Analisis Kondisi Fasilitas Sanitasi Dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015

(1)

ANALISIS KONDISI FASILITAS SANITASI DAN KELUHAN KESEHATAN KORBAN LETUSAN GUNUNG SINABUNG

DI POSKO PENGUNGSIAN KABUPATEN KARO TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH :

PUTRI RAHAYU SYAH UMAR NASUTION 101000253

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS KONDISI FASILITAS SANITASI DAN KELUHAN KESEHATAN KORBAN LETUSAN GUNUNG SINABUNG

DI POSKO PENGUNGSIAN KABUPATEN KARO TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

PUTRI RAHAYU SYAH UMAR NASUTION 101000253

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

Erupsi gunung berapi merupakan bencana yang diakibatkan faktor alam. Erupsi gunung berapi tidak dapat diprediksi membuat masyarakat harus tinggal di posko pengungsian. Dalam posko pengungsi sangat membutuhkan fasilitas sanitasi yang memadai karena kurangnya sarana sanitasi dan lingkungan yang padat pengungsian dapat mempermudah penularan penyakit dari satu kepada yang lain. Masalah kesehatan di posko berpotensi menimbulkan KLB. Penyakit yang terjadi di pengungsian seperti diare, ISPA, kulit, campak disebabkan karena jeleknya sanitasai lingkungan.

Tujuan penelitian untuk menganalisis kondisi fasilitas sanitasi dan keluhan kesehatan korban letusan Gunung Merapi Sinabung di posko pengungsian Kabupaten Karo.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional. Yang menjadi objek penelitian ini adalah Bapak atau Ibu yang menjadi kepala keluarga yang tinggal di posko pengungsian Kabupaten Karo. Sampel diambil menggunakan teknik Cluster Sampling (area sampling) atau sampling daerah dengan dua tahap.

Kondisi air bersih yang ada diposko pengungsian di Kabupaten Karo tidak memenuhi syarat kesehatan, jamban yang digunakan para pengungsi tidak memenuhi syarat, pengolahan limbah padat di posko pengungsian tidak memenuhi syarat, pengolahan limbah cair di posko pengungisan sudah ada yang memenuhi syarat sebanyak 2 tempat (28,4%) namun masih 5 tempat (71,6%) yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Jenis keluhan yang paling banyak dialami oleh masyarakat adalah keluhan pernafasan dengan gejala yang dirasakan seperti batuk sebanyak 76 orang (86,4%) dan pilek/hidung tersumbat sebanyak 63 orang (71,6%).

Perlu dilakukan perbaikan fasilitas sanitasi kesehatan seperti penampungan air bersih, jamban, tempat sampah dan SPAL serta masyarakat mau berpartisipasi untuk menjaga lingkungan sekitarnya.


(5)

ABSTRACT

Volcanic eruptions were a disaster that caused by natural factor. Volcanic eruptions were unpredictable, makes people have to stay in the evacuation post. In refugee shelters need of adequate sanitation facilities due to lack of sanitation and densely refugees can facilitate the transmission of desease from one to another. Health problems in evacuation post potentially cause outbreaks. Diseases that occur in refugee camps such as diarrhea, respiratory infections, skin, measles caused by bad environmental sanitation.

The aim of research to analyze the condition of sanitation facilities and health complaints from victims of the volcanic eruption in Sinabung evacuation post, Karo.

This was a descriptive study with cross sectional design. Which was the object of this study was he or she who became head of the family who lived in the Karo evacuation post. Samples were taken using cluster sampling technique (area sampling) or sampling area by two stages.

Water conditions in refugee evacuation post in Karo does not meet health requirements, latrines used by the refugees do not qualify, solid waste treatment in the post evacuation is not eligible, the treatment of wastewater in the refugee evacuation post already qualified in two place (28 , 4%), but there were still five places (71.6%) that do not meet health requirements. Most widely complaint that experienced by the public is respiratory complaints with perceived symptoms such as cough as much as 76 people (86.4%) and runny nose / nasal congestion as many as 63 people (71.6%).

Restore the health sanitation facilities such as reservoirs of clean water, latrines, trash and waste water disposal system need to be done, and communities willing to participate to keep the surrounding environment.


(6)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

ANALISIS KONDISI FASILITAS SANITASI DAN KELUHAN KESEHATAN KORBAN LETUSAN GUNUNG SINABUNG DI POSKO

PENGUNGSIAN KABUPATEN KARO TAHUN 2015

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2015

Putri Rahayu Syah Umar Nasution 101000253/IKM


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Putri Rahayu Syah Umar Nasution Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan/23 Maret 1993

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Nama Orang Tua

Ayah : (alm.) H. Chairul Hamzah Nasution Ibu : Hj. Satyawati Sulubara, M.Kes Anak ke : 3 dari 3 orang bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Sembada VI Nomor 19 Kompleks Koserna Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1996-1998 : TK Persit Kartika

Tahun 1998-2004 : SD. Negeri Teladan Padangsidimpuan Tahun 2004-2007 : SMP Negeri 1 Padangsidimpuan Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 2 Padangsidimpuan Tahun 2010-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahuwata`ala karena rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kondisi Fasilitas Sanitasi Dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung Di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua tercinta, Almarhum Ayahanda Chairul Hamzah Nasution dan Ibunda Tercinta Satyawati Sulubara, M.Kes yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil dalam membesarkan, mendidik, memotivasi dan selalu mendoakan penulis.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dosen Pembimbing Bapak dr. Taufik Ashar, MKM dan Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligu Dosen Penguji II


(9)

yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

3. dr. Wirsal Hasan, M.P.H. selaku dosen penguji I yang telah memberikan arahan, masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D., Ir. Indra Chahaya, M.Si., Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S., Dr. Surya Dharma, M.P.H. selaku dosen peminatan kesehatan lingkungan yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Lita Sri Handayani, SKM, M.Kes., Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.Kes., Drs. Eddy Syahrial, M.S. Drs. Zulfendri, M.Kes., Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes., Drs. Jemadi, M.Kes., Drs. Abdul Jalil Amri Arma, selaku dosen yang telah membimbing dan memberikan perhatian dan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Drs. Heru Santosa, M.S., Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

7. Seluruh dosen beserta staff pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Kakanda Dian Purnama Amd, terimakasih sudah banyak membantu penulis selama menjalani pendidikan di FKM USU.

9. Untuk Bapak Drs. Jhonson Tarigan (Pembina IV BPBD kabupaten Karo) dan semua warga pengungsi korban letusan gunung Sinabung yang telah memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penulis.


(10)

10.Untuk kedua abangda tersayang Pangeran Syah Umar Nasution dan Pebyanggi Syah Umar Nasution terima kasih untuk kebersamaan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis.

11.Abangda Hamid Rizal, SKM, M.Kes, Budi Santoso Sitepu, SKM, M.Kes, Andika Mahaprada Tarigan, SKM, M.Kes., Dhani Syaputra Bukit, SKM, M.Kes., Pendi Nasution, SKM., Amru Fauzi, SKM., Yusdarli Hasibuan, SKM, Iqbal Octari Purba, SKM, M.Kes, Ananda Rahman, SKM, Putra Apriadi Siregar, SKM, Sasmar Aurivan Harya, SKM, yang telah banyak memberikan dukungan dan pembelajaran kepada penulis.

