Pengaruh Corporate Governance dan Financial Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Corporate Governance
Ada beberapa definisi dari corporate governance yang didapat dari
penelitian-penelitian terdahulu.
dalam Maksum (2005):
pengendalian

yang

Definisi yang diberikan oleh Parkinson (2004)

“Corporate Governance adalah proses supervisi dan

dimaksudkan

untuk

meyakinkan


bahwa

manajemen

perusahaan bertindak sejalan dengan kepentingan para pemegang saham
(shareholders)”.

Cadburry

committee

(1992)

dalam

Maksum

(2005)


mengemukakan bahwa “corporate governance diartikan sebagai sistem yang
berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”. Sedangkan Forum
of Corporate Governance for Indonesia-FCGI (2001) dalam Maksum (2005)
mengemukakan :
corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan (dengan kata lain sebagai sistem yang mengendalikan perusahaan)
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.
Sementara menurut The Organisation for Economic Co-Operation and
Development (OECD) dalam Tangkilisan (2003) :
Good corporate governance adalah sistem yang dipergunakan untuk
mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Good corporate

Universitas Sumatera Utara

governance mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban mereka yang
berkepentingan terhadap perusahaan, termasuk pemegang saham, dewan
komisaris, direksi dan stakeholders lainnya.
Corporate Governance muncul karena adanya pemisahan fungsi antara

agent dan principal, atau sering kali dikenal dengan istilah agency problem.
Permasalahan keagenan hubungannya antara agent dan principal adalah
bagaimana sulitnya principal dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan
tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan
sehingga tidak menghasilkan return.
Berkaitan dengan masalah keagenan tersebut, corporate governance
diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka
investasikan.

Dengan kata lain corporate governance diarahkan untuk

mengurangi asimetri informasi antara agent dan principal yang pada akhirnya
dapat menurunkan tindakan manajemen laba (Ujiyanto dan Bambang, 2007 dalam
Wisnumurti 2010).
Menurut The Forum for Corporate Governance in Indonesia yang dikutip
dari Pujiningsih (2011), kegunaan dari corporate governance yang baik adalah :
1. Lebih mudah memperoleh modal dan biaya modal pun lebih rendah.
Sehingga menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya
yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan

menurunnya tingkat resiko perusahaan.
2. Memperbaiki kinerja usaha
3. Mempengaruhi harga saham
4. Memperbaiki kinerja ekonomi

Universitas Sumatera Utara

Tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Menurut (Daniri, 2005)
corporate governance bertujuan untuk :
1. melindungi hak dan kepentingan pemegang saham,
2. melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders nonpemegang saham,
3. meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham,
4. meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board
of Directors dan manajemen perusahaan, dan
5. meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen
senior perusahaan.
Pelaksanaan good corporate governance dilakukan dengan menggunakan
prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional. Prinsip-prinsip dasar penerapan
corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance

in Indonesia (FCGI) adalah sebagai berikut :
1. Fairness (Kewajaran)
Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama
kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan
keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk
pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading).
2. Transparancy (Transparansi)
Hak-hak para pemegang saham yang harus diberi informasi dengan
benar dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta
dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang
mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan.
3. Independency (Kemandirian)
Independensi yaitu pengelolaan perusahaan secara profesional
tanpa pengaruh atau tekanan pihak mana pun. Artinya perusahaan harus
mampu menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh
stakeholder. Pengelola perusahaan disini tidak boleh terpengaruh oleh
kepentingan sepihak. Ia harus bisa menghindari segala bentuk benturan
kepentingan (conflict of-interest) berbagai pihak dalam manajemen.
4. Accountability (Akuntabilitas)

Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif
berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang saham, Dewan
Komisaris dan auditor.

Universitas Sumatera Utara

5. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan
oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang
kepentingan dalam menciptakan kesejahteraan.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan korporasi
yang melindungi kepentingan minoritas, membuat pedoman perilaku perusahaan
dan kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk
orang dalam, baik konflik kepentingan, menetapkan tanggung jawab dewan
komisaris, direksi, dan komite dan menyajikan informasi secara wajar atau
pengungkapan penuh material.
Pengelolaan perusahaan (corporate governance) yang baik mencakup
rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan dan intuisi yang mempengaruhi
pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi.
Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku

kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan.
Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham,
manajemen, dan dewan direksi.
2.1.1.1 Dewan Direksi
Dewan direksi memiliki peranan yang sangat penting dalam perusahaan.
Dengan adanya pemisahan peran dengan dewan komisaris, dewan direksi
memiliki kuasa yang besar dalam mengelola segala sumber daya yang ada dalam
perusahaan. Dewan direksi memiliki tugas untuk menentukan arah kebijakan dan
strategi sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang.

