Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida
2.1.1 Pengertian Pestisida
Pestisida berasal dari Bahasa Inggris yaitu pesticides dengan asal suku kata pest
berarti hama, sedangkan cide bermakna membunuh, sehingga pestisida dapat
diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan
jasad pengganggu yang merugikan kepentingan manusia. Pestisida telah lama
dimanfaatkan di bidang kesehatan untuk melindungi tubuh manusia dari serangan
berbagai penyakit yang tertular oleh vector dan dibidang pertanian untuk
mengendalikan serangan berbagai organisme pengganggu tanama n di lapangan
maupun di tempat penyimpanan. Pada prinsipnya, pestisida adalah bahan racun
namun dapat bermanfaat apabila cara penggunaanya dilakukan secara tepat dan
benar (Hasibuan.,2015).
Menurut pasal 1 ayat (a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan
Pestisida. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan
virus yang digunakan untuk
a) Memberantas atau mencegah hama- hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil-hasl pertanian

b) Memberantas rerumputan

Universitas Sumatera Utara

c) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d) Mematikan atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk
e) Memberantas atau mencegah hama- hama luar pada hewan piaraan dan
ternak
f) Memberantas atau mencegah hama-hama air
g) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan
h) Memberantas atau pencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Komisi Pestisida.,2004).
2.1.2 Klasifikasi Pestisida Menurut OPT Sasarannya
Pengelompokan pestisida menurut jenis organisme pengganggu tanaman
(OPT) sasarannya, dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1: Penggelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT Sasaranya
Pestisida

Insektisida

OPT sasaran
Hama : serangga

Contoh
Diafentiuron,karbofuran,metidation,
Profenofos,sipermetrin,siromazin

Akarisida

Hama : tungau

Akrinotrin,dikofol,heksatiazok

Molluskisida

Hama : siput

Metaldehida


Rodentisida

Hama : tikus

Brodifakum,kumaklor,klorofasinon,
kumatetralil

Fungisida

Penyakit : jamur

difenokonazol,maneb,mankozeb,
melalaksil,thiram,ziram

Bakterisida

Penyakit : bakteri

oksitetrasiklin,streptomisin,tetrasiklin


Universitas Sumatera Utara

Nematisida
Herbisida

Penyakit: nematoda
Gulma (tumbuhan
Penggangu)

etrefos,natrium metham,
oksamil 2,4-D,atrazin,ametrin,
bromasil,butaklor,diuron,glifosat,
piperofos,sianazin,sinosulfuron

Sumber : Djojosumatro (2000).
2.1.3 Sifat-sifat Ideal Pestisida
Para ahli kimia tidak henti- hentinya mencoba mencari pestisida yang ideal.
Kemajuan telah banyak diperoleh, tetapi sebegitu jauh, pestisida yang benar-benar
ideal belum ada. Dari berbagai sumber, sifat-sifat ideal yang seyogianya dipunyai

oleh pestisida adalah sebagai berikut :
1. Sifat Biologi
a. Efikasi biologis optimal (dengan kata lain efektif)
b. Takaran aplikasi rendah, tidak terlampau membebani lingkungan
c. Toksisitas terhadap mamalia rendah (LD56 -nya tinggi) sehingga kurang
membahayakan penggunaan, konsumen dan lingkungan
d. Sasarannya spesifik, khususnya untuk insektisida
e. Selektif
f.

Tidak cepat menimbulkan resistensi dan resurjensi

2. Sifat Kimia Fisik
a. Tidak persisten
b. Tidak mudah menembus kulit manusia
3. Formulasi
a. Diformulasi dalam bentuk yang mendukung keselamatan pengguna,
konsumen, dan lingkungan
b. Formulasinya cukup stabil


