Potensi Isolat Bakteri Penghasil Biosurfaktan Asal Laut Tanjung Balai Dan Sibolga Sumatera Utara Dalam Mendegradasi Glifosat

(1)

POTENSI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL BIOSURFAKTAN

ASAL LAUT TANJUNG BALAI DAN SIBOLGA SUMATERA

UTARA DALAM MENDEGRADASI GLIFOSAT

SKRIPSI

NILAWATI NASUTION

070805014

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

POTENSI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL BIOSURFAKTAN ASAL LAUT TANJUNG BALAI DAN SIBOLGA SUMATERA UTARA DALAM

MENDEGRADASI GLIFOSAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelas Sarjana Sains

NILAWATI NASUTION 070805014

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Diluluskan di Medan, Desember 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc. Dra. Nunuk Priyani, M.Sc. NIP. 19651101 199103 1 002 NIP. 19640428 199603 2 001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. NIP. 19630123 199003 2 001

Judul : POTENSI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL

BIOSURFAKTAN ASAL LAUT TANJUNG BALAI DAN SIBOLGA SUMATERA UTARA DALAM MENDEGRADASI GLIFOSAT

Kategori : SKRIPSI

Nama : NILAWATI NASUTION

Nomor Induk Mahasiswa : 070805014

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

PERNYATAAN

POTENSI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL BIOSURFAKTAN ASAL LAUT TANJUNG BALAI DAN SIBOLGA SUMATERA UTARA DALAM

MENDEGRADASI GLIFOSAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2011

Nilawati Nasution 070805014


(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis ucapkan kepada Allah SWT

Atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Potensi Isolat Bakteri Penghasil Biosurfaktan Asal Laut

Tanjung Balai dan Sibolga Sumatera Utara dalam Mendegradasi Glifosat” Shalawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW.

Ku persembahkan kepada : Ayahanda Syahrir Nasution Kau akan selalu hidup di dalam hatiku

Ibunda tersayang Zaidar Wanita tegasdan bertanggung jawab

Kaulah pahlawan dalam hidupku

Saudaraku

Bang Zairulsyah Nasution

Terima kasih atas motivasi yang tiada henti Bapak Safri, Bapak Taufiq, Bapak Fukhri, Bapak Fakhri

Terima kasih atas pemberian dan dukungannya .

.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc., selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. H. Erman Munir, M.Sc., selaku dosen pembimbing II, Bapak Drs. Arlen Hanel John, M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta waktu dan perhatiannya kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa juga penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc. penguji I serta Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni. M.Sc. selaku dosen penguji II. Terima kasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc., selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU serta seluruh Dosen Departemen Biologi FMIPA USU yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti dalam hidup penulis. Mohon do’anya agar penulis dapat memanfaatkan ilmu ini sebaik-baiknya. Kepada Bang Endra Raswin, Kak Roslina Ginting, Ibu Nurhasni Muluk dan Bapak (Alm) Sukirmanto, terima kasih atas kesabarannya dalam membantu penulis selama masa pendidikan di Departemen Biologi.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dani, Lisa, kak Ayu, Fakultas Pertanian USU dan Ibu Sabarida dan Ibu Windah yani, PPKS, yang telah membantu penulis selama proses penelitian ini berlangsung. Kepada teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi, Sahabatku, Yanti, Mirza, Asril, Resti, Affan semoga perjuangan yang kita lakukan ini memberi arti dalam hidup kita. Adik-adik ku Nina, Frans, Ayu, Diah berjuanglah terus dan pantang menyerah. Kak Nikmah, kak Ami, kak Ika, kak Yayan karena kalian memberikan tambahan ilmu dalam penelitian


(6)

