Potensi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Asal Laut Sumatera Utara Dalam Menguraikan Berbagai Pestisida Secara Invitro Dan Invivo

1iiiMm1
13000040

-

LAPORAN AKHIR

IDBAH BERSAING
PROGRAM DESENTRALISASI
JUDUL PENELITIAN :
POTENSI BAKTERI PENGHASIL BIOSURFAKTAN ASAL LAUT
SUMATERA UTARA DALAM MENGURAIKAN BERBAGAI PESTISIDA
SECARA INVITRO DAN INVIVO

Oleh:

Dra. Nunuk Priyani, MSc.
Prof. Dr. Erman Munir,MSc.
Ir. Bintang, MP.
Dibiayai oleh Direktorat Jendral Perguruan Tinggi
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Sesuai dengan Surat Penugasan

Dalam Rangka Pelaksanaan Program Penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2012

Nomor: 1607/UNS.l.R!KEU/2012 tanggal21 Februari 2012

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN/PELAYANAN
KEPADA MASYARAKAT
BIDANG PENELITIAN
NOPEMBER 2012

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN l:_.APORAN AKHIR
SKIM HIBAH :SERSAING
PROGRAM DESENTRALISASI
TAHUN ANGGARAN 2012

1 a. Judul Penelitian

2

3


4

5
6

7
8

-

b . Bidang Ilmu
Ketua Peneiiti:
a. Nama Lengka_p_ dan Gelar
b. Jenis Kelamin
c. NIP
d. Jabatan Fungsional
e. Fakultas/Departemen/Program Studi
f. Handphone
Alarnat Ketua Peneliti

a. Alamat Kantor
(Telp/fax/e-mail)
b. Alarnat Rumah
(Telp/fax/e-mail)
Jum1ah Anggota Peneliti
a. Nama Anggota Penelitian I
b. Nama Anggota Penelitian II
Lokasi Penelitian
Kerjasarna Dengan Institusi Lain
Jangka Waktu Penelitian
Biaya yang Disetujui Tahun 2012
a. Sumber dari DIPA USU
b. Sumber Lainnya
Total Biaya

Potensi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Asal
Laut Sumatera Utara dalam tv1enguraikan
Berbagai Pestisida Secara Invitro Dan Invivo
MIPA
Dra. Nunuk Priyani, MSc.

:P
: 196404281996032001
: Lektor Kepala
: MIP A I Biologi
: 08196000108
: Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU
Medan (061-8223564/106-8210783)
Jl. Darussalam Gg Sekolah No. 10, Medan
2
Prof. Dr. Erman Munir, MSc.
Ir. Bintang, MP
Lab. Mikrobiologi
10 bulan
Rp. 44.000.000,-

,_

: Rp. 44.000.000,Medan, Nopember 2012
Ketua ·
eneliti,


Dra.
nuk Priyani, MSc.
NIP. 196404281996032001
Menyetujui
Ketua Lembaga Penelitian USU

Zセ@
Dr. Ir. Harmein
Nasution, MSIE
....
NIP. 1'{520525 198003 1 003
.

\セ@
ll

--

DAFTARISI


Halaman
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN .......................................................

ii

RINGKASAN DAN SUMMARY............................................................................

iii

PRAKATA...............................................................................................................

iv

DAFTAR TABEL ....................................................................................................

VI

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ .
II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN T AHUN KE 2


2

III. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. .

3

IV. METODE PENELITIAN ................................................................................ .

6

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... .

8

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... .

18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ ..


19

LAMPIRAN ........................................................................................................................................ .

RINGKASAN

Penelitian tentang potensi bakteri penghasil biosurfaktan asal taut Sumatera Utara dalam
menguraikan berbagai pestisida secara invitro telah selesai dilaksanakan. Sebanyak 19 isolat
asal Belawan dan Berastagi diujikan kemampuannya dalam menguraikan pestisida berbahan
aktif karbosulfan dan fungisida propineb. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan isolat,
produksi biosurfaktan dan residu pestisida. Pengamatan dilakukan pada minggu ke 0, 1, 2,
dan 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua isolat yang diujikan mampu tumbuh
dengan baik dengan memanfaatkan karbosulfan maupun propinep sebagai satu-satunya
sumber karbon. Untuk isolat yang diujikan pada karbosulfan, populasi bakteri tertinggi tetjadi
6
pada minggu kedua yang mencapai 1168 x 107 sellml dari populasi awal 10 sellml. Sedang
isolat yang diujikan pada propinep, populasi tertinggi terdapat pada minggu pertama.
Pertumbuhan bakteri yang tinggi tidak selalu diikuti dengan produksi biosurfaktan yang
tinggi juga. Hasil penguraian fungisida propinep menunjukkan bahwa isolat JBM 1 yang

berasal dari Berastagi mampu menguraikan residu propinep sampai dengan 93.8% selama 3
minggu, dari konsentrasi awal 1.025 ppm menjadi 63 ppm pada akhir pengamatan.

SUMMARY

A research producingbout the potency of biosurfactant - producing bacteria isolated from
Belawan and Berastagi, North Sumatra, in pesticides degradation has been done. As many as
19 isolates were tested on their ability of pesticides degradation. Those pesticides contain
karbosulfan (as insecticide) and propinep (as fungicide) as the active compounds. The
parameters observed were bacterial growth, production of biosurfactant, and residu of
pesticides. The observation was done on week 0, 1, 2, and 3. The result showed that all
bacteria tested were able to grow well on medium containing carbosulfan or propinep as the
solely carbon source. The initial population was 106 cells/mi. The bacterial isolates that were
grown on medium containing carbosulfan showed the highest population on week 2 (1128 x
7
10 cellslml) and started to decrease on week 3. Meanwhile bacterial isolates grown on
medium containing propinep, the highest population was on week 1 (416 x 106 cells/ml). The
highest bacterial growth is not always followed by high production of biosurfactant. Isolate
JBM 1 was able to degrade propinep up to 93.8% by the end of incubation. The propinep
residu was 63 ppm which decreased significanly from the initial concentrion which was 1025

ppm.

iii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmad dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun laporan penelitian yang
berjudul Eksplorasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Asal Laut dari Sumatera Utara dan
potensi pemanfaatannya dalam pengendalian cemaran minyak bumi di pantai.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada Dekan FMIPA USU, Dr. Sutarman, MSc., Ketua Lembaga Penellitian
USU, Dr. Ir Harmein Nasution, MSIE., serta Ketua Departemmen Biologi: Dr. Nursahara
Pasaribu,MSc. atas semua bantuan dan fasilitas yang diberikan. Ucapan terimakasih yang
sebesar-besamya juga kami sampaikan kepada DP2M DIKTI yang telah menyetujui dan
menyediakan dana untuk pelaksanaan penelitian ini. Kepada mahasiswa terutama Frans
Grovy Naibaho, Nina Septania Damanik, dan Diah penulis sampaikan rasa terimakasih yang
sebesar-besamya atas bantuannya dalam melaksanakan penelitian ini. Semoga semua ilmu
dan pengetahuan serrta ketrampilan yang kalian dapatkan dapat bermanfaat.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih belum sempuma, oleh karenaa
itu penulis mengharaapkan kritik dan saran untuk kesempumaan penelitian lebih lanjut.

Semoga laporan peneelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama yang berkaitan
dengan penguraian pestisida .

Medan, November 2012
Penulis

iv

DAFIAR TABEL

Tabel 1.

Pertumbuhan 10 isolat asal Berastagi pada media mengandung karbosulfan 2%
selama 3 minggu inkubasi.

Tabel 2.

