Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Menurut World Health Organization (WHO) ISPA yaitu Penyakit infeksi akut

yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran napas mulai dari hidung
(saluran bagian atas) hingga jaringan di dalam paru-paru (saluran bagian bawah)
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff, 2008).
Selain itu juga ada pendapat Saluran Pernapasan Akut yaitu Infeksi yang
menyebabkan paru-paru meradang, kantung-kantung menyerap oksigen menjadi
berkurang sehingga sel-sel tubuh tidak bisa bekerja sehingga menyebabkan
penyebaran infeksi keseluruh tubuh dan penderita meninggal (Misnadiarly, 2008)
Sedangkan menurut (Suratun, 2008), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
adalah Infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung, dan
paru - paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran
diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah

secara stimulan atau berurutan.
Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah gejala akut akibat infeksi yang terjadi
disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan
yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Etiologi ISPA
ISPA dapat disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab

ISPA

antara

lain

dari

streptococcus


homolitikus,

stafilococcus,

pneumococcus, hemofilus influenza, Bordetella pertusis, dan korinobacterium difteri.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan mikosovarius (virus influenza,
virus parainfluenza, dan virus campak), adenovirus, koronavirus, pikomavirus,
mikoplasma, dan herves virus (Depkes, 2004).
2.1.2. Klasifikasi ISPA
Menurut Misnadiarly (2008) Dalam penentuan derajat keparahan penyakit,
dibedakan atas dua kelompok umur yaitu (1) kurang dari 2 bulan yaitu (a) Pneumonia
berat, (b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), (2) dan umur 2 bulan sampai kurang
dari 5 tahun sebagai berikut (a) Bukan pneumonia adalah salah satu atau lebih gejala
berikut, batuk pilek biasa (common cold) yang tidak menunjukkan gejala peningkatan
frekuensi napas dan tidak menunjukkan penarikan dinding dada ke dalam, (b).
Pneumonia Berat bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik nafas, (c) Pneumonia sedang bila disertai
nafas cepat, untuk usia 2 bulan – 12 bulan > 50x/menit, usia 1 – 4 tahun > 40 x /
menit.

Sedangkan menurut (Depkes RI, 2004) Klasifikasi ISPA terbagi menjadi, (1)
ISPA ringan dengan gejala batuk, pilek dan senak, (2) ISPA sedang apabila timbul
gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39˚C dan bila bernafas mengeluarkan suara

Universitas Sumatera Utara

seperti mengorok, (3) ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak
teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah
2.1.3. Faktor Resiko ISPA
Adapun salah satu faktor resiko terjadinya ISPA adalah keadaan status gizi
(Rahajoe dkk, 2012). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan atas gizi buruk, kurang, baik, dan
lebih (Almatsier, 2009).
Sedangkan menurut Suratun (2008), faktor resiko timbulnya ISPA terdiri dari
(1) faktor demografi (jenis kelamin, usia, pendidikan), (2)Faktor Biologis ( status
Gizi dan faktor rumah), (3) faktor polusi ( cerobong asap, kebiasaan merokok), (4)
faktor timbulnya penyakit yaitu faktor lingkungan.
2.1.4. Pencegahan ISPA
Menurut Depkes RI (2004), pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan cara :
(1) Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik dengan harapan gizi yang baik maka akan

menghindarkan dari penyakit terutama ISPA, (2) Imunisasi, dilakukan untuk menjaga
kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh virus / bakteri, (3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
dengan membuat ventilasi udara sehingga akan mengurangi polusi asap dapur / rokok
yang ada didalam rumah, (4) mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
sehingga tidak terkontaminasi dengan penderita ISPA melalui udara yang
tercemardan masuk kedalam tubuh.