12.Teman-teman FKM 2010, Izzah Dienilla. SKM., Muhammad Sutan Reza, SKM., Tasya Arida Wijaya, SKM., Tisha Lazuana, SKM., Ahmad Irfandi, SKM., Ahmad Syukroni, Ahmad Taufiq, Ziad Husaini, Dian Parama Artha, dan Ahmad Faisal Hutagalung, terima kasih untuk kebersamaan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis, terkhusus untuk Samuel Marganda, SKM untuk waktu dan tenaga yang diberikan kepada penulis selama masa pembuatan skripsi.

13.Adik-adik stambuk, Bobo, Dita, Fanni, Helmi, Kiki, Ojik, Rathia, Ichwan dan Anggota PAMI lainnya terima kasih untuk kebersamaan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis.

14.Yang teristimewa untuk Nia Rahmadaniaty SKM, Fauzi Ariansyah SKM, Faisal Rachmad SKM, Nazira Addini SKM, Putri Ramadhani SKM, Anggreini Syah Putri SKM., bantuan pikiran dan tenaga serta dorongan semangat dari kalian sangat berarti dalam pembuatan skripsi ini.


(11)

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajianya. Untuk itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, Juni 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan ... 8

2.2. Sanitasi Dasar ... 10

2.2.1. Penyediaan Air Bersih ... 10

2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban) ... 15

2.2.3. Pengelolaan Sampah ... 20

2.2.4. Sistem Pengelolaan Air Limbah ... 24

2.3. Sanitasi Dasar di Tempat Pengungsian berdasarkan Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi (Kepmenkes RI NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001) ... 26

2.3.1. Pengadaan Air ... 26

2.3.2. Pembuangan Kotoran Manusia ... 28

2.3.3. Pengelolaan Limbah Padat ... 29

2.3.4. Pengelolaan Limbah Cair (Pengeringan) ... 30

2.4. Penyakit yang Berkaitan dengan Sanitasi Dasar (Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan) ... 31

2.4.1. Jenis penyakit yang berhubungan dengan air ... 31

2.4.2. Jenis penyakit yang berhubungan dengan limbah ... 33

2.4.3. Jenis penyakit yang berhubungan dengan sampah ... 34

2.4.4. Jenis penyakit yang berhubungan dengan tinja/ kotoran manusia ... 36

2.5. Pengungsi ... 37

2.5.1. Definisi dan Konsep Pengungsi ... 37

2.6. Bencana ... 40

2.6.1. Definisi Bencana ... 40

2.6.2. Jenis-jenis Bencana Alam ... 40


(13)

2.7.1. Klasifikasi Gunung Api di Indonesia ... 42

2.7.2. Prosedur Tetap Tingkat Kegiatan Gunung Berapi menurut PVMBG . 43 2.8. Kerangka Konsep ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.3. Populasi dan Sampel ... 46

3.3.1. Populasi ... 46

3.3.2. Sampel ... 46

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5. Definisi Operasional... 50

3.6. Aspek Pengukuran ... 50

3.7. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 51

3.7.1. Pengolahan Data ... 51

3.7.2. Analisa Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 53

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.1.1. Gunung Sinabung ... 53

4.2. Gambaran Kondisi Fasilitas Sanitasi di Posko Pengungsian ... 54

4.3. Karakteristik Responden ... 58

4.4. Kondisi Fasilitas Sanitasi ... 59

4.4.1. Sarana Air Bersih ... 59

4.4.2. Kondisi Jamban ... 60

4.4.3. Pengolahan Limbah Padat ... 62

4.4.4. Pengolahan Limbah Cair ... 64

4.5. Keluhan Kesehatan... 65

BAB V PEMBAHASAN ... 68

5.1. Kondisi Sanitasi Dasar ... 68

5.1.1. Sumber Air Bersih ... 68

5.1.2. Kondisi Jamban ... 69

5.1.3. Pengolahan Limbah Padat ... 70

5.1.4. Pengolahan Limbah Cair (Pengeringan)... 71

5.2. Keluhan Kesehatan... 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Cara Pengambilan Sampel Pada Tiap Posko... 48

Tabel 4.1. Gambaran Kondisi Fasilitas Sanitasi Di Posko Pengungsian ... 55

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015 ... 58

Tabel 4.3 Hasil Observasi Air Bersih ... 59

Tabel 4.4. Kondisi Saana Air Bersih ... 60

Tabel 4.5. Hasil Observasi Kondisi Jamban... 60

Tabel 4.6. Kondisi Jamban ... 62

Tabel 4.7. Hasil Observasi Pengolahan Limbah Padat ... 62

Tabel 4.8. Kondisi Pengolahan Limbah Padat ... 63

Tabel 4.9. Hasil Observasi Pengolahan Limbah Cair ... 64

Tabel 4.10. Kondisi Pengolahan Limbah Cair ... 64

Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2014 ... 65


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Penyebaran Penyakit yang Bersumber Pada Kotoran Manusia ... 16 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 45


(16)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian Lampiran 2 : Master Data Penelitian Lampiran 3 : Out Put Penelitian Lampiran 4 : Dokumentasi Penelitian

Lampiran 5 : Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 6 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo

Lampiran 7 : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan


(17)

ABSTRAK

Erupsi gunung berapi merupakan bencana yang diakibatkan faktor alam. Erupsi gunung berapi tidak dapat diprediksi membuat masyarakat harus tinggal di posko pengungsian. Dalam posko pengungsi sangat membutuhkan fasilitas sanitasi yang memadai karena kurangnya sarana sanitasi dan lingkungan yang padat pengungsian dapat mempermudah penularan penyakit dari satu kepada yang lain. Masalah kesehatan di posko berpotensi menimbulkan KLB. Penyakit yang terjadi di pengungsian seperti diare, ISPA, kulit, campak disebabkan karena jeleknya sanitasai lingkungan.

Tujuan penelitian untuk menganalisis kondisi fasilitas sanitasi dan keluhan kesehatan korban letusan Gunung Merapi Sinabung di posko pengungsian Kabupaten Karo.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan cross sectional. Yang menjadi objek penelitian ini adalah Bapak atau Ibu yang menjadi kepala keluarga yang tinggal di posko pengungsian Kabupaten Karo. Sampel diambil menggunakan teknik Cluster Sampling (area sampling) atau sampling daerah dengan dua tahap.

Kondisi air bersih yang ada diposko pengungsian di Kabupaten Karo tidak memenuhi syarat kesehatan, jamban yang digunakan para pengungsi tidak memenuhi syarat, pengolahan limbah padat di posko pengungsian tidak memenuhi syarat, pengolahan limbah cair di posko pengungisan sudah ada yang memenuhi syarat sebanyak 2 tempat (28,4%) namun masih 5 tempat (71,6%) yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Jenis keluhan yang paling banyak dialami oleh masyarakat adalah keluhan pernafasan dengan gejala yang dirasakan seperti batuk sebanyak 76 orang (86,4%) dan pilek/hidung tersumbat sebanyak 63 orang (71,6%).

