Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

(1)

PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) MINYAK

KELAPA SAWIT (CPO) DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA

IV (Persero) UNIT USAHA ADOLINA

TUGAS AKHIR

OLEH:

FATMAILANI RITONGA

NIM 112410058

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina”. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya pada program studi Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Perbaungan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Sabaruddin Ritonga dan Ibunda Mega Wati Harahap yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil serta doa dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa selama penyusunan Tugas Akhir banyak memperoleh dukungan, nasehat dan bimbingan. Sehingga pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang sebesar-besarnya secara khusus kepada:

1. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma-III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill, Apt., sebagai Dosen pembimbing yang telah mengarahkan dan membimbing Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Ibu Herlina Pasaribu, S.T., selaku Kepala Laboratorium Pabrik Kelapa Sawit Adolina yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis.

5. Adik penulis, Mila Nutiani Ritonga yang super sekali yang selalu memberikan semangat dalam penulisan tugas akhir ini.

6. Teman sekelompok penulis dalam Praktek Kerja Lapangan, Azroi, Dicky yang memberikan dukungan dan membantu dalam penulisan tugas akhir ini.

7. Sahabat-sahabat yang luar biasa di Analis Farmasi 2011 Dicky, Desi, Sestina, Tina, Ervina, Mariani serta seluruh teman seangkatan penulis di Analis Farmasi 2011.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih memiliki kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendukung. Penulis juga berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi pembaca.

Medan, Mei 2014 Penulis,

Fatmailani Ritonga NIM 1124100


(5)

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

Abstrak

Telah dilakukan penentuan kadar asam lemak bebas (ALB) dari minyak sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Sampel diambil dari hasil produksi minyak kelapa sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit dilakukan dengan metode titrasi alkalimetri sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di Laboratorium PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan masing-masing sampel menunjukkan menunjukkan bahwa minyak kelapa sawit (CPO) yang diperiksa mengandung kadar asam lemak bebas berturut-turut , %, , % dan , %, dengan kadar rata-rata , %. CPO yang dihasilkan masih memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan menurut pabrik kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina dan SNI Nomor 01-2901-2006 yaitu < 5,00%.


(6)

Determination Free Fatty Acid (FFA) Palm Oil (CPO) Plantation In PT Nusantara IV (Persero) Business Unit Adolina

  Abstract

Have made determination of free fatty acids (FFA) of palm oil (CPO) in the PTPN IV PT (Persero) Adolina Business Unit. Samples were taken from the production of palm oil (CPO) in the PTPN IV PT (Persero) Adolina Business Unit. Determination of free fatty acid levels in oil palm alkalimetri done by titration method in accordance with the procedures and tools used in the laboratory PTPN IV PT (Persero) Adolina Business Unit. The results of the examination of each sample showed that palm oil (CPO) that examined contain high levels of free fatty acids respectively 3,82%, 3,70% and 3,77%, with an average level of 3,76%. CPO produced still meet the quality requirements established by the palm oil mill PTPN IV PT (Persero) Business Unit Adolina and SNI No. 01-2901-2006 is <5.00%.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1Kelapa Sawit ... 3

2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit ... 3

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit ... 5

2.1.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit ... 5

2.1.3.1 Bagian vegetatif ... 6

2.1.3.2 Bagian generatif.. ... 7

2.1.4 Varietas Tanaman Kelapa Sawit ... 8

2.2 Pengolaan Tandan Buah Segar menjadi CPO ... 11

2.3 Minyak Kelapa Sawit (CPO) ... 14

2.3.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit ... 15


(8)

2.5 Asam Lemak Bebas (ALB) ... 17

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kenaikan ALB ... 19

BAB III METODE PENGUJIAN ... 22

3.1 Alat ... 22

3.2 Bahan ... 22

3.3 Prosedur ... 22

3.3.1 Pembuatan Reagensia ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Hasil ... 24

4.2 Pembahasan ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26


(9)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit……….. 14 Tabel 2.2 Standar Mutu Minyak Sawit……… 16 Tabel 2.3 Norma/ Ketetapan Mutu Pabrik Kelapa Sawit Adolina……….. 17 Tabel 2.4 Syarat Mutu (CPO) SNI 01-2901-2006 ………. 17 Tabel 2.5 Tingkat Kematangan Buah ………. 19 Tabel 4.1 Data Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit ………. 22


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Data Kadar ALB Minyak Sawit (CPO)……….. 26


(11)

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina

Abstrak

Telah dilakukan penentuan kadar asam lemak bebas (ALB) dari minyak sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Sampel diambil dari hasil produksi minyak kelapa sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit dilakukan dengan metode titrasi alkalimetri sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di Laboratorium PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan masing-masing sampel menunjukkan menunjukkan bahwa minyak kelapa sawit (CPO) yang diperiksa mengandung kadar asam lemak bebas berturut-turut , %, , % dan , %, dengan kadar rata-rata , %. CPO yang dihasilkan masih memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan menurut pabrik kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina dan SNI Nomor 01-2901-2006 yaitu < 5,00%.