Universitas Sumatera Utara

c. Mudah diaplikasikan (Djojosumarto,P., 2009).
2.1.4 Residu Pestisida
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian bahan
pangan, atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung
dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup senyawa turunan pestisida, seperti
senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat pengotor yang
dapat memberikan pengaruh toksikologis.
2.1.5 Batas Maksimum Residu Pestisida
Batas maksimum residu pestisida dapat didefenisikan sebagai konsentrasi
maksimum residu pestisida yang secara hukum diijinkan atau diketahui sebagai
konsentrasi yang dapat diterima dalam atau pada hasil pertanian bahan pangan,
atau bahan pakan hewan. Konsentrasi tersebut dinyatakan dalam miligram residu
pestisida per kilogram hasil.
Batas maksimum residu (BMR) pestisida direkomendasikan berdasarkan
rasa residu yang tepat dan diperoleh dari percobaan yang terawasi. Dengan
demikian, data residu pestisida yang diperoleh menggambarkan penggunaan
pestisida yang sesuai dengan tatacara budidaya pertanian yang baik. BMR
pestisida berdasarkan adanya data yang mendukung bahwa residu pestisida yang

tertetapkan diketahui membahayakan manusia.
BMR pestisida berlaku terhadap hasil pertanian yang berupa pangan, baik
dalam bentuk olahan maupun mentah dan pakan hewan yang diperdagangkan
secara nasional maupun internasional. Untuk hasil yang diperdagangkan dalam

Universitas Sumatera Utara

lingkup internasional. BMR pestisida diberlakukan pada pintu masuk suatu
negara, sedangkan pada hasil yang diperdagangkan dalam lingkup nasional. BMR
pestisida diberlakukan pada pintu masuk jalur perdagangan (Komisi Pestisida.,
2004).
2.1.6

Risiko Penggunaan Pestisida Pertanian

Pestisida pertanian dan pestisida pada umumnya adalah bahan kimia atau
campuran

bahan


kimia

serta

bahan-bahan

lain

(ekstrak

tumbuhan,

mikroorganisme, dsb) yang digunakan untuk mengendalikan OPT. Karena itu
senyawa pestisida bersifat bioaktif. Artinya, pestisida dengan satu atau beberapa
cara mempengaruhi kehidupan misalnya membunuh hama / penyakit, mengusir
hama. Setiap racun selalu mengandung resiko (bahaya) dalam penggunaanya, baik
risiko bagi manusia maupun lingkungan.
1. Risiko bagi Keselamatan Penggunaan
Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara
langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis.

Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah
dan sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan
dapat mengakibatkan kebutaan.
2. Risiko bagi Konsumen
Risiko bagi Konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang
terdapat dalam produk pertanian. Risiko bagi konsumen dapat berupa
keracunan langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar
pestisida atau lewat rantai makanan. Meskipun bukan tidak konsumen
menderita keracunan akut, tetapi risiko bagi konsumen umumnya dalam

Universitas Sumatera Utara

bentuk keracuna kronis, tidak segera terasa dan dalam jangka panjang
mungkin menyebabkan gangguan kesehatan.
3. Risiko bagi Lingkungan
Risiko penggunaan pestisida terhadap lingkungan dapat digolongkan menjadi
tiga kelompok sebagai berikut
a)

Risiko bagi orang, hewan atau tumbuhan yang berada di tempat atau di

sekitar tempat pestisida digunakan. Drift pestisida misalnya, dapat
diterbangkan angin dan mengenai orang yang kebetulan lewat.

b) Bagi lingkungan umum, pestisida dapat menyebabkan pencemaran
lingkugan (tanah, air, udara) dengan segala akibatnya, misalnya kematian
hewan nontarget, penyederhanaan rantai makanan alami, penyederhanaan
keanekaragaman hayati, biakumulasi / biomagnifikasi dan sebagainya.
c) Khusus pada

lingkungan pertanian (agroekosistem),

penggunaan

pestisida pertanian dapat menyebabkan hal-hal berikut.
Bahan aktif dan berbagai merek pestisida begitu banyak dijual di kios-kios
pestisida atau toko sarana produksi pertanian. Pada tahun 1997 ada sekitar 500
nama dagang pestisida yang terdaftar pada Komisi Pestisida Departemen
Pertanian yang diizinkan untuk digunakan di bidang pertanian (termasuk
perkebunan) dan kehutanan. Persoalan pertama yang kita dihadapi ketika
memutuskan