Perlu dilakukan perbaikan fasilitas sanitasi kesehatan seperti penampungan air bersih, jamban, tempat sampah dan SPAL serta masyarakat mau berpartisipasi untuk menjaga lingkungan sekitarnya.


(18)

ABSTRACT

Volcanic eruptions were a disaster that caused by natural factor. Volcanic eruptions were unpredictable, makes people have to stay in the evacuation post. In refugee shelters need of adequate sanitation facilities due to lack of sanitation and densely refugees can facilitate the transmission of desease from one to another. Health problems in evacuation post potentially cause outbreaks. Diseases that occur in refugee camps such as diarrhea, respiratory infections, skin, measles caused by bad environmental sanitation.

The aim of research to analyze the condition of sanitation facilities and health complaints from victims of the volcanic eruption in Sinabung evacuation post, Karo.

This was a descriptive study with cross sectional design. Which was the object of this study was he or she who became head of the family who lived in the Karo evacuation post. Samples were taken using cluster sampling technique (area sampling) or sampling area by two stages.

Water conditions in refugee evacuation post in Karo does not meet health requirements, latrines used by the refugees do not qualify, solid waste treatment in the post evacuation is not eligible, the treatment of wastewater in the refugee evacuation post already qualified in two place (28 , 4%), but there were still five places (71.6%) that do not meet health requirements. Most widely complaint that experienced by the public is respiratory complaints with perceived symptoms such as cough as much as 76 people (86.4%) and runny nose / nasal congestion as many as 63 people (71.6%).

Restore the health sanitation facilities such as reservoirs of clean water, latrines, trash and waste water disposal system need to be done, and communities willing to participate to keep the surrounding environment.


(19)

1.1. Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi serta pemulihan prasarana dan sarana. (BNPB, 2012)

Salah satu jenis bencana di Indonesia yang sering terjadi akibat faktor alam adalah terjadinya letusan gunung berapi. Letusan gunung api adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2010). Salah satu gunung api aktif yang terdapat di Sumatera Utara yaitu Gunung Sinabung yang berada pada level IV yaitu “Awas”. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo mengalami erupsi yang cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Sejak itu status Gunung Sinabung berubah dari status tipe B menjadi tipe A. Berdasarkan data Media Center di Posko Pendampingan Erupsi Gunung Sinabung


(20)

2

statusnya ditingkatkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III). Pada tanggal 3 November 2013 tepatnya pukul 03.00 WIB statusnya kembali ditingkatkan menjadi awas (level IV) dan sejak tanggal 3 November 2013 ditetapkan mulai masa tanggap darurat. Sekitar 28.711 orang dari 32 desa mengungsi (data Dinas Kominfo dan PDE Kab. Karo). (Dinas Kominfo dan PDE Kab. Karo, 2013)

Pada tanggal 11 Februari 2014 pukul 10.30 Wib, gunung sinabung kembali mengalami erupsi dengan tinggi kolom erupsi mencapai 2 Km, dengan jangkauan awan panas ke arah tenggara selatan sejauh 4,5 Km. Erupsi kali ini menyebabkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 18 orang. Hal ini menimbulkan kepanikan karena masyarakat sebelumnya menduga bahwa Gunung Sinabung sedang mengalami penurunan aktivitas. Data terakhir yang diperoleh peneliti erupsi gunung sinabung kembali terjadi pada tanggal 5 Oktober 2014. Kejadian erupsi gunung sinabung yang tidak dapat diprediksi membuat pengungsi harus tetap bertahan di posko pengungsian agar tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka. Posko pengungsian yang ada di Kabupaten Karo adalah posko pengungsian Gedung Serba Guna, GBKP Kota Berastagi, Klasis GBKP Berastagi, KWK Berastagi, Uka K. Jahe 1, Uka K. Jahe 2 dan Uka K. Jahe 3

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di lokasi penelitian terlihat adanya fasilitas sanitasi seperti jamban umum, sanitasi air bersih, tempat pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah yang dibangun pemerintah untuk kebutuhan sanitasi para pengungsi. Selain fasilitas sanitasi yang mendukung personal hygiene para pengungsi juga sangat penting agar para pengungsi tidak tertular dan menularkan penyakit kepada pengungsi lain selama


(21)

berada di posko pengungsian mengingat bahwa padatnya hunian pengungsian dapat mempermudah penularan penyakit dari yang satu kepada yang lain. Masalah kesehatan masyarakat pengungsi, khususnya masalah kesehatan lingkungan yang berpotensi menimbulkan KLB penyakit diare, ISPA, kulit, campak dll yang memerlukan upaya sanitasi darurat. Timbulnya masalah kesehatan itu berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular. Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari proses terjadinya penurunan derajat kesehatan dalam jangka panjang akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi seseorang. (Menkes RI,2007).

Potensi munculnya penyakit menular sangat erat kaitannya dengan faktor risiko, khususnya di lokasi pengungsian dan masyarakat sekitar penampungan pengungsi, seperti campak, diare, pnemonia, malaria dan penyakit menular lain spesifik lokal. Banyaknya tenda‐tenda darurat tempat penampungan sementara para pengungsi yang diperkirakan belum dilengkapi dengan berbagai fasilitas sanitasi dasar yang sangat diperlukan, akibatnya banyak kotoran dan sampah yang tidak tertangani dengan baik dan akan menciptakan breeding site terutama untuk lalat dan serangga pangganggu lain. Hal ini akan menambah faktor resiko terjadinya penularan berbagai penyakit. Keberadaan lalat dan serangga‐serangga pengganggu lain merupakan vektor mekanik dari berbagai penyakit tertentu dan dari sisi lain keberadaan serangga tersebut menyebabkan gangguan bagi sebagian orang. (Menkes RI, 2011)


(22)

4

Masyarakat korban bencana juga harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam, Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis. Kemudian banyak masalah kesehatan atau kejadian penyakit sebenarnya dapat ditanggulangi atau dicegah bila memperhatikan aspek perilaku, baik menyangkut perilaku sehubungan dengan lingkungan maupun perilaku sehubungan dengan gaya hidup (sosial budaya). (Menkes RI, 2001)

Sanitasi menurut World Health Organization WHO (2002) adalah suatu usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit yang sering timbul pada keadaan darurat seperti bencana adalah dengan pengadaan air bersih untuk minum, memasak dan menjaga kebersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikonsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu. Air di sumber– sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit– penyakit maupun pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek. (Menkes RI, 2001).


(23)

Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terlihat bahwa kondisi pengungsi Sinabung masih kondusif. Untuk kebutuhan konsumsi dan logistik para pengungsi masih tercukupi. Pengungsi sangat membutuhkan fasilitas sanitasi yang memadai. Demikian pula, fasilitas penampung air bersih yang masih sangat kurang dibanding dengan jumlah pengungsi. Pengungsi kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk mandi, mencuci pakaian dan perabotan rumah tangga mereka. Hal ini, menyebabkan para pengungsi tampak kotor dan kumal karena tidak mandi. Banyak peralatan makan yang tergeletak berantakan dalam keadaan kotor, dan anak-anak bahkan orang dewasa yang buang air kecil sembarangan.