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Pengobatan ISPA
Pengobatan ditujukan kepada pemberantasan mikroorganisme penyebabnya.
Walaupun adakalanya tidak diperlukan antibiotikan jika penyebabnya adalah virus,
sedangkan disisi lain ada kesulitan membedakan penyebab antara virus dan bakteri.
Selain itu masi ada keterlibatan infeksi sekunder oleh bakteri. Oleh karena itu,
antibiotika diberikan jika penderita telah ditetapkan sebagai pnemonia, ini sejalan
dengan pedoman Depkes RI (Misnadiarly, 2010)

2.2. Hubungan Status Gizi Balita terhadap Terjadinya Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA)

Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai dengan tingkat berat
dan terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu yang cukup lama. Balita yang kurang
gizi mempunyai risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang mempunyai
status gizi yang baik (Andarini dkk, 2005).
Duarte dan Bothelho (2000) menyebutkan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan terjadinya ISPA pada balita adalah status gizi, dimana status gizi yang
kurang merupakan hal yang memudahkan proses terganggunya sistem hormonal dan
pertahanan tubuh pada balita.
Zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan memiliki efek kuat untuk reaksi
kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi Tupasi (2000) mendapatkan bahwa
pada kondisi kurang energi protein (KEP), dapat menyebabkan ketahanan tubuh
menurun dan virulensi patogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang

Universitas Sumatera Utara

terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi (Rodriguez, 2011).
Protein merupakan zat gizi yang sangat diperlukan bagi pembentukan enzim
yang berperan dalan metabolisme tubuh, termasuk sitem imun. Antibodi globulin
gamma yang biasanya disebut dengan imunoglobilin merupakan 20 % dari seluruh

energi plasma. Semua immunoglobulin terdiri dari rantai polipeptida yang
mengandung bermacam-macam asam amino-asam amino yang spesifik. Salah satu
asam amino yang berperan dalam sistem imun adalah asam amino treonin yang
memiliki kemampuan untuk mencegah masuknya virus dan bakteri terutama pada
saluran nafas dan paru-paru. Yakni berupa sekresi lendir yang disebut glikoprotein
dan immunoglobulin A. Pada penderita yang mengalami kekurangan asam amino
treonin akan mengalami kemunduran sistem kekebalan tubuh. Kekurangan protein
yang terjadi dapat menurunkan sistem imun yang pada akhirnya akan menyebabkan
tubuh lebih mudah terpapar penyakit infeksi. Selain itu, kekurangan protein
umumnya dapat juga berpengaruh terhadap metabolisme vitamin dan mineral yang
berperan sebagai anti oksidan tidak dapat berperan secara maksimal, akibatnya baik
flora normal maupun bakteri dari luar dapat dengan mudah berkembang dan virulensi
nya meningkat, sehingga menyebabkan timbulnya gejala penyakit, termasuk infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) (Andarini dkk, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Metode Penilaian Status Gizi Balita
Menurut (Rusilanty dkk, 2013) Metode penilaian status gizi dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu :

1.

Penilaian secara langsung yang terdiri dari :
a.

Penilaian Antropometri adalah berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai
jenis ukuran tubuh antara lain tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas.
Antropometri digunakan untuk melihat ketidak seimbangan pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh.

b.

Penilaian Klinis adalah metode yang digunakan untuk menilai jaringan epitel
seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ-organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Survei ini dirancang untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan
fisik, yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit. Berikut ini disampaikan
cara mendeteksi masalah kurang gizi yang dideteksi melalui pemeriksaan

klinis (Supariasa dkk, 2002).

c.

Penilaian

Biokimiawi,

pemeriksaan

laboratorium

dilakukan

melalui

pemeriksaan spesimen jaringan tubuh (darah, urin, tinja, hati dan otot).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kekurangan gizi secara spesifik.
d.


Penilaian Biofisik dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan
perubahan struktur yang bertujuan mengetahui situasi tertentu misalnya pada

Universitas Sumatera Utara

orang yang buta senja. Pemeriksaan ini dengan cara pemeriksaan radiologi
(untuk penyakit riketsia, osteomalasia, sariawan, beri-beri, fluorosis). tes
fungsi fisik (untuk mengukur kelainan buta senja akibat kurang vitamin A),
tes sitologi (untuk menilai keadaan KEP berat).
2.

