Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tomat
Sejarah budidaya tanaman tomat dimulai dari daratan Amerika Latin, lebih
tepatnya di sekitar Peru, Equator. Dari daerah inilah tanaman tomat mulai
menyebar ke seluruh bagian daerah tropis Amerika. Tidak lama kemudian orang
Meksiko mulai membudidayakan tanaman ini. Tanaman tomat mulai masuk ke
Eropa pada awal abad ke-16, sedangkan penyebarannya ke benua Asia dimulai
dari Filipina melewati jalur Amerika Selatan. Sekitar tahun 1650 tanaman ini
sudah mucul di Malaysia. Di benua Afrika penyebaran buah tomat dilakukan oleh
para pedagang Portugis yang mendarat di Mesir atau Sudan kemudian dari sana
menyebar ke Afrika Barat. Walaupun nenek moyang buah tomat berasal dari
benua Amerika ternyata tanaman ini terlambat dikenal oleh orang Amerika
Serikat. Mereka baru mengenal tanaman ini sekitar abad ke-18 sebab ketika
tanaman ini mulai masuk Amerika Serikat mendapat sambutan yang kurang
hangat. Konon kabarnya, orang Amerika Serikat menganggap tomat sebagai
cendawan beracun sehingga mereka acuh tak acuh terhadap tanaman ini, bahkan
takut untuk memakannya. Ketakutan ini berakhir ketika tahun 1820 Robert Gibon
Johnson dari kota Salem, New Hersey nekat mempertontonkan “adegan bunuh
diri” di hadapan orang-orang Salem. Disaksikan oleh dua orang dokter spesialis

perut, Robert melahap buah tomat satu persatu. Dengan rasa cemas orang Salem
menyaksikan Robert masih segar bugar setelah memakan beberapa buah tomat.

Universitas Sumatera Utara

Sejak itu orang mulai percaya bahwa tomat bukan tanaman beracun. Bahkan
mulai menyebar secara luas dan banyak digemari oleh orang Amerika Serikat
(Yani, 1997).
Adapun Tanaman tomat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Diviso

: Spermatophyta

Subudivisi

: Angiospermae


Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Turbiflorae

Famili

: Solanaceae

Genus

: Lycopersicum

Spesies

: Solanum lycopersicum L.


(Nazmatullaila, 2015)

2.1.1

Manfaat dan kandungan tomat

Buah tomat memiliki potensi kegunaan yang banyak antara lain: bisa digunakan
sebagai buah meja, makanan, minuman, sayuran, bumbu masak, bahan pewarna,
bahan kosmetik dan obat-obatan. Akhir ini ditemukan bahwa buah tomat segar
dapat membangkitkan selera makan bagi penderita “aneroksia” (hilangnya nafsu
makan akibat stress) dan keroten yang terkandung didalamnya dapat menghambat
perkembangan sel kanker. Tomat tergolong sayuran buah banyak digemari karena
rasanya enak, segar dan sedikit asam, serta mengandung zat gizi berguna bagi
kesehatan. Buah tomat mengandung vitamin A, C dan B, protein, lemak,

Universitas Sumatera Utara

karbohidrat, serta mineral tertentu yang berguna bagi tubuh (Direktorat Gizi
Depkes RI, 1990), komposisi nilai gizi dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Komposisi nilai gizi buah tomat segar per 100 gram buah tomat.
Zat kimiawi yang
terkandung

Jumlah dalam tiap jenis
Tomat muda
Tomat masak

Air (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Mineral: Kalsium (mg)
Fosfat (mg)
Besi (mg)
Vitamin : A (Si)
B1 (mg)
C (mg)
Energi


93,00
2,00
0,70
2,30
5,00
27,00
0,50
320,00
0,70
30,00
23,00

94,00
1,00
0,30
4,20
5,00
27,00
0,50
500,0

0,06
40,00
20,00

Sumber: Direktorat Gizi Dept. Kesehatan RI (1990)
(Andriani, 2011)

2.1.2 Hama dan Penyakit Tomat
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman tomat adalah :
1. Ulat buah ( Heliothis armigra)
Ulat ini menyerang tomat yang masih muda, sehingga kalau buah
sudah tampak berlubang-lubang dan biasanya menjadi busuk karena
infeksi. Ulat ini diberantas dengan insektisida yang berbahan aktif
klorpirifos yang diperdagangkan dengan nama dagang, Basmiban 200 EC.
Insektisida berbahan aktif diazinon yang diperdagangkan dengan nama
dagang Diazinon 60 EC 0,2%, Bayrusil, Hosthation 40 EC, dan lain-lain
yang sejenis.

