Respon Buruh Terhadap Program Bpjs Ketenagakerjaan Dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (Sbsu)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon
2.1.1 Pengertian Respon
Respon berasal dari kata response yang berarti jawaban, balasan, atau
tanggapan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, respon adalah berupa tanggapan,
reaksi, dan jawaban (http//kbbi.wen.id). Perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya rangsangan itu disebut tingkah laku-balas atau response (Sarwono, 2008:15).
Respon adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menamakan
rangsangan yang terjadi terhadap panca indera. Respon biasanya diwujudkan dalam
bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan perangsangan. Teori
Behaviorisme mengunakan istilah respon yang dipasangkan rangsangan dalam
menjalankan proses terbentuknya prilaku. Respon adalah perilaku yang muncul
dikarenakan adanya rangsangan dari lingkungan. Jika rangsangan dan respon
dipasangkan atau dikondisikan maka akan membentuk tingkah laku baru terhadap
rangsangan yang dikondisikan (http//id.wikipedia.org diakses pada tanggal 02
November 2015 Pukul 17:45 WIB).
Menurut Scheerer, respon (balas) adalah proses pengorganisasian rangsang.
Rangsang proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi
fenomenal dari rangsang proksimal itu. Proses inilah yang disebut respon. Orang

dewasa, menurut Hunt (1962), mempunyai sejumlah besar unit untuk memproses
informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani representasi fenomenal dari
keadaan diluar yang ada dalam diri seseorang Individu (internal environment).
Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa-peristiwa

12

yang terjadi diluar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah yang oleh Hunt
dinamakan respon (Sarwono, 2008:87)
2.1.2 Proses Terjadinya Respon
Dalam hal ini ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari yang paling
berperaga dengan berpangkal pada pengamatan, sampai ke yang paling tidak
berperaga yaitu berfikir. Gejala tersebut menurut Suryabrata adalah sebagai berikut:
1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai
indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini adalah produk dari
kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus
kesadaran.
2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu
warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan
pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna

objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayangan pengiring yang
tidak sama dengan warna objeknya, melainkan seperti warna komplemen dari
warna objek.
3. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga
menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang
dihasikan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan
pengamatan.
Jadi proses terjadinya respon adalah pertama-tama indera mengamati objek
tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat
sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian
muncul bayangan eiditis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari

13

bayangan perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian
(http//a-research.upi.edu diakses pada tanggal 02 November Pukul 18.00 WIB).
2.1.3 Indikator Respon
Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap
dan partisipasi. Persepsi menurut McMahon adalah proses menginterprestasikan
rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensory

information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson persepsi menunjukan
pada bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap dan mencium dunia
disekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat pula didefenisikan sebagai segala
sesuatu yang dialami oleh manusia. Berdasarkan hal tersebut William James
menyatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari
lingkungan yang diserap oleh indera kita, serta sebagian lainnya diperoleh dari
pengelolahan ingatan (memory) kita (diolah kembali berdasarkan pengalaman yang
kita miliki) (Adi, 1994:105-106).
Persepsi

didefenisikan

sebagai

proses

yang

kita


gunakan

untuk

menginterprestasikan data-data sensoris. Salah satu defenisi menyatakan bahwa
persepsi

merupakan

proses

yang

kompleks

dimana

orang

memilih,


mengorganisasikan dan menginterprestasikan respon terhadap suaru rangsangan ke
dalam situasi masyarakat dunia yang penuh arti dan logis. Bennet, Hoffman, dan
Prakash menyatakan bahwa persepsi merupakan aktivitas aktif yang melibatkan
pembelajaran, pembaruan cara pandang, dan pengaruh timbal balik dalam
pengamatan (Severin dan Tankard, 2005:83-84).

14

Empat aspek dari persepsi yamg menurut Berlyne dapat membedakan
persepsi dari berpikir adalah:
1. Hal-hal yang diamati dari sebuah rangsangan bervariasi, tergantung pola dari
keseluruhan dimana rangsangan tersebut menjadi bagiannya.
2. Persepsi bervariasi dari orang ke orang dan dari waktu ke waktu.
3. Persepsi bervariasi tergantung dari arah (fokus) alat-alat indra.
4. Persepsi cenderung berkembang kearah tertentu dan sekali terbentuk
kecenderungan itu biasanya akan menetap (Sarwono, 2008:88).
Sikap pada dasarnya adalah tendensi kita terhadap sesuatu. Sikap adalah rasa
suka atau tidak suka kita atas sesuatu. Sikap penting sekali karena ia mempengaruhi
tindakan. Perilaku seseorang juga sering ditentukan oleh sikap mereka. Konsep lain

yang terkait dengan sikap adalah keyakinan, atau pernyataan-pernyataan yang
dianggap benar oleh seseorang (Severin & Tankard, 2005:177).
Beberapa defenisi penting sikap adalah sebagai berikut:
1. Sikap pada dasarnya adalah suatu cara ”pandang” terhadap sesuatu (Murphy,
Murphy, dan Newcomb).
2. Kesiapan mental dan sistem syaraf,

yang diorganisasikan melalui

pengalaman,menimbulkan pengaruh langsung atau dinamis pada responsrespons seseorang terhadap objek dan situasi terkait (Allport).
3. Sebuah kecenderungan yang bertahan lama, dipelajari untuk berperilaku
dengan konsisten terhadap sekelompok objek (English dan English).
4. Sebuah sistem evaluasi positif atau negative yang awet, perasaan-perasaan
emosional, dan tendisi tindakan pro atau kontra terhadap sebuah objek sosial
(Krech,Crutchfield, dan Ballachey).