Terbatasnya persediaan air bersih, sanitasi lingkungan yang buruk, personal hygiene yang tidak baik serta menurunnya daya tahan tubuh merupakan masalah yang sering timbul dalam kondisi bencana dan penanganannya belum memadai. Penanganan yang diberikan belum merujuk pada suatu standar pelayanan minimal. Dapat diprediksi akan terjadi peningkatan kasus penyakit menular. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk menganalisis Kondisi Fasilitas Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Merapi Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015.


(24)

6

1.2. Perumusan Masalah

Erupsi gunung Sinabung merupakan bencana yang diakibatkan faktor alam membuat masyarakat harus tinggal di posko pengungsian. Dalam posko pengungsi sangat membutuhkan fasilitas sanitasi yang memadai karena kurangnya sarana sanitasi dan lingkungan yang padat pengungsian dapat mempermudah penularan penyakit dari satu kepada yang lain. Masalah kesehatan di posko berpotensi menimbulkan KLB. Penyakit yang terjadi di pengungsian seperti diare, ISPA, kulit, campak disebabkan karena jeleknya sanitasai lingkungan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Kondisi Fasilitas Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015” ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis Kondisi Fasilitas Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kondisi fasilitas sanitasi korban letusan gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015.

2. Untuk mengetahui keluhan kesehatan korban letusan gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015.


(25)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, sebagai data yang diperlukan untuk kegatan penyuluhan dalam rangka membangun sanitasi kesehatan lingkungan serta membina partisipasi masyarakat pengungsi dalam meningkatkan cakupan fasilitas sanitasi untuk mendukung kesehatan pengungsi di posko pengungsian di Kabupaten Karo.

2. Sebagai bahan informasi mengenai pentingnya fasilitas sanitasi bagi korban letusan gunung merapi di Posko Pengungsian di Kabupaten Karo.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan masyarakat yang menitik beratkan usaha preventif dengan usaha perbaikan semua faktor lingkungan agar manusia terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan. Kesehatan lingkungan adalah karakteristik dari kondisi lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Untuk itu kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha dasar kesehatan masyarakat. Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan dengan istilah sanitasi/sanitasi lingkungan yang oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), menyebutkan pengertian sanitasi lingkungan/kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Kusnoputranto, 1986).

Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara kesehatan. Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia.

Sedangkan menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.


(27)

Menurut Kusnoputranto (1986) ruang lingkup dari kesehatan lingkungan meliputi :

1. Penyediaan air minum.

2. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran air. 3. Pengelolaan sampah padat.

4. Pengendalian vektor penyakit.

5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah. 6. Hygiene makanan.

7. Pengendalian pencemaran udara. 8. Pengendalian radiasi.

9. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik, kimia dan biologis.

10.Pengendalian kebisingan.

11.Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan masyarakat dari perumahan penduduk, bangunan-bangunan umum dan institusi.

12.Perencanaan daerah dan perkotaan.

13.Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat. 14.Pencegahan kecelakaan.

15.Rekreasi umum dan pariwisata.

16.Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi, bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan darurat.

17.Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar lingkungan pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan.


(28)

10

Dari ruang lingkup sanitasi lingkungan di atas tempat-tempat umum merupakan bagian dari sanitasi yang perlu mendapat perhatian dalam pengawasannya (Kusnoputranto, 1986).

2.2. Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1995). Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, dan pengelolaaan air limbah.

2.2.1. Penyediaan Air Bersih

Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Mubarak dan Chayatin, 2009)

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas yang memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standart kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).


(29)

Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

1. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit. 2. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun. 3. Tidak berasa dan tidak berbau.

4. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.

5. Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI.

Persyaratan tersebut juga tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 . Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas ( Depkes RI, 2005).

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

b. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, mikrobiologis dan radioaktivitas yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri


(30)

12

kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2002)

1. Parameter Fisik

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990, menyatakan bahwa air yang layak pakai sebagai sumber air bersih antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik yaitu, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh (jernih) dan tidak bewarna.

2. Parameter Kimia

Air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Derajat keasaman (pH) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI No. 416 Tahun 1990.

Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik lagi bagi kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH air sebaiknya netral. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9 (Soemirat, 2000).

3. Parameter Mikrobiologis

Parameter Mikrobiologis menurut Entjang (2000) yaitu, air tidak boleh mengandung suatu bibit penyakit. Sebagai indikator bateriologik adalah basil koli

(escherichia coli). Apabila dijumpai basil koli dalam jumlah tertentu menunjukkan air telah tercemar kotoran manusia maupun binatang.


(31)

4. Parameter Radioaktif

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti disekitar reaktor nuklir.

2.2.1.1. Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi, air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007)

1. Air Angkasa (Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbondioksida, nitrogen, dan amoniak.

2. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, air terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.

3. Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air


(32)

14

hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih murni dibandingkan air permukaan.

2.2.1.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2002).

Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :

1. Waterborne Mechanism

Didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat meyebabkan peyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitisviral, disentri basiler, dan poliomielitis.

2. Waterwashed Mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :

a. infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma.

c. penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis.

3. Water-based Mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host


(33)

yang hidup didalam air. Contohnya schistomiasis, dan penyakit akibat

Dracunculus medinensis.

4. Water-related Insect Vector Mechanism

Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yelow fever

2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (feces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin, 2002).

Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :


(34)

16

Sumber : Haryoto Kusnoputranto (2000)

Gambar 2.1 Penyebaran Penyakit yang Bersumber Pada Kotoran Manusia Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan bagian-nagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain.

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja. Penyakit-penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya (Kusnoputranto, 2000).

Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.


(35)

Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 2.2.2.1. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).

Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu :

1. Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah, dan air permukaan, 2. Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter, 3. Konstruksi kuat,

4. Pencahayaan minimal 100 lux (Kepmenkes No.519 tahun 2008), 5. Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, kecoa),

6. Dibersihkan minimal 2x dalam sebulan, 7. Ventilasi 20% dari luas lantai,

8. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang,

9. Murah

10.Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain tertutup juga harus disemen agar tidak mencemari lingkungannya.

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :


(36)

18

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman, 3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit,

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI, 2004 adalah sebagai berikut :

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering, 2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air, 3. Tidak ada sampah berserakan,

4. Rumah jamban dalam keadaan baik,

5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat, 6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada,

7. Tersedia alat pembersih,

8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.

Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban dapat dilakukan dengan: 1. Air selalu tersedia di dalam bak atau ember,

2. Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat,

3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai,

4. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban, 5. Tidak ada aliran masuk kedalam jamban selain untuk membilas tinja.