(12)

Determination Free Fatty Acid (FFA) Palm Oil (CPO) Plantation In PT Nusantara IV (Persero) Business Unit Adolina

  Abstract

Have made determination of free fatty acids (FFA) of palm oil (CPO) in the PTPN IV PT (Persero) Adolina Business Unit. Samples were taken from the production of palm oil (CPO) in the PTPN IV PT (Persero) Adolina Business Unit. Determination of free fatty acid levels in oil palm alkalimetri done by titration method in accordance with the procedures and tools used in the laboratory PTPN IV PT (Persero) Adolina Business Unit. The results of the examination of each sample showed that palm oil (CPO) that examined contain high levels of free fatty acids respectively 3,82%, 3,70% and 3,77%, with an average level of 3,76%. CPO produced still meet the quality requirements established by the palm oil mill PTPN IV PT (Persero) Business Unit Adolina and SNI No. 01-2901-2006 is <5.00%.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah minyak kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jack). Kelapa sawit mampu menggantikan peran kelapa (Cocos nucifera) sebagai sumber bahan baku/ mentah bagi industri pangan maupun nonpangan di dalam negeri. Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging buah (mesokarp) berwarna merah, yang dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar atau crude palm oil (CPO). Sedangkan minyak yang kedua berasal dari inti kelapa sawit atau palm kernel oil (PKO) (Tim Penulis PS, 1997).

Salah satu standar mutu untuk minyak adalah asam lemak bebas. Asam lemak bebas dengan konsentrasi tinggi dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun sehingga mutu minyak menjadi menurun. Apabila kadar asam lemak bebas pada CPO meningkat melebihi standar mutu yang telah ditetapkan maka CPO tersebut memerlukan pengolahan lanjutan guna menurunkan kadar asam lemak bebasnya. Hal ini menyebabkan kerugian pada perusahaan penghasil CPO (Suyatno, 1994).

Kenaikan kadar asam lemak bebas ditentukan mulai dari saat tandan buah sawit di panen sampai tandan diolah di pabrik. Pemanenan kelapa sawit terutama didasarkan pada saat kadar minyak pada daging buah (mesokarp) mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum pada saat buah mencapai tingkat kematangan tertentu. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi


(14)

kandungan asam lemak bebas minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung asam lemak bebas dalam persentase tinggi begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu untuk memperoleh minyak sawit dengan kadar asam lemak bebas yang optimal maka harus diperhatikan pemanenan kelapa sawit sampai proses pengolahannya. Sehingga menghasilkan minyak sawit yang berkualitas baik dan layak untuk dipasarkan dan sesuai dengan standart mutu yang telah ditetapkan. Pentingnya hal tersebut membuat penulis mengangkat judul tugas akhir “Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Kelapa Sawit (CPO) di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero)Unit Usaha Adolina”.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui apakah kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada minyak kelapa sawit (CPO) sesuai dengan norma yang telah ditetapkan pada standar mutu di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina dan memenuhi syarat SNI Nomor 01-2901-2006.

1.3 Manfaat

Agar mengetahui bahwa kadar Asam Lemak Bebas (ALB) minyak kelapa sawit (CPO) sesuai dengan syarat mutu yang ditetapkan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina dan SNI Nomor 01-2901-2006, sehingga diperoleh mutu yang diharapkan untuk meningkatkan kualitas CPO.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit

2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan, yakni Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di Hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu hanya ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Réunion atau Mauritius dan Hortus Botanicus Amsterdam yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Fauzi, 2002).

Tanaman kelapa sawit mulai dibudidayakan secara komersial dan menjadi tanaman usaha perkebunan pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dirintis oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Ia membangun perkebunan kelapa sawit pertama dalam skala besar di daerah Sungai Liput (Pantai Timur Aceh) dan daerah Pulu Raja (Asahan). Pembudidayaan kelapa sawit selanjutnya dilakukan oleh Karl Valentine Theodore Schdat berkebangsaan Jerman. Luas areal perkebunan kelapa sawit pertama sudah mencapai 3.250 ha (Fauzi, 2002).

Selanjutnya pada masa Pemerintah Kolonial Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan pesat karena Pemerintah Belanda menaruh perhatian besar terhadap sektor perkebunan sawit. Areal perkebunan kelapa sawit


(16)

diperluas hingga 31.645 ha pada tahun 1925 dan 92.307 ha pada tahun 1938. Pemerintah Belanda mulai melakukan berbagai program intensifikasi pertanian guna menunjang hasil perkebunan. Pembentukan kebun-kebun afdeling dilakukan agar manajemen perkebunan menjadi lebih terarah. Pada masa pendudukan Jepang, perkembangan perkebunan kelapa sawit mengalami penurunan. Lahan perkebunan mengalami penyusutan hingga 16% (Fauzi, 2002).

Setelah Indonesia mengalami kemerdekaan tahun 1945 dan bebas dari pendudukan Belanda maupun Jepang yang meninggalkan Indonesia, pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh perkebunan kelapa sawit dengan alasan politik dan keamanan. Pada masa ini pemerintah membentuk suatu wadah kerja sama antara kaum buruh dan militer yang disebut BUMIL (Buruh Militer) (Fauzi, 2002).

