Pengaruh Waktu Pembleachingan CPO Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Perkembangan industri perkebunan kelapa sawit Indonesia mengalami pasang surut
selaras

dengan

irama

sejarah

perjuangan

bangsa.

Untuk

memperjelas


perkembangan, tanaman kelapa sawit dibagi menjadi 4 tahap.

2.1.1. Masa Sebelum Perang (1914-1942)
Keadaan industri perkebunan kelapa sawit pada masa sebelum perang ini
dapat dikatakan mengalami zaman keemasan. Di samping Indonesia merupakan
negara produsen pertama di dunia, juga mendominasi saham perdagangan dunia
sebanyak 44 %. Produksi kelapa sawit Indonesia pada waktu sebagian besar (90 %)
diproyeksikan untuk memenuhi permintaan ekspor. Daerah perkebunan kelapa
sawit Indonesia pada waktu itu terpusat di pulau Sumatra sedangkan di pulau Jawa
hanya sebagian kecil saja.

2.1.2. Masa Pendudukan Jepang hingga Masa Peralihan (1942-1957)
Periode ini merupakan masa yang paling suram bagi industri perkebunan
kelapa sawit Indonesia. Disamping luas lahan perkebunan menurun karena perang,
juga kondisi perawatan yang tidak baik, menyebabkan produktivitas kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara

turun secara drastis. Pada tahun 1957 jumlah perkebunan kelapa sawit hanya tinggal
45, dari jumlah 66 pada tahun 1939.


2.1.3. Masa Peralihan (1958-1968)
Pada masa penjajahan Belanda cukup banyak maskapai asing seperti
Inggris, Prancis dan Amerika yang menanamkan modalnya disektor perkebunan
kelapa sawit. Semenjak tahun 1958 mulai dilakukan pengambil alihan perkebunan
kelapa sawit dan perusahaan asing tersebut. Tercatat ada beberapa tahapan penting
dalam proses pengambil alihan ini yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengambil alihan perkebunan kelapa sawit dari Belanda dimulai tanggal 10
Desember 1957.
2. Pengambil alihan maskapai perkebunan kelapa sawit milik asing selain
Belanda, yakni Inggris, Prancis dan Amerika dilakukan tanggal 19
Desember 1947.
3. Reorganisasi perusahaan perkebunan milik pemerintah sendiri, misalnya
PNP/PTP.

2.1.4. Masa Orde Baru (Kurun Pelita I, II, dan III)
Upaya untuk meningkatkan pamor industri kelapa sawit Indonesia dimata
dunia tidak hanya dilakukan dengan cara penerapan teknologi modern dalam
bercocok tanam. Model usahatani yang merangkul petani untuk ikut berpartisipasi
dalam industri kelapa sawit mulai diterapkan. Penerapan sistem PIR-perkebunan


Universitas Sumatera Utara

kelapa sawit dimaksudkan selain untuk meningkatkan produksi minyak sawit
nasional juga untuk mengajak petani sebagai mitra usaha. Dalam sistem PIR
tersebut (dimulai tahun 1977) PNP/PTP bertindak sebagi intinya dan berperan
untuk mengembangkan perkebunan rakyat (sebagai plasma). Dengan sistem PIR
tersebut, petani yang dulu bertindak sebagai buruh perkebunan kini meningkat
statusnya menjadi mitra kerja perusahaan yang saling menguntungkan
(Syamsulbahri, 1996).

