Potensi dan Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus: Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan dan Manfaatnya
Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan
peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan
lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber daya alam yang banyak berpengaruh
terhadap kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang Kehutanan (No.41 tahun
1999) tentang kehutanan menyatakan bahwa hutan adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Awang dkk., 2001).
Manfaat hutan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu manfaat langsung
dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat
dirasakan, dinikmati secara langsung oleh masyarakat antara lain berupa kayu
yang merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan seperti rotan,
bambu, buah-buahan, madu, dan lain-lain. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat
yang secara tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat
dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri seperti: mengatur tata air, mencegah
terjadinya erosi, memberikan manfaat terhadap kesehatan, pariwisata, estetika dan
memberikan manfaat dalam bidang pertahanan dan ketahanan.
Hutan Produksi Terbatas

Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
pengertian Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan. Hutan produksi terdiri dari Hutan Produksi Tetap (HP),
Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi.

Universitas Sumatera Utara

Hutan Produksi Terbatas dalam pengertian Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia (No. 10 Tahun 2010) adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas
lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan
angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125-174, di luar kawasan hutan
lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.
Pengenalan Bambu
Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh
berongga. Tanaman bambu memiliki cabang-cabang (ranting) dan daun buluh
yang menonjol (Gerbono dan Abbas, 2009).
Menurut Barli (1999) dalam Pasaribu (2007), bambu memiliki keunikan dan
keindahan tersendiri sebagai pengganti kayu. Secara anatomis, bambu berbeda
dengan kayu. Profil bambu antara lain sebagai berikut:
1. Bentuk batang bulat, lancip dan tidak ada pertumbuhan ke samping (radial

growth) seperti pada kayu.
2. Batangnya melengkung di bagian ujung sebagai akibat beban daun. Bagian
batang yang lurus kurang lebih 2/3 dari keseluruhan panjang batang.
3. Batangnya berlubang, berbuku, beruas, kuat, ulet dan mudah dibelah atau
disayat.
4. Kulit batang tidak mengelupas, melekat kuat dan sukar ditembus oleh cairan.
Pengulitan relatif sukar dan sampai saat ini belum ada alat mekanis yang
dapat dipakai.
5. Dalam keadaan utuh, relatif sukar atau lambat kering. Apabila pengeringan
terlalu cepat akan mengalami pecah atau retak.

Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan jenis bambu sangat khas, membentuk rumpun yang tumbuh
lurus dan bercabang ke samping. Daunnya kecil-kecil, lonjong dan berujung
runcing. Tanaman bambu jarang sekali sampai berbunga atau berbuah, kecuali
bila dibiarkan tumbuh terus sampai bertahun-tahun lamanya. Batang bambu
memiliki warna yang bermacam-macam menurut jenisnya. Pada umumnya bambu
berwarna hijau tua. Jika sudah tua, kulit batangnya membentuk bulatan-bulatan
putih kecil-kecil. Ada jenis bambu yang batangnya tidak begitu tebal, akan tetapi

ada pula yang tebal sekali, misalnya bambu betung (Tantra, 2003).
Potensi Bambu
Bambu merupakan tanaman tahunan yang diberi julukan rumput raksasa.
Penghasil rebung ini termasuk dalam famili rumput-rumputan dan masih
berkerabat dekat dengan padi dan tebu. Tanaman bambu dimasukkan ke dalam
subfamili bambusoideae. Dalam klasifikasi selanjutnya bambu terdiri dari
beberapa marga atau genus dan setiap marga memiliki beberapa jenis atau spesies.
(Berlian dan Estu, 1995).
Menurut Widjaja (2001), di dunia terdapat sekitar 1200-1300 jenis bambu
sedangkan menurut data lapangan dan laboratorium bahwa bambu di Indonesia
diketahui terdiri atas 143 jenis. Berdasarkan data di atas dapat dipastikan bahwa
bambu merupakan sumber daya yang sangat melimpah dan memiliki
keanekaragaman yang cukup tinggi. Namun, kenyataan yang terjadi adalah tidak
semua jenis bambu dikenal oleh masyarakat dengan baik.
Menurut Sutiyono (2006), di seluruh dunia terdapat 1.500 jenis bambu yang
berasal dari 75 marga. Dari jumlah tersebut di Indonesia diperkirakan ada 76 jenis
bambu yang berasal dari 17 marga yaitu marga Arundinaria (1 jenis), Bambusa