Universitas Sumatera Utara


2. Keong racun dan ulat tanah ( Agrotis ipsilon)
Biasanya tanaman yang masih muda menjadi sasarannya. Ulat ini
memotong dan mematahkan tanaman yang masih muda. Penyerangan
biasanya mulai pukul 5 sore, dan banyak terjadi pada musim kemarau,
kemudian

bersembunyi

didalam

tanah

disekitar

tumbuhan.

Pemberantasanya secara mekanis dengan cara membunuh satu per satu,
dan dengan cara semprotan insektisida berbahan aktif klorpirifos yang
diperdagangkan dengan nama dagang Dursban 20 EC atau Hosthathion 40
EC .

3. Penyakit busuk daun
Penyakit busuk daun atau yang terkenal sebagai penyakit cacar
disebabkan oleh Phytophtora infestans. Daun-daun dan buah dari tanaman
yang diserang penyakit ini menjadi bernoda-noda hitam seperti cacar,
tidak teratur dan akhirnya menjadi kering atau busuk keras. Penyakit ini
dapat diberantas dengan bubur Bordeaux ( BB) 1-3 % dan Antarcol atau
Dithane M 45 0,2% asal belum terlambat penyakit ini dapat menggagalkan
seluruh pertananaman.
4. Penyakit layu ( lanas) disebabkan oleh bakteri pseudomonas solanacearum
yang sampai saat ini belum bisa diberantas
5. Penyakit virus seperti virus keriting dan virus mosaik (blorok) yang
sampai saat ini juga belum bisa diberantas
(Tugiyono, 2001)

Universitas Sumatera Utara

2.1 Pestisida
2.1.1

Pengertian Pestisida


Peraturan menteri Pertanian Nomor : 39 /Permentan /SR. 330/7/2015
mendefinisikan bahwa pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta
jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
a)

Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil-hasl pertanian

b)

Memberantas rerumputan

c)

Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

d)

Mematikan atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman tidak termasuk pupuk

e)

Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan
ternak

f)

Memberantas atau mencegah hama-hama air

g)

Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan

h)

Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Permentan, 2015).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Sifat-Sifat Ideal Pestisida
Para ahli kimia tidak henti-hentinya mencoba mencari pestisida yang ideal.
Kemajuan telah banyak diperoleh, tetapi sebegitu jauh, pestisida yang benar-benar
ideal belum ada. Dari berbagai sumber, sifat-sifat ideal yang seyogianya dipunyai
oleh pestisida adalah sebagai berikut :
1. Sifat Biologi
a) Efikasi biologis optimal (dengan kata lain efektif)
b) Takaran aplikasi rendah, tidak terlampau membebani lingkungan
c) Toksisitas terhadap mamalia rendah (LD50-nya tinggi) sehingga
kurang membahayakan penggunaan, konsumen, dan lingkungan)
d) Sasarannya spesifik, khususnya untuk insektisida
e) Selektif
f) Tidak cepat menimbulkan resistensi dan resurjensi
2. Sifat Kimia Fisik
a) Tidak persisten
b) Tidak mudah menenbus kulit manusia
3. Formulasi
a) Diformulasi

dalam

bentuk

yang

mendukung

keselamatan

pengguna, konsumen, dan ligkungan
b) Formulasinya cukup stabil
c) Mudah diaplikasikan (Djojosumarto, 2009)