Rata-rata pertumbuhan 10 isolat bakteri asal Belawan pada media mengandung
pestisida berbahan aktifKarbosulfan selama 3 minggu

Tabel3.

Uji kualitatifkemampuan 10 isolate asal Brastagi dalam uji Emulsifikasi pada
hari ke 15

Tabel4.

Uji kuantitatifproduksi Biosurfaktan oleh isolate Brastagi pada minggu I, II, dan
III

Tabe15.

Uji kualitatifkemampuan isolate asal Brastagi yang ditumbuhkan pada media
mengandung karbosulfan dalam uji Emulsifikasi pada hari ke 15

Tabel 6.

Uji kuantitatif produksi Biosurfaktan oleh isolate Belawan pada minggu I, II, dan
III

Tabel 7.

Rata-rata pertumbuhan 10 isolat bakteri asal Berastagi pada media
mengandung pestis ida berbahan aktif propinep selama 3 minggu

Tabel 8.

Uji kualitatifkemampuan isolat asal Berastagi yang ditumbuhkan pada meedia
mengandung propinep untuk membentuk emulsi.

Tabael9.

Uji kuantitatifproduksi Biosurfaktan oleh isolate Berastagi yang ditumbuhkan
pada media mengandung propinep pada minggu I, II, dan III

Tabel 10.

Residu fungisida propinep basil penguraian oleh isolat yang berasal dari
Berastagi selama 3 minggu pengamatan.

v

I.

PENDAHULUAN

Pestisida masih merupakan senyawa yang terns menerus digunakan dalam jumlah yang
cukup menonjol di teknologi budidaya tanaman pertanian secara moderen. Pemakaian pestisida
masih cenderung meningk:at meskipun tersedia altematif untuk mengendalikan hama seperti:
pemakaian varietas yang resistan maupun aplikasi dari pengendalian hama terpadu atau sering
dikenal dengan Integrated Pest Management (IPM). Meskipun para ahli khususnya di Asia telah
semakin sadar akan dampak negatif jangka panjang dari pestisida terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia, akan tetapi penelitian ilmiah terhadap isu-isu tersebut masih sangat terbatas
(Pinjali, 1987). Kontaminasi tanah dan perairan oleh pestisida dapat menyebabkan masalah
kesehatan maupun masalah lingkungan yang serius. Komponen utama dalam pestisida seperti
demeton-S-methylsulfonat, ptalimide, 1,2,3,6-tetrahydrophthalimide dan lain-lainnya bersifat
karsinogen. Oleh karen itu konsentrasi senyawa tersebut dalam lingk:ungan harus dibatasi dengan
ketat (Igbinosa, 2007).
Kabupaten tanah karo merupakan sentra penghasil sayur-sayuran, buah-buahan maupun
tanaman perkebunan seperti kopi, kemiri dan kemenyan. Tanah Karo merupakan dataran tinggi
dengan ketinggian 600 sampai 1.400 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 1.000 4.000 mm/tahun, dengan suhu berkisar antara 16 sampai 27°C dan kelembaban 82%
(

)

Selain memenuhi kebutuhan konsumsi lokal masyarakat Kota Medan dan sekitamya,
setiap harinya sayur dari kabupaten dataran tinggi di Sumut itu juga memenuhi pasar
intemasional termasuk Singapura dan Malaysia. Pada tahun 1980-an ekspor sayur, buah dan
produk holtikultura lain dari Kabupaten Karo sempat menjadi primadona dan mendominasi pasar
untuk memenuhi kebutuhan sejumlah negara di Asia(Jenda, B. 2008. Data dikutip MedanBisnis
dari Pelindo I Cabang Belawan dan Pelindo I Unit Terminal Peti Kemas (UTPK) Belawan,
hingga Juli 2008 volume ekspor sayur mayur Sumut yang dikapalkan melalui Pelabuhan
Belawan dan Terminal Peti Kemas Gabion Belawan tercatat sebanyak 13.080 ton atau turun
sekitar 28% dibanding periode serupa 2007 yang berjumlah 16.751 ton (MedanBisnis, 2008).

1

Menurunnya produksi dan kwalitas sayur dan buah-buahan dari tanah karo antara lain
disebabkan oleh akumulasi pestisida pada daerah pertanian tersebut. Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya untuk mengurangi akumulasi pestisida pada tanah pertanian. Penguraian
pestisida dapat dilakukan secara kimia, dengan fotooksidasi maupun dengan cara biologi.
Dibandingkan dengan 2 cara lainnya, penguraian pestisida oleh mikroba mempunyai beberapa
keunggulan seperti: mudah dilakukan, tidak memerlukan biaya yang besar dan lebih ramah
lingkungan. Pada kesempatan ini akan dilakukan penelitian tentang potensi bakteri penghasil
biosurfaktan asallaut di Sumatera Utara dalam menguraikan pestisida secara in vitro.
II. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
a

Mengaplikasikan isolat hasil penelitian tahun pertama dalam menguraikan
pestisida secara in vitro di laboratorium.

b. Dengan diperolehnya isolat potensial pengurai pestisida, diharapkan dapat
dikembangkan lebih lanjut untuk mengurangi residu pestisida di tanah pertanian
Berastagi. Dengan demikian diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas
tanah di Berastagi.
Bセ@

0.

·-

No .

arJf , ·

Sumbcr

Dtperiksa

2

III. TINJAUAN PUSTAKA
Bioremediasi adalah upaya untuk mengurangi berbagai cemaran di lingkungan tanah
maupun perairan dengan menggunakan mikroorganisma. Penelitian pendahuluan yang sudah
kami lakukan adalah mengisolasi bakteri dari bebeapa pantai di Sumatera Utara yang banyak:
tercemar oleh minyak bumi. Pantai tersebut antara lain Belawan, Pangkalan Brandan, Sibolga
dan Tanjung Balai.

Ada 44 isolat yang kami dapatkan dan 29 diantaranya sudah kami uji

kemampuannya dalam menghasilkan biosurfaktan. Screening untuk produksi biosurfaktan ini
penting karena hal ini berkaitan langsung dengan kemampuan bakteri dalam menguraikan
berbagai senyawa. Oleh karena itu aplikasi dari biosurfaktan ini sangat luas di bidang industri
makanan, kosmetik, eskplorasi minyak maupun bidang lingkungan untuk bioremediasi.
Keduapuluhsembilan isolat yang kami ujikan 9 diantaranya mempunyai kemampuan yang sangat
baik dalam menguraikan senyawa polysiklic aromatic hidrocarbon (PAH) naphthalene mencapai
91% dalam 15 hari. Isolat-isolat potensial tersebut saat ini sedang kami ujikan kemampuannya
dalam menguraikan minyak bumi, solar. Disamping itu identifikasi isolat potensial berdasarkan
analisis DNA, gen 16s rRNA juga sedang kami lakukan. Diharapkan pada akhir tahun 2009 ini
sudah kami ketahui spesies atau strain potensial tersebut. Pada kesempatan ini akan kami ujikan
kemampuan isolat potensial tersebut dalam menguraikan pestisida. Hal ini didasari oleh
kenyataan bahwa pemakaian pestisida secara tidak bijaksana akan dapat menyebabkan produk
pertanian baik sayur maupun buah-buahan terkontaminasi oleh pestisida. Tanah Karo merupakan
daerah pertanian utama di Sumatera Utara yang menurut beberapa laporan juga terindikasi
tercemar oleh pestisida.
Pestisida masih merupakan senyawa yang terns menerus digunakan dalam jumlah yang
cukup menonjol di teknologi budidaya tanaman pertanian secara moderen. Hal ini disebabkan
resiko yang ditimbulkan oleh pestisida tersebut masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan
resiko yang dihadapi jika pertanian dilakukan tanpa pestisida (Brown, 2004 ). Tiga jenis pestisida
yang digunakan secara luas pada berbagai tanaman pertanian di seluruh dunia adalah:
insektisida, herbisida, dan fungisida

Pengaruh insektisida terhadap pertanian telah dibahas

secara komprehensif oleh Finch yang mengatakan bahwa insektisida paling baik digunakan
sebagai

bagian

dari

strategi

pengendalian

terintegrasi.