Universitas Sumatera Utara

Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa dewan
direksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam urusan di luar maupun di
dalam perusahaan. Artinya, jika hanya terdapat satu orang dewan direksi, maka
dewan direksi tersebut dapat dengan bebas mewakili perusahaan dalam berbagai
urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Hal yang mungkin akan berbeda jika
jumlah dewan direksi memiliki nominal jumlah tertentu. Jumlah dewan direksi
akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan keputusan perusahaan.

Karena tentu saja dengan adanya sejumlah dewan direksi, perlu dilakukan
kordinasi yang baik antar anggota dewan komisaris yang ada.
Hardikasari (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa “banyak
penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran
dewan yang besar tidak bisa melakukan koordinasi, komunikasi, dan pengambilan
keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki dewan
yang lebih kecil.” Penelitian tersebut antara lain penelitian dari Jensen (1993),
Lipton dan L’orsch (1992) dan Yermack (1996).
Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40
Tahun 2007, “Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”
Dengan demikian direksi adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab
untuk pengurusan perseroan sesuai dengan tujuan perseroan. Hal ini dikarenakan

Universitas Sumatera Utara

“direksi adalah trustee sekaligus agent bagi perseroan terbatas. Dikatakan sebagai
trustee karena direksi melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan perseroan,

dan dikatakan agen, karena direksi bertindak keluar untuk dan atas nama
perseroan”
Tugas dan tanggung jawab direksi adalah sebagai suatu organ, yang
merupakan tanggung jawab kolegial antara sesama anggota direksi terhadap
perseroan. Ini berarti setiap tindakan yang diambil atau dilakukan oleh salah satu
atau lebih anggota direksi akan mengikat anggota direksi lainnya. Akan tetapi
tidak berarti tidak diperkenankannya terjadi pembagian tugas di antara anggota
direksi dalam kaitannya dengan Good Corporate Governance (GCG), direksi
dipandang sebagai kunci utama keberhasilan penerapan prinsip-prinsip GCG.
Dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab direksi sebagai suatu
organ perseroan untuk menerapkan prinsip GCG, direksi tidak secara sendirisendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Menurut UU Perseroan Terbatas,
direksi merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri satu atau lebih anggota
yang dikenal dengan sebutan direktur. Pada prinsipnya hanya ada satu orang
direktur, akan tetapi dalam hal-hal tertentu sebuah Perseroan Terbatas haruslah
mempunyai paling sedikit dua orang direktur, yaitu dalam hal, sebagai berikut :
1. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat
2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang
3. Perseroan berbentuk Perseroan Terbuka.
Adapun tanggung jawab direksi menurut Pasal 97 ayat (1, 2, dan 3) UU
Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :


Universitas Sumatera Utara

1.Bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
2.Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan
3.Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas
kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan
tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
Bentuk pertanggung jawaban direksi baik terhadap perseroan, pemegang
saham,dan pihak ketiga (kreditor) dapat dilihat dalam berbagai ketentuan UUPT,
beberapa diantaranya adalah :
1.

2.

3.

Pasal 37 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa direksi secara

tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat
pembelian kembali saham oleh perseroan yang batal karena
hukum.
Pasal 69 ayat(3) UUPT menyatakan dalam hal laporan keuangan
yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan,
anggota direksi (dan anggota dewan komisaris) secara tanggung
renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.
Pasal 97 ayat (3) UUPT menyatakan bahwa setiap anggota
direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya.

Menurut Kajola (2008 : 17), bisnis perusahaan dikelola di bawah arahan
dari dewan direksi yang delegasinya kepada CEO dan staf manajemen lainnya.
Para direktur, dengan kekayaan pengalaman mereka, memberikan kepemimpinan
dan mengarahkan urusan bisnis dengan integritas yang tinggi, berkomitmen penuh
terhadap perusahaan, rencana bisnis, dan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2 Komite Audit
Komite Audit merupakan salah satu unsur penting dalam mewujudkan
penerapan good corporate governance. Keberadaannya merupakan usaha dalam
memperbaiki cara pengelolaan perusahaan terutama cara pengawasan terhadap
manajemen perusahaan, karena akan menjadi penghubung antara manajemen
perusahaan dengan dewan komisaris maupun pihak ekstern lainnya.
Tujuan

umum

adanya

komite

audit,

antara

lain

yaitu

untuk

mengembangkan kualitas pelaporan keuangan, memastikan bahwa direksi
membuat keputusan berdasarkan kebijakan, praktik dan pengungkapan akuntansi,
menelaah ruang lingkup dan hasil dari audit internal dan eksternal, dan
mengawasi proses pelaporan keuangan. Menurut Gusnadi dan Budiharta (2008)
komite audit memiliki peranan penting dalam penerapan good corporate
governance karena akan mengawasi setiap keputusan yang diambil oleh manajer
sehingga akan mempersempit ruang gerak manajer dalam melakukan manipulasi
laba.
Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional yang
independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang
disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris serta mengidentifikasi hal-hal
yang memerlukan perhatian dewan komisaris.
Untuk keanggotaan komite audit dijelaskan dalam keputusan Direksi BEJ
yang saat ini bernama BEI nomor:

KEP-399/BEJ/07-2001 tentang Peraturan

Pencatatan Efek di Bursa poin C, bahwa keanggotaan komite audit sekurangkurangnya terdiri dari tiga orang anggota, dimana seorang diantaranya merupakan

Universitas Sumatera Utara

komisaris independen perusahaan tercatat yang sekaligus merangkap sebagai
ketua komite audit, anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen
dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan di bidang
akuntansi dan atau keuangan.
Agar penyelenggaraan good corporate governance berjalan, pemerintah
mengeluarkan beberapa peraturan antara lain Bapepam dengan surat edaran No.
SE-03/PM/2000 mensyaratkan bahwa setiap perusahaan go public di Indonesia
wajib membentuk komite audit dengan anggota minimal tiga orang yang diketahui
oleh satu orang komisaris independen perusahaan dan dua orang eksternal yang
independen terhadap perusahaan.
Selain independen, dalam surat edaran tersebut juga mensyaratkan bahwa
yang bersangkutan menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan
keuangan.

Dalam pelaksanaan tugasnya komite audit diatur dalam Kep-

29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang mewajibkan perusahaan membentuk
komite audit, tugas komite audit antara lain :
1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan
perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi
keuangan lainnya.
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
perusahaan.
3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor
internal
4. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi
perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi
5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas
pengaduan yang berhubungan dengan emiten.
6. Menjaga kerahasiaan dokumen,data, dan rahasia perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Komite audit juga memainkan peran penting dalam peningkatan nilai
perusahaan dengan menerapkan prinsip corporate governance. Prinsip-prinsip
corporate governance menunjukkan bahwa komite audit harus bekerja secara
independen dan melakukan tugas mereka dengan tindakan yang profesional.
Komite audit memonitor mekanisme yang meningkatkan kualitas arus informasi
antara pemegang saham dan manajer yang pada gilirannya, membantu
mengurangi masalah keagenan.
2.1.2 Leverage
Menurut Brigham dan Houston (2001 : 14), leverage keuangan (financial
leverage) merupakan suatu ukuran yang menunjukkan sampai sejauh mana
sekuritas berpenghasilan tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam
stuktur modal perusahaan. Struktur modal yang baik dan tepat diharapkan mampu
untuk memaksimalkan harga saham perusahaan. Ada tiga ukuran leverage yang
sering digunakan sebagai proxy dari struktur modal yaitu rasio total debt to total
asset, rasio long-term debt to total asset dan short-term debt to total asset.
Pada umumnya ada dua jenis leverage, yaitu leverage operasi (operating
leverage) dan leverage keuangan (financial leverage), yang dimaksud leverage
dalam penelitian ini adalah leverage keuangan (financial leverage).

Leverage

keuangan menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai
investasinya. Apabila perusahaan tidak mempunyai leverage atau leverage factor
= 0, artinya perusahaan dalam beroperasi menggunakan sepenuhnya modal sendiri
atau tanpa menggunakan utang. Semakin rendah leverage factor maka semakin
rendah resiko yang dihadapi perusahaan apabila kondisi ekonomi merosot.

Universitas Sumatera Utara

Penggunaan modal pinjaman yang biasa disebut Leverage dimaksudkan
untuk meningkatkan kekayaan pemilik. Menurut Brigham dan Houston (2001),
hal ini dikarenakan penggunaan Leverage mempunyai implikasi penting dan
memberikan manfaat yaitu ;
1.
2.
3.
4.

Pembayaran bunga adalah tax deductible, yang menurunkan biaya
efektif hutang.
Debtholder memperoleh return yang pasti.
Melalui financial leverage dimungkinkan laba per lembar saham akan
meningkat.
Kendali terhadap operasi perusahaan oleh pemegang saham yang ada
tidak berubah.

Kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan leverage, yaitu :
1. Semakin tinggi debt ratio, semakin beresiko perusahaan. Karena semakin
tinggi biaya tetapnya yaitu berupa pembayaran bunga.
2. Jika sewaktu-waktu perusahaan kesulitan keuangan dan operating income
tidak cukup untuk menutup beban bunga, maka akan menyebabkan
kebangkrutan.
Dari pendapat Brigham dan Houston tersebut dapat dijelaskan bahwa
hutang bisa berpengaruh positif maupun negatif terhadap nilai perusahaan. Pada
titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena
manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang lebih kecil daripada biaya yang
ditimbulkannya.

Para pemilik perusahaan biasanya menciptakan hutang pada

tingkat tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan.
Bagi perusahaan, hutang mempunyai dua keuntungan. Pemegang hutang
(debt holder) mendapat pengembalian yang tetap yang pertama. Kedua, bunga
yang dibayarkan dapat mengurangi beban pajak sehingga menurunkan efektif dari
hutang. Kelemahan hutang yaitu bila semakin tinggi rasio hutang (debt ratio),
semakin tinggi pula resiko perusahaan sehingga suku bunga makin tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak
mencukupi untuk menutupi beban bunga maka pemegang saham harus dapat
menutup kekurangan tersebut, dan jika perusahaan tidak sanggup maka
perusahaan akan bangkrut. Hutang dapat menghambat perkembangan perusahaan
yang pada gilirannya dapat membuat pemegang saham berpikir dua kali untuk
tetap menanamkan modalnya.
Beberapa penelitian tentang struktur modal terhadap nilai perusahaan telah
banyak dilakukan dan hasilnya saling kontradiksi.

Secara singkat ada dua

pandangan yang terus diperdebatkan oleh ahli-ahli keuangan di dunia. Pandangan
pertama dikemukakan oleh Modigliani dan Miller yang mengatakan bahwa
struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Pandangan kedua dikenal
dengan pandangan yang menyatakan bahwa struktur modal mempengaruhi nilai
perusahaan. Pandangan ini diwakili oleh dua teori yaitu Signaling Theory dan
Pecking Order Theory.
1.

Pendekatan Modigliani dan Miller
Dua ekonom ini berpendapat bahwa proses yang membuat harga saham

(atau nilai perusahaan) bagi perusahaan yang tidak menggunakan utang maupun
yang menggunakan utang adalah sama saja (Said dan Pudjiastuti, 1996 : 297).
Dasar dari teori ini adalah bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh
bagaimana perusahaan itu dibiayai, tidak peduli apakah perusahaan dikembangkan
dengan menjual saham atau utang, dan tidak peduli bagaimana kebijakan dividen
yang digunakan (dengan asumsi tidak ada pajak, biaya kebangkrutan, asimetri
informasi, dan di dalam pasar yang sempurna). Dengan kata lain, utang atau

Universitas Sumatera Utara

leverage dari suatu perusahaan tidak mempengaruhi nilai perusahaan, sebab
semakin besar penggunaan utang akan semakin besar pula resikonya dan berarti
biaya modal sendiri akan bertambah.
2.

Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001) adalah suatu

tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi
investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Dalam
Brigham dan Houston (2001), perusahaan dengan prospek yang menguntungkan
akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal
baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang
melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang
kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman
emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal)
bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram.

Apabila

suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya,
maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti
memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun
prospek perusahaan cerah.
Kasus yang dialami Enron pada bulan Desember 2001 salah satu bukti
yang bisa dijadikan bahan pertimbangan didalam pengambilan kebijakan hutang.
Diawali ketika Kenneth Lay, seorang pengamat ekonomi dan mantan wakil
menteri pada Departemen Interior Amerika Serikat, membangun Enron di tahun
1985 dengan melakukan penggabungan dua perusahaan gas alam yang memiliki

Universitas Sumatera Utara

sistem pipanisasi terpadu, ketika bergabung bersama, membentuk untuk pertama
kalinya system nasional yang dapat mendistribusikan gas alam ke pabrik-pabrik
seluruh negeri. Lay mengembangkan perusahaannya dengan mendapatkan
pinjaman untuk membeli perusahaan lain, dan di tahun 1987 hutang yang dimiliki
Enron sudah sebesar 75% dari nilai pasar sahamnya, yang berakibat menciptakan
masalah yang berlarut-larut dalam perusahaan.
Untuk memasuki beberapa pasar yang ia perdagangkan, ia harus
meminjam lagi sejumlah uang yang sangat besar untuk membeli infrastruktur
yang dibutuhkan untuk mengangkut, menyimpan, dan mengirimkan komoditas
yang diperdagangkan. Tingkat hutang yang tinggi menyebabkan terbuka lebarnya
jalan kebangkrutan dan juga akan menurunkan peringkat investasi serta juga akan
membuat bank menarik pinjamannya kembali. Ditambah lagi dengan kecurangan
yang dilakukan oleh Anderson sebagai akuntan dalam menutupi keadaan ini.
Tingkat hutang yang dimiliki Enron membuat nilai perusahaannya jatuh sampai
menjadi nol dan kehilangan 70 milyar dolar AS atas kerugian tersebut.
3.