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Klasifikasi Pestisida
Pestisida dapat digolongkan berdasarkan jasad sasaran, cara kerja, dan bentuk
formulasinya.
a) Penggolongan pestisida berdasarkan cara kerjanya adalah sebagai berikut.
1) Racun lambung atau perut (Stomach poison), yaitu racun yang dapat
membunuh sasaran apabila termakan. Contohnya : Kelthane, Dipel WP,
Agrimec EC, dan lain-lain.
2) Racun kontak (contact poison), yaitu racun yang dapat membunuh sasaran
dengan jalan bersentuhan dengan bagian tubuh sasaran tersebut.
Contohnya : Decis 2,5 EC, curacron 500 EC, dan lain-lain.
3) Racun sistemik (systemic poison atau systemic insecticide), yaitu pestisida
yang bekerjanya terlebih dahulu masuk kedalam tubuh tanaman.
Contohnya : Furadan 3G, perfekthion 400 EC, dan lain-lain
4) Fumigan, yaitu pestisida yang dapat membunuh jasad sasaran dengan uap
atau gasnya. Contohnya : Basamid-G
5) Attractant, yaitu senyawa kimia yang baunya dapat menarik hama.
Contohnya : metaldehydea.
6) Reppllent, yaitu senyawa kimia yang baunya dapat menghaau hama.
Contohnya : Avitrol
b) Penggolongan Pestisida berdasarkan bentuk Formulasinya adalah sebagai
berikut :
1) Bentuk Padat
a. Dust (D), yaitu pestisida yang diformulasikan dalam bentuk tepung
hembus ( Puder kering), mempunyai sifat :

Universitas Sumatera Utara

1. Efektif dalam keadaan kering;
2. Hasilnya hanya 10-40% saja;
3. Penggunaanya harus dengan alat hembus;
4. Kurang banyak digunakan
Contohnya: sevin 5D
b. Granular (G), yaitu pestisida yang diformulasikan dalam bentuk
butiran, yaitu mempunyai sifat
1. Umumnya sebagai pestisida sistemik;
2. Aplikasinya mudah
Contohnya ; Furadan 3G
c. Tepung (powder), yaitu pestisida yang diformulasikan dalam
bentuk tepung, dan penggunaannya perlu ditambah air.
2) Bentuk Cair
a. Emulsifiable Concentartes (EC), yaitu pestisida dengan
konsentrasi pekat, bila dicampur air, akan membentuk
emulsi.
3) Bentuk gas ( Fumigansia), yaitu pestisida yang dapat menghasilkan
gas, bau, asap, yang berfungsi membunuh hama (Rukmana, 1997)
c) Pestisida yang digolongkan berdasarkan jasad sasarannya adalah sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Pengelompokan Pestisida Menurut Jenis OPT sasarannya
Pestisida

OPT sasaran

Contoh

Insektisida

Hama : serangga

Akarisida

Hama : tungau

Molluskisida
Rodentisida

Hama : siput
Hama : tikus

Fungisida

Penyakit : jamur

Bakterisida

Penyakit : bakteri

Nematisida

Penyakit: nematoda

Herbisida

Gulma (tumbuhan
Penggangu)

Diafentiuron,karbofuran,
metidation,
Profenofos,sipermetrin,sir
omazin
Akrinotrin,dikofol,heksati
azok
Metaldehida
Brodifakum,kumaklor,klo
rofasinon,
kumatetralil
Difenokonazol,maneb,ma
nkozeb,metalaksil,thiram,
ziram
Oksitetrasiklin,streptomisi
n,tetrasiklin
Etrefos,natrium metham,
oksamil
2,4-D,atrazin,ametrin,
bromasil,butaklor,diuron,
glifosat,
piperofos,sianazin,sinosul
furon

Sumber : Djojosumatro (2009).

2.2.4 Risiko Penggunaan Pestisida Pertanian
Pestisida pertanian dan pestisida pada umumnya adalah bahan kimia atau
campuran
tumbuhan,

bahan

kimia

mikroorganisme,

serta
dan

bahan-bahan

sebagainya)

yang

lain
digunakan

(ekstrak
untuk

mengendalikan OPT. Karena itu senyawa pestisida bersifat bioaktif. Artinya,
pestisida dengan satu atau beberapa cara mempengaruhi kehidupan misalnya
membunuh hama/penyakit, mengusir hama. Setiap racun selalu mengandung

Universitas Sumatera Utara

resiko (bahaya) dalam penggunaanya, baik risiko bagi manusia maupun
lingkungan.
1.

Risiko bagi Keselamatan Penggunaan
Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara
langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis.
Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual,
muntah dan sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi
kulit, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.

2.