Penilaian tidak langsung diantaranya adalah :
a. Surve konsumsi makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan makanan,
gambaran tingkat kecukupan bahan makanan, dan zat gizi pada tingkat
kelompok,

rumah

tangga


dan

perorangan

serta

faktor-faktor

yang

mempengaruhinya dengan tujuan : menentukan tingkat kecukupan konsumsi
pangan nasional dan kelompok, menentukan status kesehatan dan gizi
keluarga dan individu, menentukan pedoman kecukupan makanan dan
program pengadaan makanan, sebagai dasar perencanaan dan program
pengembangan gizi,menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan
makanan, kesehatan dan gizi masyarakat.
b.

Statistik vital dengan menganalisis data kesehatan seperti angka kematian,
kesakitan, pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi yang berhubungan

dengan gizi.

c.

Faktor ekologi, Pengukuran status gizi didasarkan atas ketersediaan makanan
yang dipengaruhi oleh iklim, tanah, irigasi dan sebagainya untuk mengetahui
penyebab malnutrisi dimasyarakat.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Penilaian status gizi berdasarkan antropometri dapat diukur menggunakan
parameter tunggal seperti umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,
lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Pada
umumnya penilaian status gizi menggunakan parameter gabungan seperti : berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) dan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U)
(Supariasa, 2014 ).
Sedangkan di Indonesia Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan
kombinasi beberapa parameter disebut indeks antropometri yaitu untuk berat badan
(BB) dan tinggi badan (TB) , lingkar lengan atas (LILA) (Kepmenkes, 2010).
Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks SK Menkes RI
No 1995/Menkes/SK/XII/2010 (Sumber Kepmenkes, 2010)
Tabel 2.1 Kategori Status Gizi
Indeks

Kategori status gizi

Berat badan menurut umur (BB/U)
Anak umur 0 – 60 bulan
Panjang badan menurut
(PB/U) atau
Tinggi Badan menurut
(TB/U)
Anak umur 0-60 bulan

Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
umur Sangat pendek
Pendek
umur Normal
Tinggi

Ambang batas
(Z-skor)
< -3 SD
-3 SD s/d < -2 SD
-2 SD s/d 2 SD
>2 SD
< -3 SD
-3 SD s/d < -2 SD
-2 SD s/d 2 SD
>2 SD

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 (Lanjutan)
Indeks

Kategori status gizi

Berat badan menurut Panjang
badan (BB/PB)
Atau
Berat badan menurut Tinggi badan
(BB/TB)
Anak umur 0 – 60 bulan
Indeks Massa Tubuh menurut umur
(IMT/U)
Anak umur 0 - 60 bulan
Indeks Massa Tubuh
Umur (IMT/U)
Anak umur 5 – 18 tahun

Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemukan

Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Menurut Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas

Ambang batas
(Z-skor)
< -3 SD
-3 SD s/d < -2 SD
-2 SD s/d 2 SD

 >2 SD
 < -3 SD
 -3 SD s/d < -2 SD
-2 SD s/d 2 SD
>2 SD
< -3 SD
-3 SD s/d < -2 SD
-2 SD s/d 2 SD
> 1 SD s/d 1 SD
>2 SD

2.3. Hubungan Status Imunisasi terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA)
Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal
terhadap invasi mikroorganisme (bakteri dan virus) yang dapat menyebabkan infeksi
sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kecepatan untuk menyerang tubuh.
Dengan imunisasi, tubuh akan terlindung dari infeksi, begitu pula orang lain karena
tidak tertular dari seseorang. Oleh karena itu, imunisasi harus dilakukan untuk semua
orang, terutama bayi dan anak sejak lahir, agar pada akhirnya nanti infeksi dapat
musna dari muka bumi (Maryunani, 2010).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap
suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut

Universitas Sumatera Utara

diharapkan tubuh dapat menghasilkan Eat Anti yang pada akhirnaya nanti digunakan
tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh
(BKKBN,2008)
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap antigen sehingga bila kelak terpajan pada antigen yang serupa tidak
terjadi penyakit (Ranuh, 2005)
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar
kekebalan diatas ambang per-lindungan. Imunisasi diberikan pada bayi antara umur
0-12 bulan, yang terdiri dari imunisasi BCG, DPT (1,2,3), Polio (1,2,3,4), Hepatitis B
(1.2.3), dan campak (Pedoman penyelengaraan Imunisasi, 2005)
Imunisasi yaitu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap
suatu penyakit dalam memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi
dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas
ambang perlindungan. Imunisasi dasar yaitu pemberian imunisasi BCG (1x),
Hepatitis B (3x), DPT (3x), Polio (4x), dan campak (1x), sebelum bayi berusia I
tahun (Depkes, 2005 dalam Lisnawati, 2013).
Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat
kekebalan diatas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa perlindungan (Pedoman penyelenggaraan Imunisasi, 2005).
2.3.1. Tujuan Imunisasi
Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang. Menghilangkan
penyakit tertentu pada populasi. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar

Universitas Sumatera Utara

dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh
penyakit yang sering berjangkit.
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar
dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh
penyakit yang sering berjangkit. Secara umum tujuan imunisasi, antara lain:
(1) Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular, (2) Imunisasi
sangat efektif mencegah penyakit menular, (3) Imunisasi menurunkan angka
mobiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita
2.3.2. Manfaat Imunisasi
Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular, imunisasi menurunkan
angka mobiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita.
Menurut (Proverawati, 2010), manfaat imunisasi yaitu (1) Untuk anak : mencegah
penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacar atau kematian
(2) Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya
akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman (3) Untuk negara : memperbaiki
tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan negara.
2.3.3. Tujuan Pemberian Imunisasi
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar
dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh
penyakit yang sering berjangkit. Secara umum tujuan imunisasi, antara lain: (a)

Universitas Sumatera Utara

Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular, (b) Imunisasi
sangat efektif mencegah penyakit menular, (c) Imunisasi menurunkan angka
mobiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita.
2.3.4. Jenis-Jenis Imunisasi
Menurut ( Andhini, 2010), Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa, agar
tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:
1.

Imunisasi Wajib
a. BCG

Vaksinasi

BCG

memberikan

kekebalan

aktif

terhadap

penyakit

tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan, vaksin
ini mengandung bakteri bacillus calmette-guerrin hidup yang dilemahkan
sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Biasanya reaksi yang ditimbulkan
oleh imunisasi ini adalah setelah 4-6 minggu di tempat bekas suntikan akan
timbul bisui kecil yang akan pecah, sebab hal ini merupakan reaksi yang normal
namun jika bisul timbul pada kelenjar ketiak atau lipatan paha, sebaiknya anak
segera dibawa kembali ke dokter. Sementara waktu untuk mengatasi
pembengkakan, kompres bekas suntikan dengan cairan antiseptik.
b. DPT
(1). Difteri
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran
napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel

Universitas Sumatera Utara

(tonsil) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan
dapat menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat
berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin )
selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan
dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan
dengan selang penyuntikan satu - dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan
memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus
dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah
demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup
diberikan obat penurun panas .
(2). Petusis
Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan " Batuk Seratus
Hari" adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
Pertusis. Gejalanya khas yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka
menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah.
Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking.
Penularan umumnya terjadi melalui udara (batuk / bersin). Pencegahan
paling efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus
dan Difteri sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang
pentuntikan.