Universitas Sumatera Utara


(19

jenis),

Cephalostachyum

(1

jenis),

Chimonobambusa

(2

jenis),

Dendrocalamus (6 jenis), Dinochloa (1 jenis), Gigantochloa (18 jenis), Melocana
(1 jenis), Nastus (3 jenis), Neololeba (1 jenis), Phyllostachys (3 jenis),
Pleioblastus (2 jenis), Pseudosasa (1 jenis), Schizostachyum (14 jenis),
Semiarundinaria (1 jenis), Shibatea (1 jenis), dan Thyrsostachys (1 jenis). Dari 76

jenis tersebut, kelompok Bambusa, Dendrocalamus dan Gigantochloa merupakan
yang paling banyak dijumpai dan dimanfaatkan. Jenis-jenis yang sudah
dimanfaatkan tersebut umumnya jenis bambu yang berukuran sedang sampai
besar dengan karakteristik batangnya berdiameter > 5 cm dan tebal dinding
>1cm.
Klasifikasi Bambu
Adapun jenis-jenis bambu di Indonesia yang telah diketahui menurut
Sastrapradja dkk. (1977) dalam Manalu (2008), dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Jenis-jenis Bambu yang tumbuh di Indonesia
No

Nama Botanis

1.

Bambusa atra Lindley

2.

Bambusa amahussana

Lindley

3.

Bambusa bambos (L)
Voss

4.

Bambusa blumeana
J. A & J. H. Schultes

5.

Bambusa forbesii
(Ridley) Holtum
Bambusa multiplex

6.


Sinonim
Bambusa lineata Munro
Bambusa rumphiana Kurz
Dendrocalamus latifolius
Laut & K. Shum
-

Arendo bambos L
Bambusa arundinacea
(Retz) Willd
Bambusa spinosa Roxb
Bambusa spinosa Blume
ex ness
Bambusa purens Blanco
Bambusa arundo Blanco
Arundo multiplex (Lour.)

Nama lokal dan
penyebaran
Loleba (Maluku,

Nena (Shanghai)

Nitu (Ambon)

Bambu duri
(Indonesia), Pring ori
(Jawa)
Bambu duri
(Indonesia), Haur
cucuk (Sunda), Pring
gesing (Jawa)
Sasa, akoya, warire
(Irian)
Bambu krisik hijau,

Universitas Sumatera Utara

(Lour) Raeuschel ex
J.A. & J.H. Schultes


Bambusa nana (Roxb)
Bambusa glaucescens
(Willd) Sieb ex Munro

7.

Bambusa tuldoides
Munro

8.

Bambusa vulgaris
Schrad ex Wendl

Bambusa pallescens
(Doell) Hackel
Bambusa vertricosa Mc.
Clure Bambusa longiflora
W.T. Lin
Bambusa thouarsii Kunth

Bambusa surinamensis
Ruprecht

9.

Dendrocalamus asper
(Roem. & Schultf.)
Backer ex Heyne.

10. Dendrocalamus
giganteus Wallich ex.
Munro (figure-1) &
figure-2
11. Dendrocalamus
latiflorus Munro

12. Dinochloa scadens
13. Gigantochloa
Achmadii
14. Gigantochloa apus

Kurz

15. Gigantochloa
atroviolacea Widjaja
16. Gigantochloa atter
(Hassk) Kurz ex
Munro

17. Gigantochloa balui

Bambusa asperaSchultes
Dendrocalamus flagelifer
Gigantochloa aspera
Schultes F. Kurtz
Dendrocalamus
merrilianus (Elmer)
Elmer
Bambusa gigantea
Wallich

Krisik putih, Bambu
pagar, Bambu cina
(Indonesia), Aor selat
(Kalimantan Barat)
Bambu krisik hijau,
Krisik

Ampel hijau tua,
Ampel hijau muda,
Pring gading, Pring
tutul (Indonesia)
Bambu petung
(Indonesia), Petung
coklat (Bengkulu),
Petung hijau
(Lampung), Petung
hitam (Banyuwangi)
Bambu sembilang
(Indonesia)

Bambu taiwan
(Indonesia)