Kepada Sahabat-sahabatku angkatan 2007, Nia, Gustika, Maika, Putri, Risa, Risma, Umi, Eva, Anggun, Laura, Alex, Helmi, Elisabeth, Maria, Katrina, Desi, Chairunnas, Aini, Irma, Anti, Sari, Ayu, Farid, Ria Windi, Eka, Ria, Else, Hotda, Natalia, Siti, Juventus, Raymon, Fatma, Astri, Erlinda terima kasih telah mengisi hari-hari penulis dengan kebersamaan dan mengajarkan penulis untuk saling memahami. Terima kasih kepada adik-adik asuh Wulan, Boby, Imam. Terima kasih kepada Keni yang telah membantu penulis dalam proses mencari bahan tuk penelitian penulis. Terima kasih kepada Tisna memberikan motivasi dan mengajarkan penulis banyak hal tentang makna kehidupan. Kepada Bang Azwar, terima kasih atas perhatian, senyuman dan kasih sayang yang tulus, semoga apa yang kita cita-citakan akan terwujud. Kepada kak Lastri (teman satu kamar), kak Bayu, adik-adik ku Nuna, Ayu karena kalian penulis bisa makin semangat dalam melaksanakan penilitian dan terima kasih atas hiburan selama bersama.

Akhirnya dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah SWT. membalas semua kebaikan kita semua dengan balasan yang setimpal. Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Desember 2011


(7)

POTENSI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL BIOSURFAKTAN ASAL LAUT TANJUNG BALAI DAN SIBOLGA SUMATERA UTARA DALAM

MENDEGRADASI GLIFOSAT

ABSTRAK

Penelitian tentang potensi isolat bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan Sibolga Sumatera Utara dalam mendegradasi glifosat telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU, Medan dari bulan Februari sampai Juli 2011. Dua isolat yang digunakan yaitu TJB 01 dan SBG 05, dikultur pada media yang mengandung 2% Roundup selama 6 hari. Pertumbuhan yang lebih tinggi ditunjukkan oleh isolat TJB 01 pada hari ke-6 sebesar 6,3 x 1012 CFU/ml. Produksi biosurfaktan yang lebih tinggi ditunjukkan oleh isolat TJB 01 pada hari ke-2 sebesar 109,421 ppm. Kemampuan isolat TJB 01 dalam mendegradasi glifosat juga lebih tinggi dari isolat SBG 05 dengan konsentrasi glifosat tersisa sebesar 2.826,171 ppm dengan penurunan hingga 16,8%.


(8)

POTENCY OF BIOSURFACTANT PRODUCING BACTERIA ISOLATED FROM TANJUNG BALAI AND SIBOLGA SEA NORTH SUMATERA IN

DEGRADING GLYPHOSATE

ABSTRACT

The study on potency of biosurfactant producing bacteria from Tanjung Balai and Sibolga sea, Nort Sumatera Utara in degrading gliphosate, was done in the Microbiology Laboratory, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences University of Sumatera Utara from February until July 2011. Two isolates used were TJB 01 and SBG 05, that were cultured on media that contain 2% Roundup for six days. The higher growth was shown by TJB 01 on day 6 (6.3 x 1012 CFU/ml). The higher production of biosurfactant concentration was shown by TJB 01 on day 2 (109.421 ppm). Ability of TJB 01 isolate in degrading glyphosate was also the better than to SBG 05 with remaining of glyphosate concentration 2,826.171 ppm with percent decrease up to 16.8%.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Hipotesis 3

1.5 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Pestisida 4

2.2 Komponen-komponen Herbisida Roundup 5

2.3 Mekanisme Degradasi Glifosat 6

2.4 Surfaktan dan Biosurfaktan 7

2.5 Mikroba Penghasil Biosurfaktan 8

BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1Waktu dan Tempat 10

3.2Bahan dan Alat 10 3.3Asal Isolat 10 3.4Prosedur Penelitian

3.4.1 Pengukuran Pertumbuhan Sel 11

3.4.2 Uji Potensi Bakteri Dalam Memproduksi Biosurfaktan 11 3.4.2.1 Penentuan Kurva Standar Rhamnosa 12 3.4.2.2Produksi Biosurfaktan dan Kuantitatif 12 3.4.3 Analisis Kuantitatif Residu dari Glifosat 13 3.4.3.1 Penentuan Kurva Standar Glifosat 13 3.4.3.2 Analisis Glifosat Sisa Dilakukan dengan Metode

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) 13

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Isolat 15

4.2 Pengukuran Produksi Biosurfaktan 16


(10)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 22

5.2 Saran 22

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Mikroba penghasil biosurfaktan dan jenis biosurfaktan

yang dihasilkan 9

Tabel 4.1 Laju pertumbuhan rata-rata sel isolat bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan Sibolga