menggunakan pestisida

untuk

mengendalikan OPT adalah

bagaimana memilih ratusan pestisida yang ada di pasaran. Untuk memilih
pestisida yang benar, kita perlu tahu seluk-beluk pestisida, terutama yang
berhubungan dengan penggunaannya (Djojosumarto,P., 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Insektisida
2.2.1 Pengertian Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga. Serangga adalah binatang yang 26% spesiesnya
merugikan manusia karena herbivor atau fitofak, sedang sebagian lainnya
merugikan karena menyebarkan penyakit pada manusia da n manusia ternak.
Walau demikian ada pula serangga yang sangat penting (Wudianto, R., 1997).
2.2.2 Insektisida Organofosfat
Organofosfat adalah nama umum ester dan fosfat. Insektisida organofosfat
(Organophosphates-OPs) adalah insektisida yang mengandung unsur fosfat.
Insektisida organofosfat dihasilkan dari asam fosforik. Insektisida ini dikenal
sebagai insektisida yang paling beracun terhadap mamalia. Dahulu insektisida
juga dikenal dengan nama fosfat organik (organic phosphate). Insektisida fosfat
(phosphorus insecticides), kerabat gas beracun (nerve gas relatives), dan ester
asam fosfat (phosphotic acid esters).
Semua insektisida organofosfat adalah bentuk ester dari asam fosfat.
Gugus X (R3) rumus kimia organofosfat lebih dikenal dengan istilah leaving
group karena merupakan bagian yang paling reaktif dan dapat tergantikan oleh
unsure lain pada saat organofosfat mengalami fosforilasi asetilkholin, selain itu
gugus ini juga paling sensitif terhadap hidrolisis, sehingga cepat terurai. Seperti
terlihat pada rumus umumnya, organofosfat selalu mengandung gugus R (alkyl)
yang menempati posisi salah satu alkoxy group (RO). Secara umum, gugus R1

Universitas Sumatera Utara

dan R2 dapat berupa OCH3 (meti) atau OC 2 H5 (etil). Seperti terlihat pada gambar
2.1 berikut ini :
O
R1 O

P

OR3

R2 O
Gambar 2.1 Rumus Umum insektisida organofosfat
Organofosfat dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan tergantung
dari kombinasi unsur oksigen, karbon, sulfur, dan nitrogen. Semua kelompok
organofosfat dapat dikenal melalui struktur kimia penyusunnya.
2.2.3 Chlorpyrifos
Chlorpyrifos diproduksi secara komersial untuk pertama kali pada tahun 1965
oleh Dow Chemical Company. Nilai LD50 chlorpyrifos adalah 95-270 mg/kg.
Chlorpyrifos adalah organofosfat yang berspektrum luas. Untuk memperluas
penggunaannya chlorpyrifos telah diformulasikan menjadi beberapa bentuk
seperti : granules (G), werrable powder (WP), dustable powder (D), dan
emulsifiable concentrate (EC). Rumus kimia insektisida chlorpyrifos tertulis pada
gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2 Rumus umum chlorpyrifos

Universitas Sumatera Utara

(Hasibuan R., 2015).
2.2.4 Sifat Kimia Dan Fisika Klorpirifos


Nama Umum : chlorpyrifos (BSI, E-ISO, ANSI, ESA, BAN)