Memasuki masa Orde Baru, pengembangan dan pembangunan perkebunan diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan sebagai sumber devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan perkebunan baru guna menunjang hasil produksi. Pemerintah melaksanakan program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) sebagai wujud kepedulian terhadap sector perkebunan. Kebijakan tersebut disusul dengan adanya program PIR-Transmigrasi tahun 1986. Inilah cikal bakal terbentuknya PT Perkebunan Nusantara sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkebunan. Terbentuknya PT Perkebunan didasarkan pada UU No. 86 tahun 1958 dimana seluruh perusahan swasta maupun asing di Indonesia diambil alih oleh pemerintah dan diubah statusnya menjadi BUMN (Mangoensoekarjo, 2003).


(17)

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit memiliki klasifikasi berdasarkan tingkatan taksonomi secara botani sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Arecales

Famili : Palmae (Arecaceae) Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq (Soehardjo, 1999). 2.1.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun. Sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan yaitu bunga dan buah (Tim Penulis PS, 1997).

2.1.3.1 Bagian vegetatif a. Akar

Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Akar kelapa sawit akan tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan akar kuarterner. Akar yang pertama muncul dari biji yang telah berkecambah adalah radikula yang panjangnya 15 cm. Dari radikula akan tumbuh akar lain yang


(18)

berfungsi mengambil air dan hara. Selanjutnya akan tumbuh akar primer yang keluar dari bagian bawah batang dengan arah 45o dari permukaan tanah. Dari akar primer akan tumbuh akar sekunder dengan arah horizontal. Selanjutnya akan tumbuh akar-akar tertier dan kuarterner yang berada dekat dengan permukaan tanah. Akar tertier dan kuarterner adalah akar yang paling aktif dalam mengambil air dan hara (Soehardjo, 1999).

b. Batang

Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, maka batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang kelapa sawit tumbuh lurus ke atas, diameternya dapat mencapai 40-60 cm. Pada tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tumbuh rapat mengelilinginya. Pertumbuhan meninggi batang baru jelas terlihat sesudah tanaman berumur 4 tahun. Rata-rata pertumbuhan tinggi batang adalah 25-40 cm per tahun. Namun demikian, hal ini tergantung selain pada jenis, kesuburan lahan serta iklim setempat. Bagian dalam batang merupakan serabut, yang dilengkapi jaringan pembuluh sebagai penguat batang dan untuk menyalurkan hara. Fungsi batang adalah sebagai peyangga serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan (Soehardjo, 1999).

c. Daun

Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah bersirip genap dan bertulang sejajar. Panjang pelepah dapat mencapai 9 meter, jumlah anak daun tiap pelepah dapat mencapai 380 helai. Panjang anak daun dapat mencapai 120 cm. Pelepah daun sejak mulai berbentuk sampai tua mencapai waktu lebih kurang 7 tahun.


(19)

Jumlah pelepah dalam 1 pohon dapat mencapai 60 pelepah. Luas permukaan daun tanaman dewasa dapat mencapai 15 cm. Daun kelapa sawit berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis dan alat resfirasi (Suyatno, 1994). 2.1.3.2 Bagian Generatif

a. Bunga

Tanaman kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur 12-14 bulan. Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu, artinya pada satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga terdiri dari batang poros dan cabang-cabang meruncing yang disebut spiklet. Jumlah bunga pada tiap spiklet bunga jantan lebih banyak, yaitu sekitar 700-1200 buah. Sedangkan pada bunga betina hanya sekitar 5-30 buah (Tim Penulis PS, 1997).

b. Buah

Warna buah kelapa sawit tergantung pada varietas dan umurnya. Buah yang masih muda berwarna hijau pucat kemudian berubah menjadi hijau hitam. Semakin tua warna buah menjadi kuning muda dan pada waktu buah sudah masak berwarna merah kuning (jingga). Mulai dari penyerbukan hingga menjadi buah matang diperlukan waktu kurang lebih 5-6 bulan. Tanaman kelapa sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan kira-kira 20-22 tandan/ tahun dan semakin tua produktivitasnya semakin menurun menjadi 12-14 tandan/ tahun (Mangoensoekarjo, 2003).


(20)

1. Eksokarp atau kulit luar yang keras dan licin

Ketika buah masih muda, warnanya hitam atau ungu tua atau hijau. Semakin tua, warnanya berubah menjadi orange merah atau kuning orange.

2. Mesokarp atau Sabut

Diantara jaringan-jaringanya ada sel pengisi seperti spons atau karet busa yang sangat banyak mengandung minyak (CPO), jika buah sudah masak.

3. Endokarp atau Tempurung

Ketika buah masih muda endokarp memiliki tekstur lunak dan berwarna putih. Ketika buah sudah tua, endokarp berubah menjadi keras dan berwarna hitam. Ketebalan endokarp tergantung pada varietasnya. Contoh varietas dura memiliki endokarp sangat tebal, sedangkan varietas pisifera sangat tipis, bahkan tanpa endokarp.

4. Kernel atau Biji atau Inti

Inti dapat disamakan dengan daging buah dalam kelapa sayur, tetapi bentuknya padat dan tidak berisi air buah. Kernel mengandung minyak (PKO) sebesar 3% dari berat tandan, berwarna jernih dan bermutu sangat tinggi (Mangoensoekarjo, 2003).