Sumatera Utara 15

Tabel 4.2 Konsentrasi biosurfaktan isolat bakteri asal laut Tanjung

Balai dan Sibolga Sumatera Utara 17

Tabel 4.3 Konsentrasi glifosat sisa degradasi oleh isolat bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Degradasi glifosat oleh mikroba melalui sarcosin atau

AMPA 7

Gambar 4.1 Pertumbuhan isolat TJB 01 dan SBG 05 selama 6 hari 16 Gambar 4.2 Konsentrasi biosurfaktan isolat TJB 01 dan SBG 05

selama 6 hari 18

Gambar 4.3 Konsentrasi glifosat sisa degradasi isolat TJB 01 dan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A. Komposisi Media Bushnell-Haas, Larutan Standar Mc.

Farland, Komposisi Roundupdan Larutan Orsinol dan

Eluent Glifosat 27

Lampiran B. Alur Kerja Estimasi Jumlah Isolat Bakteri dengan

Metode SPC 28

Lampiran C. Alur Kerja Pembuatan Kurva Standar Rhamnosa 29 Lampiran D. Alur Kerja Produksi Biosurfaktan dan Kuantitatif

Metode Orsinol yang Dimodifikasi 30

Lampiran E. Alur Kerja Penentuan Kurva Standar Glifosat 31 Lampiran F. Alur Kerja Analisis Glifosat dengan Metode HPLC 32 Lampiran G. Penentuan Kurva Standar Rhamnosa dan Kurva

Standar Glifosat 33


(14)

POTENSI ISOLAT BAKTERI PENGHASIL BIOSURFAKTAN ASAL LAUT TANJUNG BALAI DAN SIBOLGA SUMATERA UTARA DALAM

MENDEGRADASI GLIFOSAT

ABSTRAK

Penelitian tentang potensi isolat bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan Sibolga Sumatera Utara dalam mendegradasi glifosat telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU, Medan dari bulan Februari sampai Juli 2011. Dua isolat yang digunakan yaitu TJB 01 dan SBG 05, dikultur pada media yang mengandung 2% Roundup selama 6 hari. Pertumbuhan yang lebih tinggi ditunjukkan oleh isolat TJB 01 pada hari ke-6 sebesar 6,3 x 1012 CFU/ml. Produksi biosurfaktan yang lebih tinggi ditunjukkan oleh isolat TJB 01 pada hari ke-2 sebesar 109,421 ppm. Kemampuan isolat TJB 01 dalam mendegradasi glifosat juga lebih tinggi dari isolat SBG 05 dengan konsentrasi glifosat tersisa sebesar 2.826,171 ppm dengan penurunan hingga 16,8%.


(15)

POTENCY OF BIOSURFACTANT PRODUCING BACTERIA ISOLATED FROM TANJUNG BALAI AND SIBOLGA SEA NORTH SUMATERA IN

DEGRADING GLYPHOSATE

ABSTRACT

The study on potency of biosurfactant producing bacteria from Tanjung Balai and Sibolga sea, Nort Sumatera Utara in degrading gliphosate, was done in the Microbiology Laboratory, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences University of Sumatera Utara from February until July 2011. Two isolates used were TJB 01 and SBG 05, that were cultured on media that contain 2% Roundup for six days. The higher growth was shown by TJB 01 on day 6 (6.3 x 1012 CFU/ml). The higher production of biosurfactant concentration was shown by TJB 01 on day 2 (109.421 ppm). Ability of TJB 01 isolate in degrading glyphosate was also the better than to SBG 05 with remaining of glyphosate concentration 2,826.171 ppm with percent decrease up to 16.8%.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan di bidang pertanian dan industri menyebabkan bertambahnya jumlah polutan-polutan organik baru yang digunakan sebagai pengawet, penahan/anti bakar, cat, pelarut, herbisida dan pestisida (Widyatmoko, 2005). Pestisida yaitu suatu zat yang dapat digunakan untuk menghalangi, merusak, menarik, menjauhkan, atau mengendalikan hama, termasuk hewan ataupun tumbuhan yang tidak dikehendaki selama proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, distribusi, dan pengolahan pangan, komoditi pertanian atau makanan hewan, atau yang dapat diberikan pada hewan untuk mengendalikan ektoparasit (Sabdono, 2003). Penggunaan pestisida dalam menopang peningkatan produk pertanian maupun perkebunan telah banyak membantu untuk meningkatan produksi pertanian. Namun demikian penggunaan pestisida ini juga memberikan dampak negatif baik terhadap manusia, biota maupun lingkungan (Manuaba, 2008).

Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini tidak mudah terurai (Sofia, 2001). Menurut Siswanto (2007), pemulihan kondisi lingkungan yang tercemar dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, dan biologi. Pemulihan secara fisika dan kimia memberikan hasil yang memerlukan waktu relatif lebih singkat namun memberikan efek kerusakan bagi lingkungan. Melalui metode biologi relatif tidak merusak lingkungan. Metode ini menggunakan mikroorganisme (bakteri dan kapang) serta tanaman. Penanggulangan dengan menggunakan mikroorganisme dikenal sebagai bioremediasi.


(17)

Pestisida organofosfat yang banyak digunakan para petani yaitu glifosat, merupakan herbisida yang sangat aktif. Senyawa ini dapat merusak tanaman yang kecil berupa gulma (Hong et al., 2000). Menurut Darto (2008), penggunaan herbisida sejauh ini memberikan dampak positif berupa pengendalian gulma dan peningkatan produksi pertanian. Namun di lain pihak, penggunaan herbisida secara terus menerus selama 30 tahun terakhir ini juga berdampak negatif bagi lingkungan. Kasus terjadinya keracunan pada organisme bukan sasaran, polusi sumber-sumber air dan kerusakan tanah, juga keracunan akibat residu herbisida pada produk pertanian, merupakan contoh negatif penggunaan herbisida. Sebagai usaha untuk mengurangi dampak negatif penggunaan herbisida adalah dengan menggunakan surfaktan yang dapat didegradasi oleh alam (biodegradable) pada formulasi herbisida.

Menurut Sofyan (2005), laju biodegradasi glifosat dapat dipercepat dengan adanya bakteri yang mampu memanfaatkan senyawa glifosat sebagai sumber energi. Bakteri yang digunakan yaitu bakteri yang menghasilkan biosurfaktan. Pada penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa bakteri yang diperoleh dari Laut Tanjung Balai dan Sibolga merupakan bakteri yang memiliki potensi untuk menghasilkan biosurfaktan (Warsito, 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui sejauh mana isolat bakteri asal laut Tanjung Balai dan Sibolga tersebut mampu memdegradasi glifosat.

1.1Permasalahan

Glifosat dilingkungan banyak digunakan para petani untuk membasmi hama pertanian. Residu glifosat dapat mengakibatkan pencemaran yang merugikan organisme bukan target. Upaya penanggulangan pencemaran tanah dan air secara aman dapat dilakukan secara biologis yaitu dengan cara biodegradasi dengan bantuan mikroorganisme. Pada penelitian ini akan dipelajari sejauh mana kemampuan bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan Sibolga dalam mendegradasi glifosat.


(18)

1.2Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi isolat bakteri asal laut Tanjung Balai (TJB 01) dan Sibolga (SBG 05) Sumatera Utara dalam mendegradasi glifosat.

1.3Hipotesis

Bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan Sibolga, Sumatera Utara mampu mendegradasi glifosat dengan kemampuan yang berbeda-beda.

1.4Manfaat Penelitian

- Sebagai sumber informasi mengenai bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan Sibolga, Sumatera Utara yang mampu mendegradasi glifosat. - Sebagai sumber informasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Pestisda

Sejumlah bahan pencemar di lingkungan terdiri atas senyawa-senyawa kimia yang sangat kompleks. Senyawa pencemar yang satu dengan yang lain mungkin bersifat sinergis atau saling menghambat (Fauzi et al., 2000). Zat-zat kimia yang dipergunakan untuk maksud pertanian dan produk-produk pertanian perlu diperhatikan karena diperlukan dalam jumlah banyak, sedangkan zat-zat tersebut bersifat toksik yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (Muchtar, 1992).

Salah satunya pestisida jenis herbisida adalah bahan yang beracun dan berbahaya, bila herbisida tersebut tidak digunakan dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Dampak negatif tersebut dapat menimbulkan masalah, karena dapat mempengaruhi aspek kehidupan pada akhirnya secara langsung ataupun tidak akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia (Djau, 2009).