15

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting
dalam mengukur suatu respon. Partisipasi sering diberi makna keterlibatan orang

secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari perintah. Ada bermacam-macam faktor
yang mendorong kerelaan ini, bisa karena kepentingan, bisa karena solidaritas, bisa
karena memang mempunyai tujuan yang sama, bisa juga karena ingin melakukan
langkah yang sama walaupun tujuannya berbeda. Apapun faktor yang mendorong,
partisipasi akhirnya harus membuahkan kesepatan yang hendak dicapai dan tindakan
yang akan dilakukan bersama (Sumarto, 2003:188).

2.2 Tenaga Kerja
2.2.1 Pengertian Tenaga Kerja
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuanketentuan pokok mengenai tenaga kerja, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah
”tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan” (didalam atau diluar hubungan kerja)
guna menghasilkan barang-barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Mereka yang telah bekerja pada instansi-intansi Pemerintah terkait oleh
Undang-Undang Kepegawaian sedang mereka yang telah bekerja pada perusahanperusahan terikat dan atau dilindungi oleh Undang-Undang perburuhan atau yang
lazim disebut Hukum Perburuhan (Sunindhia & Widianti, 1987:15).
2.2.2 Tindakan-tindakan Perusahaan Terhadap Tenaga Kerja
Dalam hal perusahaan membuka kesempatan kerja, tentunya para tenaga
kerja yang ingin mengisinya akan selalu lebih dari pada apa yang ditawarkan. Sudah
selayaknya pengusaha melakukan tindakan-tindakan yang bijaksana sebagai berikut:
a. Penerimaan tenaga kerja harus terbuka bagi setiap warga masyarakat yang

dapat memenuhi syarat-syarat pendidikan, pengalaman kerja, kemampuan

16

dan kecakapan untuk menjalankan tugas kerja tersebut, tanpa membedabedakan golongan,keturunan dan agama.
b. Dalam pelaksanaan perekrutan tenaga kerja tersebut, sudah seyogyanya pihak
pengusaha mengutamakan jalan yang harus ditempuh, yaitu dengan melalui
Kantor Dapertemen Tenaga Kerja setempat Bidang Penyidian dan
penggunaan tenaga kerja (dahulu Jawatan Penempatan Tenaga Kerja) yang
dari padanya pihak pengusaha akan memperoleh pengiriman-pengiriman
tenaga kerja yang dibutuhkan, diiamana segala persyaratan yang diperlukan
telah dipenuhinya.
c. Mereka para tenaga kerja yang berhasil dapat diterima mengisi kesempatan
kerja itu. Harus diperlakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan Perundangundangan yang berlaku.
d. Mereka para tenaga kerja yang diterima, akan memperoleh sejumlah upah
yang sesuai dengan kelayakan dan atau ketentuan umum yang berlaku, sesuai
dengan tugas kerja yang dijalankannya (Sunindhia & Widiyanti, 1987:50-51).

2.3 Buruh
2.3.1 Pengertian Buruh

Buruh adalah para tenaga kerja yang bekerja pada perusahan dimana para
tenaga kerja itu harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh
pengusaha (majikan) yang bertanggung jawab atas lingkungan perusahannya, untuk
mana tenaga kerja itu akan memperoleh upah dan atau jaminan hidup lainnya yang
wajar perkataan buruh dan majikan banyak dijumpai dalam KUH Perdata Titel 7A
Bab III antara pasal-pasal 1601-1603. Di dalam Undang-undang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan yang dimaksud dengan buruh adalah barang siapa bekerja

17

pada majikan dengan menerima upah. Dengan demikian tidak dikehendaki adanya
perbedaan antara buruh kasar dan buruh halus, juga antara buruh dan pelayan.
Sedangkan menurut Undang-undang Kecelakaan, yang disebut buruh ialah
tiap orang yang bekerja pada majikan perusahaan yang diwajibkan memberikan
tunjangan, dengan mendapat upah. Walaupun perumusannya agak berlain-lainan,
pada dasarnya memuat unsur yang sama, yaitu: seseorang yang bekerja pada orang
lain atau badan dengan menerima upah. Untuk keperluan tertentu sebagai
dikehendaki oleh Undang-undang yang bersangkutan, kadang-kadang diadakan
perluasan atau penyempitan dari perusahan yang sebenarnya.
2.3.2 Fungsi Perjanjian Buruh