(37)

2.2.2.2. Jenis-jenis Jamban

Jamban dibedakan atas beberapa macam, yaitu (Notoatmodjo, 2003) : a. Jamban Cubluk

Jamban ini sering kita jumpai di daerah pedesaan, tetapi sering dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa tutup. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa jamban ini tidak boleh terlalu dalamsebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya. Kedalamannya berkisar 1,5-3 meter dan jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 1,5 meter (Notoatmodjo, 2003).

b. Jamban Empang

Jamban empang adalah suatu jamban yang dibuat di atas kolam/empang, sungai/rawa, dimana kotoran langsung jatuh kedalam kolam atau sungai. Jamban ini dapat menguntungkan karena kotoran akan langsung menjadi makanan ikan, namun menurut Depkes RI, 2004 buang air besar ke sungai dapat menimbulkan wabah.

c. Jamban Cubluk dengan plengsengan

Jamban ini sama dengan jamban cubluk, hanya saja dibagian tempat jongkok dibuat seng atau kaleng yang dibentuk seperti setengah pipa yang masuk ke dalam lubang, yang panjangnya sekitar satu meter, tujuannya agar kotoran tidak langung terlihat.

d. Jamban Leher Angsa (angsa trine)

Jamban angsa trine ini bukanlah merupakan type jamban tersendiri, tetapi merupakan modifikasi bentuk tempat duduk/jongkok (bowl) nya saja, yaitu


(38)

20

antara bagian luar dengan tempat penampungan tinja, yang dilengkapi dengan alat penyekat air atau penahan bau dan mencegah lalat kontak dengan kotoran. Untuk type angsa trine ini akan memerlukan persediaan air yang cukup untuk keperluan membersihkan kotoran dan penggelontor tinja.

2.2.3. Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi , atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003).

1. Sumber-sumber sampah

a. Sampah yang berasal dari pemukiman

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti : sisa makanan, kertas/plastik pembungkus makanan, daun, dan lain-lain.

b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.

c. Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering, dan mudah terbakar.


(39)

d. Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas, kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, palstik, dan sebagainya.

e. Sampah yang berasal dari industri

Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, kaleng, dan sebagainya.

f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, dan sebagainya.

g. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan

Sampah ini dapat berupa kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai binatang, dan sebagainya.

2. Jenis-jenis sampah

a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya (Notoatmodjo, 2003) :

 Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.  Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk,

misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya. b. Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

 Sampah yang mudah terbakar, misalnya karet, kertas, kayu, dan sebagainya.


(40)

22

c. Sampah berdasarkan karakteristiknya

 Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengelolaan/pembuatan makanan yang umumnya mudah membusuk yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran, hotel, dan sebagainya.

 Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran baik yang mudah terbakar maupun yang tidak mudah terbakar.

 Ashes (Abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, termasuk abu rokok.

 Sampah jalanan (steet sweeping), yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan.

 Sampah industri.

 Bangkai binatang (dead animal).

 Bangkai kendaraan (abandoned vehicle)

 Sampah pembangunan (construction waste)

3. Pengelolaan sampah

Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003):

a. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Pengumpulan sampah dimulai di tempat sumber dimana sampah tersebut dihasilkan. Dari lokasi sumbernya sampah tersebut diangkut dengan alat angkut sampah. Sebelum sampai ke tempat pembuangan kadang-kadang perlu adanya suatu tempat penampungan sementara. Dari sini sampah dipindahkan dari alat angkut yang lebih besar dan lebih efisien, misalnya dari gerobak ke truk atau dari gerobak ke truk pemadat.


(41)

Adapun Syarat tempat sampah yg di anjurkan :

 Terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, dan tidak mudah bocor.

 Mempunyai tutup yg mudah di buka, dikosongkan isinya, mudah dibersihkan.  Ukurannya di atur agar dapat di angkut oleh 1 orang.

Sedangkan syarat kesehatan tempat pengumpulan sampah sementara (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

 Terdapat dua pintu : untuk masuk dan untuk keluar  Lamanya sampah di bak maksimal tiga hari

 Tidak terletak pada daerah rawan banjir

 Volume tempat penampungan sampah sementara mampu menampung sampah untuk tiga hari.

 Ada lubang ventilasi tertutup kasa untuk mencegah masuknya lalat.  Harus ada kran air untuk membersihkan.

 Tidak menjadi perindukan vektor.

 Mudah di jangkau oleh masyarakat/ dan kendaraan pengangkut. b. Pemusnahan dan pengelolaan sampah

 Ditaman (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

 Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran (incenerator).

 Dijadikan pupuk (Composting), yaitu pengelolaan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk (Mubarak dan Chayatin, 2009).


(42)

24

2.2.4. Sistem Pengelolaan Air Limbah

Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2007).

a. Sumber air limbah

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009):

 Rumah tangga, misalnya air bekas cucian, air bekas mandi, dan sebagainya.  Perkotaan, misalnya air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan,dan

dari tempat-tempat ibadah.

 Industri, misalnya air limbah dari proses industri. b. Parameter air limbah

Beberapa parameter yang dapat digunakan berkaitan dengan air limbah yaitu, kandungan zat padat (total solid, suspending solid, disolved solid), Kandungan zat organik, Kandungan zat anorganik (mis, Pb, Cd, Mg), Kandungan gas (mis, O2, N, CO2), Kadungan bakteri (mis, E.coli), Kandungan pH,Suhu. c. Pengelolaan air limbah

Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengelolaan terlebih dahulu, untuk dapat melaksanakan pengelolaan air limbah yang efektif perlu rencana pengelolaan yang baik. Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

 Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.  Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.


(43)

 Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai, atau tempat-tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.

 Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempatberkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.

 Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah.  Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap

Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengelola air limbah,

diantaranya :

1. Pengenceran (disposal by dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.

Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya, sehingga dapat pula menimbulkan banjir.

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengelolaan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara


(44)

26

kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan di daerah terbuka, sehingga memungkinkan sirkulasi angin yang baik.

3. Irigasi (irrigation)

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

d. Dampak buruk air limbah

Ada beberapa dampak buruk yang dapat ditimbulkan apabila air limbah tidak dikelola dengan baik, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

1. Penurunan kualitas lingkungan 2. Gangguan terhadap keindahan 3. Gangguan kesehatan

4. Gangguan terhadap kerusakan benda

2.3. Sanitasi Dasar di Tempat Pengungsian berdasarkan Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi (Kepmenkes RI NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001) 2.3.1. Pengadaan Air.

Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga kebersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak


(45)

dikonsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu. Tolok ukur kunci pengadaan air sebagai berikut :

1) Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per hari

2) Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik. 3) Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter 4) 1 (satu) kran air untuk 80–100 orang

Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran kimiawi atu radiologis dari penggunaan jangka pendek. Tolok ukur kunci kualitas air;

1) Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter

2) Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaransemacam itu sangat rendah.

3) Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standaryang


(46)

28

bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)

4) Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum

5) Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.

Kemudian berdasarkan prasarana dan perlengkapan persediaan air memiliki tolok ukur kunci :

1) Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup

2) Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.

3) Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki–laki. Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.

2.3.2. Pembuangan Kotoran Manusia

Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka,


(47)

supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam dengan tolok ukur kunci sebagai berikut:

1) Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang

2) Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban permpuan)

3) Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.

4) Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian sembako, pusat–pusat layanan kesehatan dsb.

5) Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya

6) 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang 2.3.3. Pengelolaan Limbah Padat

Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis.

1) Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur disana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.


(48)

30

2) Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum.

3) Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat tempat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.

4) Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat–tempat khusus untuk membuang sampah di pasar–pasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.

5) Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.

6) 2 ( dua ) drum sampah untu 80–100 orang

Tempat/lubang Sampah Padat Masyarakat memiliki cara –cara untuk membuang limbah rumah tangga sehari–hari secara nyaman dan efektif dengan tolok ukur kunci sebagai berikut:

1) Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum.

2) Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.

2.3.4. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan)

Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari


(49)

sumber–sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana– prasarana medis. Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair :

1) Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman 2) Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran

pembuangan air.