Pencemaran lingkungan akan mengurangi kualitas dan daya dukung lingkungan terhadap makhluk hidup. Pemulihan kondisi lingkungan yang tercemar dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, dan biologi. Pemulihan secara fisika dan kimia memberikan hasil yang memerlukan waktu relatif lebih singkat namun memberikan efek kerusakan bagi lingkungan (Siswanto, 2007). Lambatnya kecepatan degradasi polutan di lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: enzim-enzim degradatif yang dihasilkan oleh mikroba tidak mampu mengkatalis reaksi degradasi polutan yang tidak alami, kelarutan polutan dalam air sangat rendah, dan polutan terikat kuat dengan partikel-partikel organik atau partikel tanah. Selain


(20)

itu, pengaruh lingkungan seperti pH, temperatur, dan kelembaban tanah juga sangat berperan dalam menentukan kesuksesan proses bioremediasi (Munir, 2006).

2.2 Komponen-komponen Herbisida Roundup

Penggunaan herbisida berlebihan makin bertambah menjadi bahan perhatian lingkungan karena mengakibatkan efek kerugian dari bahan kimia bagi mikroorganisme tanah (Araujo et al., 2003). Karena herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan mematikan tumbuhan (Moenandir, 1988).

Glifosat juga dikenal dengan nama dagang Roundup adalah herbisida spektrum luas (Wiersema et al., 1999). Glifosat juga digunakan sebagai herbisida dalam mengendalikan atau membunuh gulma (Moneke et al., 2010). Menurut Reddy

et al., (2008), glifosat dapat mencegah biosintesis dari asam amino aromatik

(fenilalanin, triptofan, dan tirosin), yang berperan dalam penurunan sintesis protein. Glifosat, N-(phosphonometil) glisin, diformulasikan sebagai garam isopropilamin glifosat. Merupakan herbisida tidak selektif dan memiliki spektrum pengendalian yang lebih luas. Diaplikasikan sebagai herbisida pasca tumbuh (Anderson, 1977 dalam

Tampubolon, 2009). Penggunaan herbisida glisofat terus meningkat sejak dikembangkannya program budidaya pertanian olah tanah konservasi (OTK) (Wardoyo, 2001).

Glifosat secara luas digunakan sebelum penanaman atau bahkan pasca tanam sebelum munculnya tanaman, menunjukkan bahwa residu dalam tanah tak lama setelah aplikasi dengan taraf yang direkomendasikan tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman (US EPA, 1993). Ini dapat digunakan sebelum pasca panen, selama pengembangan tanaman dan setelah panen. Karena toksisitasnya terhadap organisme yang bukan target (Moneke et al. 2010). Dapat membunuh bakteri, karena sebagian besar dari bakteri mempunyai enzim EPSPS (5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase) (Wardoyo, 2001). Bioremediasi adalah cara yang umum digunakan untuk menguraikan glifosat yang mencemari tanah. Keberhasilan ini akan


(21)

tergantung pada mengisolasi bakteri dengan kemampuan untuk mendegradasi glifosat dalam perubahan lingkungan (Moneke et al. 2010).

Dihampir semua penelitian metabolisme glifosat digunakan sebagai sumber fosfor, namun beberapa organisme yang dipelajari tidak mampu menggunakannya sebagai sumber karbon atau nitrogen. Karena jalur memanfaatkannya asam aminomethylphosphonic intermediate (AMPA) telah mengendalikan bahwa kemampuan untuk mendegradasi glifosat secara alami hadir di lingkungan (Wiersema

et al., 1999).

2.3 Mekanisme Degradasi Glifosat

Degradasi glifosat relatif cepat di dalam tanah dengan proses mikrobial. Sering kali dideteksi produk degradasi di tanah dan air itu adalah amino methyl phosphonic acid (AMPA) (Reddy et al., 2008). Laju biodegradasi glifosat dapat dipercepat dengan adanya bakteri yang mampu memanfaatkan senyawa glifosat sebagai sumber energi, memiliki hasil biodegradasi yang seharusnya aman bagi lingkungan. Biodegradasi glifosat dapat terjadi melalui alur degradasi yang berbeda tergantung dari jenis pendegradasinya, jenis mikroba, serta kondisi lingkungan dimana degradasi tersebut terjadi. Bagaimanapun, degradasi glifosat dilingkungan seperti ekosistem tanah sebagian besar tidak spesifik dipertimbangkan dalam proses metabolik (Sofyan, 2005).