Kita mengetahui bahwa Perjanjian Perburuhan pada umumnya atau sematamata syarat-syarat yang harus diperhatikan didalam perjanjian kerja. Perjanjian
Perburuhan mempunyai dua fungsi, yaitu :
a. Memudahkan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Sebelum
timbulnya lembaga perjanjian perburuhan, buruh waktu membuat
perjanjian kerja harus merumuskan dan menetukan sendiri hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya

dengan

majikan.dengan

adanya

lembaga

perjanjian perburuhan yang memuat bagian terbesar ketentuan syaratsyarat perburuhan yang menyangkut kedudukan hukum buruh, maka
memudahkan buruh membuat perjanjian kerja, meskipun sederhana,
namun kedudukan hukumnya telah terjamin dalam hubungan kerja yang
ditimbulkan oleh perjanjian kerja.
b. Sebagai


way-out

dalam

perundang-undangan

sosial

umumnya,

perundang-undangan perburuhan khususnya ternyata terbelakang atau
menunjukan kelemahan-kelemahan dibidang tertentu. Seperti kita ketahui

18

bahwa perundang-undangan sosial, khususnya perundang-undangan
perburuhaan belum mengatur selengkapnya atau kalau sudah mengatur
keseluruhannya, tetapi terbelakang oleh kemajuan masyarakat (Sunindhia
& widiyanti, 1987:29-30).

2.4 Program
Pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan maka program
merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu
kali tetapi berkesinambungan. Program adalah cara tersendiri dan khusus yang
dirancang demi pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program,
maka segala rancangan akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan.
Program adalah unsur utama yang harus ada bagi berlangsungnya aktivitas yang
teratur, karena dalam program telah dirangkum berbagai aspek seperti: (1) Adanya
tujuan yang mau dicapai, (2) Adanya berbagai kebijakan yang diambil dalam upaya
pencapaian tujuan tersebut, (3) Adanya prinsip-prinsip dan metode-metode yang
harus dijadikan acuan dengan prosedur yang harus dilewati, (4) Adanya pemikiran
atau rancangan tentang anggaran yang diperlukan, (5) Adanya strategi yang harus
diterapkan dalam pelaksanaan aktivitas (Wahab dalam Siagian dan Agus, 2010: 117).

2.5 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
2.5.1 Pengertian BPJS
Badan

Penyelenggara

Jaminan

Sosial

(BPJS)

merupakan

lembaga

penyelenggara jaminan sosial, sehingga dengan adanya jaminan sosial, resiko
keuangan yang dihadapi oleh seseorang, baik itu karena memasuki usia tidak
produktif, mengalami sakit, mengalami kecelakan dan bahkan kematian, akan

19

diambil alih oleh lembaga yang menyelenggarakan jaminan sosial. Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS),
secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan
hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan (http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal
03 November 2015 Pukul 17.00 WIB).
2.5.2

Tugas BPJS

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas
untuk:
1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.
2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.
3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.
4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta.
5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.
6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial.
7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan
pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima
bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan sosial, pembayaran
manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi
dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas
pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima
pendaftaran

atau

secara

aktif

dalam

arti

mendaftarkan

peserta

20

(http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 03 November 2015
Pukul 17.09 WIB).
2.5.3

Wewenang BPJS

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas, BPJS
berwenang:
1. Menagih pembayaran Iuran.
2. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehatihatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi
kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan jaminan sosial nasional.
4. Membuat

kesepakatan

dengan

fasilitas

kesehatan

mengenai

besar

pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.
6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya.
7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran
dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran,

21

kewenangan

melakukan

pengawasan

dan

kewenangan

mengenakan

sanksi

administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai
badan hukum publik (http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 03
November 2015 Pukul 17.23 WIB).
.
2.6 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
2.6.1 Pengertian BPJS Ketenagakerjaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan adalah badan
hukum

publik

yang

bertanggung

jawab

kepada

Presiden

dan

berfungsi

menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian,
jaminan kecelakaan kerja bagi seluruh tenaga kerja termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia (Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2011 tentang SJSN, pasal 1 ayat 8, pasal 4 dan pasal 5 ayat 1). Jaminan sosial
tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam santunan berupa
uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaam yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Jaminan sosial tenaga kerja merupakan jaminan yang diadakan dengan sukarelah
oleh pengusaha atau karena kewajiban untuk keperluan atau kepentingan buruh yang
ditujukan terhadap kebutuhan pada umunya yang tidak dapat dicukupi upah serta
tidak mempunyai hubungan kerja. BPJS Ketenagakerjaan terbentuk setelah
mengalami proses yang cukup panjang, dimulai dari:
1. Pembentukan Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947 dan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1951 tentang kecelakaan kerja.