Universitas Sumatera Utara

(3). Tetanus
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Dengan gejala tetanus umumnya
diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang
mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot
leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut,
lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal
tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak
bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat
menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang.
Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan
yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu
antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga
dapat mencegah infeksi tersebut.
Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium
tetani

yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin.

Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke
sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada
aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot.
Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi,
narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit)

Universitas Sumatera Utara

maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat
hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi
tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala
yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua
minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit
berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka
penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6
minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari
imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus
dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30,
35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di
tempat yang terjaga kebersihannya.
c. Hepatitis B

Imunisasi Hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus
hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit itu menuiar melaiui darah atau
cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi. Vaksin ini diberikan 3 kali
hingga usia 3-6 bulan.
d. Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penyakit
ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak
yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh. Vaksin polio ada dua jenis,

Universitas Sumatera Utara

yakni vaccine polio inactivated (IPV) dan vaccine polio oral (OPV). Vaksin ini
diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18 bulan dan 5 tahun.
e. Campak
Campak adalah penyakit yang sangat menular vans-dapat disebabkan
oleh sebuah virus yang bernama; virus campak. Penularan melalui udara ataupun
kontak latip-sunp" dengan penderita. Gejala-gejalanya adalah demam, batuk pilek
dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak menderita
demam. Bercak timbul dipipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka,
tubuh dan anggota tubuh lainnya.
Komplikasi dari penyakit Campak ini adalah radang paru-paru, infeksi
pada telinga, radang pada saraf, radang-pada sendi dan radang pada otak yang
dapat kerusakan otak yang permanen (menetap) adalah dengan cara menjaga
kesehatan kita dengan makanan yang sehat, berolah raga yang teratur dan
istirahat yang cukup, dan paling efektif cara pencegahannya adalah dengan
melakukan imunisasi, Pemberian Imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif
dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali
suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih
2.

Jenis Imunisasi yang dianjurkan
a. Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza
tipe b yang disebabkan oleh bakteri. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis

Universitas Sumatera Utara

(radang selaput otak), pneumonia (radang paru) dan infeksi tenggorokan. Vaksin
ini diberikan 4 kali pada usia 2,4,6 dan 15-18 bulan.
b. Pneumokokus (PCV)
Imunisasi ini untuk mencegah penyakit paru-paru dan radang otak. Imunisasi
ini juga melindungi anak terhadap bakteri yang sering menyebabkan
infeksi telinga dan radang tenggorokan. Bakteri ini juga dapat menyebabkan
penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan radang paru.
c. Vaksin Influensa yaitu diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan hingga
dewasa.
d. MMR
MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan
Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan dan
diulang saat anak berusia 6 tahun.
e. Imunisasi Varisella
Berfungsi memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai
dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, komplikasinya infeksi kulit dan
bisa infeksi di otak. Vaksin ini diberikan pada anak usia 1-13 tahun 1 kali dan
lebih dari 13 tahun 2 kali
f. Tifoid Imunisasi untuk mencegah Typus. Imunisasi ini dapat diulang setiap 3
tahun.

Universitas Sumatera Utara

g. Hepatitis A
Imunisasi inidapat diberikan pada anak usia di atas 2 tahun.Imunisasi
diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun. Imunisasi
dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian. Dosis vaksin (Harvixinactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yag
terjadi minimal kadang demam, lesu, lelah, mual-muntah dan hialng nafsu
makan.
h. Imunisasi Typus, vaksin ini tersedia dalam 2 jenis yaitu : (1). Suntikan dan
Oral.
2.3.6. Faktor yang Mempengaruhi Imunisasi
Menurut Marimbi (2010), faktor yang mempengaruhi imunisasi yaitu :
1.

Status Imun Penjamu yaitu (a) Adanya Ab spesifik pada penjamu keberhasilan
vaksinasi, seperti campak pada bayi, kolustrum ASI — IgA polio, (b) Maturasi
imunologik seperti neonatus fungsi makrofag, kadar komplemen, aktifasi
optonin, (c) Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang, sehingga hasil
vaksinasi ditunda sampai umur 2 bulan, (d) Cakupan imunisasi semaksimal
mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasikan (e) Status
imunologik (seperti defisiensi imun) respon terhadap vaksin kurang.