3) Tempat tinggal, jalan–jalan setapak, serta prasana–prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air.

2.4. Penyakit yang Berkaitan dengan Sanitasi Dasar (Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan)

2.4.1. Jenis penyakit yang berhubungan dengan air

Jenis penyakit yang berhubungan dengan air antara lain sakit perut, diare, sakit kulit, sakit mata, kecacingan, demam berdarah, malaria, kaki gajah (filariasis), dan lain-lain :

1. Sakit perut dan Diare

Sakit perut dan diare disebabkan karena mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan. 2. Sakit kulit

Sakit kulit disebabkan karena menggunakan air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan untuk mandi atau mencuci baju, sehingga kotoran menempel di badan.


(50)

32

Sakit mata disebabkan oleh masuknya kuman penyakit ke mata yang salah satunya melalui air yang kotor, yang digunakan untuk mandi atau mencuci muka.

4. Kecacingan

Kecacingan dapat terjadi karena mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran manusia atau binatang karena didalam kotoran tersebut terdapat telur cacing.

5. Malaria

Nyamuk malaria berkembang biak di air yang tergenang, oleh karena itu bila ada air yang menggenang harus dialirkan agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut. Tempat bertelur nyamuk malaria antara lain di sawah, kolam, danau, terutama di daerah pantai.

6. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tempat berkembang biak nyamuk demam berdarah yaitu di air yang tergenang dan jernih. Untuk mencegahnya, air yang menggenang harus dialirkan agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut. Menutup tempat penyimpanan air dan mengurasnya minimal seminggu sekali agar telur yang berada di tempat air tersebut tidak sempat menetas menjadi nyamuk. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air. Upaya pencegahan tersebut di atas dikenal dengan istilah 3M yaitu menutup, menguras, mengubur.


(51)

Penyakit kaki gajah (Elephantiasis) disebabkan oleh cacing filaria yang menyumbat pembulur darah sehingga mengakibatkan pembengkakan. Cacing filaria terdapat didalam tubuh nyamuk culex yang biasa berkembang biak di air kotor yang tergenang seperti got, comberan, dan rawa. Untuk mencegahnya yaitu mengalirkan air agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut.

2.4.2. Jenis penyakit yang berhubungan dengan limbah

Analisis masalah yaitu kegiatan untuk mengetahui akibat dari pembuangan air limbah yang tidak sehat dan perilaku yang tidak sehat serta akibatnya terhadap kesehatan manusia. Dalam hal ini akan diketahui jenis penyakit yang berhubungan dengan air limbah serta alur penularannya.

1. Sakit perut dan Diare

Sakit perut dan diare disebabkan karena mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan. 2. Sakit kulit

Sakit kulit disebabkan karena menggunakan air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan untuk mandi atau mencuci baju, sehingga kotoran menempel di badan.

3. Sakit mata

Sakit mata disebabkan oleh masuknya kuman penyakit ke mata yang salah satunya melalui air yang kotor, baik digunakan untuk mandi atau mencuci muka. 4. Kecacingan

Kecacingan dapat terjadi karena bermain-main di tempat pembuangan air libah kemudian makan dengan tangan tanpa cuci tangan dengan sabun terlebih


(52)

34

dahulu. Atau bermain di tempat pembuangan air limbah tanpa alas kaki sehingga larva cacing masuk ke dalam tubuh melalui kaki.

5. Malaria

Nyamuk malaria berkembang biak di air yang tergenang, oleh karena itu bila ada air yang menggenang harus dialirkan agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut.Tempat bertelur nyamuk malaria antara lain di sawah, kolam, danau, terutama di daerah pantai.

6. Filariasis

Filariasis atau sering disebut penyakit kaki gajah (Elephantiasis) karena kaki menjadi bengkak seperti kaki gajah, disebabkan oleh cacing filaria yang menyumbat pembulur darah balik, sehingga mengakibatkan pembengkakan. Cacing filaria terdapat didalam tubuh nyamuk culex yang biasa berkembang biak di air kotor yang tergenang seperti got, comberan, dan rawa. Untuk mencegahnya yaitu mengalirkan air atau menutup agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut.

2.4.3. Jenis penyakit yang berhubungan dengan sampah

Sampah adalah semua benda padat yang karena sifatnya tidak dimanfaatkan lagi, tidak termasuk kotoran manusia. Didalam sampah banyak terdapat kuman atau bakteri. Kuman/bakteri tersebut ada yang membahayakan kesehatan manusia. Sampah juga menarik perhatian serangga dan tikus untuk mencari makan, sehingga sampah dapat menjadi sumber penularan penyakit seperti :


(53)

Sakit perut dan diare disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minum air yang telah tercemar kotoran dari sampah, baik yang berasal dari sampah.

2. Sakit kulit

Sakit kulit disebabkan karena menggunakan air yang telah tercemar kotoran, baik yang berasal dari sampah, tinja, atau kotoran hewan untuk mandi atau mencuci baju, sehingga kotoran menempel di badan.

3. Sakit mata

Sakit mata disebabkan oleh masuknya kuman penyakit ke mata yang salah satunya melalui air yang kotor, kena sampah dan digunakan untuk mandi atau mencuci muka.

4. Kecacingan

Kecacingan dapat terjadi karena mengkonsumsi air yang telah tercemar kotoran manusia atau binatang karena didalam kotoran tersebut terdapat telur cacing.

5. Demam berdarah

Tempat berkembang biak nyamuk demam berdarah yaitu di air yang tergenang dan jernih. Untuk mencegahnya bila ada air yang menggenang harus dialirkan agar tidak ada nyamuk yang bertelur di tempat tersebut. Menutup tempat penyimpanan air dan mengurasnya minimal seminggu sekali agar telur yang berada di tempat air tersebut tidak sempat menetas menjadi nyamuk. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air. Upaya pencegahan tersebut di atas dikenal dengan istilah 3M+, yaitu menutup, menguras, mengubur dan


(54)

36

6. Kecelakaan

Kecelakaan bisa terjadi akibat pembuangan sampah yang tidak benar, seperti membuang kulit pisang dapat menyebabkan orang yang menginjak terpeleset. Membuang benda tajam (pecahan gelas/kaca, paku, duri, dll) sembarangan dapat menyebabkan orang yang menginjak terluka. Membuang sampah di tempat sampah dengan benar dapat menghindari kecelakaan.

2.4.4. Jenis penyakit yang berhubungan dengan tinja/ kotoran manusia Kotoran manusia ialah sisa pencernaan makanan dan minuman manusia yang biasa disebut tinja termasuk air seni atau urine. Di dalam kotoran manusia terdapat kuman penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia, oleh karena itu perlu dikelola dengan baik. Penyakit yang berhubungan dengan tinja adalah :

1. Diare/sakit perut

Sakit diare atau dikenal masyarakat dengan sebutan mencret sering diderita oleh masyarakat baik anak-anak maupun orang dewasa. Pada umumnya sakit diare disebabkan oleh makan makanan atau minum minuman yang tidak bersih. Kotoran manusia merupakan suber kuman penyakit yang apabila mengotori makanan atau minuman maka orang yang memakan atau meminumnya dapat menjadi sakit.