22

2. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) Nomor 48 Tahun 1952 dan Peraturan
Menteri Perburuhan Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pengaturan Bantuan untuk
Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh.
3. Peraturan Menteri perburuhan Nomor 15 Tahun 1957 tentang Pembentukan
Yayasan Sosial Buruh.
4. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 5 Tahun 1964 tentang Pembentukan
Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS).
5. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok
Tenaga Kerja.
6. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1997 tentang pembentukan
wadah penyelenggara Asuransi Tenaga Keraja (ASTEK) yaitu Perum Astek.
7. Pada tahun 1992 lahirlah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang
jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).
8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995 maka PT. Jamsostek ditetapkan
sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program
Jamsostek ini memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan
minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti
sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang akibat resiko sosial.
9. Pada tahun 2011 ditetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan sesuai amanat UndangUndang tersebut pada tanggal 1 januari 2014 PT. jamsostek akan berubah
menjadi BPJS ketenagakerjaan.
10. Pada tanggal 1 juli 2015 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan hari tua, dimana pada

23

peraturan ini dana JHT berubah dan dapat dicairkan dari 5 tahun kepesertaan
menjadi 10 tahun dan pencairannya dibatasi 10 persen untuk kebutuhan
sehari-hari, 30 persen untuk kebutuhan membayar atau membeli rumah, dan
tidak

dapat

dicairkan

keduanya.

Jika

buruh

atau

peserta

BPJS

Ketenagakerjaan ingin mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) sepenuhnya
maka peserta harus menunggu hingga usia 56 tahun, meninggal dunia, atau
mengalami cacat total tetap dari masa kerja 5 (lima) tahun menjadi 10
(sepuluh) tahun .
11. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan mulai berjalan pada tanggal
1 September 2015, dimana prosedur pencairan uang JHT yang dibatasi hanya
10 persen untuk persiapan pensiun, 30 persen untuk biaya perumahan, dan
100 persen ketika sudah berumur 56 tahun, itu nantinya hanya berlaku bagi
peserta-peserta BPJS Ketenagakerjaan yang masih aktif bekerja. Sementara
yang sudah berhenti bekerja, baik itu di PHK, dan mengundurkan diri, JHT
bisa diambil sepenuhnya setelah menunggu satu bulan masa berhenti
(http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 03 November
2015 Pukul 17.30 WIB).
2.6.2

Ruang Lingkup Program BPJS Ketenagakerjaan

Adapun ruang lingkup program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan adalah:
1. Program Jaminan Hari Tua (JHT)
Jaminan hari tua (JHT) adalah santunan berupa uang yang dibayarkan secara
sekaligus atau berkala.

24

Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai
akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya, yang dibayarkan secara sekaligus
apabila :
a) Peserta mencapai usia 56 tahun.
b) Meninggal dunia.
c) Cacat total tetap
Yang dimaksud usia pensiun termasuk peserta yang berhenti bekerja karena
mengundurkan diri, terkena PHK dan sedang tidak aktif bekerja; atau peserta yang
meninggalkan wilayah Indonesia untuk selamanya. Hasil pengembangan JHT paling
sedikit sebesar rata-rata bunga deposito counter rate bank pemerintah.
Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika
mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Diambil max 10 % dari total saldo sebagai persiapan usia pension.
b) Diambil max 30% dari total saldo untuk uang perumahan
Pengambilan sebagian tersebut hanya dapat dilakukan sekali selama menjadi
peserta, apabila:
a) Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta masih bekerja dan memilih untuk
menunda pembayaran JHT maka JHT dibayarkan saat yang bersangkutan
berhenti bekerja.
b) BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada peserta mengenai
besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 (satu) kali dalam
setahun.
c) Apabila peserta meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak atas manfaat
JHT sebagai berikut :
a. Janda/duda

25

b. Anak
c. Orang tua dan cucu
d. Saudara Kandung
e. Mertua
f. Pihak yang ditunjuk dalam wasiat
g. Apabila tidak ada ahli waris dan wasiat maka JHT dikembalikan ke
Balai Harta Peninggalan
d) Jika terjadi JHT kurang bayar akibat pelaporan upah yang tidak sesuai,
menjadi tanggungjawab perusahaan.
2. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Jaminan Kecelakaan Kerja adalah santunan berupa uang sebgai pengganti
biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, biaya pengobatan atau perawatan, biaya
rehabilitasi serta santunan sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian
untuk selama-lamanya baik, fisik maupun mental, santunan kematian sebagai akibat
peristiwa berupa kecelakaan kerja. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja
berhak menerima Jaminan Kecelakan Kerja (JKK).
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan resiko yang
harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk
menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh
adanya resiko-resiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik
fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan
dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga
pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar Iuran jaminan kecelakaan kerja
yang berkisar antara 0,24 persen sampai dengan 1,74 persen sesuai kelompok jenis
usaha.