2.1.4 Varietas Tanaman Kelapa Sawit

Ada beberapa varietas kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas- varietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya.


(21)

a. Pembagian Varietas Berdasarkan Tebal Tempurung dan Daging Buah

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit dibedakan atas lima varietas (Suyatno, 1994):

1. Dura

Varietas ini memiliki ciri tempurung yang tebal berkisar 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran serabut di bagian luar tempurung. Daging buah tipis dengan persentase daging buah 35 - 50% terhadap buah. Memiliki kernel (inti buah) yang besar dengan kandungan minyak rendah.

2. Pisifera

Kelapa sawit varietas ini memiliki ciri-ciri tempurung yang tipis dengan daging buah yang tebal, serta inti buah (kernel) yang kecil. Varietas ini tidak dapat diperbanyak tanpa dilakukan persilangan dengan jenis lain karena memiliki bunga betina yang steril (gugur pada fase dini). Karenanya varietas ini dipakai sebagai induk jantan dalam persilangan.

3. Tenera

Varietas ini diperoleh dari hasil persilangan antara varietas Dura dan Pisifera sehingga memiliki sifat-sifat dan ciri seperti induknya. Tenera memiliki tempurung yang tipis berkisar 0,5 - 4 mm dan terdapat lingkaran serabut di luar tempurung. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, yakni 60 - 96%. Tandan buah yang dihasilkan lebih banyak namun ukurannya relatif kecil.

4. Macro Carya

Varietas ini memiliki ciri-ciri tempurung biji yang tebal, sekitar 5 mm. Daging buah varietas Macro carya pun relatif tipis.


(22)

5. Diwikka-wakka

Varietas ini memiliki ciri khas adanya dua lapisan daging buah. Jenis ini juga dibedakan atas tiga, yaitu: diwikka-wakkadura, diwikka-wakkapisifera, dan wakkatenera. Namun, dua varietas wakkapisifera dan diwikka-wakkatenera jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia.

b. Pembagian Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah

Berdasarkan warna kulit buah, kelapa sawit dibedakan atas tiga varietas (Suyatno, 1994):

1. Nigrescens

Kelapa sawit varietas ini memiliki ciri-ciri kulit buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda (mentah) dan akan berubah menjadi warna jingga kehitam-hitaman pada waktu tua (matang). Varietas ini banyak ditanam di lahan-lahan perkebunan.

2. Virescens

Pada waktu muda/ mentah, kulit buah kelapa sawit varietas ini berwarna hijau, sedangkan ketika mencapai masa matang akan berubah menjadi jingga kemerahan dengan bagian ujung kulit buah tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai di lapangan.

3. Albescens

Sebagai varietas terakhir, kelapa sawit ini memiliki warna kulit keputih-putihan pada waktu muda. Pada waktu matang/ tua akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini juga jarang dijumpai.


(23)

2.2 Pengolahan Tandan Buah Segar menjadi CPO

Hasil panen yang diterima di pabrik adalah berupa tandan buah segar (TBS). Tandan tersebut dikatakan masih segar apabila tiba di pabrik dan selesai diolah dalam jangka waktu 24 jam. Pada umumnya TBS terdiri atas tandan buah yang sebagian buahnya telah memberondol atau lepas dari tandannya. Pemberondolan terjadi sewaktu tandan masih di pohon. Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan dari TPH (tempat pengumpulan hasil) ke pabrik sampai dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil sampingnya (Mangoensoekarjo, 2003).

Adapun tahapan proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO adalah sebagai berikut:

1. Tahap Penerimaan Buah

Pada tahap penerimaan buah, tahap pertama TBS (tandan buah segar) ditimbang di jembatan timbang. Penimbangan di lakukan dua kali untuk setiap pengangkutan TBS yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar (berat truk). Dari selisih timbangan saat truk masuk dan keluar, di peroleh berat bersih TBS yang masuk ke pabrik. Misal :

- Berat truk + TBS = 5 ton - Berat truk kosong = 1 ton


(24)

Kemudian setelah dilakukan penimbangan, TBS (Tandan Buah Segar) selanjutnya dibongkar dengan menuang langsung dari truk ke Loading ramp. Di pintu loading ramp, buah disortir berdasarkan fraksi kematangannya. Penyortasian dilakukan berdasarkan kriteria kematangan buah, hal ini bertujuan pada penentuan rendemen minyak. Loading ramp terdiri dari 15 pintu dengan sistem hidrolik. Buah yang telah matang dimasukkan ke dalam lori melalui loading ramp untuk selanjutnya dibawa ke stasiun perebusan. Tiap lori berkapasitas 2,3-2,5 ton (Waluyo, 2000).

2. Tahap Perebusan

Proses rebusan dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah berondolan lepas dari tandan pada waktu proses penebahan di thresher dan menghentikan proses peningkatan asam lemak bebas (ALB) karena aktivitas enzim lipase dan oksidase yang berperan sebagai katalisator. Untuk menurunkan kadar air serta membantu proses pelepasan inti dari cangkang (Waluyo, 2000).

