Pemanfaatan Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Pengganti Pupuk Kalium (K)
TINJAUAN PUSTAKA
Inseptisol
Inseptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan, inseptisol
merupakan tanah yang belum matang (masih muda) dari bahan induk yang berasal
dari campuran batuan endapan tuff dan batuan volkan, serta ada dari batuan pasir,
lanau ataupun batuan liat yang belum lama mengalami pelapukan dan sama sekali
belum mengalami perkembangan tanah akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan
vulkan atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang dan menyebar mulai
dari lingkungan semiarid sampai lembab (Foth, 1998).
Inseptisol mempunyai penyebaran paling luas di Indonesia, sekitar
70.520.000 ha (37,5%) diseluruh wilayah daratan Indonesia. Tanah ini tersebar di
berbagai pulau di Indonesia yaitu Jawa (1.614.000 ha), Sumatera (17.561.000 ha),
Kalimantan 14.903.000 ha, Sulawesi 9.186.000 ha, Nusa Tenggara (3.276.000
ha), Maluku dan Irian Jaya (20.393.000 ha). Sebagian besar tanah ini digunakan
sebagai lahan pertanian dan memiliki masalah kesuburan dalam budidaya
pertanian (Subagyo, dkk, 2000).
Tanah inseptisol didominasi oleh kadar liat yang relatif tinggi sehingga
fiksasi kalium sangat kuat yang mengakibatkan konsentrasi kalium pada tanah
relatif rendah. Redahnya kalium pada tanah ini menjadikan masalah tersendiri
bagi budi daya jagung karena kalium merupakan hara yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan produksi jagung setelah nitrogen. Kekahatan kalium merupakan
kendala yang sangat penting dan sering terjadi di tanah inseptisol. Selain faktor
tanah, hara kalium mudah tercuci karena curah hujan yang tinggi di daerah tropika
Universitas Sumatera Utara
basah menyebabkan K banyak yang hilang. Inseptisol memilki tekstur tanah
berlempung, pH tanah 4-5,5 memiliki bahan organik 10-30 %, KTK rendah
sampai sedang (Munir, 1996).
Abu Boiler
Abu boiler adalah limbah hasil pembakaran cangkang dan serat sawit.
Cangkang dan Serat ini diperoleh dari hasil pengolahan buah sawit, yaitu pada
saat penekanan untuk memperoleh minyak sawit. Cangkang dan serat kemudian
dipisahkan. Kemudian cangkang dikeringkan lalu dipecahkan untuk mendapatkan
inti sawit. Serat dan hasil pecahan cangkang inilah yang kemudian dimanfaatkan
sebagai bahan bakar untuk pemanas mesin boiler. Serat dan cangkang memiliki
kalori yang cukup untuk menghasilkan panas, sehingga digunakan sebagai bahan
bakar. Banyaknya serat dan cangkang juga mempengaruhi proses pembakaran,
sehingga dibuatlah perbandingan cangkang dan serat 1:3 (Fricke, 2009).
Abu boiler memiliki kandungan hara yang tinggi seperti kalium (K),
sehingga dapat digunakan sebagai penambah unsur hara dalam tanah. Kandungan
hara Kalium (K) serat dan cangkang adalah 0,470% dan 0,090%, sedangkan
kandungan hara K abu hasil pembakaran serat dan cangkang adalah 16,6-24,9%
(Ditjen PPHP, 2006). Selain itu dari berbagai penelitian abu boiler ini juga sering
digunakan sebagai bahan tambahan untuk aspal. Hasil penelitian Fauziah dan
Henri (2013) menyatakan bahwa aspal dengan bahan campuran abu boiler
memiliki nilai stabilitas yang tinggi karena adanya sifat pozzolan membuat
campuran menjadi keras dan kaku.