Pecking Order Theory
Selain itu, teori yang juga mendasari keputusan pendanaan perusahaan

adalah pecking order theory, yang dikembangkan oleh Stewart C. Myers dan
Nicolas Majluf pada tahun 1984. Myers dalam Frank dan Goyal (2007 : 17),
mengemukakan bahwa “adanya kecenderungan perusahaan untuk menentukan
pemilihan sumber pendanaan atas dasar hierarki resiko (pecking order)”. Pecking
order theory adalah salah satu resiko yang mendasarkan pada asimetri informasi,

Universitas Sumatera Utara

dimana akan mempengaruhi struktur modal perusahaan dengan cara membatasi
akses pada sumber pendanaan dari luar. Dengan kata lain, pecking order theory
menyatakan bahwa perusahaan cenderung mempergunakan ekuitas internal
(internal equity) terlebih dahulu, dan apabila memerlukan pendanaan eksternal
(external finance), maka perusahaan akan mengeluarkan debt sebelum
menggunakan ekuitas eksternal (external equity).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, semakin tinggi proporsi utang,
maka akan semakin tinggi harga saham, namun pada titik tertentu peningkatan
utang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari
penggunaan utang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya.

Hal ini

disebabkan oleh tingkat leverage keuangan yang semakin tinggi akan memerlukan
tingkat laba yang semakin tinggi pula, sehingga meskipun leverage keuangan
mungkin cukup baik dan mungkin meningkatkan laba per saham, tingkat laba
yang diperlukan untuk leverage tersebut akan semakin tinggi, yang dapat
mendorong turunnya harga saham biasa. Biaya tak langsung karena jumlah utang
yang lebih banyak mungkin akan meningkatkan biaya permodalan, yang pada
akhirnya akan menurunkan nilai perusahaan.
Penggunaan utang dalam struktur pembiayaan menyebabkan terjadinya
leverage keuangan (financial leverage) atau biaya tetap yang konstan dan rutin
berupa beban bunga.

Pembiayaan dengan utang (leverage keuangan)

dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan perusahaan untuk membiayai
investasinya, dan mempunyai tiga implikasi penting, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat
mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang
terbatas.
2. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang disetor pemilik untuk
memberikan marjin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya
memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka resiko
perusahaan sebagian besar ada pada kreditor.
3. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas
investasi yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran
bunga,maka pengembalian atas modal pemilik akan lebih besar, atau
“leveraged”.
Hasil penelitian yang dilakukan Sujoko dan Soebiantoro (2007), dan
Susanti (2010) menemukan hasil bahwa leverage mempunyai hubungan negatif
dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Artinya semakin tinggi leverage suatu
perusahaan, maka nilai perusahaannya akan turun. Sedangkan menurut Taswan
(2002) leverage keuangan dikatakan berpengaruh terhadap nilai perusahaan,
semakin tinggi proporsi utang, maka akan semakin tinggi harga saham, namun
pada titik tertentu peningkatan utang akan menurunkan nilai perusahaan karena
manfaat yang diperoleh dari penggunaan utang lebih kecil daripada biaya yang
ditimbulkannya.
2.1.3 Nilai Perusahaan
Tujuan jangka panjang dari perusahaan adalah mengoptimalkan nilai
perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Peningkatan nilai perusahaan dapat
menggambarkan kesejahteraan pemilik perusahaan, sehingga pemilik perusahaan
akan mendorong manajer agar bekerja lebih keras dengan menggunakan berbagai
cara intensif untuk memaksimalkan nilai perusahaan.
Suharli (2006) dalam Praditia (2010) menyatakan bahwa nilai pemegang
saham akan meningkat apabila nilai perusahaan meningkat yang ditandai dengan

Universitas Sumatera Utara

tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham.

Nilai

perusahaan diukur dari nilai pasar wajar dari harga saham. Bagi perusahaan yang
sudah go public maka nilai pasar wajar perusahaan ditentukan mekanisme
permintaan dan penawaran di bursa, yang tercermin dalam listing price. Harga
pasar merupakan cerminan berbagai keputusan dan kebijakan manajemen.
Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan
adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh James
Tobin (1967). Rasio ini dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik,
karena dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan seperti
terjadinya perbedaan crossectional dalam pengambilan keputusan investasi dan
diversifikasi, hubungan antar kepemilikan saham manajemen dan nilai perusahaan
(Sukamulja, 2004).

Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena

menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian
dari setiap dolar investasi (Herawaty,2008).
Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan
memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin
besar nilai pasar aset perusahaan, semakin besar kerelaan investor untuk
mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut.
Menurut Brealy dan Myers (2000) dalam Sukamulja (2004) menyebutkan bahwa
perusahaan dengan nilai Q yang tinggi biasanya memiliki brand image
perusahaan yang sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Q yang
rendah umumnya berada pada industri yang sangat kompetitif atau industri yang
mulai mengecil. Menurut Brealy dan Myers (2000) dalam Sukamulja (2004)

Universitas Sumatera Utara

menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Q yang tinggi biasanya memiliki
brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki
nilai Q yang rendah umumnya berada pada industri yang sangat kompetitif atau
industri yang mulai mengecil. Menurut James Tobin dalam Sukamulja (2004),
rasio ini hampir sama dengan market-to-book-value ratio, namun Tobin’s Q
memiliki karakteristik yang berbeda antara lain :
1. Replacement Cost vs Book Value
Tobin’s

Q

menggunakan

(estimated)

replacement

cost

sebagai

denominator, sedangkan market-to-book-ratio menggunakan book value of total
equity.

Penggunaan replacement cost membuat nilai yang digunakan untuk

menentukan Tobin’s Q memasukkan berbagai faktor, sehingga nilai yang
digunakan mencerminkan nilai pasar dari aset yang sebenarnya di masa kini, salah
satu faktor tersebut misalnya inflasi. Sistem pelaporan akuntansi di Indonesia
menganut metode historical cost, maka nilai yang tercantum pada neraca tidak
dapat menunjukkan nilai aset yang sebenarnya pada saat ini. Hal ini membuat
perhitungan Tobin’s Q menjadi lebih valid.

Meskipun demikian, proses

perhitungan untuk menentukan replacement cost merupakan suatu proses yang
panjang dan rumit, sehingga beberapa peneliti, menggunakan book value of total
assets sebagai pendekatan terhadap replacement cost.

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perbedaan nilai replacement cost dengan nilai book value of
total assets tidak signifikan sehingga kedua variabel tersebut dapat saling
menggantikan.

Universitas Sumatera Utara

2. Total Assets vs Total Equity
Market-to-book-value hanya menggunakan faktor ekuitas (saham biasa
dan saham preferen) dalam pengukuran.

Penggunaan faktor ekuitas ini

menunjukkan bahwa market-to-book-ratio hanya memperhatikan satu tipe
investor saja, yaitu investor dalam bentuk saham, baik saham biasa maupun saham
preferen. Tobin’s Q memberikan wawasan yang lebih luas terhadap pengertian
investor.
Perusahaan sebagai entitas ekonomi, tidak hanya menggunakan ekuitas
dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun juga dari sumber lain seperti
hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu penilaian
yang dibutuhkan perusahaan tidak hanya dari investor ekuitas saja, tetapi juga dari
kreditor. Semakin besar pinjaman yang diberikan oleh kreditur, menunjukkan
bahwa semakin tinggi kepercayaan yang diberikan.

Hal ini menunjukkan

perusahaan memiliki nilai pasar yang lebih besar lagi. Dengan dasar tersebut,
Tobin’s Q menggunakan Market Value of Total Asset.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian empiris membuktikan bahwa yang mempengaruhi
nilai perusahaan berbeda-beda.

Perbedaan ini mungkin saja disebabkan oleh

beberapa faktor misalnya data yang digunakan, perbedaan tempat penelitian,
perbedaan periode pengamatan penelitian dan lainnya.
Bhabra (2007) menemukan bahwa nilai perusahaan sensitif terhadap
perbedaan dalam struktur perusahaan di seluruh pasar.