Risiko bagi Konsumen
Risiko bagi Konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang
terdapat dalam produk pertanian. Risiko bagi konsumen dapat berupa
keracuna langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar
pestisida atau lewat rantai makanan. Meskipun bukan tidak konsumen
konsumen menderita keracunan akut, tetapi risiko bagi konsumen
umumnya dalam bentuk keracuna kronis, tidak segera terasa dan dalam
jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan kesehatan.

3.

Risiko bagi Lingkungan
Risiko penggunaan pestisida terhadap lingkungan dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok sebagai berikut :
a)

Risiko bagi orang, hewan atau tumbuhan yang berada di tempat
atau di sekitar tempat pestisida digunakan. Drift pestisida,

Universitas Sumatera Utara

misalnya, dapat diterbangkan angin dan mengenai orang yang
kebetulan lewat
b)

Bagi lingkungan umum, pestisida dapat menyebabkan pencemaran
lingkugan (tanah, air, udara) dengan segala akibatnya, misalnya
kematian hewan nontarget, penyederhanaan rantai makana alami,
penyederhanaan

keanekaragaman

hayati,

bioakumulasi/biomagnifikasi dan sebagainya
c)

Khusus pada lingkungan pertanian (agro ekosistem), penggunaan
pestisida pertanian dapat menyebabkan hal-hal berikut

Bahan aktif dan berbagai merek pestisida begitu banyak dijual di kioskios pestisida atau toko sarana produksi pertanian. Pada tahun 1997 ada sekitar
500 nama dagang pestisida yang terdaftar pada Komisi Pestisida Departemen
Pertanian yang diizinkan untuk digunakan di bidang pertanian (termasuk
perkebunan) dan kehutanan. Persoalan pertama yang kita dihadapi ketika
memutuskan menggunakan pestisida untuk mengendalikan OPT adalah bagaiman
memilih ratusan pestisida yang ada di pasaran. Untuk memilih pestisida yang
benar, kita perlu tahu seluk-beluk pestisida, terutama yang berhubungan dengan
penggunaannya (Djojosumarto, 2009).

2.2.5

Residu Pestisida

residu pestisida adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah penyemprotan
yang bertahan sebagai racun sampai batas waktu tertentu. Jika residu pestisida

Universitas Sumatera Utara

terlalu lama bertahan pada bagian tanaman yang disemprot, akan berbahaya bagi
manusia dan makhluk hidup lainnya, karena residu pestisida akan termakan oleh
manusia saat mengkonsumsi hasil pertanian. Residu pestisida dalam bahan
makanan khususnya sayuran, selain berasal dari pestisida yang langsung
diaplikasikan pada tanaman dapat juga karena kontaminasi atau karena tanaman
ditanam pada tanah yang mengandung residu pestisida yang persisten. Jumlah
residu pestisida yang tertinggal pada tanaman (bahan makanan), tergantung antara
lain pada cara, waktu dan banyaknya aplikasi serta dosis setiap aplikasi. Waktu
aplikasi terakhir sebelum panen sangat penting karena menentukan sekali
banyaknya residu yang ditemukan pada waktu hasil dipanen. Makin panjang jarak
waktu antara aplikasi dengan panen makin sedikit residu yang tersisa pada hasil
tanaman (Andriani, 2011).

2.2.6

Cara Mengurangi Residu Pestisida

Untuk masyarakat pada umumnya, pemasukan pestisida terutama melalui
makanan. Adanya efek lanjut jangka panjang karena dosis rendah yang berulangulang mengharuskan usaha penurunan tingkat residu pestisida dalam makanan
sampai tingkat yang serendah-rendahnya. Usaha ini dapat dilakukan Usaha ini
dapat dilakukan dilapangan dan penanganan pasca panen. Usaha mengurangi
residu pestisida di lapangan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
1. Pemilihan jenis insektisida yang efektif terhadap hama, aman bagi manusia dan
lingkungan serta memiliki persistensi yang rendah, sehingga meninggalkan
residu serendah mungkin.

Universitas Sumatera Utara

2. Penggunaan dan pengembangan jenis-jenis insektisida yang baru, yang lebih
spesifik dan aman seperti insektisida biologis, Insect Growth Regulator,
atraktan dan lain-lain.
3. Penggunaan dosis dan cara aplikasi yang tepat sesuai dengan rekomendasi.
4. Frekuensi penyemprotan pestisida dikurangi, hanya apabila perlu, yaitu
sewaktu jumlah populasi hama melebihi tingkatan yang merugikan secara
ekonomis (Andriani, 2011).