Nama Kimia : O,O-diethyl O-(3,5,6-trichloro-2-pyridyl) phosphorothioate



Nama Dagang : Lorsban, Dursban



Berat Molekul : 350.6



Rumus Empiris : C9H11Cl3NO3PS



Bentuk : Butiran Kristal



Warna : Putih hingga kecoklatan



Bau : Merkaptan lembut



Titik Leleh : 41.5 – 42.5°C



Titik Didih : > 300°C

2.3 Tomat
2.3.1

Mengenal Tomat

Tomat adalah komoditas hortikultura yang penting, tetapi produksinya baik
kuantitas dan kualitas masih rendah. Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh karena
mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
kesehatan. Buah tomat juga mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kalori.
Buah tomat juga adalah komoditas yang multiguna berfungsi sebagai sayuran,
bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna
makanan, sampai kepada bahan kosmetik, obat-obatan dan bahan baku industri
saus (Fitriani, E., 2012).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Sejarah Perkembangan Tomat
Sejarah pertomatan dimulai dari daratan Amerika Latin, lebih tepatnya di sekitar
Peru, Equator. Dari daerah inilah tanaman tomat mulai menyebar ke seluruh
bagian daerah tropis Amerika. Tidak lama kemudian orang Meksiko mulai
membudidayakan tanaman ini. Tanaman tomat mulai masuk ke Eropa pada awal
abad ke-16, sedangkan penyebarannya ke benua Asia dimulai dari Filipina
melewati jalur Amerika Selatan. Sekitar tahun 1650 tanaman ini sudah mucul di
Malaysia. Di benua Afrika penyebaran buah tomat dilakukan oleh para pedagang
Portugis yang mendarat di Mesir atau Sudan kemudian dari sana menyebar ke
Afrika Barat.
Walaupun nenek moyang buah tomat berasal dari benua Amerika ternyata
tanaman ini terlambat dikenal oleh orang Amerika Serikat. Mereka baru mengenal
tanaman ini sekitar abad ke-18 sebab ketika tanaman ini mulai masuk Amerika
Serikat mendapat sambutan yang kurang hangat. Konon kabarnya, orang Amerika
Serikat menganggap tomat sebagai cendawan beracun sehingga mereka acuh tak
acuh terhadap tanaman ini, bahkan takut untuk memakannya. Ketakutan ini
berakhir ketika tahun 1820 Robert Gibon Johnson dari kota Salem, New Hersey
nekat mempertontonkan “adegan bunuh diri” di hadapan orang-orang Salem.
Disaksikan oleh dua orang dokter spesialis perut, Robert melahap buah tomat satu
persatu. Dengan rasa cemas orang Salem menyaksikan Robert masih segar bugar
setelah memakan beberapa buah tomat. Sejak itu orang mulai percaya bahwa
tomat bukan tanaman beracun. Bahkan mulai menyebar secara luas dan banyak
digemari oleh orang Amerika Serikat (Trisnawati.,1997).

Universitas Sumatera Utara

Tanaman ini di Indonesia mulai tampak menyebar di mana- mana dalam
tahun-tahun terakhir penjajahan Belanda. Di beberapa daerah dan negara
diberikan nama tersendiri baginya, dan hingga sekarang masih berlaku, namun
sebutan

“tomat”

sudah

merupakan

umum

di

seluruh

nusantara

(Rismunandar.,1995).
2.3.3 Klasifikasi dan Kandungan Zat Gizi
Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Asteridae

Ordo

: Solanales

Famili

: solanaceae (Suku terung-terungan)

Genus

: Solanum

Spesies

: Solanum lycopersicum I

(Fitriani, E. 2012).
Komposisi zat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi Buah Tomat
Zat Gizi
Protein

Kandungan Gizi
1g

Universitas Sumatera Utara

Karbohidrat

4,2 g

Lemak

0,3 g

Kalsium (Ca)

5 mg

Fosfor (P)

27 mg

Zat besi (Fe)

0,5 mg

Vitamin A (karotena)

1.500 SI

Vitamin B (tiamin)
Vitamin B2 (riboflavin)

60 ug
-

Vitamin C (asam askorbat)

40 mg

Bagian yang dapat dimakan

95 %

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1972
2.3.4 Fungsi dan Khasiat Tomat
Tomat selain sebagai buah dan campuran pada masakan, juga berkhasiat untuk
mencegah berbagai macam penyakit seperti jantung, stroke, sembelit, dan lainlain. Beberapa manfaat buah tomat bagi kesehatan :
a.

Mencegah Gusi Berdarah

b.

Melawan Stroke dan Sakit jantung

c.

Mencegah Gangguan Pencernaan

d.

Memulihkan Fungsi Hati

e.

Kulit Terbakar Sinar Matahari

f.

Wasir

g.

Tekanan Darah Tinggi, Mata Merah

h.

Memar Akibat Terbentur

i.

Radang Usus Buntu, Sakit Kuning

j.

Jerawat

Universitas Sumatera Utara

k.

Demam

l.

Radang Gusi, Gusi Berdarah

m. Sariawan, Ulkus di Rongga Mulut
n.

Ulkus Lambung

o.

Meningkatkan Nafsu Makan

p.