26

Untuk kecelakaan kerja yang terjadi sejak 1 Juli 2015, harus diperhatikan
adanya masa kadaluarsa klaim untuk mendapatkan manfaat. Masa kadaluarsa klaim
selama selama 2 (dua) tahun dihitung dari tanggal kejadian kecelakaan. Perusahaan
harus tertib melaporkan baik secara lisan (manual) ataupun elektronik atas kejadian
kecelakaan kepada BPJS Ketenagakerjaan selambatnya 2 kali 24 jam setelah
kejadian kecelakaan, dan perusahaan segera menindaklanjuti laporan yang telah
dibuat tersebut dengan mengirimkan formulir kecelakaan kerja tahap I yang telah
dilengkapi dengan dokumen pendukung.
3. Program Jaminan Kematian (JKM)
Jaminan Kematian (JKM) adalah santunan kematian berupa uang tunai dan
santunan berupa uang pengganti biaya pemakaman, seperti pembelian tanah (sewa
atau retribusi), peti jenazah, kain kafan, transportasi, dan lain-lain yang berkaitan
dengan tata cara pemakaman sesuai dengan adat istiadat, agama dan kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kondisi daerah masing-masing dan tenaga kerja
yang bersangkutan. Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan
kerja, keluarganya berhak atas jaminan kematian (JKM).
Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta BPJS
Ketenagakerjaan yang meninggal buka karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian
(JKM) diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk
biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Wajib menanggu Iuran Program
Jaminan Kematian (JKM) bagi peserta penerima gaji atau upah sebesar 0,30% (nol
koma tiga puluh persen) dari gaji atau upah sebulan. Iuran JKM bagi peserta bukan
penerima upah sebesar Rp 6.800,00 (enam ribu delapan ratus Rupiah) setiap bulan.

27

Manfaat Jaminan Kematian dibayarkan kepada ahli waris peserta, apabila
peserta meninggal dunia dalam masa aktif (manfaat perlindungan 6 bulan tidak
berlaku lagi), terdiri atas:
a) Santunan sekaligus Rp16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah).
b) Santunan berkala 24 x Rp200.000,00 = Rp4.800.000,00 (empat juta delapan
ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus.
c) Biaya pemakaman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
d) Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap peserta yang meninggal
dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iur paling
singkat 5 (lima) tahun yang diberikan sebanyak Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) untuk setiap peserta.
Besarnya iuran dan manfaat program JKM bagi peserta dilakukan evaluasi
secara berkala paling lama setiap 2 (dua) tahun.
4. Bukan Penerima Upah (BPU)
Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang melakukan
kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari
kegiatan atau usahanya tersebut yang meliputi: pemberi kerja, pekerja di luar
hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar
hubungan kerja yang bukan menerima upah, contoh tukang ojek, supir angkot,
pedagang keliling, dokter, pengacara/advokat, artis, dan lain-lain.
Kepesertaan meliputi:
a) Dapat mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap dengan
memilih program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta.
b) Dapat mendaftar sendiri langsung ke Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan
atau

mendaftar

melalui

wadah

atau

kelompok/mitra/payment

poin

28

(aggregator/perbankan) yang telah melakukan Ikatan Kerja Sama (IKS)
dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Jenis Program dan manfaat meliputi:
a) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), terdiri dari biaya pengangkutan tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan kerja, biaya perawatan medis, biaya
rehabilitasi, penggantian upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB),
santunan cacat tetap sebagian, santunan cacat total tetap, santunan kematian
(sesuai label), biaya pemakaman, santunan berkala bagi yang meninggal
dunia dan cacat total tetap.
b) Jaminan Kematian (JK), terdiri dari biaya pemakaman dan santunan berkala.
c) Jaminan Hari Tua (JHT), terdiri dari keseluruhan iuran yang telah disetor,
beserta hasil pengembangannya.
Iurannya meliputi:
a) Jaminan kecelakaan kerja beriuaran 1 persen (berdasarkan nominal tertentu
sesuai kemampuan penghasilan).
b) Jaminan Kematian beriuan Rp. 6.800,c) Jaminan Hari Tua beriuaran 2 persen (berdasarkan nominal tertentu sesuai
kemampuan penghasilan). Iuran ditanggung sepenuhnya oleh peserta
Cara mendaftar menjadi peserta, yaitu:
a) Mempunyai NIK (Nomor Induk Kependudukan).
b) Mengisi formulir F1 BPU untuk pendaftaran wadah/Kelompok/Mitra Baru.
Cara menghubunginya melalui :
a) Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan terdekat.
b) Wadah.

29

c) Mitra/Payment Point (Aggregator/Perbankan) yang bekerjasama dengan
BPJS Ketenagakerjaan.
d) Pembayaran iuran dapat dilakukan oleh peserta sendiri atau melalui
Wadah/Mitra/Payment Point /Aggregator atau Perbankan) selama bulanan/3
bulan/6 bulan/1 tahun sekaligus.
5. Jasa Konstruksi
Sektor konstruksi adalah Program Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja Harian
Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Sektor Jasa Konstruksi
yang diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-196/MEN/1999
Tanggal 29 September 1999.
Tahapan kepesertaan yaitu setiap Kontraktor Induk maupun Sub Kontraktor
yang melaksanakan proyek jasa konstruksi dan pekerjaan borongan lainnya wajib
mempertanggungkan semua tenaga kerja (borongan/harian lepas dan musiman) yang
bekerja pada proyek tersebut kedalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
dan Jaminan Kematian (JKM). Adapun proyek - proyek tersebut meliputi :
a) Proyek-proyek APBD.
b) Proyek-proyek atas Dana Internasional.
c) Proyek-proyek APBN.
d) Proyek-proyek swasta, dll
Cara menjadi peserta, meliputi:
a) Pemborong

bangunan

(kontraktor)

mengisi

Formulir

pendaftaran

kepesertaan Jasa Konstruksi yang bisa diambil pada kantor BPJS
Ketenagakerjaan setempat sekurang - kurangnya 1 (satu) minggu sebelum
memulai pekerjaan.