2.2. Tanaman Kelapa Sawit
2.2.1. Variasi Genetis
Kelapa sawit atau bahasa globalnya oil palm, bila diartikan secara harfiah
adalah golongan tanaman keras penghasil minyak nabati. Di dunia ini ada 3 spesies
golongan tanaman penghasil minyak nabati tersebut. Pertama, adalah Elaeis
guineensis Jacq., yang banyak ditanam di Indonesia; kedua, Elaeis oleifera atau
Elaeis melanocca dan yang ketiga Elaeis odora atau Bacella odora . Dari ketiga

spesies tersebut yang banyak ditanam adalah Elaeis guineensis Jacq. yang berasal

dari Afrika, sedangkan Elaeis oleifera berasal dari Amerika Selatan. Masingmasing spesies mempunyai karakter genetis berbeda. Karenanya, dalam program
pemuliaan tanaman upaya untuk menciptakan jenis-jenis unggul; maka karakter
tersebut harus dipahami selengkapnya. Dalam program pemuliaan tanaman kelapa
sawit, banyak permasalahan yang timbul terutama yang menyangkut daya gabung,
sempitnya keragaman genetis, peristiwa inbreeding, rendahnya resistensi,
kecepatan pertumbuhan batang meninggi dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Spesies Elaeis oleifera mempunyai 3 karakter penting yang sangat penting
untuk program pemuliaan tanaman, yaitu pertumbuhan batang meninggi lambat,
resisten terhadap hama dan penyakit serta mutu minyak sawitnya baik. Komposisi
minyaknya mengandung kolesterol redah sehingga penggunaannya bagi diet sangat
baik. Di samping sudah terkoleksinya jenis-jenis kelapa sawit tersebut, pelacakan
jenis-jenis liar yang masih tumbuh di hutan belukar sangat penting dilakukan guna
mencari lebih banyak sumber genetis sebagai bahan baku pemuliaan tanaman
(Syamsulbahri, 1996).

2.2.2. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit termasuk tumbuhan monokotil. Bagian tanaman kelapa

sawit yang penting terdiri atas akar, batang dan daun.
1. Akar
Biji kelapa sawit berkeping tunggal, sehingga akarnya adalah serabut.
Perakarannya sangat kuat. Akar yang tua tetap kuat dan tetap utuh tidak membusuk
sekalipun telah mati. Sistem penyebaran akar tersebut terkonsentrasi pada tanah
lapisan atas. Karena sistem perakarannya yang kuat tadi maka jarang ditemukan
tanaman yang roboh atau tumbang (Syamsulbahri, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Akar Kelapa Sawit

2. Batang
Batang pada kelapa sawit memiliki ciri yaitu tidak memiliki kambium dan
umumnya tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah pafe muda terjadi
pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internoida (Sunarko,
2007).

Gambar 2.2. Batang Kelapa Sawit


Universitas Sumatera Utara

3. Daun
Daun merupakan pusat produksi energi dan bahan makanan bagi tanaman.
Bentuk daun, jumlah daun dan susunannya sangat berpengaruh terhadap tangkap
sinar matahari (Vidanarko, 2011).

Gambar 2.3. Daun Kelapa Sawit

4. Bunga
Tanaman kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur sekitar 12-14 bulan.
Bunga tanaman kelapa sawit termasuk monocious yang berarti bunga jantan dan
betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Tanaman
kelapa sawit dapat menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri karena memiliki
daun jantan dan betina. Biasanya bunganya muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak
daun hanya menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Biasanya, beberapa
bakal infloresen melakukan gugur pada fase-fase awal perkembangannya sehingga
pada individu tanaman terlihat beberapa ketiak daun tidak menghasilkan infloresen.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4. Bunga Kelapa Sawit

5. Biji
Setiap jenis kelapa sawit biasanya memiliki ukuran dan bobot biji yang
berbeda. Jenis biji dura panjangnya sekitar 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4
gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram
per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji. Biji kelapa
sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya
dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50 %. Agar
perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih
tinggi, biji kelapa sawit memerlukan treatment.