Bambusa latiflora
(Munro) Sinoca lamus
latiflorus (Munro) Mc
Clure
Bambusa apus J.A. &
Schultes
Gigantochloa Kurzii
Gamble
Gigantochloa verticillata
(Willd) sensu Backer
Bambusa thouarsii Kunth
var atter Hassk
Gigantochloa verticillata
(Wild) Munro sensu
Backer
-

Cangkoreh (Sunda)
Buluh apo (Sumatera
Barat)
Bambu tali
(Indonesia)

Bambu hitam
(Indonesia), Pring
wulung (Jawa), Awi
Bambu ater
(Indonesia), Pring
benel, Pring jawa
(Jawa), Awi temen
(Sunda)
Buluh abe

Universitas Sumatera Utara

K.M. Wong
18. Gigantochloa
hasskarliana (Kurz)

19. Gigantochloa levis
(Blanco)

20. Gigantochloa
manggong Widjaja
21. Gigantochloa
nigrociliata (Buse)
22. Gigantochloa pruriens
Widjaja
23. Gigantochloa
Pseudoarundinacea
(Steudel) Widjaja

24. Gigantochloa ridleyi
Holtum
25. Gigantochloa robusta
Kurz
26. Gigantochloa
Scortechinii
27. Gigantochloa wrayi
Gamble
28. Nastus elegntissimus
29. Phyllostachys aurea
Carr. ex A & Riviere

30. Schizostachyum
blumei Ness

(Kalimantan)
Awi lengka tali
(Sunda), Bulok busi
(Dayak), Buluh sorik
(Tapanuli).
Pring peting
(Banyuwangi), Buluh
suluk (Kalimantan
Selatan)

Gigantochloa
hasskarlianum Kurz

Bambusa levis Blanco
Gigantochloa
scribneriana Merril
Dinochloa curranii
Gamble
Bambusa nigrociliata
Buse oxytenan thera
nigroci liata Buse Munro
-

Bambusa pseudoarun
dinacea Steudel
Gigantochloa verticillata
(Wild) Munro
Gigantochloa maxima
Kurz
Gigantochloa verticillata
(Willd) Munro sensu
Backer
Gigantochloa kurzii
Gamble
Phyllostachys
bambusoides Sieb &
Zucc. var aurea (A&C)
Riviere Makino
Phyllostachys formosana
Hayata
Melocana zollinger
Steudel var. longispi
culata Kurz ex Munro S.
Longis piculatum (Kurz

Pring manggong
(Banyuwangi)
-

Buluh belangke,
buluh regen (Karo),
Buluh yakyak (Gayo)
Awi andong besar,
Andong leutik,
Andong kapas,
Andong batu (Sunda),
Pring gombong, Pring
surat (Jawa)
Tiying, Tiying aya
(Bali)
Awi mayan (Sunda),
Pring serit (jawa)
Buluh kapal
(Bengkulu)
Buluh dabo
(Sumatera)
Awi eul-eul (Sunda)
Pring cendani (Jawa),
Awi uncue (Sunda)

Awi tamiyang
(Sunda)

Universitas Sumatera Utara

31. Schizostachyum
brachycladun Kurz

ex Munro) Kurz
-

32. Schizostachyum
caudatum Backer

-

33. Schizostachyum
Gracile
34. Schizostachyum
grandle Ridley
35. Siraten steudel

-

36. Schizostachyum
latifolium Gamble

37. Schizostachyum lima
(Blanco)

Bambu lemang
kuning, Lemang hijau
(Indonesia), Buluh
tolang, Buluh sero
(Maluku), Pring
lampar (Banyuwangi)
Buluh bungkok, buluh
batu (Sumatera
selatan)
Buluh alor (Bintan)

Schizostachyum biflorum
McClure
Schizostachyum
longisipiculatum (Kurz ex
Munro) Kurz sensu,
Holtum ochlandran
ridleyi Gamble,
Schizostachyum ridleyi
(Gamble) Holtum
Bambusa lama (Blanco),
Schizostachyum hallieri

Buluh lemang
(Sumatera)
Awi bunar (Sunda),
Pring wuluh (Jawa)
Buluh suling
(Sumatera utara)

Buluh toi (Maluku)

Gamble
Sumber : LBN-LIPI, Beberapa Jenis Bambu (1977)