2. Kecacingan

Tinja manusia dan kotoran hewan banyak mengandung telur cacing yang dapat tertelan masuk ke dalam tubuh manusia sehingga menjadi kecacingan. Satu ekor cacing dapat bertelur lebih dari 100.000 telur. Cacing dalam tubuh perlu makan yang diambil dari sari makanan yang ada di usus manusia. Penyakit


(55)

kecacingan selain disebabkan masuknya telur cacing kedalam mulut dapat pula disebabkan karena masuknya larva cacing (cacing yang baru menetas) ke dalam tubuh melalui kulit. Biasanya larva cacing menembus kulit kaki yang tidak memakai alas kaki atau sepatu.

2.5. Pengungsi

2.5.1. Definisi dan Konsep Pengungsi

United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) memberikan definisi tentang pengungsi adalah setiap orang yang berada di luar negara warga negaranya atau jika ia tidak memiliki warga negara, negara dimana dia bertempat tinggal sebelumnya, karena ia memiliki atau pernah memiliki rasa takut akan persekusi karena alasan ras, agama, kewarganegaraan atau pendapat politik dan tidak dapat, atau karena suatu ketakutan, tidak bermaksud untuk mendapatkan dirinya perlindungan dari pemerintah negara kewarganegaraanya atau jika dia tidak memiliki kewarganegaraan, untuk kembali ke negara dimana dia pernah bertempat tinggal sebelumnya. (UNHCR, 2007)

Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. (UU RI No. 24 Tahun 2007)

Sedangkan dalam Ensiklopedia Indonesia pengungsi adalah seseorang atau sekelompok orang yang meninggalkan suatu wilayah guna menghindari suatu bencana atau musibah. Bencana ini dapat berbentuk banjir, tanah longsor, tsunami, kebakaran, dan lain sebagainya yang diakibatkan oleh alam. Dapat pula bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia secara langsung. Misalnya perang,


(56)

38

Berdasarkan Konvensi tahun 1951 di Jenewa, United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR) mengelompokkan pengungsi menjadi dua jenis yaitu pengungsi internal disebut Internal Displace Persons (IDPs) dan pengungsi lintas batas atau Refugee: (UNHCR, 2007)

1. Pengungsi Internal

Adalah orang-orang atau kelompok-kelompok orang yang dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat tinggal, sebagai akibat pertikaian bersenjata, perselisian internal, tindak kekerasan yang meluas, pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, bencana alam atau bencana akibat ulah manusia, dan yang tetap berada dalam wilayah kekuasaan mereka itu sendiri.

Pengungsi Internal atau Internally Displace Persons (IDPs) adalah pengungsi yang keluar dari wilayah tertentu dan menempati wilayah lain tetapi masih dalam satu daerah kekuasaaan satu negara. Pengungsi internal biasanya merupakan penduduk migran terpaksa akibat konflik bersenjata atau akibat dari situasi-situasi rawan lainnya (seperti tindak kekerasan, bencana alam, bencana akibat ulah manusia) yang tidak melintasi perbatasan negaranya. Pengungsi internal juga dapat diartikan sebagai seseorang atau kelompok masyarakat yang berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain sebagai akibat dari bencana alam dan atau bencana sosial yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan yang dapat mengancam setiap jiwa individu dan kelompok. Berbagai pertikaian dan kekerasan, baik yang disebabkan oleh prasangka etnis (etnocentris), dan agama

(religiosentris), maupun sebagai dampak kecemburuan penduduk lokal dengan pendatang yang berbasis ketimpangan dan perbedaan akses atas penguasaan


(57)

sumber-sumber daya ekonomi, telah berakibat pada pengungsian besar-besaran warga masyarakat dari berbagai daerah.

Definisi tersebut menjelaskan bahwa istilah IDPs atau pengungsi internal diperuntukkan bagi mereka yang mengungsi antar daerah tetapi masih di dalam wilayah negra yang bersangkutan. Pengungsi yang ada Maluku, Maluku Tengah, Sampit, Sambas, dan yang ada di NAD serta Nias, sebagai imbas dari adanya konflik horisontal dan vertikal, serta bencana alam merupakan contoh dari pengungsi internal (IDPs).

2. Pengungsi Internasional

Menurut Konvensi Jenewa 1951 tentang status Pengungsi, Pengungsi Internasional dapat didefinisikana sebagai pengungsi lintas batas adalah seseorang yang oleh karena rasa takut yang wajar akan kemungkinan dianiaya berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada suatu kelompok sosial tertentu, atau karena pandangan politik, berada di luar negeri kebangsaannya, dan tidak bisa atau karena rasa takut itu, tidak berkehendak berada di dalam perlindungan negeri tersebut (UNHCR, 2007).

Definisi tersubut menunjukan bahwa istilah pengungsi diperuntukkan bagi orang-orang yang melintas batas negaranya, dalam arti melarikan diri atau meninggalkan negerinya dan memasuki negara lain untuk menghindarkan diri dari bahaya yang mengancamnya. Dalam pandangan umum mereka dikategorikan sebagai pengungsi internasional atau yang disebut sebagai Refugees.


(58)

40

2.6. Bencana

2.6.1. Definisi Bencana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam (Purwadarminta, 2006)

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia. (Kamadhis UGM, 2007).

2.6.2. Jenis-Jenis Bencana Alam

Jenis- jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.


(59)

2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan terror (UU RI, 2007).

Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitu bencana geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial. Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya dari dalam bumi. Sedangkan bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang di sebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca. Lain halnya dengan bencana alam ekstra-terestrial, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh gaya atau energi dari luar bumi, bencana alam geologis dan klimatologis lebih sering berdampak terhadap manusia.

2.7. Erupsi Gunung Api

Indonesia merupakan negara dengan 129 gunung api aktif, pengamatan gunung api merupakan pekerjaan yang mutlak dilakukan dalam upaya pengurangan risiko bencana erupsi gunung api. Pemerintah kita melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah membangun pos pengamatan di beberapa gunung api aktif yang ada di seluruh Indonesia. Petugas di pos pengamatan bertugas untuk mengamati aktifitas gunung api secara visual dan berdasarkan data pengukuran (seismisitas, thermal, deformasi, densitas


(1)

73

keluhan kesehatan baik keluhan pencernaan, keluhan pernafasan, keluhan mata dan keluhan kulit. Akan tetapi jenis keluhan yang paling banyak dialami oleh responden adalah keluhan pernafasan dengan gejala yang dirasakan seperti batuk sebanyak 76 orang (86,4%) dan pilek/hidung tersumbat sebanyak 63 orang (71,6%).

Potensi gansgguan pernapasan yang timbul dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti konsentrasi partikel di udara, ukuran partikel tersebut dalam debu, frekuensi dan lamanya paparan, kondisi meteorologi, kondisi kesehatan dari setiap warga, ada atau tidaknya gas-gas vulkanik yang bercampur dengan abu serta penggunaan alat perlindungan pernapasan hal ini disebabkan oleh debu yang selalu terhirup oleh pengungsi karena saat meletus seluruh posko pengungian di Kabupaten Karo tetap terkena debu letusan gunung Sinabung tersebut.