6. Buah sawit
Buah kelapa sawit termasuk buah batu dengan ciri yang terdiri atas tiga
bagian, yaitu bagian luar (epicarpium) disebut kulit luar, lapisan tengah
(mesocarpium) atau disebut daging buah, mengandung minyak kelapa sawit yang

Universitas Sumatera Utara


disebut Crude Palm Oil (CPO), dan lapisan dalam (endocarpium) disebut inti,
mengandung minyak inti yang disebut PKO atau Palm Kernel Oil.
Proses pembentukan buah sejak pada saat penyerbukan sampai buah matang
kurang lebih 6 bulan. Dalam 1 tandan terdapat lebih dari 2000 buah (Risza, 1994).

Gambar 2.5. Buah Kelapa Sawit

2.2.3. Panen Tanaman Kelapa Sawit
Panen buah kelapa sawit tidak boleh dilakukan secara sembarangan, namun
mempunyai metode panen yang tertentu. Untuk itu maka sistem panen yang
memenuhi standar harus ditentukan.
Penentuan sistem panen kelapa sawit pada dasarnya bertujuan untuk
mendapatkan jumlah minyak (rendemen) yang tinggi serta dengan mutu minyak
baik atas pertimbangan kandungan ALB (FFA). Tujuan tersebut akan tercapai
apabila dalam panen tersebut mengindahkan beberapa ketentuan antara lain kriteria
matang

panen,

rotasi


panen,

pengumpulan

brondolan

dan

sebagainya

(Syamsulbahri, 1996).

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Kriteria Matang Panen
Kriteria kematangan optimal ditentukan pada saat kandungan minyak
maksimal sedangkan kandungan asam lemak bebas (ALB) dalam kondisi minimal.
Pada saat ini kriteria umum yang digunakan adalah 2 brondolan untuk 1 kg tandan
buah segar (TBS) untuk tanaman dewasa yang sudah berumur lebih dari 6 tahun.

Sedangkan untuk tanaman muda (3-5 tahun) adalah 1 kg brondolan untuk 1 kg
tandan buah segar. Dengan kriteria demikian maka akan diperoleh TBS yang
kematangan paling optimal, yaitu 2 dan 3 dengan rendemen minyak 22,2 %.
Untuk memperoleh mutu panen yang baik maka selain perlu memperhatikan
derajat kematangan buah karena kematangan berkaitan dengan rendemen minyak
juga kandungan ALB (Syamsulbahri,1996).

2.3. Minyak Kelapa Sawit
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu
senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam
lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linoleat. Minyak
sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoid (terutama β-karoten)
berkonsistensi

setengah

padat

pada


suhu

kamar

(http://rismananwar.blogspot.co.id).

Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Asam Lemak Bebas (ALB)
Asam lemak bebas adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisis lemak.
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi dalam minyak sawit sangat merugikan.
Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun, untuk
itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam
minyak sawit.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai
tandan diolah dipabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada
minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini
akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman dan katalis.
Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang
terbentuk.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang
relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
3. Pemupukan buah sawit yang terlalu lama
4. Proses hidrolisa selama proses dipabrik
Setelah mengetahui faktor-faktor penyebabnya, maka tindakan pencegahan dan
pemucatannya lebih mudah dilakukan.
Pemanenan yang tepat waktu merupakan salah satu untuk menekan kadar
ALB sekaligus menaikkan kadar rendemen minyak. Agar ALB minimum,
transportasi buah panen harus dilakukan segera mungkin. Selain itu juga perlu