Identifikasi Bambu
Orang sering mengalami kesulitan dalam mengenal jenis bambu, karena
kemiripan ciri-ciri morfologi yang ada. Bagi pakar taksonomi, perbungaan
merupakan bagian terpenting untuk membedakan jenis tumbuhan, namun karena
bambu jarang berbunga, maka cara lain mengidentifikasi bambu adalah
menggunakan ciri morfologinya. Ciri morfologi bambu tersebut, misalnya rebung,
pelepah buluh dan sistem percabangannya (Widjaja, 2001).
Ciri morfologi bambu dan istilah yang biasa digunakan dalam identifikasi
(Widjaja, 2001) adalah:

Universitas Sumatera Utara

(1) Akar rimpang
Akar rimpang ada di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang
khas. Ada dua macam akar rimpang (Gambar 1.), yaitu pakimorf yang
dicirikan oleh akar rimpang yang simpodial dan leptomorf yang dicirikan
oleh akar rimpang yang monopodial.

Pakimorf-Simpodial

Leptomorf-Monopodial

Gambar 1. Akar rimpang (Widjaja, 2001).

(2) Rebung
Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal
buluh yang tua. Setiap bambu mempunyai ciri khas warna pada ujung rebung
dan bulu-bulu pada pelepahnya.
(3) Buluh
Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi
maksimum dalam beberapa minggu. Buluh dibedakan berdasarkan ukuran
ruas (panjang atau pendek), diameter, bentuk tumbuh (tegak atau merambat),
keadaan buku-buku pada bagian pangkal buluh (halus atau kasar), keadaan
permukaan ruas buluh muda (gundul atau lebat).
(4) Pelepah buluh

Universitas Sumatera Utara

Pelepah buluh merupakan modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas,
terdiri atas daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh dan ligula. Pelepah
buluh berfungsi untuk menutupi buluh ketika muda.
(5) Percabangan
Percabangan umumnya terdapat di atas buku-buku.
(6) Helai daun dan pelepah daun
Helai daun bambu mempunyai daun yang sejajar seperti rumput dan setiap
daun mempunyai tulang daun utama yang menonjol. Helai daun dihubungkan
dengan pelepah oleh tangkai daun yang pendek atau bisa panjang. Kuping
pelepah bisa berukuran besar, kecil atau tidak tampak. Kuping pelepah daun
mempunyai bulu kejur yang panjang atau gundul.
Syarat Tumbuh Bambu
Pertumbuhan bambu tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungan.
Dengan demikian perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan syarat
tumbuh tanaman bambu. Tanaman ini akan tumbuh dengan baik di tempat yang
sesuai umtuk pertumbuhannya. Menurut Berlian dan Estu (1995) faktor
lingkungan tersebut meliputi kondisi iklim dan jenis tanah.
1. Iklim
Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar
8,8-36oC. Tanaman bambu bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi, dengan ketinggian 0 sampai 2000 m dpl. Walaupun demikian,
tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian
tempat. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu minimal 1.020
mm/tahun dan kelembaban udara yang dikehendaki minimum 80%.

Universitas Sumatera Utara

2. Tanah
Bambu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berat sampai
tanah ringan, tanah kering sampai tanah basah dan dari tanah subur sampai tanah
kurang subur. Juga dari tanah pegunungan yang berbukit terjal sampai tanah yang
landai. Perbedaan jenis tanah dapat berpengaruh terhadap kemampuan perebungan
bambu. Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan
pH 3,5 dan pada umumnya menghendaki tanah yang pH-nya 5,0 sampai 6,5. Pada
tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh dengan baik karena kebutuhan
makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi.
Tipe Pertumbuhan
Dari sekitar 75 genus terdiri dari 1.500 spesies bambu di seluruh dunia, 10
genus atau 125 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Berdasarkan sistem
percabangan rimpang, genus tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian.
Pertama, genus yang berakar rimpang dan tumbuh secara simpodial, termasuk
didalamnya genus Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, dan Schizostachyum.
Kedua, genus berakar rimpang dan tumbuh secara monopodial (horizontal) dan
bercabang secara lateral sehingga menghasilkan rumpun tersebar, diantaranya
genus Arundinaria (Duryatmo, 2000).
Pemanfaatan Bambu
Bambu merupakan tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
ekonomi masyarakat. Sampai saat ini bambu sudah dimanfaatkan sangat luas,
mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan
teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk
kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk

Universitas Sumatera Utara

industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor. Pada umumnya seluruh bagian
dari bambu dapat kita manfaatkan yakni mulai dari akar, daun, rebung sampai
pada batang. Adapun pemanfaatan bambu yang dilakukan dengan mengunakan
teknologi paling sederhana hingga teknologi tinggi diantaranya adalah: bambu
lapis, bambu lamina, papan semen, arang bambu, pulp, kerajinan dan handicraft,
supit, furniture dan perkakas rumah tangga, komponen bangunan dan rumah,
sayuran dan bahan alat musik tradisional (Batubara, 2002).
Secara garis besar pemanfaatan batang bambu dapat digolongkan dalam dua
hal yaitu:
1. Berdasarkan bentuk bahan baku, yaitu:
a. Bambu yang masih dalam keadaan bulat, umumnya digunakan untuk
tiang pada bangunan rumah sederhana.
b. Bambu yang sudah dibelah, umumnya digunakan untuk dinding rumah,
rangka atap (yang terbuat dari ijuk atau rumbia), sumpit, kerajinan tangan
dan lain sebagainya.
c. Gabungan bambu bulat dan sudah dibelah serta serat bambu, umumnya
digunakan untuk aneka kerajinan tangan, misalnya keranjang, kursi, meja
dan lain-lain.
2. Berdasarkan penggunaan akhir yaitu untuk konstruksi dan non konstruksi
(Berlian dan Estu, 1995).
Menurut BAPEDAL (2010), manfaat bambu tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat ekonomi
a. Sebagai bahan pembuatan rumah, jembatan dan alat penangkapan ikan.

Universitas Sumatera Utara

b. Sebagai bahan dasar bagi kerajinan rakyat untuk membuat alat-alat
rumah tangga seperti meuble, hiasan dan alat-alat dapur.
c. Memenuhi kebutuhan konsumen domestik dan mancanegara (Taiwan,
Singapura dan Hongkong) yaitu sebagai alat bantu makan seperti sumpit
dan pencukil gigi yang terbuat dari bambu.
d. Rebung bambu merupakan salah satu bahan pangan dari penduduk di
Jawa Timur khususnya dalam bentuk sayuran bambu.
e. Bambu banyak dimanfaatkan pula sebagai bahan pembuatan pulp yang
berkualitas tinggi.
f. Bambu dapat pula dipakai sebagai bahan obat-obatan. Ilmu pengobatan
tradisional banyak menggunakan bambu sebagai bahan bakunya baik dari
daun, kulit luar dan kulit dalam dari batang dan rebungnya. Contohnya
rebung bambu kuning dapat digunakan untuk obat sakit kuning (Lever).
2. Manfaat ekologi (lingkungan hidup)
a. Bambu mempunyai pertumbuhan yang cepat, sistem perakaran yang kuat
dan luas sehingga dapat mencegah erosi, tanah longsor dan banjir.
b. Penanaman bambu pada hamparan lahan kritis yang luas diharapkan akan
dapat meningkatkan daya dukung lingkungan.
c. Sebagai tanaman yang memiliki total luas daun yang besar dan berbulu
halus serta mempunyai jaringan akar yang luas, maka tanaman bambu
dapat ikut menyerap dan mengikat berbagai bahan dan gas pencemar di
udara, tanah dan air.
d. Asli dari Indonesia, sehingga bambu mempunyai peranan penting dalam
upaya pelestarian keanekaragaman hayati.

Universitas Sumatera Utara

e. Dengan bentuk dan jenisnya yang beranekaragam bambu dapat digunakan
sebagai tanaman hias di perkotaan, sehingga dapat menambah keindahan
dan kesejukan lingkungan.
f. Dalam komunitas yang luas bambu dapat menjadi habitat berbagai jenis
satwa liar seperti burung, bajing dan lain-lain.
Bambu merupakan suatu ekosistem yang unik dengan fungsi bermacammacam dan terdiri dari :
a) Fungsi hidrologis
Fungsi hidrologis yaitu menjaga ketersediaan sumber air tanah, sebagai
penahan erosi guna mencegah bahaya banjir, serta mempertahankan kelestarian
lingkungan hidup.
b) Fungsi ekonomis
Fungsi ekonomis yaitu sebagai sumber bahan bangunan (tiang rumah, atap
rumah dan dinding rumah), bahan kerajinan tangan, makanan, obat-obatan dan
bahan selulosa pembuatan kertas serta produk ekonomis lainnya.
c) Fungsi sosial
Fungsi

sosial

ini

berupa

pemberian

cuma-cuma

bagi

yang

membutuhkannya, hal ini dapat dilihat dari pedesaan.
d) Fungsi pertahanan
Fungsi pertahanan ini dapat dikatakan sangat tradisional dan bersifat
historis, yang dialami masyarakat pada jaman penjajahan.