2.2.7 Insektisida Organofosfat
Insektisida Organofosfat merupakan insektisida yang mengandung unsur fosfor.
Insektisida ini lebih toksik terhadap manusia dan vertebrata lain dari pada
organoklorin. Insektisida organofosfat mempunyai spektrum insektisidal yang
lebih luas daripada organoklorin: dan ia adalah nonpersisten. Karena nonpersisten
ia

menggantikan

banyak

organoklorin

yang

persisiten

terutama

DDT

(Triharso,1994).
Senyawa ini menghambat asetikolinesterse yang mengakibatkan akumulasi
asetikolin sehingga terjadi peningkatan aktifitas syaraf dengan gejala seperti mual,
sakit kepala, muntah, sesak nafas, kejang otot, dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan (Nazmatullaila, 2015).
Adapun salah satu bahan aktif dari insektisida organofosfat adalah
Klorpirifos. Bahan aktif khlorpiripos diperdagangkan sebagai Dursban R

dan

LorsbanR. Bahan aktif ini mempunyai rumus bangun sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Rumus umum Klorpirifos

Cl-

-Cl

Cl-

-O

S
P

N

O-CH2-CH3
O-CH2-CH3

0,0 diethyl-0-(3,5,6-trichloro-2-pyridyl) phosporothioate

Bahan aktif klorpirifos terutama sebagi racun kontak. Klorpirifos berupa kristal
putih dikembangkan oleh Dow Chemical Company 1996. Insektisida ini
dipergunakan untuk mengendalikan Atherigona exigua, Spodopteramaurita,
Tryporyza incertulas, T.innitata, Leptocorisa oratorius, dan lain-lain.
Formulasi yang diperdagangkan :
1. Dursban 20 EC mengandung 200 gr khorpirifos/I
2. Dursan 15/5E mengandung 150 gr kholorpirifos dan 50 gr BPMC/I
3. Basmiban 200 EC mengandung 200 g kholorpirifos/I (Baehaki, 1993).

2.2

Kromatografi Gas

2.3.1

Pengertian Kromatografi Gas

Kromatografi gas (KG) merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama
kali pada tahun 1950-an. KG merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan
dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawasenyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Perkembangan teknologi yang
signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat
melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat.
KG merupakan gas sebagai gas pembawa/ fase geraknya. Ada 2 jenis
kromatografi gas, yaitu (1) kromatografi gas-cair (KGC) yang fase diamnya
berupa cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut
dalam fase diam; dan (2) kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya
berupa padatan dan kadang-kadang berupa polimerik.
Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan
sampel dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran,
dan deteksi tiap komponen dengan detektor ( Rohman, 2009 ).

2.3.2

Petunjuk cara kerja
Petunjuk cara kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut:

1. Instrumen diperiksa, terutama jika tidak dipakai terus-menerus. Ini
dilakukan untuk mengecek apakah telah dipasang kolom yang tepat,
apakah septum injektor tidak rusak ( apakah ada lubang besar atau bocor
karena sering dipakai), apakah sambungan saluran gas kedap, apakah tutup
tanur tertutup rapat, apakah semua bagian listrik bekerja dengan baik, dan
pakah detektoryang terpasang sesuai.
2. Aliran gas kekolom dimulai atau disesuaikan. Ini dilakukan dengan
membuka katup utama pada tangki gas dan kemudian memutar katup
(diafragma) sekunder ke sekitar 15 psi dan membuka katup jarum sedikit.

Universitas Sumatera Utara

Ini memugkinkan aliran gas yang lambat (2-5)/menit untuk kolom kemas
san sekitar 0,5 ml/menit untuk kolom kapiler) melewati sistem dan
melindungi kolom dan detektor terhadap perusakan secara oksidasi.
3. Kolom dipanaskan sampai suhu awal yang dikehendaki. Ini dilakukan,
pada instrumen buatan lama, dengan memutar transformator tegangan
peubah yang mengendalikan gelungan pemanas dalam tanur, kesekitar 90
V.