Universitas Sumatera Utara

dijamin bahwa hanya buah yang cukup matang yang dipanen. Kandungan ALB
buah sawit yang dipanen biasanya kurang dari 0,3 %. Peningkatan ALB terjadi
karena kerusakan buah selama proses panen sampai tiba diketel perebusan.
Pemetikan buah disaat belum matang (saat proses biokimia dalam buah
belum sempurna) menghasilkan gliserida sehingga mengakibatkan terbentuknya
ALB dalam minyak sawit. Sedangkan, pemetikan setelah batas tepat panen yang
ditandai dengan buah yang berjatuhan dan menyebabkan pelukaan pada buah
lainnya, akan menstimulir penguraian enzimatis pada buah sehingga menghasilkan
ALB dan akhirnya terikut dalam buah sawit yang masih utuh sehingga kadar ALB
meningkat. Untuk itulah pemanenan tandan buah segar harus dikaitkan dengan
kriteria matang panen sehingga menghasilkan minyak sawit.
Dikaitkan dengan pencegahan kerusakan buah sawit dalam jumlah banyak
telah dikembangkan beberapa metode pemungutan dan pengangkutan TBS. Sistem
yang cukup efektif adalah dengan memasukkan TBS secara langsung kedalam
keranjang buah. Dengan cara tersebut akan lebih mengefesiensikan waktu yang
digunakan untuk pembongkaran, pemuatan, pemupukan buah sawit yang terlalu
lama. Dengan demikian, pembentukan ALB selama pemetikan, pengumpulan,
penimbunan, dan pengangkutan buah dapat dikurangi.
Peningkatan kadar ALB juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik.
Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan
berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu
merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi, proses
pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak

Universitas Sumatera Utara

diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi tertentu bukan membantu
proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu setelah akhir
proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan suhu 90°C.
Sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan untuk ALB ditetapkan sebesar
5% (http://rismananwar.blogspot.co.id).
Tabel 2.1. Jenis-Jenis Asam Lemak Bebas
Sumber Minyak

Asam Lemak Terbanyak

Bobot Molekul

Kelapa sawit

Palmitat

256

Kelapa, inti sawit

Laurat

200

Susu

Oleat

282

Jagung, kedelai

Linoleat

278

Sumber : Ramdja dkk, 2010

2.3.2. Sifat Kimia Minyak dan Lemak
Produk utama yang diperoleh dari tanaman kelapa sawit adalah minyak
sawit yang dikenal dengan CPO (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit yang
dikenal dengan PKO (Palm Kernel Oil) yang tergolong dalam lipida. Lipida adalah
suatu kelompok senyawa heterogen yang berhubungan dengan asam lemak. Reaksi
yang penting pada minyak adalah reaksi hidrolisa. Didalam reaksi hidrolisa minyak
atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini
akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavour dan bau
tengik pada minyak tersebut (http://rismananwar.blogspot.co.id).

Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Standar Mutu Minyak Sawit
Minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai
industri, baik pangan maupun non-pangan, banyak menggunakan sebagai bahan
baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit tersebut, maka mutu dan
kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai komoditas
ini.
Industri pangan maupun non-pangan selalu mengkehendaki minyak sawit
dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit dalam keadaan segar, asli, murni, dan
tidak tercampur bahan tambahan seperti kotoran, air, dan logam-logam (dari alat
yang digunakan selama pemrosesan), dan lain-lain. Dengan adanya bahan-bahan
yang tidak semestinya terikut dalam minyak kelapa sawit ini akan dapat
menurunkan mutu dan harga jualnya (http://rismananwar.blogspot.co.id).

2.4. Titrasi Alkalimetri
Alkalimetri merupakan cara penetralan jumlah basa terlarut atau konsentrasi
larutan basa melalui titrimetri. Metode alkalimetri merupakan reaksi penetralan
asam dengan basa. Titrasi asam-basa menetapkan beraneka ragam zat yang bersifat
asam dengan basa, baik organik maupun anorganik. Banyak contoh dalam
analitiknya dapat diubah secara kimia menjadi asam atau basa dan kemudian
ditetapkan dengan titrasi (Underwood, 2002).
Indikator asam-basa adalah zat yang dapat berubah warnanya apabila pH
lingkungannya berubah. Misalnya biru brom timol (BB) dalam larutan asam
berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa berwarna biru. Warna dalam

Universitas Sumatera Utara

keadaan asam dinamakan warna asam dan indikator (kuning untuk BB) sedangkan
warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa. Setiap indikator asam-basa
mempunyai trayeknya sendiri, demikian warna asam besarnya (Vogel, 1994).

Universitas Sumatera Utara