Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Permasalahan gizi yang terjadi pada saat ini sudah menjadi kendala yang
mendunia. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2012,
status gizi buruk pada anak Indonesia mencapai 900.000 jiwa. Hal ini membuat
Indonesia menduduki peringkat ke 5 se-dunia. Keadaan ini, kemungkinan disebabkan
oleh faktor perekonomian serta kebudayaan yang mempengaruhi pemahaman
sebahagian masyarakat Indonesia tentang pentingnya menjaga asupan nutrisi yang
tepat secara kualitas maupun kuantitas (Istiani, 2013).
Pada saat ini negara kita sedang dihadapkan oleh permasalahan gizi ganda
yaitu gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi yang dapat diketahui yaitu Kurang
energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan
Iodium (GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) (Almatsier, 2009).
Pada beberapa penelitian yang lalu, khususnya yang dilakukan Santoso
Sugeng, dkk pada tahun 2011, Indonesia masi menghadapi masalah 6 juta balita yang
mengidap status gizi kurang dan 1,8 dengan status gizi buruk. Ditemukan 33.173
balita atau 1,83 persen dengan berat badan dibawah garis merah pada KMS, di
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011. Keadaan tersebut menunjukkan angka
kejadian gizi buruk masih sangat tinggi di negara kita.


Universitas Sumatera Utara

Di Daerah Provinsi Riau, keadaan balita dengan status gizi buruk-kurang
sebesar 15,9% sehingga menduduki urutan ke 15 dari 18 provinsi yang angka
prevalencenya diatas angka nasional 21,1%. Sedangkan kejadian ISPA mencapai

10,9% yang mana hal ini disebabkan oleh virus atau bakteri yang diawali dengan
panas disertai dengan salah satu atau lebih gejalanya, seperti batuk berdahak atau
kering, pilek, tenggorokan sakit, atau nyeri ketika menelan (Riskesdas, 2013).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit Infeksi yang
menyerang saluran Pernafasan atas maupun bawah secara mendadak serta
menimbulkan masalah kegawatan dan menjadi salah satu penyebab kematian pada
bayi dan balita. Upaya untuk menurunkan resiko penyakit ISPA perlu dilakukan,
yaitu dengan pemberian imunisasi dasar lengkap dan pemberian kapsul vitamin A (
Marimbi, 2010).
Dalam pencegahan infeksi dan peningkatan kekebalan tubuh balita,
Pemerintah mengeluarkan program setiap balita harus mendapatkan Lima Imunisasi
dasar Lengkap (LIL) yang mencakup 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Hepatitis B
dan 1 dosis Campak (Kemenkes RI, 2013).

Imunisasi bermanfaat mencegah berbagai jenis penyakit infeksi seperti polio,
TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B, bahkan imunisasi dapat mencegah
kematian dari penyakit tersebut. Sebahagian besar kasus ISPA merupakan penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi DPT dan campak karena dapat mengurangi
difteri dan batuk rejan (Depkes RI, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Selain imunisasi setatus gizi juga dapat mempengaruhi kekebalan tubuh balita
karena jika balita menderita gizi buruk dan kurang dan telah diimunisasi lengkap
maka masi dapat terserang penyakit. Hal ini disebabkan kekurangan dan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan asupan dan protein sehingga ISPA akan
lebih mudah menyerang apabila kekebalan tubuh (imunitas) menurun. Biasanya pada
kelompok anak dibawah lima tahun yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang
masih sangat rentan terhadap berbagai penyakit termasuk ISPA baik golongan
pneumonia ataupun bukan golongan pneumonia (Marimbi, 2010).
Surve mortalitas ISPA pada tahun 2005 di 10 Provinsi, diketahui bahwa
Pneumonia menjadi penyebab kematian bayi terbesar yaitu 22,3% dari seluruh
kematian bayi. Studi mortalitas menurut Riskesdas 2007 juga menunjukkan bahwa
proporsi kematian pada bayi karena pneumonia di Indonesia mencapai 23,8% dan

pada balita sebesar 15,5%. Pada tahun 2011 di Indonesia kejadian Pneumonia
meningkat menjadi 559,114 kasus atau 23,98%. Di Provinsi Riau diketahui bahwa
ISPA juga mempunyai kontribusi 28% sebagai penyebab kematian pada bayi ≤ 1
tahun dan 23% pada anak balita (1-5 tahun) dimana 49% dari seluruh kematian ISPA
disebabkan oleh pneumonia (Kemenkes RI, 2013).
ISPA merupakan penyakit yang tergolong sering menyerang atau terjadi pada
balita. Hal ini kemungkinan berhubungan erat dengan permasalahan daya tahan tubuh
bayi yang masih belum terlalu kuat dibandingkan dengan manusia dewasa yang sudah
banyak mengalami proses kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat dari
pengalaman infeksi sebelumnya. Pada realitanya resiko ISPA dalam menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