Rebusan berupa bejana silindris mendatar dengan pintu pada kedua ujungnya yang biasanya dikenal dengan istilah sterilizer. Lori-lori yang telah berisi TBS ditarik dengan capstand untuk dimasukkan ke dalam sterilizer. Tiap sterilizer mampu memuat 9-10 lori. Perebusan dilakukan dengan menggunakan steam bertekanan 2,8-3,0 kg/ cm2, temperatur 135-140oC selama 80-90 menit dengan siklus perebusan selama 90-100 menit (Bagian Pengolahan, 2009).

3. Tahap Pemipilan

Tandan buah segar (TBS) serta lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan kealat pemipil (thresher) dengan bantuan hoisting


(25)

crane. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim kebagian digesting dan pressing. Sementara tandan kosong yang keluar dari bagian bawah pemipil ditampung oleh elevator, kemudian hasil tersebut dikirim ke hopper janjangan kosong (Bagian Pengolahan, 2009).

4. Tahap Pelumatan dan Ekstraksi Minyak

Brondolan yang telah terpipil dari tahap pemipilan diangkut ke bagian pengadukan/ pelumatan (digester). Fungsi dari tahap pelumatan (digester) adalah untuk melumatkan daging buah, memisahkan daging buah dengan biji, melepaskan sel minyak dan mengempa (pressing) untuk memisahkan minyak kasar dari ampas.

Brondolan yang telah mengalami pelumatan (digester) akan keluar melalui bagian bawah digester berupa bubur. Hasil pelumatan tersebut langsung masuk kealat pengempaan yang persis dibagian bawah digester.

5. Tahap Pemurnian (Klarifikasi Minyak)

Minyak dari hasil pengempaan dialirkan (masuk) kedalam tangki pemisah/ Continous Settling Tank (CST) untuk memisahkan minyak dari lumpur dengan cara pengendapan lalu menuju tangki lumpur/ Sludge Tank yang menampung lumpur yang keluar dari tangki pemisah. Kemudian masuk kedalam tangki masakan/ Oil Tank untuk memanaskan dan memisahkan minyak dari benda padatan yang melayang agar pemisahan minyak di Oil Purifier berlangsung baik.


(26)

Selanjutnya menuju saringan berputar/ Brush Strainer untuk memisahkan serabut-serabut dari sludge. Lalu menuju Sludge Separator untuk memisahkan/ mengambil minyak yang masih terkandung dalam sludge.

Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Di pabrik kelapa sawit, sludge diolah untuk dikutip kembali pada minyak yang masih terkandung didalamnya, lalu dialirkan kembali ke Continous Settling Tank (CST) lalu dikirim ke oil tank. Dari oil tank minyak dimurnikan kembali melalui oil purifier, setelah itu dikirim ke vacuum drier untuk mengurangi kadar air minyak yang keluar dari oil purifeier sehingga kandungan air memenuhi standar (Bagian Pengolahan, 2009).

2.3 Minyak Kelapa Sawit (CPO)

Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Minyak kelapa sawit seperti umumnya

minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air. Minyak

sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena mengandung karotenoida, berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar (konsistensi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar asam lemak bebasnya), dan dalam keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak. Penggunaan terbanyak minyak kelapa sawit terdapat dalam industri pangan. Sebagian besar bahan-bahan makanan di pasar swalayan, mulai dari margarin sampai pizza siap saji mengandung minyak kelapa sawit, yang dalam daftar kandungan biasanya disamarkan dengan nama minyak nabati.


(27)

Bahkan saat membeli lipstik, sabun cuci, banyak konsumen yang tidak sadar, bahwa semua itu mengandung minyak kelapa sawit (Mangoensoekarjo, 2003). 2.3.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit memiliki komposisi asam lemak bebas yang seimbang, dengan asam lemak jenuh yang hampir sama kandungannya dengan asam lemak tak jenuh. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40% (Ketaren, 1987). Komposisi asam lemak bebas minyak sawit (CPO) dapat dilihat/ tercantum pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (Ketaren, 1986).

Asam Lemak Jumlah (%) Minyak sawit Asam Kaprilat Asam Kaprat Asam Laurat Asam Miristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Oleat Asam Linoleat - - - 1,1 - 2,5

40 - 46 3,6 - 4,7

30 - 45 7 -11

2.4 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Minyak sawit berperan penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan banyak menggunakannya sebagai bahan baku. Dalam perdagangan minyak kelapa sawit istilah mutu memiliki dua pengertian. Pengertian mutu yang pertama lebih mengarah pada tingkat


(28)

kemurnian minyak itu sendiri. Kemurnian minyak tersebut dapat diartikan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Dalam hal ini kemurnian minyak sawit dapat dilihat dari sifat-sifat fisiknya, antara lain: titik lebur, bilangan penyabunan, bilangan iodine. Sedangkan pengertian mutu yang kedua mengarah pada spesifikasi/ penilaian menurut ukuran sesuai standar mutu internasional. Spesifikasi tersebut meliputi: Asam Lemak Bebas (ALB)/ Free Fatty Acid (FFA), kadar air, kadar kotoran, dan kadar logam. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan (Tim Penulis, 1997).