2.

Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu baik, cukup, rendah
keberhasilan vaksinasi tidak 100%

Universitas Sumatera Utara

3. Kualitas vaksin
Kualitas Vaksinasi tergantung pada : (a) Cara pemberian, misalnya polio oral,
imunitas lokal dan sistemik. (b) Dosis vaksin yaitu : (1) tinggi menghambat respon,
menimbulkan efek samping, (2) rendah tidak merangsang sel imunokompeten. (c)
Frekuensi Pemberian yaitu : respon imun sekunder sel efektor aktif lebih cepat, lebih
tinggi

produksinya,

afinitas

lebih

tinggi.

Sehingga

frekuensi

pemberian

mempengaruhi respon imun yang terjadi . Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat
kadar Ab spesifik masih tinggi Ag dinetralkan oleh Ab spesifik tidak merangsang sel
imunokompeten. (d) Ajuvan yaitu : zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag
mempertahankan Ag tidak cepat hilang mengaktifkan sel imunokompeten.
2.3.7. Hal-hal yang Dapat merusak Vaksin dan Komposisi Vaksin
Menurut (Marimbi, 2010), hal-hal yang dapat merusak vaksin dan komposisi
vaksin yaitu : panas dapat merusak semua vaksin, sinar matahari dapat merusak
BCG, pembekuan toxoid, desinfeksi/antiseptik dengan sabun.
2.3.8. Jadwal Pemberian Imunisasi
Jadwal imunisasi adalah informasi mengenai kapan suatu jenis vaksinasi atau
imunisasi harus diberikan kepada anak. Jadwal imunisasi suatu negara dapat saja
berbeda dengan negara lain tergantung kepada lembaga kesehatan yang
.berwewenang mengeluarkannya.
Berikut ini adalah jadwal imunisasi anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) Periode 2004 (revisi September 2003):

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi
Umur

Hepatitis

Keterangan

Saat lahir

Hepatitis B-1

1 bulan

Hepatitis B-2

0-2 bulan

BCG

2 bulan

DPT-1

HB-1 diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi
lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan
Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan
HB-2 adalah 1 bulan
BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan
diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan
uji tuberkolosis terlebih dahulu dan BCG diberikan
apabila uji tuberkulin negatif
DPT-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu.
DPT-1 diberikan bersamaan dengan Hib-1
Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval
2 bulan. Hib-1 bisa diberikan secara terpisah atau
dikombinasi dengan DPT-1
Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DPT-1
DPT-2 dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasi dengan Hib-2
Hib-2
dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasi dengan DPT-2
Polio-2 dapat diberikan bersamaan dengan DPT-2
DPT-2 dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasi dengan Hib-3
Apabila menggunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur
6 bulan tidak perlu diberikan
Polio-3 diberikan bersamaan dengan DPT-3
HB-3 diberikan umur 6 bulan, untuk mendapatkan
imun optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2
bulan, terbaik 5 bulan
Campak pertama diberikan pada umur 9 bulan,
campak-2 merupakan program BIAS pada SD kelas
1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapatkan MMR
pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan.
Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan
imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umur
12 bulan
Hib-4 diberikan pada umur 15 bulan (PRP-T atau
PRP-OMP)
DPT-4 diberikan 1 tahun setelah DPT-3
Polio-4 diberikan bersamaan dengan DPT-4

Hib-1

4 bulan

Polio -1
DPT-2
Hib-2

6 bulan

Polio -2
DPT-3
Hib-3
Polio -3
Hepatitis B-3

9 bulan

Campak-1

15-18 bulan MMR

Hib-4
18 bulan

DPT-4
Polio-4

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 (Lanjutan)
Umur

Hepatitis

2 tahun

Hepatitis A

2-3 tahun

Tifoid

5 tahun
6 Tahun

DPT-5
Polio-5
MMR

10 Tahun

Dt/tt

Varisela
2.4.

