, 2006)

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia. (Kamadhis UGM, 2007).

2.6.2. Jenis-Jenis Bencana Alam

Jenis- jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.


(34)

2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan terror (UU RI, 2007).

Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitu bencana geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial. Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya dari dalam bumi. Sedangkan bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang di sebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca. Lain halnya dengan bencana alam ekstra-terestrial, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh gaya atau energi dari luar bumi, bencana alam geologis dan klimatologis lebih sering berdampak terhadap manusia.

2.7. Erupsi Gunung Api

Indonesia merupakan negara dengan 129 gunung api aktif, pengamatan gunung api merupakan pekerjaan yang mutlak dilakukan dalam upaya pengurangan risiko bencana erupsi gunung api. Pemerintah kita melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah membangun pos pengamatan di beberapa gunung api aktif yang ada di seluruh Indonesia. Petugas di pos pengamatan bertugas untuk mengamati aktifitas gunung api secara visual dan berdasarkan data pengukuran (seismisitas, thermal, deformasi, densitas batuan, gas) (PVMBG dalam Suryani L, 2014)


(35)

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010) Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar (magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi. Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki resiko merusak dan mematikan.

Letusan terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang diddorong keluar oleh gas bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijr yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1000ºC. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bias mencapai 700º-1200ºC. letusan gunung api yang membawa batu dan dapat menyembur sampai sejauh 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km (Ramli, 2010).

2.7.1. Klasifikasi Gunung Api Di Indonesia

Berdasarkan tipenya, gunung api dapat dibedakan menjadi (PVMBG PVMBG dalam Suryani L, 2014) :


(36)

1. Tipe A : gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.

2. Tipe B : gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara.

3. Tipe C : gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.

2.7.2. Prosedur Tetap Tingkat Kegiatan Gunung Berapi menurut PVMBG Menurut PVMBG ada prosedur tetap yang harus dilaksanakan dalam mengantisipasi kegiatan gunung api, sebagai berikut (PVMBG PVMBG dalam Suryani L, 2014) :

1. Aktif Normal (Level I)

Keadaan aman, penduduk melakukan kegiatan dengan tenang. Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma. Tindakan yang dilakukan adalah pengamatan rutin, survey dan penyelidikan.

2. Waspada (Level II)

Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya. Terdapat kenaikan level aktivitas di atas normal dan sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik, dan hidrotermal. Tindakan yang dilakukan adalah penyuluhan/ sosialisasi, penilaian resiko, pengecekan sarana dan pelaksanaan piket terbatas.


(37)

3. Siaga (Level III)

Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan. Tindakan yang dilakukan adalah sosialisasi di wilayah terancam, penyiapan sarana darurat, koordinasi harian dan piket penuh. 4. Awas (Level IV)

Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama. Menandakan gunung api yang segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana. Tindakan yang dilakukan adalah merekomendasikan wilayah yang terancam untuk dikosongkan. Koordinasi dilakukan harian, dengan piket penuh.

Pada akhir Februari 2014, Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, tetap aktif dengan PVMBG mempertahankan statusnya di Level 4. Pada tanggal 1 Februari, letusan gunung tersebut menewaskan 15 orang dan melukai tiga orang lainnya. Setidaknya 31.739 orang (9.915 KK) dari 34 desa telah mengungsi (termasuk 20.270 orang dari desa-desa yang terletak dalam radius 5 kilometer dari kawah) selama berbulan-bulan akibat aktivitas Gunung Sinabung yang terus-menerus, dan ditempatkan di 42 pusat-pusat pengungsian. Dimulai pada tanggal 13 Februari, Satuan Tugas Nasional yang dipimpin oleh BNPB memfasilitasi pemulangan pengungsi yang tinggal di luar radius 5-km dari kawah. Pada tanggal 23 Februari setidaknya 17.150 orang (5.213 KK) dari 15 desa sudah kembali ke rumah mereka dan selanjutnya 366 orang pada 24 Februari. Pada akhir Maret, masih terdapat 15.773 pengungsi (4,989 rumah tangga) dari 16 desa dan


(38)

dua dusun yang berlindung di 33 pusat pengungsian. Komando tanggap darurat masih terus memenuhi kebutuhan dasar pengungsi yang tersisa.

2.10. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Korban Letusan Gunung

Sinabung di Posko

Pengungsian

Kondisi fasilitas sanitasi dasar

Keluhan Kesehatan

Tidak memenuhi

syarat menurut

(Kepmenkes RI

NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001)

Memenuhi syarat

menurut

(Kepmenkes RI

NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001)


(1)

2.6. Bencana

2.6.1. Definisi Bencana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam (Purwadarminta, 2006)

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia. (Kamadhis UGM, 2007).