30

b) Formulir-formulir tersebut harus dilampiri dengan Surat Perintah Kerja
(SPK) atau Surat Perjanjian Pemborong (SPP)
Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian ditanggung
sepenuhnya oleh kontraktor dan besarannya ditetapkan sebagai berikut:
a) Pekerjaan Konstruksi sampai dengan Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)
sebesar 0,24% dari nilai kontrak kerja konstruksi.
b) Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) sampai
dengan Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sebesar penetapan angka
1 ditambah 0,19% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi
dikurangi Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
c) Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sebesar penetapan angka
2 ditambah 0,15% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak

Kerja

Konstruksi dikurangi Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
d) Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) sampai
dengan Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) sebesar penetapan angka
3 ditambah 0,12% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak Kerja Konstruksi
dikurangi Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
e) Pekerjaan Konstruksi diatas Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) sebesar
penetapan huruf d ditambah 0,10% dari selisih nilai, yakni dari nilai Kontrak
Kerja Konstruksi dikurangi Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) Nilai
Kontrak Kerja Konstruksi yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan iuran
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Harian

31

Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, mengatur kepesertaan
maupun upah sebagai dasar penetapan iuran, sebagai berikut:
a) Bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu
yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan wajib diikutsertakan dalam program
jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, lebih dari 3 (tiga) bulan
wajib diikutsertakan untuk seluruh program jaminan sosial tenaga kerja.
b) Untuk tenaga kerja harian lepas dalam menetapkan upah sebulan adalah upah
sehari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 (satu) bulan kalender. Apabila
upah dibayar secara bulanan untuk menghitung upah sehari bagi yang bekerja
6 (enam) hari dalam 1 (satu) minggu adalah upah sebulan dibagi 25 (dua
puluh lima) , sedangkan yang bekerja 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu
adalah upah sebulan dibagi 21 (dua puluh satu).
c) Untuk tenaga kerja borongan yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan
penetapan upah sebulan adalah 1 (satu) hari dikalikan jumlah hari kerja dalam
1 (satu) bulan kalender. Bagi yang bekerja lebih dari 3 (tiga) bulan, upah
sebulan dihitung dari upah rata - rata 3 (tiga) bulan terakhir. Jika pekerjaan
tergantung cuaca upah sebulan dihitung dari upah rata - rata 12 (dua) belas
bulan terakhir.
d) Untuk tenaga kerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu,
penetapan upah sebulan adalah sebesar upah sebulan yang tercantum dalam
perjanjian kerja
6. Jaminan Pensiun
Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun diatur dalam UU Nomor 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pasal 39 - 42 sebagai
berikut:

32

a) Prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.
b) Manfaat pasti, berdasarkan formula yang ditetapkan.
c) Usia pensiun ditetapkan dengan peraturan perundangan.
Jenis manfaat jaminan pensiun;
a) Pensiun hari tua
b) Pensiun cacat
c) Pensiun janda/duda
d) Pensiun anak (manfaat pensiun anak berakhir apabila menikah, bekerja tetap,
atau mencapai usia 23 tahun)
e) Pensiun orang tua
f) Pembayaran secara berkala diberikan apabila peserta mencapai masa iuran
minimal 15 tahun. Apabila masa iuran tidak mencapai 15 tahun maka
manfaat

diberikan

berdasarkan

akumulasi

iuran

ditambah

hasil

pengembangan.
g) Ketentuan lebih lanjut tentang manfaat diatur dengan Peraturan Presiden.
h) Iuran untuk penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu yang
ditanggung bersama antara pekerja dan pemberi kerja.
i) Ketentuan lebih lanjut tentang iuran diatur oleh Peraturan Pemerintah.
BPJS Ketenagakerjaan diamanatkan untuk menyelenggarakan Program
Jaminan Pensiun sesuai UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) pasal 6 ayat (2). Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun saat ini diinformasikan telah
ditandatangani oleh Presiden dan dalam proses pengundangan. RPP tersebut
mengatur hal-hal sebagai berikut:
a) Iuran ditetapkan 3% (pekerja 1% dan pengusaha 2%)

33

b) Upah maksimum dilaporkan (ceiling wage) ditetapkan Rp. 7 juta
(http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 03 November
2015 Pukul 18.03 WIB).
2.6.3 Alasan yang Menyebabkan Perusahaan Tidak Mengikuti Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dugaan penyebab perusahaan tidak mengikuti program jaminan sosial tenaga
kerja adalah:
1. Kesadaran Hukum yang Kurang
Kesadaran hukum merupakan hal yang penting. Jika peraturan perundangundangan dan penegakan hukum baik namun tidak didukung kesadaran hukum maka
akan terjadi pelanggaran. Kesadaran hukum masyarakat dalam hal ini pengusaha
sangat diperlukan agar tidka terjadi pelanggaran dalam menjalankan ketentuan
jaminan sosial tenaga kerja. Adanya kesadaran hukum menjadikan pengusaha taat
terhadap ketentuan perundang-undangan khususnya yang mengatur tentang jaminan
sosial tenaga kerja. Pengusaha dalam pengertian Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah:
a. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri.
b. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
manjalankan perusahaan bukan miliknya.
c. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang
berkedudukan diluar wilayah Indonesia.