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan abu boiler
sebagai
amelioran
dipercaya
karena
keunggulan sifat kimiawinya yang memiliki unsur hara lengkap terutama unsur
K selain itu abu boiler juga mempunyai pH yang tinggi (10-12) sehingga mampu
meningkatkan pH pada tanah masam dan tidak mengandung bahan berbahaya
bagi tanah dan tanaman, selain itu juga mengandung banyak basa-basa
(Nambiar dan Brown, 1997 dalam Rini,2007). Aronson dan Ekelund (2004)
mengatakan peningkatan nilai pH terjadi karena jumlah H+ yang terlarut di
netralisir oleh ion OH- yang berasal dari hidrolisis kation-kation basa pada fly ash
(abu boiler), terutama kalsium dan sebagian H+ yang dipertukarkan terionisasi
untuk mengembalikan keadaan yang seimbang dan jumlah H+ yang dipertukarkan
akan berkurang dengan perlahan.
Penelitian abu boiler telah dilakukan oleh Rini pada tahun 2007 dengan
pemberian fly ash (abu boiler) terhadap ketersediaan kalium pada tanah gambut
dan di dapat bahwa pemberian abu boiler dapat meningkatkan ketersediaan K dari
nilai 29,23 ppm menjadi 98,23 ppm. Abu boiler juga dapat meningkatkan pH pada
tanah gambut sehingga reaksi tanah menuju kearah netral dan mengakibatkan
menurunnya proses leaching kation-kation basa, efek ini akan menyebabkan unsur
Kalium meningkat dan menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Abu boiler dengan
dosis 200 gram/m2 merupakan dosis yang optimum bagi pertumbuhan tanaman
jagung.
Kalium (K)
Kadar K total di dalam tanah pada umumnya cukup tinggi dan diperkirakan
mencapai 2.6% dari total berat tanah, tetapi kalium yang tersedia di dalam tanah
Universitas Sumatera Utara
cukup rendah (Damanik, dkk, 2011). Follett, et.all (1981) mengatakan kalium
yang ditemukan dalam tanah berdasarkan ketersediaannya ditetapkan sebagai:
relatif tidak tersedia, lambat tersedia dan segera tersedia. Bentuk tidak tersedia
adalah kalium yang berasal dari tanah mineral primer. Bentuk lambat tersedia
adalah hasil dari ion kalium berinteraksi dengan mineral liat tertentu dan menjadi
terperangkap atau tetap. Bentuk segera tersedia terdiri dari kalium tukar dan
kalium larutan tanah. Walaupun sebagian besar dari K tersedia ini berupa K dapat
tukar, tetapi K dalam larutan tanah lebih mudah diserap akar tanaman dan lebih
mudah hilang terhadap pencucian (Sutedjo,1994).
Ion K+ di dalam tanah akan mengalami proses-proses seperti berikut: Ion K
akan ditarik oleh permukaan liat tanah dan bahan organik (KTK) dalam bentuk
dapat ditukar hingga diambil oleh akar, beberapa bagian akan ada dalam larutan
tanah, beberapa bagian akan dengan cepat diambil oleh tanaman selama
pertumbuhannya, beberapa bagian akan tercuci, khususnya pada tanah pasir atau
tanah organik, hal ini disebabkan karena K diikat oleh bahan organik sangat
lemah dan beberapa bagian difiksasi (diubah menjadi bentuk tidak tersedia atau
lambat tersedia) untuk pada tanah-tanah tertentu (Winarso, 2005).