Insektisida digunakan

untuk
3

mengendalikan hama serangga yang memakan tanaman pertanian atau membawa penyakit bagi
tanaman. Penggunaan insek:tisida terutama untuk mencegah kerugian yang ditimbulkan oleh
kedua hal tersebut (Pinch,S. 2000).
Fungisida

adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh jamur yang

menyebabkan penyakit pada tanaman. Disamping menurunkan produksi pertanian, jamur juga
dapat menghasilkan senyawa toksik yang menyebabkan produk tanaman tersebut kurang aman
untuk dikonsumsi (Agrios, 2002). Sifat dari jamur patogen ini sangat mudah beradaptasi
meskipun para ahli sudah menciptakan varietas yang resisten, tetapi sifat resisten tersebut dapat
dirusak oleh jamur patogen. Fungisida mempunyai peran sangat penting dalam: meminimalkan
kerugian yang ditimbulkana karena penyakit jamur, meningkatkan kwalitas dan penampilan dari
produk pertanian dan menjadikan basil pertanian lebih aman untuk dimakan karena mengurangi
kandungan toksin yang dapat dihasilkan olehjamur (Aubertot, J.N. 2006)
Herbisida adalah bahan kimia yang digunak:an untuk mengendalikan tumbuhan yang
tidak diinginkan. Kehadiran gulma dalam pertanian dapat menyebabkan kerugian yang cukup
besar. Herbisida ini digunakan secara luas dalam pertanian , dimana penggunaan.'lnya dapat
mencapai 50% lebih dari total pestisida yang digunakan. Nilai tersebut jauh lebih besar dari
insek:tisida maupun pestisida yang masing-masing hanya sekitar 17%. Penggunaan herbisida
untuk mengendalikan gulma dinilai jauh lebih efisien dibandingkan dengan tenaga manusia
terutama untuk daearah-daerah yang sumber daya manusianya terbatas (Anon, 2003 ).
Seperti halnya teknologi-teknologi lain yang bertujuian untuk meningkatkan qualitas
hidup manusia, pestisida mempunyai resiko yang merugikan jika digunakan tidak sesuai dengan
anjuran. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa pengggunaan pestisida secara berlebihan dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan akan menyebabkan produk pertanian seperti buah
dan sayur terkontaminasi oleh pestisida tersebut (Akiyama, Y. Et al. 1998). Dampak negatip bagi

lingkungan lebih disebabkan oleh peristensi dari bahan aktif dalam pestisida tersebut (Rick, R.
2008).
Menurut Pinjali (1987) penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat
menyebabkan hal-hal berikut: 1) gangguan kesehatan dikarenakan terkena senyawa kimia secara
4

langsung maupun tidak langsung. 2). Terjadi kontaminasi dari air maupun tanah karena adanya
rembesan air maupun seepage. 3). Residu pestisida dapat ditransfer melalui rantai makanan
sampai ke keluarga petani maupun konsumen lain. 4). Terjadi peningkatan resistensi populasi
hama terhadap pestisida, oleh karena itu menurunkan efficacy dari hama sehingga menyebabkan
ledakan populasi hama. 5). Terjadi

penurunan insekta yang bermanfaat seperti parasit dan

predator, oleh karena itu menurunkan keefektifan dari strategi pengendalian hama yang mencoba
untuk meminimalkan penggunhaan pestisida. 6). Menurunkan populasi mikoorganisma dalam
tanah maupun air dimana mikroba tersebut berfungsi menjaga kesuburan tanah sambil
mengurangi pengggunaan pupuk kimia.
Di alam penguraian pestisida dapat terjadi secara kimia, fotooksidasi mmaupun denngan
cara biologi. Penguraian pestisida oleh mikroorganismaa baik bakteri maupun jamur mempunyai
kelebihan dibandingkan dengan 2 cara lain seperti mudah dilakukan dan lebih ramah lingkungan.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengisolasi bakteri yang dapat menguraikan pestisida
(lgbinosa, OE, I. et al. 2007, Suzuki, T. Et al. 2001) diantaranya adalah dari genus Pseudomonas,
Flavobacterium, Arthrobacter, Rhodococcus dan Stenotrophomons. Menurut Buyanovsky (1995)
kounitas mikroba, konsorrium dari bakteri mempunyai kemampuan yang baik dalam
menguraikan pestisida, akan tetapi jika masing-masing biakan murni tersebut diujikan sebagai
biakan tunggal hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada satupun yang dapat tumbuh pada
pestisida mecocrop (2-4-chloro-2-4-methylpenoxy propanoic acid), artinya sebagai isolat
tunggal, bakteri ersebut tidak dapat menggunakan mecocrop sebagai satu-satunya sumber karbon
dan sumber energi.

5

IV. METODA PENELITIAN
IV .1. Komposisi Media Dan Pertumbuhan
Media pertumbuhan mengggunakan media garam mineral (Mineral Salt Medium, MSM)
sebagaimana ditentukan oleh Chaundry and Alintukan oleah 1988). Media tersebut dalam setiap
litemya mengandung: K2HP04, 4.8; KH2P04, 1.2; NH4N03, 1.0; MgS04 7H20, 0.2; Ca
(N03)2 .4H20, 0.4, and Fe2 (S04)3, 0.001. Kemudian ke dalam media tersebut ditambahkan 2%
pestisida karbofuraan atau 2% fungisida propinep sebagai satu-satunya sumber C. Ke dalam
tiap-tiap media selanjutnya diinokulasikan isolat uji dengan kepadatan 10 8 sel/ml, diinkubasi di
atas shaker dengan kecepatan 125 rpm pada temperatur kamar. Sebagai kontrol, ke dalam media
pertumbuhkan tidak diinokulasi dengan bakteri. Biakan ditumbubkan selama 21 hari. Parameter
yang diamati adalah: pertumbuhan bakteri, produksi biosurfaktan dan residu pestisida.
Pengamatan dlakukan pada minggu ke 0, 1, 2, dan 3.
IV .2. Pengamatan terhadap pertumbuhan isolat bakteri
Petumbuhan bakteri diamati dengan metoda standard plate count agar (SPC) menurut Lay, BW
(1993). Satu g sampel dari masing-masing perlakuan dilarutkan dalam 10 m1 buffer fosfat,
dihomogenkan dengaan vortex, tanah dibiarkan mengendap. Dilakukan pengenceran. Satu m1
larutan tersebut se!anjutnya disebarkan pada media nutrien agar. Diinkubasi selama 24 jam
dalam inkubator suhu 30° C, dihitung koloni yang tumbuh. Jumlah koloni adalah:
1

Jumlah koloni yang tumbuh

X
Faktor Pengenceran

IV.3. Quantifikasi Biosurfaktan
Konsentrasi biosurfaktan yang terbentuk dianalisis dengan menghitung konsentrasi
rhamnosa dengan metoda orsinol yang dimodifikasi (Chandrasekaran & BeMiller, 1980 dan
Koch, et al. 1991) Sebanyak 200 Jll supematan dari biakan diekstrak dengan 1 m1 diethylether,
ekstraksi ini diulangi 3 kali. Lapisan ether diambil, dikeringkan dan dilarutkan kembali dalam 1
6

m1 0,05 M sodium hi carbonat. Sebanyak 200 ltl sampel ditarnbah dengan 1,8 mllarutan 100 mg
orsinol dalarn 53% H 2S04, didihkan selarna 20 menit. Didingink:an pada temperatur karnar
selama 15 menit dan diukur absorbansinya pada Am. Konsentrasi biosurfaktan (rharnnolipid)
dihitung dengan menggunakan kurva standar rharnnosa dan diekspresikan

dalam mg/ml

rharnnosa equivalen.
IV.4. Analisis Residu Pestisida
Analisis residu pestisida dilakukan menggunakan metoda sebagaimana ditentuk:an oleh Joint
FAOIWHO Standard programe (Codex Alimentarius Commission, 2007). Sebanyak

20 g

sampel tanah dimasukkan dalam botol kaca dik:ocok dengan 0.5 g L-Sistein dan 100 mllarutan
EDTA Ph 9.5 selama 5 menit selanjutnya disaring. Botol dan penyaring dibilas dengan 10 ml.
EDTA

dan

ditarnbahkan

ke

filtrat.