Jika

suhu

mencapi

10-15◦C

dibawah

suhu

yang

dikehendaki,transformator diputar ke tegangan (10-50 V) yang akan terus
menambah bahang yang cukup untuk mengimbangi kehilangan bahang.
4. Pemanas yang terpisah untuk injektor dan detektor dijalankan atau
disesuaikan. Suhunya harus sekitar 10-25◦C lebih tinggi daripada suhu
kolom akhir. Suhu detektor harus lebih tinggi dari 100◦C sehingga air
tidak dapat mengembun jika seandainya terbentuk tidak sengaja atau jika
ada air.
5. Aliran gas pembawa melalui kolom dinaikkan sampai 25-30 ml/menit
untuk kolom kemas 3mm (atau 6mm, tapi lebih jarang) ataau sampai.
6. Arus ke detektor hanya dialirkan jika gas pembawa mengair untuk
melindungi kawat pijar. Dalam hal detektor hantar bahang (DHB),
detektor yang paling sederhana, arus disesuaikan menjadi 150-200 mA
atau disesuaikan dengan aliran optimum, jika diketahui. Setelah suhu
ruang detektor stabil (2-3 menit), rangkaian listrik disetimbangkan
sehingga pena berada pada garis alas perekam dalam kertas gaftar. Jika
KG dilengkapi denga detektor ionisasi nyala (DIN), yaitu detektor yang
paling umum dipakai, diperlukan beberapa pengecekan tamabhan. DIN

Universitas Sumatera Utara

memerlukan hidrogen untuk nyala, jadi generator hidrogen harus
dijalankan dan alirannya disesuaikan agar ssama dengan aliran kolom (2530 ml/menit). Udara (oksigen) untuk detektor dialirkan dan diatur supaya
alirannya sepiluh kali aliran kolom. (Aliran optimum sistem dapat dan
harus ditentukan dengan percobaan). Nyala dalam DIN kemudian dapat
dipasang dengan menekan tombol penyala pada KG. Terdengar bunyi jika
nyala terpasang. Penstabilan biasanya terjadi dalam 2-3 menit. Rangkaian
listrik detektor diseimbangkan agar pena perekam berada pada garis ala
kertas perekam.
7. Cuplikan disuntikkan. Sedikit cairan (lihat dibawah; hati-hati, jangan
terjadi beban lebih), atau larutan cuplikan dalam pelarut atsiri, ditambah
sedikit udara jika memakain DHB (agar memberikan puncak udara atau
untukmenandai waktu nol), disedot dengan semprit mikro yang dilengkapi
dengan jarum panjang. DIN kadang – kadang memberikan puncak waktu
nol karena terjadi sedikit perubahan aliran ketika cuplikan disuntikkan.
Cuplikan dimasukkan ke dalam kolom dengan memasukkan jarum secara
hati-hati menembus septum gerbang suntik (yang terbuat dari karet
sedalam-dalamnya dan segera cuplikan dikeluarkan dari semprit secepat
mungkin. Kemudian semprit dicabut dengan cepat dan dibersihkan dengan
pelarut. KG yang dilengkapi dengan DHB normal memerlukan sekurangkurangnya 10µL cuplikan dan DIN memerlukan sekitar 1-5 µL.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Ukuran Cuplikan Normal Detektor
Ukuran cuplikan normal

Detektor

10-100 µl
1-10 µl
1-10 µl
0,1-5 µl
DBH – Detektor Hantar Bahan
DIN – Detektor Ionisasi Nyala
DTE – Detektor Tangkap Elektron

DHB-normal
DBH-Volum kecil
DIN
DTE

8. Puncak direkam untuk menghasilkan kromatogram. Ini dilakukan pada
perekam gaftar carik atau sejenis sistem data yang menhasilkan cetakan
dan rajahan setelah pengkromatografian selesai.