K diserap tanaman dalam bentuk K+. K tergolong unsur yang mobil dalam
tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan
floem. Beberapa fungsi K dalam tubuh tanaman antara lain: sebagai pengaktif
beberapa enzim, berhubungan dengan pengaturan air dan energi, berperan dalam
sintesa protein dan pati serta berperana dlam proses fotosintesis dan pemindahan
fotosintat (Poerwowidodo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Kalium dapat bertambah kedalam tanah melalui berbagai sumber sisa
tanaman, hewan, pupuk kandang dan pelapukan mineral kalium. Pertambahan
kalium dari sisa tanaman dan hewan merupakan sumber yang penting dalam
menjaga keseimbangan kadar kalium di dalam tanah . Di Indonesia belum ada
industri pupuk K. Seluruh keperluan pupuk K masih diimport. Umumnya pupuk
yang digunakan adalah MOP (KCl) yang merupakan hasil tambang. Selain KCl,
pupuk K yang digunakan adalah K2SO4 atau potasium sulfat (SOP). Pupuk ini
dihasilkan dari tambang dan ada yang dengan proses kimia antara KCl dengan
natrium nitrat. Pupuk ini banyak digunakan untuk hortikultura. Sedangkan pupuk
KMG sulfat masih dalam taraf studi. Dari berbagai macam sumber pupuk K
tersebut, pupuk KCl yang paling banyak digunakan petani, yaitu sekitar 95% dari
total pupuk sumber K. Pupuk KCl ini mengandung 60 hingga 62% K2O dan larut
dalam air (Winarso, 2005).
Pupuk KCl berbentuk kristal, berwarna merah dan adapula yang berwarna
putih kotor. Pupuk ini larut dalam air, bila dimasukkan kedalam tanah pupuk ini
akan terionisasi menjadi ion K dan ion Cl. Bila pupuk KCl diberikan kedalam
tanah, maka pupuk ini akan mengalami ionisasi setelah bereaksi dengan air
dengan reaksi KCl K+ + Cl-. Hasil ionisasi pupuk ini menyebabkan
meningkatnya konsentrasi kalium di dalam larutan tanah dan bersama-sama
dengan ion K yang dijerap, merupakan kalium yang mudah diserap tanaman. Ion
K dari pupuk KCl setelah melarut di dalam air tanah akan dapat menggantikan
kedudukan ion H+ di permukaan pertukaran koloid tanah. Peningkatan konsentrasi
ion H ini akan menyebabkan turunnya pH tanah (Damanik, dkk, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Iklim yang dikehendaki oleh tanaman jagung adalah daerah-daerah
beriklim sedang hingga beriklim subtropics atau tropis yang basah. Pada lahan
yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal
sekitar 85-200mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian
biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Pertumbuhan tanaman jagung
sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi,
pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik
bahkan tidak dapat membentuk buah. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung
antara 21-340C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan
suhu yang optimum antara 23-270C (Najiyati dan Danarti, 1999).
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar dapat
tumbuh optimal tanah harus gembur, subur, dan kaya humus. Jenis tanah yang
ditanami jagung antara lain: Andosol, Latosol, Grumosol, dan tanah berpasir.
Pada tanah yang bertekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang
baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur
lempung/liat berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Kemasaman
tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur hara tanaman. Kemasaman
tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung antara 5,5-6,5. Tanaman
jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik
(Isnaini, 2006).
Kebutuhan K untuk tanaman jagung berubah sesuai dengan kebutuhan
dari proses-proses yang membutuhkan K, seperti pada proses fotosintesis dan
fiksasi CO2, transfer fotosintat ke berbagai pengguna serta hubungan dengan air
Universitas Sumatera Utara
dalam tanaman. Pemupukan K disamping N dan P secara berimbang pada jagung,
membuat pertumbuhan pada tanaman menjadi lebih baik. Tahan kerebahan, tahan
terhadap
hama
dan
penyakit
serta
kualitanya
dapat
meningkat
(Alfon dan Aryantoro, 1993 dalam Haris dan Veronika, 2005)
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dosis pemberian kalium
untuk tanaman jagung 100 kg/ha. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Haris
dan Veronika (2005) di Desa Winong Kabupaten Pati diperoleh hasil bahwa
pemupukan kalium memberiakan respon yang baik pada pertumbuhan jagung
manis, pemberian kalium dosis 100 kg/ha memberikan hasil tertinggi.