34

2. Lebih Mengutamakan Kepentingan Uang (Bisnis)
Pihak pengusaha memang lebih mengutamakan kepentingan bisnis, lebih
mengutamakan uang (profit oriented). Tujuan utama pengusaha mendirikan usaha
adalah untuk mendapatkan laba, sehingga selalu dihindari hal-hal yang tidak
mendatangkan keuntungan, antara lain ikut serta dalam program jaminan sosial
tenaga kerja. Keikutsertaan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dianggap
suatu pemborosan belaka karena tidak mendatangkan keuntungan atau laba.
3. Kurang Memperhatikan Nasib Tenaga Kerja
Pihak pengusaha kurang memperhatikan nasib tenaga kerja,

yang

diperhatikan hanya kelangsungan perusahaannya saja dan keuntungan yang bakal
didapat dan didapat. Padahal dengan memperhatikan nasib tenaga kerja berarti juga
akan mendukung kelangsungan perusahaan. Produktivitas tenaga kerja akan
berpengaruh langsung terhadap kelancaran perusahaan tersebut.
4. Upah Terlalu Kecil dan Sifat Pekerjaan Tidak Tetap
Ketentuan upah minum telah ditetapkan, namun pengusaha selalu saja
nerusaha untuk tidak memenuhinya. Pengusaha selalu berusaha menghindari
ketentuan yang dianggap tidak menguntungan . pengusaha memberi upah terlalu
kecil, sehingga tidak memenuhi persyaratan ketentuan kepesertaan dalam program
jaminan sosial tenaga kerja dan tentunya perusahaan tidak ingin mengikutsertakan
tenaga kerjanya secara sukarela. Penjelasan pasal 2 ayat 3 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan adanya kepesertaaan secara sukarela,
yaitu: “Namun demikian bagi perusahaan yang belum wajib mengikuti program
jaminan sosial tenaga kerja kepada badan penyelenggara dapat mengikuti program
jaminan sosial tenaga kerja kemauan sendiri atau sukarela”.

35

5. Anggapan Tenaga Kerja Bukan Aset Perusahaan
Banyak pengusaha beranggapan bahwa aset perusahaan adalah mesin dan
peralatan-peralatan perusahaan, sedangkan tenaga kerja bukan aset. Anggapan ini
sebenarnya merugikan pengusaha sendiri, sebab tenaga kerja merupakan sumber
daya manusia yang sangat penting dalam proses produksi. Kelancaran proses
produksi tergantung pada pengendaliannya dalam hal ini adalah tenaga kerja itu
sendiri.
6. Keikutsertaan dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Merupakan
Beban.
Bagi pengusaha kewajiban membayar upah itu sudah cukup, tidak perlu
dibebani kewajiban lainnya. Keikutsertaan tenaga kerja dalam program jaminna
sosial tenaga kerja mengharuskan pengusaha membayar premi atau Iuran pada badan
penyelenggara. Hal ini dianggap beban tambahan yang harus dihindari. Pengusaha
lebih memilih tidak mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program asuransi
tenaga kerja, sehingga tidak perlu membayar iuaran yang merupakan pengeluaran
tambahan bagi pengusaha. Untuk menghindari kepesertaan dalam program jaminan
sosial tenaga kerja semakin menurun, maka diperlukan pengawasan. Jaminan sosial
tenaga kerja dilapangan tidak akan terlaksana dengan baik bila pelaksanaanya tidak
diawasi oleh suatu instansi pengawasan yang ahli. Pihak pengusaha dapat berharap
bahwa pengawasa akan menjamin pelaksanaan peraturan jaminan sosial di semua
perusahaan secara seragam (uniform) dan tidak memihak, sehingga pihak pengusaha
terlindung dari persaingan tidak sehat (unfair competition) oleh perusahaan lain dan
pengusaha akan menikmati keuntungan masyarakat yang terjadi karena adanya
pelaksaan peraturan secara efisien (Ramli, 1997:17-20).

