Proses Etanolisis Minyak Sawit Dalam Sistem Deep Eutectic Solvent (DES) Berbasis Choline chloride-Gliserol

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biodiesel secara industri diproduksi dengan cara metanolisis dari minyak
nabati, minyak jelantah, minyak yang tidak bisa dimakan dan lemak hewan. Produksi
juga mungkin dilakukan dari alkohol lain, seperti etanol dan butanol. Metanol
biasanya dipilih dikarenakan rendahnya biaya dibanding etanol dan butanol, dan sifat
dari FAMEs (Fatty Acid Methyl Esters) yang didapatkan setelah transesterifikasi
mirip dengan diesel.
Salah satu bahan baku yang paling prospektif dalam produksi biodiosel
adalah bahan baku yang diperoleh dari minyak sawit. Ini disebabkan oleh
ketersediaan dari minyak sawit ini sangat banyak di indonesia, dari oktober 2013
sampai september 2014, produksi minyak sawit mencapai 30 juta ton, ekspor
mencapai 20,9 ton dan konsumsi domestik sebanyak 9,15 juta ton, dalam bentuk
oleokimia, minyak makan, dan biodiesel. Indonesia sebagai salah satu negara
penghasil minyak sawit terbesar di dunia memiliki potensi untuk mengembangkan
biodiesel berbasis minyak sawit dibandingkan bahan bakar fosil.
Biodiesel yang diproduksi dari metanol tidak sepenuhnya dapat diperbaharui
(renewable), dikarenakan metanol kebanyakan diproduksi dari sumber fosil,
termasuk gas alam, petroleum dan batu bara. Etanol adalah sumber yang dapat
diperbaharui dari biomassa, meskipun etanol lebih tidak beracun dibanding metanol,

etanol memiliki harga dua kali lipat lebih mahal. Sekarang, etanol diproduksi dari
fermentasi dan destilasi dari tebu dan sirup jagung. Ketika etanol digunakan untuk
transesterifikasi, produknya adalah FAEEs ( Fatty Acid Ethyl Esters) [1]
Etil ester yang dihasilkan memiliki kelebihan dibanding metil ester, yaitu
stabilitas oksidasi yang lebih tinggi, bilangan iodin yang lebih rendah, dan sifat
lubrisitas yang lebih baik, etil ester juga memiliki cloud point dan pour point yang
lebih rendah, yang dapat meningkatkan penghidupan mesin pada temperatur rendah,
dan sebuah atom karbon pada molekul etanol sedikit meningkatkan panas
pembakaran dan cetane number, penilitian yang dilakukan menunjukkan emisi yang

1
Universitas Sumatera Utara

dihasilkan oleh pembakaran, etil ester memiliki efek negatif yang lebih rendah
dibanding metil ester. [2]
Penggunaan etanol juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu etanol tidak
saling larut dengan trigliserida pada temperatur ruangan, sehingga reaksi biasanya
diaduk untuk meningkatkan transfer massa, dan pada reaksi etanolisis, emulsi
biasanya terbentuk. Pada metanolisis, emulsi dapat pecah dengan cepat dan mudah
membentuk gliserol pada lapisan bawah dan metil ester pada lapisan atas, sedangkan

pada etanolisis, emulsi tersebut lebih stabil, sehingga lebih sulit dalam memisahkan
dan memurnikan ester. Penambahan cosolvent dapat meningkatkan kelarutan etanol
dan minyak nabati pada temperatur rendah. Penggunaan solvent organik volatil
dalam produksi biodiesel menimbulkan masalah lingkungan dan keselamatan, oleh
karena itu, diperlukan pengembangan solvent alternatif untuk produksi biodiesel,
contohnya ionic liquid (IL) [3,4]
ILs sebagai solvent mempunyai kelemahan seperti beracun, kurang
biodegradable, mahal, sehingga tidak bisa diaplikasikan ke industri. Deep Eutectic
solvents (DESs) dikategorikan sebagai solvent yang murah dan alternatif dari ILs.
DESs mempunyai banyak persamaan dan sifat fisik dengan ILs, juga preparasi DESs
lebih simpel dibandingkan ILs konvensional. DES biasanya dibuat dari 2 atau tiga
komponen yang murah dan aman, yang mampu bergabung satu sama lain melalui
interaksi ikatan hidrogen untuk menghasilkan campuran eutectic [5,6]
Penilitian yang dilakukan oleh abbott, dkk, pada tahun 2007 telah
menujukkan bahwa ionic liquid berbasis deep eutectic solvent mampu memudahkan
ekstraksi gliserol dari biodiesel dengan kondisi terbaik perbandingan ChCl : Gliserol
sebesar 1 : 1 [7]
Sanchez, Dkk, tahun 2014 melaporkan transesterifikasi dari minyak bunga
matahari dengan etanol menggunakan sodium etoksida sebagai katalis, didapatkan
hasil bahwa dalam kondisi optimum, didapatkan biodiesel dengan kemurnian hampir