Kedalam

filtrat

ditarnbahkan

5

tetrabuthylammonium hydrogen sulfat dan 10 g sodium clorida sambil terus

ml

0.41M

diaduk. Ph

dinetralkan ke 7 dengan 2M HCI. Derivatisasi dilakukan dengan menambahkan 40 m1 0.05M
methyl iodin dalam campuran dichloromethan-heksan (1: 1) ke dalam sampel. Campuran dikocok
selama 10 menit, lapisan atas disentrifus pada 800 rpm selama 5 menit. Campuran diambil 20 ml
dan ditarnbahkan 5 ml larutan 20% propadienol dalam dichloromethane. Campuran diletakkan
dalam rotary evaporator pada 30° C.

Residu diencerkan dengan 1 m1 methanol dan siap

dianalisis dengan HPLC menggunakan UV detection pada 272 ( propineb).

Untuk analisis

residu pestisida Round up, Carbosulfan, dan Propineb di tanah pertanian dilakukan hal yang
sama seperti di atas sebelum dan sesudah ditarnbahkan isolat bakteri yang diujik:an. Untuk:
kontrol, tanah tidak diperlakukan dengan isolat bakteri.

7

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Total isolat yang kami ujikan adalah 19 isolat: 9 isolat berasal dari Belawan dan 10
isolaberasal dari Berastagi. Isolat-isolat dari Belawan dan Berastagi tersebut diujikan terhadap
kemampuannya dalam menguraikan insektisida karbosulfan. Sedangkan kesepuluh isolat yang
berasal dari Berastagi diujikan kemampuannya dalam menguraikan fungisida propinep. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semua isolat yang diujikan mampu tumbuh dengan baik pada
media yang mengandung karbosulfan ataupun propinep sebagai satu-satunya sumber karbon.
Pertumbuhan kesembilanbelas isolat tersebut sangat bervariasi tetapi pada umumnya isolat
tumbuh secara signifikan sampai minggu kedua sedangkan pada minggu ketiga rata-rata isolat
mengalami penurunan. Hasil selengkapnya ditunjukkan oleh Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:
Tabell. Pertumbuhan 10 isolat asal Berastagi pada media mengandung karbosulfan 2% selama 3
minggu inkubasi.
Jumlah Bakteri 10' (CFU)

Isolat

Minggu 1

Minggu2

Minggu3

Ul

U2

U3

Ratarata

Ul

U2

U3

Ratarata

U1

U2

U3

Ratarata

CBMl

352

411

298

354

696

1224

1168

1030

232

68

66

122

CBM3

103

84

182

123

402

476

488

456

1664

1356

1140

1387

CBM4

35

12

56

35

28

132

124

95

208

259

87

185

JBM I

229

249

158

212

126

188

212

176

161

253

347

254

JBM2

156

174

382

238

388

276

244

303

317

163

274

251

JBM3

256

386

428

356

384

276

292

317

238

269

154

220

KBMl

438

407

453

433

608

396

376

460

149

185

124

153

KBM2

301

223

297

274

282

93

348

241

114

289

312

238

1BM2

280

332

208

274

168

216

336

240

314

408

118

280

1BM3

183

209

198

197

176

134

316

209

77

122

157

119

8

6

Kesepuluh isolat asal Berastagi mampu tumbuh dengan baik dari populasi awal 10 sel/ml
menjadi 109 maupun 10 10 sel/ml pada minggu kedua. Sampai dengan minggu ke 3 populasi isolat
yang paling tingi ditunjukkan oleh isolat CBM 3 yang mencapai 1387 x 107 sel/ml, sedang 9
isolat lainnya menunjukkan penurunan pertumbuhan. Kemampuan tumbuh isolat pada media
dengan karbosulfan sebagai satu-satunya sumber karbon menunjukkan bahwa isolat-isolat
tersebut mampu menguraikan karbosulfan. Untuk: mengkonfmnasi hasil pertumbuhan isolat
tersebut, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap konsentrasi biosurfaktan baik nsecara
kualitatif maupun secara kuantitatif. Kemampuan menghasilkan biosurfaktan sering dikaitkan
dengan kemampuan dalam menguraikan berbagai senyawa hidrofobic.
Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan 10 isolat bakteri asal Belawan pada media mengandung pestisida
berbahan aktif Karbosulfan selama 3 minggu:
JUMLAH SEL (CFU/ml)

ISOLAT
BAKTERI

Minggu 0

Minggu 1

Minggu2

Minggu 3

Sp 1

2xl0°

26 X lOIS

19 X lOIS

76 X IOJS

Sp2

2xl0°

45 X 1011

2x 1011

8.4x 1011

Sp3

2 xl0°

41

1011

7 X 1011

6.3

Sp4

2 xl0°

39 X 1011

3 X 1011

17 X 1011

Sp5

2xl0°

28 X lOIS

8 X lOIS

11

X

lOIS

Sp6

2xl0°

28 X lOll

12 X 1011

13

X

lOll

Sp7

2 xl0°

46 X 1011

4x lOll

5.9 X lOll

Sp8

2 xl0°

30 X lOIS

7x lOll

11

Sp9

2 xl0°

22 X 1011

5 X 1011

7.6 X 1011

X

X

X

1011

1011

Dibandingkan dengan isolat asai Berastagi, isolat asal Belawan menunjukkan pertumbuhan yang
lebih lambat dimana pertumbuhan paling baik ditunjukkan oleh isolat Sp. 2 dan Sp. 6 masingmasing sebesar 45 x 108 dan 46 x 108 sel/ml. Perbedaan yang lain adalah bahwa isolat Belawan
sudah menunjukkan penurunan pertumbuhan pada minggu kedua. Seperti halnya isolat asal

9

Berastagi, hasil pertumbuhan isolat asal Belawan juga dikonfmnasi dengan produksi
biosurfaktan secara kualitatif maupun kuantitatif, seperti ditunjukkan oleh Tabel 3 s/d 6 berikut.