Standar mutu minyak sawit, norma/ ketetapan mutu pabrik kelapa sawit Adolina dan syarat mutu minyak kelapa sawit mentah (CPO) SNI Nomor 01-2901-2006 tercantum pada tabel 2.2, 2.3, 2.4 berikut:

Tabel 2.2 Standar Mutu Minyak Sawit

Karakteristik Minyak Sawit Ket Asam Lemak Bebas

Kadar Kotoran Kadar Zat Menguap Bilangan Peroksida Bilangan Iodine Kadar Logam (Fe, Cu) Lovibond Kadar Minyak Kontaminasi 5,0% 0,5% 0,5% 6 meq 44-58 mg/g 10 ppm 3-4 R - - Maks maks maks maks - - - min maks


(29)

Tabel 2.3 Norma/ Ketetapan Mutu Pabrik Kelapa Sawit Adolina

Kriteria Norma yang ditetapkan Minyak Sawit (CPO)

- Asam Lemak Bebas (ALB) - Kadar Air

- Kadar Kotoran

<5,00 0,150 0.020 Sumber: SOP Adolina

Tabel 2.4 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) SNI Nomor 01-2901-2006.

Kriteria Uji Satuan Syarat Mutu

Warna - Jingga kemerahan

Kadar Air dan Kotoran % fraksi masa 0,5 maks Asam Lemak Bebas % fraksi masa 5 maks Bilangan Yodium g Yodium/ 100 g 50-55

2.5 Asam Lemak Bebas (ALB)

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat sebagai trigliserida. Kandungan asam lemak bebas pada minyak sawit adalah salah satu penentu utama mutu minyak sawit yang diperdagangkan. Terbentuknya asam lemak bebas ini adalah sebagai bentuk enzim lipase. Pada waktu buah sawit masih di pohon, enzim ini berperan dalam pembentukan minyak tetapi setelah buah sawit tersebut dipanen enzim ini akan memecah/ merombak minyak/lemak yang dikandungnya, perombakan ini disebut reaksi hidrolisa. Buah


(30)

kelapa sawit yang struktur selnya rusak/ memar mengandung enzim lipase yang paling aktif (Ketaren, 1986). 

Kandungan asam lemak bebas pada buah segar adalah rendah, yaitu 0,1%, tetapi bila buah memar dan remuk maka asam lemak bebas akan meningkat cepat dalam beberapa jam saja. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan asam lemak bebas ditentukan mulai dari tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan asam lemak bebas ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).

Hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas dalam buah kelapa sawit terjadi sejak buah membrondol atau saat tandan dipotong dan terlepas hubungannya dengan pohon. Proses hidrolisis dikatalisis oleh enzim lipase yang terdapat didalam buah, tetapi berada di luar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah karena proses pembusukan, pelukaan mekanik, tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan berlangsung dengan cepat. Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme juga dapat terjadi bila suasana sesuai, yaitu pada suhu rendah di bawah 50oC, dan dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu, minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai


(31)

suhu diatas 90oC seperti pada pemisahan dan pemurnian akan menghancurkan semua mikroorganisme dan menginaktifkan enzimnya (Mangoensoekarjo, 2003). 2.6 Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan ALB

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain:

1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu.

Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung asam lemak bebas dalam persantase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, maka selain kadar asam lemak bebasnya rendah, rendemen minyak yang diperolehnya juga rendah (Tim Penulis PS, 1997).

Tabel 2.5 TingkatKematangan Buah Terhadap Rendemen Minyak Sawit

Kematangan/

Fraksi Jumlah Berondolan

Rendemen Minyak

Kadar

ALB Keterangan Mentah F-00 F-0 Matang F-1 F-2 F-3 Lewat Matang F-4 F-5 -

1-12,5% buah luar 12,5-25% buah luar

25-50% buah luar 50-75% buah luar 75-100% buah luar

ada buah dalam

11,50% 17,50% 23,00% 23,50-24,50% 23,50-24,50% 24,00% 22,50% <1,5 % 2,0% 2,7% 3,0% 3,5% 4-5% 5-6% sangat mentah mentah kurang matang matang I matang II lewat matang I

lewat matang II Sumber: Waluyo,2000


(32)

2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah.

Pencegahan kerusakan buah sawit dengan sistem yang dianggap cukup efektif adalah dengan memasukkan TBS langsung ke dalam keranjang rebusan buah. Hal ini akan lebih mengefisienkan waktu yang digunakan untuk pembongkaran, pemuatan, atau penumpukan yang terlalu lama. Sehingga, pembentukan asam lemak bebas buah dapat dikurangi.

3. Penumpukan buah yang terlalu lama.

Pencegahan kerusakan buah sawit dengan sistem yang dianggap cukup efektif adalah dengan memasukkan TBS langsung ke dalam keranjang rebusan buah. Hal ini akan lebih mengefisienkan waktu yang digunakan untuk pembongkaran, pemuatan, atau penumpukan yang terlalu lama. Sehingga, pembentukan asam lemak bebas buah dapat dikurangi (Mangoensoekarjo, 2003). 4. Proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik.