Keterangan
Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2
tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan
Vaksin hepatitis dierkomendasikan pada umur > 2
tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan
DPT-5 dibberikan pada umur (DPTw/Dtap)
Polio-5 diberikan bersamaan dengan DPPT-5
Diberikan pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dt atau TT)
diberikan untuk mendapatkan MMR-1
Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (Dt atau TT)
diberikan untuk mendapatkan imunitas selama 25
tahun
Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun

Landasah Teori
Menurut World Health Organization (WHO) ISPA yaitu Penyakit infeksi akut

yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran napas mulai dari hidung
(saluran bagian atas) hingga jaringan di dalam paru-paru (saluran bagian bawah).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff, 2008).
Sedangkan menurut (Depkes RI, 2004) Klasifikasi ISPA terbagi menjadi, (1)
ISPA ringan dengan gejala batuk, pilek dan senak, (2) ISPA sedang apabila timbul
gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39˚C dan bila bernafas mengeluarkan suara
seperti mengorok, (3) ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak
teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut (Suratun, 2008), faktor resiko timbulnya ISPA terdiri dari
(1) faktor demografi (jenis kelamin, usia, pendidikan), (2)Faktor Biologis (status Gizi
dan faktor rumah), (3) faktor polusi (cerobong asap, kebiasaan merokok), (4) faktor
timbulnya penyakit yaitu faktor lingkungan.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan kombinasi beberapa parameter
disebut indeks antropometri yaitu untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB),
lingkar lengan atas (LILA) (Kemenkes, 2010).
Menurut Depkes RI (2004), pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan cara :
(1) Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik dengan harapan gizi yang baik maka akan
menghindarkan dari penyakit terutama ISPA, (2) Imunisasi, dilakukan untuk menjaga
kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh virus / bakteri, (3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
dengan membuat ventilasi udara sehingga akan mengurangi polusi asap dapur / rokok
yang ada didalam rumah, (4) mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
sehingga tidak terkontaminasi dengan penderita ISPA melalui udara yang tercemar
dan masuk kedalam tubuh. Sehingga dapat digambarkan kerangkanya sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Faktor resiko timbulnya ISPA
1.

2.

Faktor Demografi :
a. Jenis kelamin
b. Umur
c. Pendidikan
Faktor Biologi :
a. Status Gizi
b. Faktor Rumah
a. Faktor lingkungan :
Cerobong asap / pabrik /
Rumah tangga
b. Kebiasaan merokok

Kejadian ISPA pada
Balita

Pencegahan ISPA :
1. Menjaga Status Gizi
2. Imunisasi
3. Menjaga kebersihan perorangan
dan lingkungan
4. Menjaga anak berhubungan
dengan penderita ISPA

Gambar 2.1. Kerangka Teori
Sumber : Suratun (2008)

Universitas Sumatera Utara

2.5.

Kerangka Konsep
Menurut Notoatmodjo (2010), Kerangka konseptual adalah merupakan

justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dengan memberikan landasan
kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalah, kerangka
hubungan antar variabel yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang telah
dilakukan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah status gizi dan status
imunisasi balita, sedangkan variabel dependen adalah infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA). Secara skematis, kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen
Status Gizi Balita
1. Kurang Baik
2. Baik

Variabel Dependen
Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA)

Status Imunisasi Balita
1. Tidak Lengkap
2. lengkap

1. ISPA
2. Tidak ISPA

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Status Imunisasi dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014

1 46 60

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

3 31 104

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

2 9 10

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

0 0 18

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

1 1 2

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

0 0 7

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 30

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

0 0 3

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

0 0 38

Hubungan Status Imunisasi dan Status Gizi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

0 0 19