Tabel3. Uji kualitatifkemampuan isolate asal Brastagi dalam uji Emulsifikasi pada hari ke 15
Iso1at
Bakteri

Emulsifikasi (cm3)

Rata-rata

1

2

3

CBM1

2,2214

0,7259

1,5535

1,5002

CBM3

0,3384

0,9234

1,0770

0,7795

CBM4

1,1615

1,6697

1,3067

1,3793

JBM1

1,8924

1,3231

1,1847

1,4667

JBM2

3,5270

2,1384

2,3189

2,6614

JBM3

4,1849

4,5388

3,8465

4,1900

KBMl

1,2696

1,0092

2,5230

1,6006

KBM2

0,3979

0,8623

0,5306

0,5969

IDM2

0,9286

0,7561

0,9817

0,8888

TBM3

2,7328

1,7644

3,0910

2,5294

Dari hasil tersebut di atas dapat diketahui bahwa isolat yang mempunyai kemampuan terbaik
dalam emulsifikasi adalah isolat IDM 3 dengan volume emulsi ± 4.2 ml. Jika dikaitkan dengan
hasil pertumbuhan menunjukkan bahwa pertumbuhan yang tinggi tidak selalu diikuti dengan
kemampuan yang baik dalam membentuk emulsi. Isolat CBM 3 misalnya, dengan pertumbuhan
mencapai 1387 x 107 sel/ml kemampuannya dalam membentuk emulsi hanya 0.78 mljauh lebih
rendah dibandingkan IDM 3 dimana isolat ini pertumbuhannya hanya 317 x 107 sel/ml.

10

Tabel 4. Uji kuantitatif produksi Biosurfaktan oleh isolate Brastagi pada minggu I, II, dan III
Konsentrasi Biosurfaktan (ppm)

Absorbansi
lsolat
Minggu 0

Minggu I

Minggu II

Minggu Ill

Minggu 0

Minggu I

Minggu II

Minggu III

CBM 1

0

0.4175

0.1310

0.2072

0

64.2

8.4

23.64

CBM3

0

0.38522

0.0462

0.0893

0

59.24

0

0.06

CBM4

0

0.3859

0.0515

0.1566

0

59.38

0

13.52

JBM 1

0

1.0944

0.0716

0.4732

0

201.38

0

76.84

JBM 2

0

0.1988

0.0985

0.1129

0

21.96

1.9

4.78

JBM 3

0

0.4590

0.1831

0.1586

0

74

18.82

13.92

KBM 1

0

1.3869

0.1085

0.1249

0

259.58

3.9

7.18

KBM2

0

0.3275

0.3937

0.1164

0

47.7

60.94

5.48

KBM3

0

0.2609

0.1106

0.1203

0

34.38

4.32

6.26

TBM2

0

0.4896

0.1866

0.0762

0

80.12

19.52

0

Hasil analisis secara kuantitatif terhadap konsentrasi biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat
dengan produksi biosusfaktan tertinggi terdapat pada minggu kedua. Pada minggu ini konsentrasi
biosurfaktan yang dihasilkan dapat mencapai 259.58 ppm seperti ditunjukan oleh isolat KBM I
dan JBM I sebesar 201.38 ppm. Akan tetapi produksi tersebutjauh menurun pada minggu ketiga
dimana konsentrasi tertinggi terdapat pada isolat JBM 1 dengan konsentrasi biosurfaktan sebesar
76.84 ppm dan yang kedua adalah isolat CBM 1 dengan konsentrasi biosurfaktan sebesar 23.64
ppm. Berdasarkan ketiga data (pertumbuhan, kemampuan membentuk emulsi dan produksi
biosurfaktan) dipilih isolat JBM I dan CBM I untuk uji penguraian pestisida.

11

Tabel5. Uji kualitatifkemampuan isolate asal Brastagi dalam uji Emulsifikasi pada hari ke 15
Volume emulsi (cm3)

ISOLAT
BAKTERI

Ulangan 1

Ulangan 2

U1angan 3

Rata-Rata

Sp 1

2.119

3.215

2.411

2.582

Sp2

3.215

4.239

4.019

3.824

Sp3

4.019

4.019

4.019

4.019

Sp4

4.592

5.224

6.005

5.273

Sp5

4.239

4.019

5.224

4.494

Sp6

5.224

6.358

5.298

5.627

Sp7

4.592

2.813

4.239

3.881

Sp8

5.652

4.239

4.592

4.828

Sp9

3.532

3.532

6.358

4.474

Dari Tabe1 di atas diketahui bahwa isolat dengan kemampuan terbaik dalam membentuk emulsi
adalah isolat Sp. 6 sebesar 5.6 cm3 dan isolat Sp 4 sebesar 5.3 cm3• Jika dilihat dari hasil
pertumbuhan isolat, hasil ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan isolat yang tinggi tidak
selalu diikuti oleh kemampuan yang tinggi juga dalam membentuk emulsi. Jika dibandingkan
dengan isolat Berastagi, isolat Belawan mampu mengasilkan emulsi yang lebih banyak,
meskipun pertumbuhan selnya jauh lebih lambat. Volume emulsi tertinggi yang dihaasilkan oleh
isolat Berastagi adalah 4.1 cm3 yang dihasilkan oleh isolat JBM 3 dengan kepadatan sel 317 x
107 sel/ml. Sedang isolat Belawan dengan jumalh sel yang hanya 12 x 108 dan 3 x 108 sel/ml.
Untuk menentukan isolat mana yang paling potensial dalam menguraikan pestisida kedua hasil,
pertumbuhan sel dan uji kualitatif untuk mengetahui secara akurat konsentrasi biosurfaktan
dilakukan uji kuantitatif dengan hasil sebagai berikut:

12

Tabel 6. Uji kuantitatif produksi Biosurfaktan oleh isolate Belawan pada minggu I, II, dan III
ABSORBANSJ

JSOLAT
BAKTI:RI

Konsentrasi Biosurfaktan (ppm)

Hari ke 7

Hari ke 14

Hari ke 21

Hari ke 7

Hari ke 14

Hartke 21

Sp 1

0.134

0.141

0.105

9.0

10.4

3.2

Sp2

0.166

0.153

0.098

15.4

12.8

1.8

Sp3

0.139

0.197

0.141

10.0

21.6

10.4

Sp4

0.187

0.148

0.097

19.6

11.8

1.6

Sp 5

0.159

0.218

0.096

14.0

25.8

1.4

Sp6

0.275

0.172

0.107

37.2

16.6

3.6

Sp7

0.238

0.362

0.094

29.8

54.6

1.0

Sp8

0.246

0.094

0.108

37.4

1.0

3.8

Sp9

0.152

0.121

0.089

12.6

6.4

0

Seperti halnya pada isolat asal Berastagi, produksi biosurfaktan tertinggi oleh isolat asal Belawan
terdapat pada Isolat Sp. 7 dan Sp. 5 pada minggu kedua masing-masing sebesar 54.6 ppm dan
25.8 ppm. Jumlah inijauh menurun pada minggu ketiga menjadi hanya 1.0 dan 1.4 ppm. Secara
keseluruhan hasil ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan isolat asal Berastagi. Berdasarkan
data pertumbuhan dan produksi biosurfaktan maka dipilih 2 isolat terbaik untuk diujikan lebih
lanjut terhadap penguraian insektisida karbosulfan. Sampai dengan saat ini kami . masih
menunggu hasil analisis residu pestisida tersebut dari salah satu laboratorium di Jakarta. Dengan
demikian data untuk residu insektisida karbosulfan hasil penguraian oleh 2 isolat asaal Berastagi
(JBM 1 dan CBM 1) dan 2 isolat asal Belawan Sp. 5 dan Sp. 7 belurn dapat kami sampaikan di
laporan ini.
Kesepuluh isolat asal Berastagi tersebut juga diujikan terhadap penguraian fungisida propinep.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepuluh isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik pada
media dengan propinep sebagai satu-satunya sumber karbon, dengan pertumbuhan yang
bervariasi. Secara umum pertumbuhan tertinggi terjadi pada minggu pertama dimana
pertumbuhan isolat tnencapai ± 400 x 107 seVml dari populasi awal 1 x 106 sel/ml. Sampai
dengan minggu ketiga, isolat yang menunjukkan pertumbuhan yang baik antara lain isolat TBM
13