Peningkatan kadar asam lemak bebas juga dapat terjadi pada proses hidrolisa di pabrik. Pada proses ini terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi, proses pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi tertentu bukan membantu proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak dengan meningkatnya kadar asam lemak bebas pada minyak sawit. Untuk itu, setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan bejana hampa pada suhu 90o (Tim Penulis, 1997).


(33)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah beaker glass, buret digital 25ml, hot plate, erlenmeyer, desikator, gelas ukur, neraca analitik dan pipet tetes. 3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah alkohol, aquadest, asam oxalat, fenolftalein 1%, KOH 0,1N dan minyak sawit (CPO).

3.3 Prosedur

Panaskan contoh minyak pada suhu ± 45 oC di atas hot plate, kocok sampai rata. Timbang teliti contoh minyak ± 3,00 gram memakai neraca analitik 4 desimal ke dalam erlenmeyer. Tambahkan 50 ml alkohol dan tambahkan 3-5 tetes indicator fenolftalein 1%. Titrasi dengan larutan KOH 0,1 N hingga berubah warna dari kuning menjadi merah jingga. Catat volume KOH yang terpakai dan tentukan ALB dengan rumus:

Kadar ALB ml KOH x N KOH x BM Asam Palmitat mg Sampel x %

Keterangan :

V = Volume larutan KOH yang terpakai N = Normalitas KOH = 0,1N


(34)

3.3.1 Pembuatan Reagensia a. Indikator Fenolphtalein 1%

Timbang 1 gram indikator fenolftalein dan larutkan dengan alkohol hingga volume 100 ml.

b.Larutan KOH 0,1 N

Timbang 13,18 gram KOH dalam beaker glass kemudian larutkan dengan alkohol hingga volume menjadi 2 liter lalu distandarisasi. Standarisasi KOH dilakukan dengan menimbang 0,1 gram asam oxalat di dalam erlenmeyer dan tambahkan 50 ml aquadest. Tambahkan indikator fenolftalein 1% sebanyak 5 tetes. Titrasi dengan KOH yang akan distandarisasi hingga terjadi perubahan warna merah jambu.


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil analisa yang telah dilakukan terhadap sampel minyak kelapa sawit, maka diperoleh kadar asam lemak bebas pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Data Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit

Sampel I II III Berat Sampel (mg) 3035,2 3012,4 3003,2

Volume Titrasi (ml) 4,35 4,18 4,25 % ALB 3,82 % 3,70 % 3,77 %

4.2Pembahasan

Dari hasil yang dilakukan diperoleh bahwa kadar asam lemak bebas dalam minyak CPO berturut-turut adalah 3,82%, 3,70%, 3,77%. Hal ini berarti bahwa kadar asam lemak bebas di dalam minyak CPO tersebut memenuhi persyaratan standar yang telah ditetapkan pada SOP Adolina dan SNI 01-2901-2006 yaitu <5,00%. Nilai kadar asam lemak bebas tidaklah selalu mutlak tetapi dapat berubah pada setiap waktu atau setiap harinya oleh sebab itu perlu banyak hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kenaikan kadar asam lemak bebas pada minyak sawit CPO. Seperti dikatakan oleh Tim Penulis: 1977 bahwa diperolehnya mutu asam lemak bebas yang baik tidak terlepas dari berbagai faktor yaitu : Pemanenan buah yang tepat waktu, penumpukan dan pengangkutan buah yang tidak terlalu lama.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penetapan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar asam lemak bebas minyak CPO pada Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina yang diperiksa adalah 3,76%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kadar asam lemak bebas pada minyak CPO memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan SOP Adolina dan SNI 01-2901-2006 yaitu kurang dari 5%.

5.2 Saran

Untuk peneliti selanjutnya yang akan membahas tentang minyak CPO, hendaknya dilakukan penetapan standar mutu yang lain seperti: bilangan penyabunan, bilangan peroksida.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional Indonesia, (2006). Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) (SNI 01-2901-2006). Jakarta: Departemen Perdagangan. Halaman 2.

Bagian Pengolahan. (2009). Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: PT Perkebunan Nusantara IV (Persero). Halaman 3.

Fauzi, Y. (2002). Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 25. Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:

Universitas Indonesia Press. Halaman 250-255.

Mangoensoekarjo, S. (2003). Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 321-326.

Soehardjo, H. (1999). Kelapa Sawit. Pematang Siantar: PT Perkebunan Nusantara IV (persero). Halaman 6-9.

Suyatno, Risza. (1994). Upaya Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 22-24.

Tim Penulis, PS. (1997). Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasarannya. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 41-45. Waluyo, C. (2000). Laporan Pengenalan dan Penguasaan Proses serta Peralatan

Pabrik Kelapa Sawit Adolina. Perbaungan: PT Perkebunan Nusantara IV (Persero). Halaman 22-26.


(38)

LAMPIRAN

Perhitungan Data Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit (CPO)

Sampel I

Berat Sampel Minyak CPO : 3035,2 mg Volume Titrasi

: 4,35

ml Rumus Perhitungan :

Kadar ALB ml KOH x N KOH x BM Asam Palmitat

mg Sampel x %

Kadar ALB =

, .