2.6.2. Jenis-Jenis Bencana Alam

Jenis- jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.


(2)

2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan terror (UU RI, 2007).

Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitu bencana geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial. Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya dari dalam bumi. Sedangkan bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang di sebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca. Lain halnya dengan bencana alam ekstra-terestrial, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh gaya atau energi dari luar bumi, bencana alam geologis dan klimatologis lebih sering berdampak terhadap manusia.

2.7. Erupsi Gunung Api

Indonesia merupakan negara dengan 129 gunung api aktif, pengamatan gunung api merupakan pekerjaan yang mutlak dilakukan dalam upaya pengurangan risiko bencana erupsi gunung api. Pemerintah kita melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah membangun pos pengamatan di beberapa gunung api aktif yang ada di seluruh Indonesia. Petugas di pos pengamatan bertugas untuk mengamati aktifitas gunung api secara visual dan berdasarkan data pengukuran (seismisitas, thermal, deformasi, densitas batuan, gas) (PVMBG dalam Suryani L, 2014)


(3)

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010) Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar (magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi. Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki resiko merusak dan mematikan.

Letusan terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang diddorong keluar oleh gas bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijr yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1000ºC. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bias mencapai 700º-1200ºC. letusan gunung api yang membawa batu dan dapat menyembur sampai sejauh 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km (Ramli, 2010).

2.7.1. Klasifikasi Gunung Api Di Indonesia

Berdasarkan tipenya, gunung api dapat dibedakan menjadi (PVMBG PVMBG dalam Suryani L, 2014) :


(4)

1. Tipe A : gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.

2. Tipe B : gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara.

3. Tipe C : gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.

2.7.2. Prosedur Tetap Tingkat Kegiatan Gunung Berapi menurut PVMBG Menurut PVMBG ada prosedur tetap yang harus dilaksanakan dalam mengantisipasi kegiatan gunung api, sebagai berikut (PVMBG PVMBG dalam Suryani L, 2014) :

1. Aktif Normal (Level I)

Keadaan aman, penduduk melakukan kegiatan dengan tenang. Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma. Tindakan yang dilakukan adalah pengamatan rutin, survey dan penyelidikan.

2. Waspada (Level II)

Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya. Terdapat kenaikan level aktivitas di atas normal dan sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik, dan hidrotermal. Tindakan yang dilakukan adalah penyuluhan/ sosialisasi, penilaian resiko, pengecekan sarana dan pelaksanaan piket terbatas.


(5)

3. Siaga (Level III)

Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan. Tindakan yang dilakukan adalah sosialisasi di wilayah terancam, penyiapan sarana darurat, koordinasi harian dan piket penuh. 4. Awas (Level IV)

Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama. Menandakan gunung api yang segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana. Tindakan yang dilakukan adalah merekomendasikan wilayah yang terancam untuk dikosongkan. Koordinasi dilakukan harian, dengan piket penuh.

Pada akhir Februari 2014, Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, tetap aktif dengan PVMBG mempertahankan statusnya di Level 4. Pada tanggal 1 Februari, letusan gunung tersebut menewaskan 15 orang dan melukai tiga orang lainnya. Setidaknya 31.739 orang (9.915 KK) dari 34 desa telah mengungsi (termasuk 20.270 orang dari desa-desa yang terletak dalam radius 5 kilometer dari kawah) selama berbulan-bulan akibat aktivitas Gunung Sinabung yang terus-menerus, dan ditempatkan di 42 pusat-pusat pengungsian. Dimulai pada tanggal 13 Februari, Satuan Tugas Nasional yang dipimpin oleh BNPB memfasilitasi pemulangan pengungsi yang tinggal di luar radius 5-km dari kawah. Pada tanggal 23 Februari setidaknya 17.150 orang (5.213 KK) dari 15 desa sudah kembali ke rumah mereka dan selanjutnya 366 orang pada 24 Februari. Pada akhir Maret, masih terdapat 15.773 pengungsi (4,989 rumah tangga) dari 16 desa dan


(6)

dua dusun yang berlindung di 33 pusat pengungsian. Komando tanggap darurat masih terus memenuhi kebutuhan dasar pengungsi yang tersisa.

2.10. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Korban Letusan Gunung

Sinabung di Posko

Pengungsian

Kondisi fasilitas sanitasi dasar

Keluhan Kesehatan

Tidak memenuhi

syarat menurut

(Kepmenkes RI

NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001)

Memenuhi syarat

menurut

(Kepmenkes RI

NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001)