7

7

2 dan TBM 3 dengan jumlah sel masing-masing 366 x 10 sellml dan 326 x 10 sellml. Data
tersebut bila dibandingkan dengan pertumbuhan semua isolat uji pada media dengan karbosulfan
sebagai satu-satunya sumber karbon menunjukkan bahwa isolat yang ditumbuhkan pada media
menngandung propinep menunjukkan pertumbuhan yang lebih stabil. Sampai dengan minggu
ketiga pertumbuhan bakteri masih ± 200 x 107 sel/ml. Hal ini mengindikasikan bahwa sampai
dengan minggu ketiga masih terjadi penguraian fungisida oleh isolat-isolat tersebut seperti
ditunjukkan oleh Tabel 7 berikut:
Tabel 7. Rata-rata pertumbuhan 10 isolat bakteri asal Berastagi pada media mengandung
ーセエゥ、。@

berbahan aktif propinep セャ。ュ@

21 hari;
Jumlah Bakteri 10' (CFU)

Isolat

Minggu 3

Minggu2

Minggu 1
U1

U2

U3

Ratarata

U1

U2

U3

Ratarata

U1

U2

U3

Ratarata

CBMl

401

411

436

416

188

143

162

164

120

162

220

167

CBM3

136

127

194

152

176

387

192

251

46

250

324

206

CBM4

437

123

120

226

110

96

56

87

224

47

91

120

JBMl

436

363

110

303

49

70

82

67

117

161

172

150

JBM2

82

64

72

73

15

20

19

18

300

128

123

183

JBM3

421

342

476

413

94

136

184

138

250

320

312

294

KBMl

360

343

368

357

210

256

274

246

126

136

130

131

KBM2

87

124

171

127

56

46

48

50

42

63

56

54

TBM2

319

342

476

379

126

56

89

90

302

400

398

366

TBM3

187

217

189

197

160

110

104

124

360

270

350

326

Hasil pengujian terhadap kemampuan isolat membentuk emulsi menunjukkan bahwa rata-rata
isolat menghasilkan emulsi kurang dari 1 cm3, hanya isolat CBM 3 mampu membentuk emulsi
sebesar 3.4 cm3. Jika dibandingan dengan isolat yang sama tetapi ditumbuhkan pada media
dengan karbosulfan sebagai sumber karbon, hasil ini jauh lebih rendah. Jika hal ini dihubungkan
dengan kemampuan tumbuh isolat, dapat disampaikan bahwa isolat mampu tumbuh dengan baik
14

sampai dengan minggu ketiga meskipun isolat tersebut memiliki kemampuan yang rendah dalam
membentuk emulsi. Untuk memastikan hal ini dilakukan analisis konsentrasi biosurfaktan secara
kuantitatif dengan hasil seperti ditunjukkan oleh Tabel9 di bawah ini.

Tabel 8. Uji kualitatifkemampuan isolat asal Berastagi untuk membentuk emulsi.

Isolat Bakteri

Emulsiftkasi (cm3)

Rata-rata

1

2

3

CBM1

0.6397

0,8931

1,0863

0.8730

CBM3

3.7676

2.3083

4.2452

3.4404

CBM4

0.3433

0.2861

0.8011

0.4768

JBM 1

0.6154

0.8000

0.9847

0.8003

JBM2

0.5704

0.8092

1.5521

0.9772

JBM3

0.4998

0.5970

0.4721

0.5229

KBM1

1.1231

1.5539

2.1848

1.6206

KBM2

1.3067

1.4809

2.4682

1.7519

TBM1

0,2323

0,2903

0,3629

0,2951

TBM2

0,4646

0.3484

0.4791

0.4307

TBM3

1.5208

0,4112

0,7031

0,4864

Sesuai dengan data pertumbuhan isolat bakteri, hasil produksi biosurfaktan juga menunjukkan
bahwa konsentrasi biosurfaktan tertinggi terjadi pada minggu Ftama dan terns mengalami
penurunan secara signifikan pada minggu kedua dan ketiga. Seperti isolat CBM 3 yang mencapai
25.04 ppm pada minggu pertama. Isolat CBM 3 juga merupakan satu-satunya isolat yang sampai
dengan minggu ketiga masih menghasilkan biosurfaktan dengan konsentrasi yang cukup tinggi
yaitu 12.84 ppm. Sedang ketujuh isolat lainnya hanya menghasilkan bio-surfa:ktan kurallg dan 2
ppm atau tidak terdeteksi sama sekali. Berdasarkan daata pertumbuhan isolat, kemampuan isolat
dalam membentuk emulsi dan dan produksi biosurfaktan, dipilih dua isolat masing-masing KBM
1 dan CBM 3 untuk diuji lebih lanjuta tentang residu fungisida propinep.

15

Tabel 9. Uji kuantitatif produksi Biosurfaktan oleh isolate Berastagi pada minggu I, II, dan III
Konsentrasi Biosurfaktan (ppm)

Absorbansi
lsolat
Minggu 0

Minggu I

Minggu II

Minggu Ill

Minggu 0

Minggu I

Minggu II

Minggu Ill

CBM1

0

0.1072

0.1494

0.0947

0

3.64

12.08

1.14

CBM3

0

0.2142

0.1759

0.1532

0

25.04

17.38

12.84

CBM4

0

0.0910

0.1327

0.1028

0

0.400

8.74

2.76

JBM 1

0

0.0893

0.0403

0.0893

0

0.06

0

0.06

JBM 2

0

0.1161

0.0413

0.0892

0

5.42

0

0.04

JBM3

0

0.1197

0.1550

0.1153

0

6.14

13.2

S.26

KBM1

0

0.2146

0.1177

0.1171

0

25.12

5.74

5.62

KBM2

0

0.0923

0.3595

0.1039

0

0.66

54.1

2.98

TBM3

0

0.0921

0.1006

0.1160

0

0.62

2.32

5.4

TBM2

0

0.1115

0.0282

0.0201

0

4.5

0

0

Hasil analisis terhadap residu propinep oleh 2 isolat lokal menunjukk:an bahwa isolat JBM 1
mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan isolat CBM satu. Selama 3 minggu
pengujiau propinep yang tersisa hanya 63 ppm dari konsentrasi awal sebesar 1.025 ppm. Dengan
kata lain, isolat JBM 1 mampu menguraikan 93.8% propinep yang diujikan. Sedangkan residu
propinep oleh isolat CBM 1 setelah 3 minggu sebesar 152 ppm atau 85%. Hasil ini tidak
berbeda jauh dengan kontrol yang menyisakan 161 ppm atau terjadi penguraian sebesar 84%.
Dari hasil tersebut diketahui bahwa propinep dapat mengalami penguraian secara alami. Kondisi
lingkungan yang sesuai seperti tersedianya air, pH netral dan suhu kamar memungkinkan
propinep dapat terurai dalam 21 hari. Menurut Arias-Estevez et al. (2008) berapa lama pestisida
dapat bertahan dalam tanah tergantung seberapa kuat pestisida tersebut terikat pada komponenkomponen tanah. Disamping itu kecepatan penguraian pestisida juga tergantung pada kondisi
lingkungan pada saat pestisida tersebut diaplikasikan seperti kandungan air, kandungan senyawa
organik dan tanah liat, dan pH tanah.

16

How long the pesticide remains in the soil depends on how strongly it is bound by soil
components and how readily it is degraded, and it also depends on the environmental conditions
at the time of application, e.g., soil water content (Arias-Estevez eta/., 2008). A complete review
about the mobility and degradation of pesticides in soils and groundwater resources pollution
was provided by Arias-Estevez eta/., 2008.
Tabel 10. Residu pestisida basil penguraian oleh isolat yang berasal dari Berastagi selama 21 hari

pengamatan.
No.