Gejala pernapasan akut yang sering dilaporkan oleh masyarakat setelah gunung mengeluarkan abu atau debu adalah hidung iritasi dan beringus, dan sakit tenggorokan (kadang disertai batuk kering), batuk dahak, mengi, sesak napas, iritasi pada jalur pernapasan dan juga napas menjadi tidak nyaman. (Mumpuni Punik,2010).

Debu-debu di udara ini ukurannya sangat kecil (kurang dari 10 mikron) maka bisa terhirup oleh manusia dan menimbulkan bahaya kesehatan bagi pengungsi.Debu yang dikeluarkan oleh gunung meletus ini mengandung mineral kuarsa, kristobalit atau tridimit. Mineral ini adalah kristal silika bebas yang diketahui dapat menyebabkan silicosis (melumpuhkan dan berpotensi menimbulkan akibat fatal terhadap paru-paru). Penyakit ini biasanya ditemukan pada pekerja tambang yang terpapar silika bebas dalam jangka panjang.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian tentang kondisi fasilitas sanitasi dan keluhan kesehatan di posko pengungsian letusan gunung sinabung Kabupaten Karo tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa:

1. Kondisi air bersih yang ada diposko pengungsian di Kabupaten Karo tidak memenuhi syarat kesehatan disebabkan belum terpenuhi dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup untuk tiap keluarga pengungsi.

2. Kondisi jamban yang digunakan para pengungsi tidak memenuhi syarat karena tidak terpenuhi jamban yang sehat seperti tiap jamban tidak digunakan paling banyak 20 orang, jamban bau dan tinja dapat dijamah oleh serangga maupun tikus, tidak cukup penerangan, ventilasi tidak cukup baik dan tidak tersedia air dan alat pembersih.

3. Pengelolaan limbah padat di posko pengungsian tidak memenuhi syarat karena sampah tidak dibuang dari pemukiman atau dikubur yang menimbulkan ancaman bagi kesehatan dan tidak ada 2 ( dua ) drum sampah untuk 80–100 orang.

4. Pengelolaan limbah cair di posko pengungisan sudah ada yang memenuhi syarat sebanyak 2 tempat (28,4%) namun masih 5 tempat (71,6%) yang tidak memenuhi syarat kesehatan karena terdapat air yang menggenang disekitar


(3)

75

maupun di sekitar tempat pemukiman, air hujan dan luapan air/banjir tidak langsung mengalir malalui saluran pembuangan air.

5. Jenis keluhan yang paling banyak dialami oleh responden adalah keluhan pernafasan dengan gejala yang dirasakan seperti batuk sebanyak 76 orang (86,4%) dan pilek/hidung tersumbat sebanyak 63 orang (71,6%).

6.2. Saran

Adapun Saran dari penelitian ini adalah :

1. Perlu melakukan pengadaan tempat penampungan air bersih alat pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup untuk tiap keluarga pengungsi.

2. Untuk BPBD selaku yang bertanggung jawab untuk penyediaan fasilitas sanitasi yang ada di posko pengungsian perlu melakukan penambahan dan perbaikan beberapa fasilitas sanitasi seperti kamar mandi, jamban, dan SPAL karena hal ini dapat meningkatkan derajat kesehatan para pengungsi selama tinggal di posko pengungsian.

3. Untuk Dinas Kesehatan melakukan koordinasi dengan BPBD Kabupaten Karo dalam menambah dan memperbaiki fasilitas dan sanitasi yang ada sehingga sesuai dengan Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi.

4. Untuk Pemerintah Kabupaten Karo perlu memberikan sabun berukuran 250 gram per bulan untuk setiap pengungsi, melakukan penyedotan rutin di jamban-jamban yang terdapat di posko pengungsian.


(4)

76

5. Perlu ditambahkan penampungan air bersih pada setiap jamban dan pemberian lampu agar dapat digunakan malam hari dan juga dibuat poster himbauan untuk menjaga kebersihan di pintu jamban.

6. Diberlakukan jadwal orang-orang yang bertugas untuk membersihkan jamban setiap harinya yaitu dari pengungsi itu sendiri.

7. Perlu adanya penyuluhan dari petugas kesehatan di Kabupaten Karo kepada para pengungsi tentang bagaimana cara menjaga fasilitas sanitasi dengan bersih dan sehat agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. 8. Perlu dilakukan penambahan tempat penampungan sampah dan

tersedianya tempat pembuangan sampah akhir.

9. Disarankan kepada pengungsi agar membakar sampah. Sampah yang ridak dapat dibakar sebaiknya dibuang di lubang khusus yang sudah di gali sebelumnya, minimal 20 meter dari tempat hunian dan tempat pengambilan air bersih.

10.Perlu dilakukan pembuatan SPAL agar air buangan tidak tergenang disekitar kamar mandi, jamban dan posko pengungsian.

11.Diharapkan masyarakat menjaga kebersihan fasilitas sanitasi kesehatan yang ada di tempat pengungsian dan mau berpartisipasi untuk menjaga lingkungan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, dkk, 2001. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Buku Kompas, Jakarta.

Azwar, 1995, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2012. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, Jakarta; BNPB.

Badan vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. (2010). Pengetahuan Dasar Gunung Api Indonesia. Bandung: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2010. Peta Ancaman Bencana Gunungapi Di Indonesia.

Buletin KAMADHIS UGM. Bencana Alam. Yogyakarta. 2007.

Chandra, budiman. 2007. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC

Depkes RI, Pedoman Teknis Pelaksanaan Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Ditjen PPM & PLP, Jakarta. 1995, h. 34.

, Pedoman Teknis Pelaksanaan Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Ditjen PPM & PLP, Jakarta, 1995, h. 55.

, 1999, Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi, Ditjen PPM dan PL, Jakarta.

Entjang 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT Citra Adtya Bakti, Bandung.

Hidayat, A. Alimul Aziz. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

Kusnoputranto, H, 1986. “Kesehatan Lingkungan”. Penerbit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta

Kusnoputranto, Haryoto. 2000.Kesehatan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta


(6)

78

Menkes RI, 2001. Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Jakarta

Menkes RI, 2007.Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Jakarta Menkes RI, 2011.Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat

Bencana. Jakarta

Mubarak, W.I., Chayatin, N., 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika

Mumpuni, Punik, 2010. Analisi Situasi Kesehatan Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi di Desa Mranggen dan Kamangongan Kecematan Srumbung, Magelang, Jawa Tengah.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat “Prinsip-prinsip

dasar”, Rineka Cipta, Jakarta.

Poerwadarminta. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Slamet Purwanto, Sudiharjo, Bambang Ristanto, dkk, 2002, Penyediaan Air

Bersih, Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai, Departemen Kesehatan RI: Jakarta. Soemirat. S, 2000, Kesehatan Lingkungan, UGM, Yogyakarta.

Soeparman, Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, h. 53

Suryani, L, 2014. Analisis Pelaksanaan Fungsi Koordinasi Bidang Kesehatan Pada Masa Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014. Tesis Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Jakarta UU RI No. 24 Tahun 2007. Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta UNHCR, 2007. Melindungi Pengungsi dan Peran UNHCR. Jakarta

WHO, 2002, Linking Program Evaluation to User Needs, The Politics of Program Evaluation, Sage, USA.