,

x

100%

=

3,82%

Sampel II

Berat Sampel Minyak CPO : 3012,4 mg Volume Titrasi : 4,18 ml Rumus Perhitungan :

Kadar ALB ml KOH x N KOH x BM Asam Palmitat mg Sampel x %

Kadar ALB =

, .


(39)

Sampel III

Berat Sampel Minyak CPO : 3003,2 mg Volume Titrasi : 4,25 ml Rumus Perhitungan :

Kadar ALB ml KOH x N KOH x BM Asam Palmitat mg Sampel x %

Kadar ALB =

, .

,

x 100% =

3,77%

Kadar Asam Lemak Bebas rata-rata =

, % , % , %


(1)

3.3.1 Pembuatan Reagensia a. Indikator Fenolphtalein 1%

Timbang 1 gram indikator fenolftalein dan larutkan dengan alkohol hingga volume 100 ml.

b. Larutan KOH 0,1 N

Timbang 13,18 gram KOH dalam beaker glass kemudian larutkan dengan alkohol hingga volume menjadi 2 liter lalu distandarisasi. Standarisasi KOH dilakukan dengan menimbang 0,1 gram asam oxalat di dalam erlenmeyer dan tambahkan 50 ml aquadest. Tambahkan indikator fenolftalein 1% sebanyak 5 tetes. Titrasi dengan KOH yang akan distandarisasi hingga terjadi perubahan warna merah jambu.


(2)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Dari hasil analisa yang telah dilakukan terhadap sampel minyak kelapa sawit, maka diperoleh kadar asam lemak bebas pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Data Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit

Sampel I II III Berat Sampel (mg) 3035,2 3012,4 3003,2

Volume Titrasi (ml) 4,35 4,18 4,25

% ALB 3,82 % 3,70 % 3,77 %

4.2Pembahasan

Dari hasil yang dilakukan diperoleh bahwa kadar asam lemak bebas dalam minyak CPO berturut-turut adalah 3,82%, 3,70%, 3,77%. Hal ini berarti bahwa kadar asam lemak bebas di dalam minyak CPO tersebut memenuhi persyaratan standar yang telah ditetapkan pada SOP Adolina dan SNI 01-2901-2006 yaitu <5,00%. Nilai kadar asam lemak bebas tidaklah selalu mutlak tetapi dapat berubah pada setiap waktu atau setiap harinya oleh sebab itu perlu banyak hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi kenaikan kadar asam lemak bebas pada minyak sawit CPO. Seperti dikatakan oleh Tim Penulis: 1977 bahwa diperolehnya mutu asam lemak bebas yang baik tidak terlepas dari berbagai faktor yaitu : Pemanenan buah yang tepat waktu, penumpukan dan pengangkutan buah yang tidak terlalu


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penetapan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar asam lemak bebas minyak CPO pada Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina yang diperiksa adalah 3,76%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kadar asam lemak bebas pada minyak CPO memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan SOP Adolina dan SNI 01-2901-2006 yaitu kurang dari 5%.

5.2 Saran

Untuk peneliti selanjutnya yang akan membahas tentang minyak CPO, hendaknya dilakukan penetapan standar mutu yang lain seperti: bilangan penyabunan, bilangan peroksida.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional Indonesia, (2006). Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) (SNI 01-2901-2006). Jakarta: Departemen Perdagangan. Halaman 2.

Bagian Pengolahan. (2009). Pedoman Operasional Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: PT Perkebunan Nusantara IV (Persero). Halaman 3.

Fauzi, Y. (2002). Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 25. Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:

Universitas Indonesia Press. Halaman 250-255.

Mangoensoekarjo, S. (2003). Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 321-326.

Soehardjo, H. (1999). Kelapa Sawit. Pematang Siantar: PT Perkebunan Nusantara IV (persero). Halaman 6-9.

Suyatno, Risza. (1994). Upaya Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 22-24.

Tim Penulis, PS. (1997). Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasarannya. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 41-45.

Waluyo, C. (2000). Laporan Pengenalan dan Penguasaan Proses serta Peralatan Pabrik Kelapa Sawit Adolina. Perbaungan: PT Perkebunan Nusantara IV (Persero). Halaman 22-26.


(5)

LAMPIRAN

Perhitungan Data Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit (CPO) Sampel I

Berat Sampel Minyak CPO : 3035,2 mg Volume Titrasi

: 4,35

ml Rumus Perhitungan :

Kadar ALB ml KOH x N KOH x BM Asam Palmitat

mg Sampel x %

Kadar ALB =

, .

,

x

100%

=

3,82%

Sampel II

Berat Sampel Minyak CPO : 3012,4 mg Volume Titrasi : 4,18 ml Rumus Perhitungan :

Kadar ALB ml KOH x N KOH x BM Asam Palmitat mg Sampel x %

Kadar ALB =

, .


(6)

Sampel III

Berat Sampel Minyak CPO : 3003,2 mg Volume Titrasi : 4,25 ml Rumus Perhitungan :

Kadar ALB ml KOH x N KOH x BM Asam Palmitat mg Sampel x %

Kadar ALB =

, .

,

x 100% =

3,77%

Kadar Asam Lemak Bebas rata-rata =

, % , % , %