2.3.3

Sistem Kromatografi Gas
Sistem peralatan KG ditunjukkan dengan komponen utama adalah :

1

Kontrol dan penyedia gas pembawa (fase gerak) Fase gerak pada KG juga
disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk
membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak berpengaruh
pada selektifitas. Syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif; murni/ kering
karena kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor, dan dapat
disimpan dalam tangki tekanan tinggi (biasanya merah untuk hidrogen,
dan abu-abu untuk nitrogen)

2. Ruang suntik sampel Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel
secara cepat efesien. Desain yang populer terdiri atas saluran gelas yang
kecil atau tabung logam yang dilengkapi dengan septum karena pada satu
ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan semprit (syringe). Karena
helium (gas pembawa) mengalir melalui tabung, sejumlah volume cairan
yang diinjeksikan (biasanya antara 0,1-3,0 µL) akan segera diuapkan

Universitas Sumatera Utara

untuk selanjutnya di bawa menuju kolom. Berbagai macam ukuran semprit
saat ini tersedia di pasaan sehingga injeksi dapat berlangsung secara
mudah dan akurat. Septum karet, setelah dilakukan pemasukan sampel
secara berulang, dapat diganti dengan mudah. Sistem pemasukan sampel
(katup untuk mengambil sampel gas) dan untuk sampel padat juga tersedia
di pasaran. Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas,
yaitu :
a. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan
akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100% sampel masuk
menuju kolom
b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan
diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan
pemecahan
c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua
sampel diuapkan dalam injektor yang panas dan dibawa ke dalam
kolom karena katup pemecah ditutup; dan
d. Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung
semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom. Teknik injeksi langsung
ke dalam kolom digunaan untuk senyawasenyawa yang mudah
menguap; karena kalau penyuntikkannya melalui lubang suntik,
dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu
yang tinggi atau terjadi pirolisis.
3. Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena
didalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan

Universitas Sumatera Utara

komponen sentral pada KG. Ada tiga jenis kolom pada KG yaitu kolom
kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column); serta
kolom preparatif (preparative column). Kolom kemas terbuat dari gelas
atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan alumunium. Panjang
kolom jenis ini adalah 1-5 meter dengan diameter dalam 104 mm.
Kolom kapiler sangat banyak dipakai karena kolom kapiler memberikan
efesiensi yang tinggi (harga jumlah pelat teori yang sangat besar >
300.000 pelat). Kolom preparatif digunakan untuk menyiapkan. sampel
yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang
kompleks. Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat
non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling
banyak digunakan adalah metil polisiloksan (Hp-1; DB-1; SE-30;
CPSIL-5) dan fenil 5%- metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52;
CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50%metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase
diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX;
CP-WAX; Carbowax-20M).
4. Detektor Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah
detektor. Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung
kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa
komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu
sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan
komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal
elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif

Universitas Sumatera Utara

maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di
antara fase diam dan fase gerak. Pada garis besarnya detektor pada KG
termasuk detektor diferensial, dalam arti respons yang keluar dari
detektor memberikan relasi yang linier dengan kadar atau laju aliran
massa komponen yang teresolusi. Kromatogram yang merupakan hasil
pemisahan fisik komponen-komponen oleh KG disajikan oleh detektor
sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu
dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif, sedangkan
luas puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif
yang keduanya telah dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan
tetapi apabila kromatografi gas digabung dengan instrumen yang
multipleks misalnya GC/FT-IR/MS, kromatogram akan disajikan dalam
bentuk lain.
5. Komputer Komponen KG selanjutnya adalah komputer. KG modern
menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunaknya
(software) untuk digitalisasi signal detektor dan mempunyai beberapa
fungsi antara lain:
a. Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran
fase

gas; suhu oven dan pemrograman suhu; serta penyuntikan

sampel secara otomatis.
b. Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan
menggunakan grafik berwarna.
c. Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan
statistik.

Universitas Sumatera Utara

d. Menyimpan data parameter anaisis untuk analisis senyawa tertentu.
Kromatografi gas telah digunakan untuk menganalisis bahan-bahan
yang terkait dengan bidang farmasi seperti palarut, pengawet, dan
bahan obat, mengamati stabilitas suatu obat, dan untuk analisis
senyawa obat dalam cairan bilogis (Rohman, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

1 9 48

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

0 0 11

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

0 0 1

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

0 0 3

Penentuan Kadar Residu Pestisida Pada Buah Tomat Dengan Bahan Aktif Klorpirifos Yang Beredar Di Pasar Pagi Dan Pasar Sore Padang Bulan Medan Menggunakan Alat Kromatografi

0 0 17

Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

0 0 3

Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

0 0 1

Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

0 0 4

Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

0 0 2

Pengaruh Pencucian Terhadap Residu Pestisida Klorpirifos Pada Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang Beredar Di Pasar Brastagi Kabupaten Karo

0 0 10