36

2.7 Kerangka Pemikiran
Sebagai bagian dari masyarakat yang produktif, amatlah wajar bila para
pekerja atau buruh diberikan perlindungan, pemeliharaan serta secara bertahap
ditingkatkan kesejahteraannya. Peningkatan kesejahteraan tersebut dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan upah dan memberi jaminan sosial. Begitu juga dengan
Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) sebagai salah satu organisasi serikat buruh
yang memprioritaskan buruh dampingannya untuk tergabung dalam program BPJS
Ketenagakerjaan agar tercatat untuk mengikuti program jaminan sosial. Sehubungan
dengan upaya dalam memberikan perlindungan dan pemeliharaan keselamatan kerja,
demi meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, maka pemerintah telah mengambil
kebijakan penting dengan membuat peraturan dan Undang-Undang Perlindungan
Tenaga Kerja .
Salah satu badan jaminan sosial yang dibentuk oleh pemerintah dalam
memberikan jaminan sosial bagi seluruh tenaga kerja maupun buruh di Indonesia
adalah Jamsostek. Jaminan sosial tersebut selanjutnya diubah menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan yang dapat memberikan
perlindungan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua dan
jaminan pensiun.
Adapun respon buruh meliputi 3 hal, yaitu sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan,
pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan dan pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, dimana
pada ketiga respon tersebut akan terbagi lagi dalam 3 hal yaitu persepsi buruh, sikap
buruh dan partisipasi buruh, yang kemudian akan menghasilkan respon positif
maupun respon negatif. Skematisasi kerangka pemikiran adalah proses transformasi
narasi yang menerangkan hubungan atau konsep-konsep atau variabel-variabel

37

peneliti menjadi sesuatu yang berbentuk skema, artinya yang ada hanyalah
perubahan cara penyajian dari narasi menjadi skema (Siagian, 2011:132).
Untuk itu skematisasi kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:

38

Gambar 2.1 Bagan Alur Pikir

Kesejahteraan Buruh Dampingan
Solidaritas Buruh Sumatera Utara
(SBSU)

Jaminan Sosial

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan melalui :
a. Jaminan Hari Tua
b. Jaminan Kecelakaan Kerja
c. Jaminan Kematian
a. Sosialisasi
b. Pendaftaran
c. Pelayanan

BURUH

a. Persepsi
b. Sikap
c. Partisipasi

39

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.8.1 Defenisi Konsep
Definisi konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan
makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas
makna konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus
menegaskan dan membatasi makna konsep yang akan diteliti. Dengan kata lain,
peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian untuk memaknai konsep
sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. Definisi konsep
adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian
(Siagian, 2011:136-138).
Memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka
peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut :
1. Respon adalah reaksi, tanggapan maupun jawaban dimana tingkah laku atau
sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilian atau
penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena.
2. Buruh adalah para tenaga kerja yang bekerja pada perusahan dimana para
tenaga kerja itu harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang
diadakan oleh pengusaha (majikan) yang bertanggung jawab atas lingkungan
perusahannya, untuk mana tenaga kerja itu akan memperoleh upah dan atau
jaminan hidup lainnya yang wajar.
3. Program adalah cara tersendiri dan khusus yang dirancang demi pencapaian
suatu tujuan tertentu. Dengan adanya suatu program, maka segala rancangan
akan lebih teratur dan lebih mudah untuk dilaksanakan.
4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan adalah badan
hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi

40

menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan
kecelakaan kerja bagi seluruh tenaga kerja termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
2.8.2 Defenisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu proses menjadikan variabel penelitian dapat
diukur sehingga

transformasi dan unsur konseptual ke dunia nyata. Definisi

operasional adalah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Perumusan definisi
konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep,
baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan
operasional ditujukan dalam upaya mentransformasi konsep ke dunia nyata sehingga
konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011:141).
Adapun yang menjadi definisi operasional dalam Respon Buruh Terhadap
Program BPJS Ketenagakerjaan Dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara
diukur melalui indikator sebagai berikut ini:
1. Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan (persepsi, sikap, partisipasi).
a. Sosialisasi

Badan

Penyelenggara

Jaminan

Sosial

mengenai

pendaftaran langsung dan pendaftaran online.
b. Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengenai programprogram dan manfaat BPJS Keteenagakerjaan.
c. Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengenai iuran
peserta BPJS Ketenagakerjaan.
d. Sosialisasi

Badan

Penyelenggara

Jaminan

Sosial

menegenai

pengecekkan saldo secara online, mobile, SMS.

41

2. Pendafataran BPJS Ketenagakerjaan (persepsi, sikap, partisipasi)
a. Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan langsung ke kantor BPJS
Ketenagakerjaan.
b. Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan secara online.
3. Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan (persepsi, sikap, partisipasi)
a. Pelayanan Jaminan Hari Tua


Pelayanan Klaim atau pencairan dana Jaminan Hari Tua

b. Pelayanan Jaminan Kecelakaan kerja dan Jaminan Kematian












Pelayanan Kesehatan
Santunan berbentuk uang
Program Kembali Bekerja
Pelayanan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)
Santunan kematian dan biaya pemakaman
Pelayanan Beasiswa Anak bagi setiap peserta yang meninggal
dunia atau mengalami cacat tetap

c. Pelayanan Jaminan Pensiun
d. Pelayanan Pembayaran Iuran mulai mudah melalui Bank dan Agen

42