Lemas Karena Kadar Glukosa Darah Rendah

2.4 Kromatografi Gas
Kromatografi gas (KG) merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama
kali pada tahun 1950-an. KG merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan
dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawasenyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Perkembangan teknologi yang
signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan
batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat
melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat.
KG merupakan gas sebagai gas pembawa/ fase geraknya. Ada 2 jenis
kromatografi gas, yaitu (1) kromatografi gas-cair (KGC) yang fase diamnya
berupa cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut
dalam fase diam; dan (2) kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya
berupa padatan dan kadang-kadang berupa polimerik.
Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan
sampel dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran,
dan deteksi tiap komponen dengan detektor.
Sistem peralatan KG ditunjukkan dengan komponen utama adalah :

Universitas Sumatera Utara

1. Kontrol dan penyedia gas pembawa (fase gerak)
Fase gerak pada KG juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan
awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa
tidak berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif;
murni/ kering karena kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor, dan
dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi (biasanya merah untuk hidrogen,
dan abu-abu untuk nitrogen)
2. Ruang suntik sampel
Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat efesien.
Desain yang populer terdiri atas saluran gelas yang kecil atau tabung logam
yang

dilengkapi dengan

septum karena

pada

satu

ujung

untuk

mengakomodasi injeksi dengan semprit (syringe). Karena helium (gas
pembawa) mengalir

melalui tabung,

sejumlah

volume cairan yang

diinjeksikan (biasanya antara 0,1-3,0 µL) akan segera diuapkan untuk
selanjutnya di bawa menuju kolom. Berbagai macam ukuran semprit saat ini
tersedia di pasaan sehingga injeksi dapat berlangsung secara mudah dan
akurat. Septum karet, setelah dilakukan pemasukan sampel secara berulang,
dapat diganti dengan mudah. Sistem pemasukan sampel (katup untuk
mengambil sampel gas) dan untuk sampel padat juga tersedia di pasaran.
Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu :
a.

Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan
akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% sampel masuk
menuju kolom

Universitas Sumatera Utara

b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan
diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan
pemecahan
c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua
sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam kolom
karena katup pemecah ditutup; dan
d. Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung
semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom.
Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunaan untuk senyawasenyawa yang mudah menguap; karena kalau penyuntikkannya melalui
lubang suntik, dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena
suhu yang tinggi atau terjadi pirolisis.
3. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya
terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada
KG.
Ada tiga jenis kolom pada KG yaitu kolom kemas (packing column) dan
kolom kapiler (capillary column); serta kolom preparatif (preparative
column).
Kolom kemas terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari
tembaga dan alumunium. Panjang kolom jenis ini adalah 1-5 meter dengan
diameter dalam 104 mm. Kolom kapiler sangat banyak dipakai karena kolom
kapiler memberikan efesiensi yang tinggi (harga jumlah pelat teori yang
sangat besar > 300.000 pelat). Kolom preparatif digunakan untuk menyiapkan

Universitas Sumatera Utara

sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang
kompleks.
Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar,
atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah
metil polisiloksan (Hp-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan

fenil 5%-

metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fase diam semi polar
adalah seperti fenil 50%- metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19),
sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M;
DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M).
4. Detektor
Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor.
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.
Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi
mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya
menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna
untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen
yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak.
Pada garis besarnya detektor pada KG termasuk detektor diferensial,
dalam arti respons yang keluar dari detektor memberikan relasi yang linier
dengan kadar atau laju aliran massa komponen yang teresolusi. Kromatogram
yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen oleh KG
disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu
tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif,

Universitas Sumatera Utara

sedangkan luas puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data
kuantitatif yang keduanya telah dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan
tetapi apabila kromatografi gas digabung dengan instrumen yang multipleks
misalnya GC/FT-IR/MS, kromatogram akan disajikan dalam bentuk lain.
5. Komputer
Komponen KG selanjutnya adalah komputer. KG modern menggunakan
komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunaknya (software) untuk
digitalisasi signal detektor dan mempunyai beberapa fungsi antara lain:
a. Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran fase
gas; suhu oven dan pemrograman suhu; serta penyuntikan sampel secara
otomatis.
b. Menampilkan kromatogram dan informasi- informasi lain dengan
menggunakan grafik berwarna.
c. Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan
statistik.
d.

Menyimpan data parameter anaisis untuk analisis senyawa tertentu.
Kromatografi gas telah digunakan untuk menganalisis bahan-bahan yang

terkait dengan bidang farmasi seperti palarut, pengawet, dan bahan obat,
mengamati stabilitas suatu obat, dan untuk analisis se nyawa obat dalam cairan
bilogis (Rohman, A., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

1 9 48

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

0 0 11

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

0 0 1

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

0 0 3

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

0 0 1

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

0 0 3

Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

0 0 3

Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

0 0 1

Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

0 1 22

Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

0 0 4