Universitas Sumatera Utara
Inseptisol
Inseptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan, inseptisol
merupakan tanah yang belum matang (masih muda) dari bahan induk yang berasal
dari campuran batuan endapan tuff dan batuan volkan, serta ada dari batuan pasir,
lanau ataupun batuan liat yang belum lama mengalami pelapukan dan sama sekali
belum mengalami perkembangan tanah akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan
vulkan atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang dan menyebar mulai
dari lingkungan semiarid sampai lembab (Foth, 1998).
Inseptisol mempunyai penyebaran paling luas di Indonesia, sekitar
70.520.000 ha (37,5%) diseluruh wilayah daratan Indonesia. Tanah ini tersebar di
berbagai pulau di Indonesia yaitu Jawa (1.614.000 ha), Sumatera (17.561.000 ha),
Kalimantan 14.903.000 ha, Sulawesi 9.186.000 ha, Nusa Tenggara (3.276.000
ha), Maluku dan Irian Jaya (20.393.000 ha). Sebagian besar tanah ini digunakan
sebagai lahan pertanian dan memiliki masalah kesuburan dalam budidaya
pertanian (Subagyo, dkk, 2000).
Tanah inseptisol didominasi oleh kadar liat yang relatif tinggi sehingga
fiksasi kalium sangat kuat yang mengakibatkan konsentrasi kalium pada tanah
relatif rendah. Redahnya kalium pada tanah ini menjadikan masalah tersendiri
bagi budi daya jagung karena kalium merupakan hara yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan produksi jagung setelah nitrogen. Kekahatan kalium merupakan
kendala yang sangat penting dan sering terjadi di tanah inseptisol. Selain faktor
tanah, hara kalium mudah tercuci karena curah hujan yang tinggi di daerah tropika
Universitas Sumatera Utara
basah menyebabkan K banyak yang hilang. Inseptisol memilki tekstur tanah
berlempung, pH tanah 4-5,5 memiliki bahan organik 10-30 %, KTK rendah
sampai sedang (Munir, 1996).
Abu Boiler
Abu boiler adalah limbah hasil pembakaran cangkang dan serat sawit.
Cangkang dan Serat ini diperoleh dari hasil pengolahan buah sawit, yaitu pada
saat penekanan untuk memperoleh minyak sawit. Cangkang dan serat kemudian
dipisahkan. Kemudian cangkang dikeringkan lalu dipecahkan untuk mendapatkan
inti sawit. Serat dan hasil pecahan cangkang inilah yang kemudian dimanfaatkan
sebagai bahan bakar untuk pemanas mesin boiler. Serat dan cangkang memiliki
kalori yang cukup untuk menghasilkan panas, sehingga digunakan sebagai bahan
bakar. Banyaknya serat dan cangkang juga mempengaruhi proses pembakaran,
sehingga dibuatlah perbandingan cangkang dan serat 1:3 (Fricke, 2009).
Abu boiler memiliki kandungan hara yang tinggi seperti kalium (K),
sehingga dapat digunakan sebagai penambah unsur hara dalam tanah. Kandungan
hara Kalium (K) serat dan cangkang adalah 0,470% dan 0,090%, sedangkan
kandungan hara K abu hasil pembakaran serat dan cangkang adalah 16,6-24,9%
(Ditjen PPHP, 2006). Selain itu dari berbagai penelitian abu boiler ini juga sering
digunakan sebagai bahan tambahan untuk aspal. Hasil penelitian Fauziah dan
Henri (2013) menyatakan bahwa aspal dengan bahan campuran abu boiler
memiliki nilai stabilitas yang tinggi karena adanya sifat pozzolan membuat
campuran menjadi keras dan kaku.