Universitas Sumatera Utara

Kelebihan Bambu
Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah dan cuaca yang ada.
Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil dibandingkan
dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar akar yang
memungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap
ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya. Menurut Wahyudin (2008),
setidaknya ada tiga kelebihan bambu jika dibandingkan dengan tanaman kayukayuan, antara lain:
1. Tumbuh dengan cepat
Bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dalam waktu yang singkat
dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan. Dalam sehari bambu dapat
bertambah panjang 30-90 cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk mencapai usia
dewasa dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu memiliki mutu dan
kekuatan yang paling tinggi. Bambu yang telah dipanen akan segera tergantikan
oleh batang bambu yang baru. Hal ini berlangsung secara terus menerus secara
cepat sehingga tidak perlu dikhawatirkan bambu ini akan mengalami kepunahan
karena dipanen. Berbeda dengan kayu, setelah ditebang akan memerlukan waktu
yang cukup lama untuk menggantinya dengan pohon yang baru.
2. Tebang pilih
Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6 tahun dapat dipanen untuk
digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam pemanenan dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Tebang habis yaitu
menebang semua batang bambu dalam satu rumpun baik batang yang tua maupun
yang muda. Metode ini kurang menguntungkan karena akan didapatkan kualitas

Universitas Sumatera Utara

bambu yang berbeda-beda dan tidak sesuai dengan yang diinginkan, selain itu
akan memutuskan regenerasi bambu itu sendiri. Metode tebang pilih adalah
metode penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif karena
akan didapatkan mutu bambu yang sesuai dengan yang diinginkan dan
kelangsungan pertumbuhan bambu akan berjalan tetap.
3. Meningkatnya volume air bawah tanah
Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar ini
menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik. Dibandingkan
dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40% air hujan, bambu
dapat menyerap air hujan hingga 90%.
Kelemahan Bambu
Kelemahan bambu terdapat pada sifat dari keawetannya. Keawetan bambu
adalah daya tahan bambu terhadap berbagai faktor perusak bambu

terhadap

serangan rayap, kumbang bubuk atau hama bubuk dan jamur perusak bambu.
Ketahanan alami bambu lebih rendah dibandingkan dengan kayu. Ketahanan
bambu tergantung pada kondisi iklim dan lingkungan. Bambu tanpa perlakuan
khusus dapat bertahan antara satu sampai tiga tahun jika berinteraksi dengan tanah
dan udara, jika berinteraksi dengan air laut usianya kurang dari satu tahun. Jika
diawetkan usianya bisa mencapai 4-7 tahun dan dalam kondisi tertentu bisa
mencapai 10-15 tahun (Swara, 1997).
Teknologi Pemanfaatan Bambu
Bambu yang telah ditebang adakalanya tidak langsung digunakan sehingga
perlu disimpan terlebih dahulu. Cara penyimpanan bambu perlu diperhatikan agar
bambu tidak cepat rusak karena hama atau jamur. Bambu sebaiknya disimpan di