Menurut Borggaard dan Gimsing (2008), mikroorganisme mendegradasi glifosat melalui jalur. Pertama; pembentukan sarkosin dan glisin. Kedua; mengarah kepada pembentukan AMPA. Dalam jalur pembentukan AMPA, langkah pertama yaitu pemutusan ikatan C-N oleh enzim glifosat oksidoreduktase, menghasilkan AMPA dan glyoxylate. Glifosat oksidoreduktase adalah flavoprotein yang menggunakan FAD sebagai suatu kofaktor, dan mekanisme ini mungkin melibatkan reduksi dari FAD di situs aktif dengan glifosat. Dikondisi aerobik, oksigen digunakan sebagai suatu kofaktor sedangkan di kondisi anaerobik senyawa seperti phenazin


(22)

oksidoreduktase dimasukkan ke genom tumbuhan yang berbeda, di mana enzim glifosat oksidoreduktase bertanggung jawab untuk toleransi glifosat pada Roundup. Glioksilat selanjutnya dimetabolisme melalui siklus glioksilat.

Gambar 1. Degradasi glifosat oleh mikroba melalui sarcosin atau AMPA (Borggaard dan Gimsing, 2008).

2.4 Surfaktan dan Biosurfaktan

Surfaktan adalah molekul amphipatik yang terdiri dari gugus hidrofilik dan hidrofobik, sehingga dapat berada di antara cairan yang memiliki sifat polar dan ikatan hidrogen yang berbeda seperti di antara minyak dengan air. Hal ini menyebabkan surfaktan mampu mereduksi tegangan permukaan dan antar permukaan serta membentuk mikroemulsi sehingga hidrokarbon dapat larut dalam air dan begitu pun sebaliknya (Desai dan Banat, 1997).

Jumlah minimal surfaktan yang dibutuhkan untuk menurunkan tegangan permukaan disebut dengan critical micelle concentration (CMC). Pada konsentrasi ini akan terbentuk misel yang terdiri atas 10-200 molekul surfaktan (Herdiyantoro, 2005).


(23)

Efektivitas surfaktan ditentukan dengan nilai CMC-nya. Suatu surfaktan dikatakan efektif bila dapat menurunkan tegangan permukaan air dari 72 dyne/cm menjadi sekitar 35 dyne/cm (Santosa, 1995).

Biosurfaktan merupakan senyawa amphilik yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang merupakan senyawa komplek dengan struktur bermacam-macam. Biosurfaktan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme prokariot maupun eukariot. Bakteri penghasil biosurfaktan antara lain Pseudomonas aeruginosa, P.

fluorescens, Bacillus cereus, B. thuringiensis, B. sphaericus. Biosurfaktan ini

dihasilkan pada permukaan sel mikroba atau diekskresikan ke lingkungan yang dapat membantu melepaskan senyawa hidrokarbon dalam senyawa organik dan meningkatkan konsentrasi senyawa hidrokarbon dalam air melalui pelarutan ataupun emulsifikasi. Biosurfaktan mengandung gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan molekul (Banat, 1995).

Ketersediaan biosurfaktan menjadi sangat penting setelah diketahuinya beberapa kerugian penggunaan surfaktan sintesis. Disamping harganya mahal, surfaktan sintesis sebagian besar tidak mudah didegradasi dan beberapa bersifat toksik sehingga ada kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan akibat penggunaan senyawa ini (Nugroho, 2006).

2.5 Mikroba Penghasil Biosurfaktan

Kosaric (1992) menyatakan bahwa jenis biosurfaktan yang dihasilkan oleh setiap mikroba berbeda-beda. Jenis-jenis mikroba penghasil biosurfaktan dan tipe biosurfaktan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.5.1 di bawah ini:


(24)

Tabel 1. Mikroba penghasil biosurfaktan dan jenis biosurfaktan yang dihasilkan No Spesies mikroba jenis biosurfaktan