kematian pada anak masih dalam jumlah kecil, akan tetapi komplikasi yang akan
ditimbulkan dari ISPA lanjutan seperti OMA dan Mastoiditis akan berujung pada
kecacatan bahkan dapat menimbulkan komplikasi patal seperti pneumonia (Suratun,
2013).
Seperti yang diperoleh dari hasil penelitian (Friendly, 2012) bahwasannya dari
112 pasien ISPA (6-35 bulan) didapatkan 35% mengalami OMA dan 8% sinus dan
epidemiologi dari seluruh dunia, terjadinya OMA usia 1 tahun sekitar 62%, anak 3

tahun sekitar 83%. Sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 75% dan di Inggris
25%. Sedangkan untuk resiko kambuh lebih sering terjadi pada usia < 5 tahun.
Kejadian ISPA pada balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih
berat dan buruk. Hal ini disebabkan karena penyakit ISPA yang didapat umumnya
merupakan kejadian pertama kali atau orang tua berusaha mengobati anaknya sendiri
terlebih dahulu sehingga pada saat keadaan memberat baru diperiksakan kepada
dokter.
Berdasarkan data Profil Dinkes Kota dumai (2015) Angka Kematian Balita
(AKABA) masih tinggi yakni 32 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan berdasarkan
penyebab Kematian Balita terbanyak adalah karena BBLR sebanyak 24 orang
(25,81%), disusul dengan asfiksia sebanyak 23 orang (24,73%).

Yang menjadi

penyebab utama kematian bayi dan balita yaitu BBLR, status gizi buruk, imunisasi
yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan keadaan lingkungan yang tercemar.
Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada anak bayi
dan balita yakni faktor intrinsik (umur, statu gizi buruk, status imunisasi yang tidak

Universitas Sumatera Utara


lengkap) dan faktor ekstrinsik (perumahan, kepadatan tempat tinggal,sosial ekonomi,
pendidikan). Resiko akan berlipat ganda pada anak usia dibawah dua tahun yang
daya tahan tubuhnya masih belum sempurna. ISPA pada anak dibawah dua tahun
harus diwaspadai oleh orang tua, karena dapat menyebabkan kematian (Istiani, 2013).
Kejadian penyakit ISPA pada balita di Kota Dumai terutama di wilayah kerja
Puskesmas Bukit Kapur menduduki peringkat 10 penyakit yang paling menonjol.
Temuan kasus penyakit ISPA pada balita di tahun 2015 sebanyak 2459 kasus dari
3.051 balita. Dan pada bulan Februari 2016 sebanyak 483 kasus (19,64%).
Peningkatan kasus yang terjadi dikarenakan keadaan lingkungan yang tercemar
karena asap kebakaran hutan dan asap pabrik. Selain temuan penyakit ISPA saat studi
pendahuluan peneliti juga mendapatkan data mengenai cakupan imunisasi tahun 2016
yaitu bayi yang diimunisasi BCG sebanyak 9,3%, imunisasi DPT dan HB sebanyak
18%, bayi yang diimunisasi campak sebanyak 33% dan yang diimunisasi polio
sebanyak 10,2% (Profil Puskesmas Bukit Kapur, 2016).
Sesuai dengan kejadian penyakit ISPA yang menjadi penyebab kematian bayi
di Indonesia dan menjadi penyakit yang paling menonjol di wilayah kerja Puskesmas
Bukit Kapur, peneliti ingin meneliti tentang Hubungan Status Gizi dan Status
Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di
Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai tahun 2016.


Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diteliti adalah
―apakah ada hubungan antara status gizi dan status imunisasi dengan kejadian infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur
Kota Dumai tahun 2016‖.
1.3.Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan antara status gizi dan status imunisasi dengan kejadian
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Bukit Kapur Kota Dumai Priode Tahun 2016.

1.4.Hipotesis
1.

Adanya hubungan status gizi pada balita dengan kejadian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota
Dumai tahun 2016.


2.

Adanya hubungan status imunisasi

pada balita dengan kejadian infeksi

saluran pernapasan akut (ISPA) di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur
Kota Dumai tahun 2016
3.

Adanya hubungan status gizi dan status imunisasi dengan kejadian infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Bukit Kapur Kota Dumai tahun 2016.

Universitas Sumatera Utara

1.5.Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan
sejauh mana hubungan status gizi terhadap kejadian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas Bukit Kapur sehingga dapat mengambil

suatu

kebijakan

dalam

meningkatkan

program

deteksi

dini

dan

penanggulangan ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai.
2. Bagi Puskesmas, sebagai bahan masukan dalam memberikan promosi
kesehatan mengenai perilaku hidup sehat sebagai upaya pecegahan ISPA
untuk peningkatan cakupan pelaksanaan kesehatan ibu dan anak yang selama

ini belum mencapai standart.
3. Penelitian ini dapat bermanfaat dan memperkaya khasanah keilmuan dan
pengembangan pengetahuan tentang infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
4. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
lebih lanjut.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Status Imunisasi dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Sakit (1-5 tahun) di Puskesmas Teladan Medan Tahun 2014

1 46 60

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

3 31 104

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

2 9 10

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

0 0 18

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

1 1 2

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

1 1 24

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016 Chapter III VI

0 0 30

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

0 0 3

Hubungan Status Gizi dan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kapur Kota Dumai Tahun 2016

0 0 38

Hubungan Status Imunisasi dan Status Gizi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

0 0 19