Universitas Sumatera Utara

tempat yang mempunyai pertukaran udara yang baik, kering dan tidak
terpengaruh oleh angin atau hujan. Cara penyimpanan bambu yang baik adalah
disandarkan pada dinding. Tempat penyimpanan yang terlalu lembab atau tempat
terbuka dapat menurunkan kualitas bambu (Duryatmo, 2000).
Beberapa faktor yang mempengaruhi umur pakai bambu antara lain: waktu
tebang, umur saat tebang, kandungan pati, pengeringan, cara penyimpanan, iklim
dan serangan organisme perusak. Serangan organisme perusak, misalnya bubuk
kayu kering, jamur dan rayap merupakan kendala yang sering dihadapi berkaitan
dengan penggunaan bambu. Akibat serangan itu, muncul cacat fisik berupa warna
yang tampak kotor dan lapuk (Duryatmo, 2000).
Penebangan bambu sebaiknya dilakukan pada saat umur tanaman sudah
cukup untuk ditebang/ dipanen, pada umumnya dilakukan setelah bambu berumur
3 tahun. Bambu yang ditebang pada usia yang belum cukup tua dapat
mengakibatkan terjadinya penyusutan yang besar. Di samping itu, dalam
pemanenan bambu juga harus memperhatikan musim saat berkurangnya hama
bambu. Biasanya hama bambu berkurang pada awal hingga akhir musim kemarau,
yaitu pada bulan April sampai Juni. Pada musim kemarau, kandungan zat pati
yang juga disukai oleh kumbang bubuk akan menurun akibat transpirasi
(Berlian dan Estu, 1995).
Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis bambu dan meningkatkan masa
pakainya, maka perlu dilakukan pengawetan. Dalam pengawetan bambu dikenal
dua metode pengawetan yaitu pengawetan bambu tanpa bahan kimia (metode
tradisional) dan pengawetan bambu dengan bahan kimia. Metode pengawetan
bambu tanpa bahan kimia dipandang cocok digunakan dalam pengawetan bambu.

Universitas Sumatera Utara

Metode ini paling sering digunakan, mudah pelaksanaannya, ekonomis, serta
bersahabat dengan lingkungan meskipun beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa metode tersebut hanya efektif terhadap serangan bubuk kayu kering
(Nandika dkk., 1994).
Pengeringan merupakan salah satu cara memperpanjang masa pakai bambu.
Batang bambu yang telah ditebang sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu.
Pengeringan bambu yang baik adalah dengan cara diangin-anginkan di udara
terbuka atau di tempat yang teduh. Pengeringan langsung dengan penjemuran di
bawah sinar matahari langsung sebaiknya dihindarkan karena bambu akan retak
sehingga mengurangi mutu (Berlian dan Estu, 1995).
Menurut Krisdianto dkk. (2000), beberapa teknologi pengawetan alami yang
sering digunakan adalah pengasapan, pelaburan dan perendaman (termasuk
metode perebusan).
1. Pengasapan
Teknologi pengawetan ini meskipun sederhana tetapi sudah terbukti
keunggulannya. Bambu yang digunakan sebagai rangka atap dapur yang
senantiasa terkena asap terbukti lebih tahan lama dan mampu bertahan
hingga 15 tahun.
2. Pelaburan
Bahan yang dimanfaatkan untuk melabur bambu antara lain aspal, kapur
dan minyak tanah. Caranya bahan-bahan tersebut dilaburkan pada potongan
melintang pada bagian pangkal dan ujung batang bambu.

Universitas Sumatera Utara

3. Perebusan
Metode ini akan membuat bambu resisten terhadap serangan organisme
perusak. Pengawetan dengan perebusan dikaitkan dengan sifat zat pati.
Menurut matangaran (1987) dalam Nandika dkk. (1994), zat pati pada
bambu tidak hanya dapat terurai oleh enzim yang dihasilkan bakteri tetapi
juga oleh suhu dan air. Dengan merebus bambu pada temperatur 550C-600C
selama 10 menit atau lebih akan dapat mengurai pati menjadi gelatin
sempurna, yang selanjutnya terurai menjadi amilosa dan larut dalam air.
4. Perendaman
Pengawetan

bambu dengan cara merendam dibedakan menjadi tiga,

yaitu dalam air tergenang, air mengalir dan lumpur. Perendaman dalam air
mengalir lebih banyak dilakukan dibandingkan dalam air menggenang
sebab dapat mencegah bau busuk.
Selain metode pengawetan alami, metode pengawetan dengan bahan kimia
juga dapat dilakukan untuk memperpanjang umur pakai bambu. Metode
pengawetan yang umum dilakukan dengan bahan kimia adalah metode rendaman.
Bahan pengawet yang digunakan biasanya Wolmanit CB, TCB, ACC, boraks atau
asam borat. Pemakaian bahan kimia ini akan menurunkan serangan faktor
perusak.

Bahan

pengawet

tidak

mempengaruhi

kekuatan

bambu

(Nandika dkk., 1994).

Universitas Sumatera Utara