Residu fungisida propinep (ppm)

Perlakuan
Hari 0

Hari 7

Hari 14

Hari 21

1.

Kontrol

1.025

600

373

161

2.

JBM 1

1.025

358

106

63

3.

CBMl

1.025

512

256

152

Banyak penelitian menunjukkan

「。ィセ@

mikroorganisma indigenus dapat menguraikan berbagai

pestisida. Bakteri, aktinomycet, serta jamur

dapat menguraikan fungisida atrazine sampai

dengan 44% selama 20 hari untuk digunakan sebagai sumber nitrogen (Singh eta/. 2008). Akan
tetapi jika suhu lingkungan kurang dari 20oC menyebabkan Atrazine dan Lindane memiliki sifat
kimia yang berbahaya (Paraiba and Spadotto, 2002). Beberapa pestisida dapat diuraikan oleh
jamur busuk putih sampai dengan 86% kecuali pestisida yang persisten seperti chlorphyrifos dan
terbuthylazine. Kedua jenis pestisida ini hanya sedikit terurai setelah 100 hari (Bending et a!,
2002). Diantara faktor lingkungan, pH dan suhu sangat berpengaruh terhadap kecepatan
penguraian. Menurut Diez et al. (1999) penurunan pH lingkungan meningkatkan adsorbsi
senyawa phenol seperti terdapat pada efluent limbah. Kedua faktor pH dan suhu inilah yang
memungkinkan terjadinya penguraian propinep secara alami meskipun tanpa diinokulasi dengan
isolat bakteri. pH medium yang netral dan suhu kamar yang digunakan selama inkubasi
memungkinkan fungisida propinep untuk terurai secara spontan.

17

VI. KESIMPULAN

Dari penelietian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Dari 19 isolat yang diujikan, semuanya dapat tumbuh dengan baik sampai dengan
minggu ketiga baik pada media mengandung karbosulfan maupun propinep.
Kemampuan isolat dalam membentuk emulsi dan menghasilkan biosurfaktan tidak selalu
sejalan dengan pertumbuhan isolat.
Isolat JBM 1 mampu menguraikan fungisida propinep sampai 93.8% sampai dengan
mingguke 3.

SARAN
Berdasarkan hasil yang kami peroleh perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk aplikasi pada
tanah baik untuk skala laboratorium maupun skala lapang. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa baakteri penghasil biosurfaktan juga dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan
mikroba pathogen.

18

DAFTAR PUSTAKA

Akiyama, Y., N. Yoshioka, and M. Tsuji. 1998. Studies on pesticide degradation products in
pesticide residue analysis. J. Food Hyg. Soc. Japan 39 (5): 303-309
Anon. 2003. Herbicide use essential to crop production. Chemical marker reporter 263 (8): 4
Arias-Estevez, M., L6pez-Periago, E., Martlnez-Carballo E., Simai-Gandara, J., Mejuto, ).C.,
Garda-Rio, L. 2008. The mobility and degradation of pesticides in soils and
the pollution of groundwater resources. Agr. Ecosyst. Environ. 123, 247260.

Aubertot, J.N., J.S.West, L. Bousser-Vaslin, M.V. Salom, M.J. Barbetti, and A.J. Diggle. 2006.
Improved .resistance Management for durable disease control: a caase study of
phoma stem cancer of oilsedd rape (Brassica napes). European Journal of Plant
Pathology 114: 91-108.
Bending, G., Friloux, D.M., Walker A. 2002. Degradation of contrasting pesticides by white
rot fungi and its relationship with ligninolytic potential. FEMS Microbial. Lett.
212, 59-63.

Bento, FM., Camargo, FA de Oliveira, Okeke BC., Frankenberger WT (2005) Diversity of
biosurfactan producing microorganism isolated from soil contaminated with
diesel oil. Microbial Res 160: 249-55
Brown,

I.

2004.

UK

pesticide

rersidue

commite

report,

2004.

Buyanovsky, GA, R.J. Kremer, A.M. Gajda, and HV. Kazemi. 1995. Efffect of com plant and
rhizosphere populations on pesticide degradation. Envviron. Contam. Toxicology
55: 689-698
Chandrasekaran, E.V. and J.N. BeMiller. Constituent analysis of glucose aminoglycans p. 89-96
In R.L.Whistler (ed), Methods in Carbohydrate Chemistry, Academic Press, Inc.

New York.
19

Codex alimentarius commission (2007). Joint FAOIWHO Food Standard Programme. Codex
Committee on Pesticides Residues. Thirty-ninth Session. Beijing, China.
Diez, M.C, Mora, M.L., Videla, S. 1999. Adsorption of phenol and color from BKME using
synthetic allophanic compounds. Water Res. 33(1), 125-130.
f。」ィイゥョセ@

rNセ@

E. Munir., N. Priyani. 2006. Isolasi bertahap dan uji potensi bakteri /aut
pendegradasi minyak solar. Skripsi. Departemen Biologi FMIPA USU, Medan.

Finch, S. And RH. Collier. 2000. Integrayted Pest Management in field vegetable crop in
Northern Europe with focus on two key pests. Crop Protection. 19: 817
Gautam, K.K. and V.K. Tyagi. 2006. Microbial surfactants: A Review. J. Oleo Sci. 55 (4):155166
Guera-Santos, L.H., 0. Cappeli, and A. Fiechter. 1984. Pseudomonas aeruginosa biosurfactan
production in continuous culture with glucose as carbon source. Appl. Environ.
Microbial. 48:301-305

lgbinosa, O.E., Ajisebutu, O.S., and Okoh, I.A. 2007. Studies on aerobic biodegradation
activities of 2,4-dichlorophenoxyacetic acid by bacteria species isolated from
petroleum polluted site. African Journal ofBiotechnology 6 ( 12): 1426-1431
Janeman, G.E., M.J. Mcinerney, R.M.Knapp, J.B. Clark, J.M. Feero, D.E. Revus, and D.E.
Menzie. 1983. A halotolerant biosurfactant producing Bacillus species potentially
useful for enhance oil recovery. Dev. Ind. Micrpbiol. 24:484-492
Jenda, B. 2008. Singapura Minati Sayuran Tanah Karo
Kiyohara, H.,K. Nagao, and K. Yana. 1982. Rapid screen for bacteria degrading water insoluble
solid hydrocarbon on agar plate. Appl. Environ. Microbial. 43:454-457
Koch, A.K., 0. Cappeli, A. Fiechter, and J. Reiser. 1991. Hydrocarbon assimilation and
biosurfactant production in Pseudomonas aeruginosa mutants. J. Bacterial
173:4212-4219

20

Leppert, B.C., Markle, J.C., Helt, R.C. and Fujie, G.H. (1993). Determination of carbosulfan and
carbosulfan residues in plants, soil, and water by Gas Chromatography. J. Agric.
Food Chern. 31 (2) : 220 - 223
MedanBisnis, 2008. EKSPOR SAYUR MA YUR Sumut terjungkal hingga 952%. Senin, 1
September 2008.
Mercade, M.E. and M.A. Manresa. 1994. The use of agroindustrial byproduct for biosurfactant
production. J. Am. Oil Chern. Soc. 71:61-64
Paraiba, L.C., Spadotto, C.A. 2002. Soil temperature effect in calculating attenuation and
retardation factors. Chemosphere 48, 905-912.