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan abu boiler
sebagai
amelioran
dipercaya
karena
keunggulan sifat kimiawinya yang memiliki unsur hara lengkap terutama unsur
K selain itu abu boiler juga mempunyai pH yang tinggi (10-12) sehingga mampu
meningkatkan pH pada tanah masam dan tidak mengandung bahan berbahaya
bagi tanah dan tanaman, selain itu juga mengandung banyak basa-basa
(Nambiar dan Brown, 1997 dalam Rini,2007). Aronson dan Ekelund (2004)
mengatakan peningkatan nilai pH terjadi karena jumlah H+ yang terlarut di
netralisir oleh ion OH- yang berasal dari hidrolisis kation-kation basa pada fly ash
(abu boiler), terutama kalsium dan sebagian H+ yang dipertukarkan terionisasi
untuk mengembalikan keadaan yang seimbang dan jumlah H+ yang dipertukarkan
akan berkurang dengan perlahan.
Penelitian abu boiler telah dilakukan oleh Rini pada tahun 2007 dengan
pemberian fly ash (abu boiler) terhadap ketersediaan kalium pada tanah gambut
dan di dapat bahwa pemberian abu boiler dapat meningkatkan ketersediaan K dari
nilai 29,23 ppm menjadi 98,23 ppm. Abu boiler juga dapat meningkatkan pH pada
tanah gambut sehingga reaksi tanah menuju kearah netral dan mengakibatkan
menurunnya proses leaching kation-kation basa, efek ini akan menyebabkan unsur
Kalium meningkat dan menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Abu boiler dengan
dosis 200 gram/m2 merupakan dosis yang optimum bagi pertumbuhan tanaman
jagung.
Kalium (K)
Kadar K total di dalam tanah pada umumnya cukup tinggi dan diperkirakan
mencapai 2.6% dari total berat tanah, tetapi kalium yang tersedia di dalam tanah
Universitas Sumatera Utara
cukup rendah (Damanik, dkk, 2011). Follett, et.all (1981) mengatakan kalium
yang ditemukan dalam tanah berdasarkan ketersediaannya ditetapkan sebagai:
relatif tidak tersedia, lambat tersedia dan segera tersedia. Bentuk tidak tersedia
adalah kalium yang berasal dari tanah mineral primer. Bentuk lambat tersedia
adalah hasil dari ion kalium berinteraksi dengan mineral liat tertentu dan menjadi
terperangkap atau tetap. Bentuk segera tersedia terdiri dari kalium tukar dan
kalium larutan tanah. Walaupun sebagian besar dari K tersedia ini berupa K dapat
tukar, tetapi K dalam larutan tanah lebih mudah diserap akar tanaman dan lebih
mudah hilang terhadap pencucian (Sutedjo,1994).
Ion K+ di dalam tanah akan mengalami proses-proses seperti berikut: Ion K
akan ditarik oleh permukaan liat tanah dan bahan organik (KTK) dalam bentuk
dapat ditukar hingga diambil oleh akar, beberapa bagian akan ada dalam larutan
tanah, beberapa bagian akan dengan cepat diambil oleh tanaman selama
pertumbuhannya, beberapa bagian akan tercuci, khususnya pada tanah pasir atau
tanah organik, hal ini disebabkan karena K diikat oleh bahan organik sangat
lemah dan beberapa bagian difiksasi (diubah menjadi bentuk tidak tersedia atau
lambat tersedia) untuk pada tanah-tanah tertentu (Winarso, 2005).