100% yang memenuhi kualitas standar internasional. [2]
Muppapeni, Dkk, pada tahun 2011 telah melaporkan etanolisis dari minyak
camelina, dalam kondisi super kritikal dan heksana sebagai cosolvent, didapatkan
kesimpulan bahwa cosolvent memegang peranan penting dalam menurunkan
parameter operasional yang penting dan memaksimalkan yield biodiesel [8]

2
Universitas Sumatera Utara

Gu, dkk., tahun 2015 melaporkan penggunaan DES berbasis choline
chloride/gliserol (1:2) menjadi co-solvent

dalam sintesis biodisel menggunakan

NaOH sebabagai katalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FAME dapat
diperoleh hingga yield 98 %. Selain itu, penggunaan DESs sebagai co-solvent dalam
sintesis biodiesel ini memiliki keunggulan, seperti meminimalkan jumlah
penggunaan pelarut volatil (metanol), mempercepat dan memudahkan pemurnian
biodiesel yang diperoleh [9].
Zhao, dkk., pada tahun 2013 melaporkan penggunaan DES berbasis choline

chloride/gliserol (1:2) dalam reaksi enzimatik sintesis biodiesel. Hasil penelitian
menunjukkan konversi trigliserida mencapai 88 % dalam waktu 24 jam [10]
Berdasarkan hasil – hasil penilitian diatas, maka dapat dilihat bahwa
penggunaan DES berbasis Choline Chloride : gliserol sebagai co-solvent pada
pembuatan biodiesel secara transesterifikasi mampu mendapatkan yield yang tinggi,
dan memudahkan pemisahan, namun belum ada penilitian yang mengkaji tentang
penggunaan DES berbasis choline chloride : gliserol sebagai cosolvent dalam
pembuatan biodiesel melalui reaksi etanolisis.. Maka, peneliti berminat untuk
mengetahui efek penambahan co-solvent dan dalam mensintesis biodiesel khususnya
dari minyak sawit.

1.2 Rumusan Masalah
Deep Eutectic Solvent (DES) merupakan campuran garam halida dengan
suatu donor ikatan hidrogen yang dapat berfungsi sebagai co-solvent dalam sintesis
biodiesel. Namun penggunaan DES berbasis choline chloride : gliserol sebagai cosolvent dalam pembuatan biodiesel melalui reaksi etanolisis belum dilaporkan. Oleh
karena itu, akan dikaji pengaruh penggunaan co-solvent choline chloride : gliserol
dalam sintesis biodiesel melalui reaksi etanolisis menggunakan bahan baku minyak
sawit

3

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penilitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menguji potensi dan keefektifan penggunaan DES berbasis choline
chloride : gliserol sebagai co-solvent dalam sintesis biodiesel melalui
reaksi etanolisis menggunakan bahan baku minyak sawit.
2. Menguji kualitas biodiesel yang dihasilkan dalam penelitian ini seperti,
kemurnian, viskositas, densitas, dan titik nyala.

1.4 Manfaat Penilitian
Mendapatkan informasi mengenai pengaruh penggunaan co-solvent choline
chloride : gliserol dalam sintesis biodiesel melalui reaksi etanolisis menggunakan
bahan baku minyak sawit

1.5 Ruang Lingkup
1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera utara, Medan.
2. Bahan baku yang digunakan adalah air, choline chloride (ChCl), Urea, kalium
hidroksida (KOH), etanol (C2H5OH) dan minyak sawit yang telah

didegumming (DPO)
3. Sintesis deep eutectic solvent (DES) dilakukan dengan kondisi reaksi:


Kecepatan pengadukan

= 300 rpm

[9]



Suhu

= 80 ˚C

[9]




Waktu

= 1 jam

[9]

4. Reaksi transesterifikasi untuk sintesis biodiesel dilakukan dengan kondisi :
a. Variabel tetap
• Kecepatan pengadukan

= 400 rpm

[11]

• Suhu

= 70 0C

[11]


• Waktu

= 90 menit

[11]

• Rasio molar etanol : minyak sawit

= 9:1

[11]

• Konsentrasi katalis KOH

= 1,2 %, wt

[12]

b. Variabel bebas
• Jumlah DES


= 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3, wt

4
Universitas Sumatera Utara

5. Analisis yang dilakukan adalah:
a. Analisis komposisi bahan baku minyak sawit dengan menggunakan
GCMS
b. Analisis kadar Free Fatty Acid (FFA) bahan baku minyak sawit dengan
menggunakan metoda tes AOCS Official Method Ca 5a-40
c. Analisis densitas dengan metode tes OECD 109
d. Analisis viskositas dengan metode tes ASTM D 445
e. Analisis komposisi biodiesel yang dihasilkan dengan menggunakan
GCMS
f. Analisis viskositas biodiesel yang dihasilkan dengan metode tes ASTM D
445
g. Analisis densitas biodiesel yang dihasilkan dengan metode tes OECD 109
h. Analisis titik nyala dengan metode tes ASTM D93
i. Analisis Fasa Etanol – minyak dengan metode “capillary bridge”

j. Analisis lapisan atas dan bawah hasil transeterifikasi dengan GCMS

5
Universitas Sumatera Utara