Pattanasupong, A., H. Nagase., M. Inove, K. Hirata, K. Tani, M. Nasu, and K. Miyamoto. 2004.
Abilityu of a microbial consortium to remove pesticide carbendazim and 2,4
dichloropenoxyacetic acid. World Journal of Microbiology and Biotechnology.
50: 517-522
Perfumo, A. Banat I.M., Canganella F., and Marchant R. 2006.Rhamnolipid production by a
novel themophilic hydrocarbon degrading Pseudomonas aeuginosa APO 2-1 App.
Microbial. Biotechnol. 72(1 ): 132-138
Pinjali, P.L. and Pierre A. R. Impact of pesticide on farmer Health and the rice environment.
International rresearch of Rice (IRRI) publisher. (undated)
Rick, R. 2008. Low concentration of pesticide can become toxic mixture. Oceologia November
(online edition). University of Pittisburg.
Ron, E.Z. and E. Rosenberg. 2001. Natural role ofbiosurfactants. Environ. Microbiol3:229-236
Seigmund L. And F. Wagner. 1991. New method for detecting rhamnolipid exeerting by
Pseudomonas sp. Grown on mineral agar. Biotechnol tech. 5:265-268
Singh S.B., Lai, S.P., Pant, S., Kulshrestha, G. 2008. Degradation of atrazine by an
acclimatized soil fungal isolate. J. Environ. Sci. Heal. B. 43(1), 27-33.

21

Suwanto, A., Suryanto, D., Tan, I, dan Puspitasari, E. 2002. Selected protocol, Training course
on advance in molecular biology Techniques to assess microbial diversity,
BIOTROP Bogor.
Suzuki, T, K. Yaguchi, S. Suzuki, and T. Suga. 2001. Invitro pesticide degradation in Turfgrass
soil incubated under open and sealed condition. Journal Environ. Qual. 30: 18-23

22

FORMULIR EVALUASI ATAS CAPAlAN LUARAN KEGIATAN
PENELITIAN
Nama : Dra. Nunuk Priyani, MSc.
Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara
Judul penelitian : Potensi bakteri penghasil biosurfaktan asallaut Sumatera Utara dalam
Menguraikan berbagai Pestisida secara Invitro
Waktu penelitian: tahun ke 2 dari rencana 2 Tahun
Luaran yang direncanakan, tertuJis dalam proposal awal
1.

2.
3.

Publikasi pada jurnal ilrniah terakreditasi
Diserninasi, presentasi pada seminar nasional
-

CAPAlAN (lampirkan bukti-bukti luaran dari kegiatan penelitian denganjudul yang tertulis di
atas, bukan dari kegiatan penelitian denganjudullain sebelumnya)
1. PUBLIKASI ILMIAH
Judul terakreditasi
Artikel Jurnal 1
Nama jurnal yang dituju

Indonesian Journal of
Microbiology or
Hayati

Impact factor untuk jurnal
Judul Artikel
Status Naskah
- Draft Artikel
- Dikirim ke Jurnal
- Sedang ditelaah
- Sedang direvisi
- Revisi sedang ikim ulang
- Sudah diterima
- Sudah terbit

-

Jurnal bereputasi
Intemasional

I:

1

3. PEMBICARA PADA PERTEMUAN ILMIAH
Nasional
Potensi bakteri penghasil
biosurfaktan asallaut dalam
menguraikan herbisida berbahan
aktif glifosat
Seminar Nasional Biologi
Departemen Biologi FMIPA USU
11 Mei 2012

Judul Makalah

Nama pertemuan Ilmiah
Tempat Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan
- Dratf makalah
- Sudah dikirim
- Sedang direview
- Sudah dilaksanakan

International

-

セ@

4. SEBAGAI PMBICARA KUNCI (KEYNOTE SPEAKER)
Nasional
Bukti undangan dari
panitia
Judul makalah
Penulis
Penyelenggara
Waktu pelaksanaan
Tempat pelaksanaan
Draft Makalah
Sudah dikirim
Sedang direview
Sudah dilaksanakan

Internasional

-

-

-

-

5. UNDANGAN SEBAGAI PENELITI T AMU (VISITING SCIENTIST) PADA
PERGURUAN TINGGI LAIN
Nasional
Internasional
Bukti undangan
Perguruan Tinggi
Pengundang
Lama Kegiatan
Kegiatan Penting yang
dilakukan

-

2

6. CAPAlAN LUARAN LAINNYA
HKI

-

TEKNOLOGITEPATGUNA
REKAYASA SOSIAL
JEJARING KERJASAMA
PENGHARGAAN
LAINNYA

-

Jika luaran yang direncanakan tidak tercapai, uraikan alasannya,
Kami masih menunggu hasil analisis residu pestisida karbofuran dari Balai PengujianMutu
Produk Tanaman, Pasar Minggu, Jakarta. Segera sesudah menerima hasilnya, rencana awal
Desember ini, kami akan mengirimkan artikelnya.

Medan, November 2012
Ketua Peneliti

Dra. Nunuk Priyani, MSc.
NIP. 196404281996032001

3

LAPORAN EKSEKUTIF

Potensi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Asal Laut Dalam Menguraikan Herbisida
Berbahan Aktif Glifosat
Oleh:
Dra. Nunuk Priyani, MSc.
Prof. Dr. Erman Munir, MSc.
Ir. Bintang, MP.
I.

PERMASALAHAN DAN TUJUA.N" PENELITIAN

Pestisida masih merupakan senyawa yang terns menerus digunakan dalam jumlah yang cukup
menonjol di teknologi budidaya tanaman pertanian secara moderen. Pemakaian pestisida masih
cenderung meningk:at meskipun tersedia altematif untuk mengendalikan hama seperti:
pemakaian varietas yang resistan maupun aplikasi dari pengendalian hama terpadu atau sering
dikenal dengan Integrated Pest Management (IPM). Kontaminasi tanah dan perairan oleh
pestisida dapat menyebabkan masalah kesehatan maupun masalah lingkungan yang serius.
Komponen utama dalam pestisida seperti demeton-S-methylsulfonat, ptalimide, 1,2,3,6tetrahydrophthalimide dan lain-lainnya bersifat karsinogen. Oleh karen itu konsentrasi senyawa
tersebut dalam lingk:ungan harus dibatasi dengan ketat.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan isolat berasal dari daerah yang
terkontaminasi minyak maupun pestisida seperti Belawan dan Berastagi, yang mampu
menguraikan berbagai pestisida seperti insektisida karbofuran, herbisida Round Up dan fungisida
Propinep.
II.

INOVASI IPTEKS

- Kontribusi terhadap pembaharuan dan pengembangan ipteks
Inovasi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah diperolehnya isolat lokal yang mampu
menguraikan beberapa macam pestisida. Salah satu isolat uji diketahui mampu menguraikan
fungisida propinep hingga 93.8%. Isolat tersebut berpotensi untuk dikembangk:an lebih lanjut,
diujikan kemampuannya menguraikan pestisida pada tanah, sehingga ke depannya dapat
diaplikaasikan ke lapang, daaerah pertanian yang banyak terakumulasi pestisida.
- Perluasan cakupan penelitian
Penelitian ini dapat dikembangkan dengan melihat kemampuan bakteri penghasil
biosurfaktan dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur pathogen. Banyak penelitian
1

melaporkan bahwa bakteri penghasil biosurfaktan mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur pathogen pada tanaman. Dengan demikian aplikasi dari bakteri isolat lokal penghasil
biosurfaktan pada tanah pertanian tidak saja meningkatkan kualitas tanah, dengan cara
menguraikan residu pestisida di tanah tetapi juga menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur
pathogen.
III. KONTRIBUSI TERHADAP PEMBANGUNAN
- Dalam mengatasi masalah pembangunan
Diharapkan ke depan dapat diaplikasikan ke tanah pertanian untuk meningkatkan kualitas tanah
pe