K diserap tanaman dalam bentuk K+. K tergolong unsur yang mobil dalam
tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan
floem. Beberapa fungsi K dalam tubuh tanaman antara lain: sebagai pengaktif
beberapa enzim, berhubungan dengan pengaturan air dan energi, berperan dalam
sintesa protein dan pati serta berperana dlam proses fotosintesis dan pemindahan
fotosintat (Poerwowidodo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Kalium dapat bertambah kedalam tanah melalui berbagai sumber sisa
tanaman, hewan, pupuk kandang dan pelapukan mineral kalium. Pertambahan
kalium dari sisa tanaman dan hewan merupakan sumber yang penting dalam
menjaga keseimbangan kadar kalium di dalam tanah . Di Indonesia belum ada
industri pupuk K. Seluruh keperluan pupuk K masih diimport. Umumnya pupuk
yang digunakan adalah MOP (KCl) yang merupakan hasil tambang. Selain KCl,
pupuk K yang digunakan adalah K2SO4 atau potasium sulfat (SOP). Pupuk ini
dihasilkan dari tambang dan ada yang dengan proses kimia antara KCl dengan
natrium nitrat. Pupuk ini banyak digunakan untuk hortikultura. Sedangkan pupuk
KMG sulfat masih dalam taraf studi. Dari berbagai macam sumber pupuk K
tersebut, pupuk KCl yang paling banyak digunakan petani, yaitu sekitar 95% dari
total pupuk sumber K. Pupuk KCl ini mengandung 60 hingga 62% K2O dan larut
dalam air (Winarso, 2005).
Pupuk KCl berbentuk kristal, berwarna merah dan adapula yang berwarna
putih kotor. Pupuk ini larut dalam air, bila dimasukkan kedalam tanah pupuk ini
akan terionisasi menjadi ion K dan ion Cl. Bila pupuk KCl diberikan kedalam
tanah, maka pupuk ini akan mengalami ionisasi setelah bereaksi dengan air
dengan reaksi KCl K+ + Cl-. Hasil ionisasi pupuk ini menyebabkan
meningkatnya konsentrasi kalium di dalam larutan tanah dan bersama-sama
dengan ion K yang dijerap, merupakan kalium yang mudah diserap tanaman. Ion
K dari pupuk KCl setelah melarut di dalam air tanah akan dapat menggantikan
kedudukan ion H+ di permukaan pertukaran koloid tanah. Peningkatan konsentrasi
ion H ini akan menyebabkan turunnya pH tanah (Damanik, dkk, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Iklim yang dikehendaki oleh tanaman jagung adalah daerah-daerah
beriklim sedang hingga beriklim subtropics atau tropis yang basah. Pada lahan
yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal
sekitar 85-200mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian
biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Pertumbuhan tanaman jagung
sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi,
pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik
bahkan tidak dapat membentuk buah. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung
antara 21-340C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan
suhu yang optimum antara 23-270C (Najiyati dan Danarti, 1999).
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar dapat
tumbuh optimal tanah harus gembur, subur, dan kaya humus. Jenis tanah yang
ditanami jagung antara lain: Andosol, Latosol, Grumosol, dan tanah berpasir.
Pada tanah yang bertekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang
baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur
lempung/liat berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Kemasaman
tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur hara tanaman. Kemasaman
tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung antara 5,5-6,5. Tanaman
jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik
(Isnaini, 2006).
Kebutuhan K untuk tanaman jagung berubah sesuai dengan kebutuhan
dari proses-proses yang membutuhkan K, seperti pada proses fotosintesis dan
fiksasi CO2, transfer fotosintat ke berbagai pengguna serta hubungan dengan air
Universitas Sumatera Utara
dalam tanaman. Pemupukan K disamping N dan P secara berimbang pada jagung,
membuat pertumbuhan pada tanaman menjadi lebih baik. Tahan kerebahan, tahan
terhadap
hama
dan
penyakit
serta
kualitanya
dapat
meningkat
(Alfon dan Aryantoro, 1993 dalam Haris dan Veronika, 2005)
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dosis pemberian kalium
untuk tanaman jagung 100 kg/ha. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Haris
dan Veronika (2005) di Desa Winong Kabupaten Pati diperoleh hasil bahwa
pemupukan kalium memberiakan respon yang baik pada pertumbuhan jagung
manis, pemberian kalium dosis 100 kg/ha memberikan hasil tertinggi.
Universitas Sumatera Utara