Studi empiris tentang

Universitas Sumatera Utara

dampak corporate governance dan leverage keuangan pada nilai perusahaan
adalah sebagai berikut:
1. Black (2001) mengumpulkan data dari Rusia dan menemukan bahwa
penerapan corporate governance suatu perusahaan dapat memiliki
pengaruh yang besar pada nilai pasarnya.
2. Mak dan Kusnadi (2005) mengumpulkan data dari Singapura dan
Malaysia, dan menemukan hubungan negatif antara ukuran dewan
direksi dan nilai perusahaan.
3. Sharma (2006) mengambil sampel perusahaan manufaktur India dan
menemukan hubungan positif antara nilai perusahaan dan leverage
keuangan.
4. Gill dan Mathur (2011a) mengambil sampel dari 91 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Kanada Toronto Stock Exchange (TSX)
untuk jangka waktu tiga tahun [2008-2010] dan menemukan bahwa
ukuran dewan direksi berdampak negatif terhadap nilai perusahaan,
dan dualitas CEO, ukuran perusahaan, dan tingkat pengembalian aset
berdampak positif perusahaan nilai.
5. Cheng dan Tzeng (2011) mengumpulkan data dari 645 perusahaan
yang terdaftar di Taiwan Securities Exchange (TSE) dari 2000-2009
dan menemukan hubungan positif antara leverage dan nilai
perusahaan.
6. Adeyemi dan Oboh (2011) mengambil ukuran sampel dari 90
perusahaan dari Nigeria dan menemukan bahwa nilai pasar perusahaan

Universitas Sumatera Utara

secara positif dipengaruhi oleh pilihannya atas struktur modal
(leverage keuangan).

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti

Black (2001)

Mak
Kusnadi
(2005)

Judul

Variabel Penelitian

Variabel Dependen :
Nilai Perusahaan
Menemukan
bahwa
perilaku
corporate
Does corporate governance
governance
suatu
matter: A crude test using
Variabel Independen : perusahaan
dapat
Russian data
Value
Ratio
dan berpengaruh besar pada
Corporate Governance nilai pasarnya.

Variabel Dependen :
Size really matters: Further Nilai Perusahaan
dan
evidence on the negative
relationship between board Variabel Independen :
Ukuran Dewan Direksi
size and firm value

Sharma (2006)

Menemukan
bahwa
adanya
hubungan
negatif antara ukuran
dewan direksi dengan
nilai perusahaan

Variabel Dependen :
Financial leverage and
Menemukan
bahwa
Nilai Perusahaan
firms' value: A study of
antara nilai perusahaan
capital structure of selected
dengan
financial
Variabel Independen :
manufacturing sector firms
leverage ada hubungan
Struktur Modal
positif
in India

Variabel Dependen :
Nilai Perusahaan
Gill
Marthur
(2011a)

Kesimpulan Peneliti

dan Board size, CEO duality,
Variabel Independen :
and the value of Canadian
Ukuran Dewan Direksi,
manufacturing firms
CEO duality, Ukuran
Perusahaan dan ROA

Menemukan
bahwa
Ukuran dewan direksi
berpengaruh
negatif
terhadap
nilai
perusahaan sedangkan
CEO duality, ukuran
perusahaan dan Return
on
Assets
(ROA)
berpengaruh
positif
terhadap
nilai
perusahaan

Cheng
dan The effect of leverage on Variabel Dependen : Menemukan
bahwa
Tzeng (2011)
firm value and how the Nilai Perusahaan
leverage
dan
nilai

Universitas Sumatera Utara

firm
financial
quality
perusahaan mempunyai
influence on this effect
Variabel Independen : hubungan positif
Leverage
Menemukan
bahwa
pasar
suatu
Variabel Dependen : nilai
Perceived
relationship Nilai Pasar Perusahaan perusahaan
secara
Adeyemi dan between corporate capital
positif
dapat
Oboh (2011)
structure and firm value in Variabel Independen : dipengaruhi
oleh
Nigeria
Financial Leverage
struktur
modal
(financial leverage)

Variabel Dependen :
Nilai Perusahaan
The Impact of Corporate
Gill
dan
Governance and Financial Variabel Independen :
Obradovich
Leverage on the Value of CEO Duality, Ukuran
(2012)
American Firms
Dewan Direksi, Komite
Audit,
Financial
Leverage

Menemukan
bahwa
ukuran dewan direksi
tidak
berpengaruh
terhadap
nilai
perusahaan sedangkan
CEO duality , komite
audit dan financial
leverage berpengaruh
positif terhadap nilai
perusahaan manufaktur
yang ada di Amerika.

2.3. Kerangka Konseptual
Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa baik corporate governance
maupun Financial leverage dalam kaitannya dengan nilai perusahaan akan
mempengaruhi secara positif.

Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga

sahamnya. Jika nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga
baik. Karena tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan
melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Gapensi,
1996 dalam Wahidahwati, 2002).
Dampak corporate governance berbeda dari negara ke negara karena
perbedaan struktur corporate governance akibat kondisi sosial, ekonomi, dan

Universitas Sumatera Utara

peraturan yang berbeda (Rouf, 2011). Corporate governance, dalam konteks
penelitian ini, didefinisikan sebagai seperangkat proses, kebiasaan, kebijakan,
hukum, dan lembaga-lembaga yang mempengaruhi cara perusahaan diarahkan dan
dikendalikan (Rouf, 2011).
Krisis ekonomi yang berlangsung telah membuktikan betapa lemahnya
penerapan GCG dalam praktek bisnis di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh
birokrasi yang korup, legislatif yang tidak aspiratif dan tanggap, tidak adanya
sistem kontrol timbal balik yang positif dan konstruktif (Achmad Santoso, 2001).
Berdasarkan pemikiran tersebut, GCG penting untuk dilaksanakan oleh
perusahaan di Indonesia, karena dalam praktek kegiatan usaha perseroan
seringkali timbul ketidakseimbangan hubungan antar organ perseroan, kurang
tanggapnya direksi dalam pengelolaan perusahaan, dan tidak efektifnya
pengelolaan aset-aset perusahaan, serta kurang berfungsinya direksi dalam
kegiatan usaha perseroan.
Menurut Keputusan Mentri Negara/ Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pembinaan BUMN, Nomor : Kep-23/M-PM. PBUMN/2000, yang dimaksud
dengan GCG adalah ”Prinsip korporasi yang sehat, yang perlu diterapkan dalam
pengelolaan perusahaan, yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga
kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan”.
Prinsip korporasi yang sehat adalah adanya keseimbangan hubungan antara organ
perusahaan, shareholders dan stakeholders.
Dewan direksi sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengurusan
perseroan mempunyai kewajiban untuk menerapkan prinsip-prinsip Good

Universitas Sumatera Utara

Corporate Governance dalam perseroan. Dalam menjalankan tugas-tugas
tersebut, direksi harus menjalankannya dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab.
Diyakini bahwa ukuran dewan direksi yang lebih besar berdampak negatif
terhadap nilai perusahaan. Rouf (2011 : 238) berpendapat bahwa ukuran dewan
direksi yang kecil umumnya diyakini meningkatkan nilai perusahaan karena
manfaat yang lebih besar oleh dewan direksi yang lebih besar dari peningkatan
pemantauan sebanding dengan komunikasi yang buruk dan pembuatan keputusan
dari kelompok yang lebih besar. Lipton dan Lorsch (1992) dan Jensen (1993)
juga menunjukkan bahwa semakin besar ukuran dewan direksi adalah kurang
efektif kaitannya dengan nilai perusahaan.
Telah diketahui bahwa keberadaan komite audit dalam penerapan good
corporate governance sangat penting yaitu untuk mengawasi ruang gerak para
dewan dalam menjalankan aktivitas perusahaannya agar tidak terjadi kecurangan,
misalkan saja dengan adanya manipulasi laba. Komite audit juga membantu
dalam masalah keagenan sehingga memperlancar arus informasi antara pemegang
saham dengan para manajer perusahaan.
Sama halnya dengan corporate governance, leverage keuangan memiliki
dampak yang berbeda pada nilai perusahaan dari negara yang satu ke negara yang
lainnya karena kurung pajak yang berbeda dan peraturan perpajakan dari negara
yang berbeda. Leverage ini mempengaruhi nilai perusahaan secara nyata, karena
semakin tinggi proporsi utang, maka akan semakin tinggi harga saham. Namun,
pada titik tertentu peningkatan utang akan menurunkan nilai perusahaan karena

Universitas Sumatera Utara

manfaat yang diperoleh dari penggunaan utang lebih kecil dari biaya yang
ditimbulkannya.
Dengan demikian kerangka konseptual penelitian ini yaitu pengaruh
corporate governance, dalam rinciannya ukuran dewan direksi dan proporsi
komite audit, dan financial leverage terhadap nilai perusahaan, dapat digambarkan
sebagai berikut:

Ukuran Dewan Direksi
(X1)

Proporsi Komite Audit

Nilai Perusahaan

(X2)

(Y)

Financial Leverage
(X3)
Gambar 2.1 Kerangka konseptual

2.3. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang kedudukannya belum sekuat dalil
serta masih dibuktikan kebenarannya. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah :
H1 : Ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap nilai perusahaan
H2 : Proporsi komite audit berpengaruh terhadap nilai perusahaan

Universitas Sumatera Utara

H3 : Financial leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan
H4 : Ukuran dewan direksi, proporsi komite audit dan financial leverage
berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Financial Leverage dan Kesehatan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

10 74 78

Pengaruh Corporate Governance dan Financial Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 2 78

Pengaruh Corporate Governance dan Financial Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

Pengaruh Corporate Governance dan Financial Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Corporate Governance dan Financial Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Pengaruh Corporate Governance dan Financial Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 4

Pengaruh Corporate Governance dan Financial Leverage Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 0 19

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 0 16

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) 2008-2011 - Perbanas Institutional Repository

0 0 19