1. Torulopis bombicola Glikolipid (sophorosa lipid)

2. Pseudomonas aeruginosa Glikolipid (rhamnosa lipid)

3. Bacillus licheniformis Lipoprotein (surfactin)

4. Bacillus subtilils Lipoprotein (surfactin)

5. Pseudomonas sp. DSM 2874 Glikolipid (rhamnosa lipid)

6. Arthrobacter paraffineus Sukrosa dan fruktosa glikolipid

7. Arthrobacter Glikolipid

8. Pseudomonas fluorescens Rhamnosa lipid

9. Pseudomonas sp. MUB Rhamnosa lipid

10. Torulopsis petrophilurn Glikolipid dan protein

11. Candida tropicalis Komplek polisakarida dan asam lemak glikolipid

12. Acinetobacter sp. HOI-N Asam lemak, mono dan gliserida

13. Candida petrophilum Peptidolipid

14. Nocardia erythropolis Lemak netral


(25)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2011 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, di Laboratorium Kultur Jaringan, di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah air laut, media Bushnell Haas

Agar (BHA) yang terdiri atas KH2PO4, K2HPO4, NH4NO3, MgSO4. 7H2O, FeCl3, CaCl2. 2H2O, agar (Atlas 1946), media Plat Count Agar, Roundup, akuades, dietileter, methanol, akuabides, asam fosfat, alkohol 70%, desinfektan, sodium bikarbonat, H2SO4, rhamnosa, orsinol kapas, benang wol, aluminium foil. Sedangkan alat-alat yang dipergunakan adalah tabung reaksi, cawan petri, jarum ose, bunsen, gelas beaker, corong, corong pisah, mancis, erlenmeyer, gelas ukur, spatula, pipet volum, propipet, kertas saring, hot plate, vortex, magnetic stirer, autoklaf, oven, shaker, inkubator, kulkas, timbangan analitik, desikator, HPLC, spektrofotometer.

3.3Asal Isolat


(26)

3.4Prosedur Penelitian

3.4.1 Pengukuran Pertumbuhan Sel

Untuk mengetahui laju pertumbuhan dan kepadatan sel selama masa inkubasi, maka bakteri ditumbuhkan pada media Bushnell Haas-Broth yang mengandung 2% Roundup, yang sebelumnya dilakukan pertumbuhan pada media Bushnell-Haas Agar

yang mengandung 2% Roundup yang dilarutkan dengan aquadest. Sebanyak 2 ml inokulum cair isolat bakteri yang setara dengan kekeruhan larutan Mc-Farland (≈108 sel/ml) (komposisi larutan Mc-Farland dapat dilihat pada Lampiran A halaman 27) diinokulasikan ke dalam 20 ml media Bushnell Haas-Broth secara aseptis. Kemudian diinkubasi pada wathebath shaker dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 30°C selama 6 hari. Pertumbuhan sel diamati setiap dua hari sekali yaitu pada hari ke-0, hari ke-2, hari ke-4 dan hari ke-6. Pengukuran jumlah sel dilakukan dengan metode Standart

Plate Count (Fardiaz, 1992). Sebanyak 1 ml media biakan diencerkan hingga

konsentrasi 10-8 atau 10-12, kemudian diinokulasikan ke media Plate Count Agar

dengan metode cawan sebar dan diinkubasi selama 24 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung. Untuk perhitungan estimasi jumlah sel dapat dihitung dengan rumus:

Estimasi Jumlah Sel = Jumlah koloni x

enceran faktorPeng

1

(CFU/ml)

Alur kerja estimasi jumlah sel Isolat bakteri dengan metode SPC dapat dilihat pada Lampiran B (halaman 28).

3.4.2 Uji Potensi Bakteri Dalam Memproduksi Biosurfaktan 3.4.2.1 Penentuan Kurva Standar Rhamnosa

Kurva standar rhamnosa dibuat dengan menggunakan biosurfaktan murni dari jenis rhamnosa yang diperoleh dari Sigma Aldrich Company, Amerika Serikat. Rhamnosa dibuat dengan konsentrasi berbeda-beda yang dilarutkan dengan larutan sodium bikarbonat (NaHCO3) 0,05M. Rhamnosa dibuat dengan konsentrasi 0 (blanko), 10, 50, 100 dan 200 ppm, kemudian masing-masing larutan tersebut ditambah 3,6 ml


(27)

larutan orsinol, dipanaskan hingga mendidih, didinginkan pada temperatur kamar selama 15 menit dan dianalisa dengan spektrofotometer UV-Visibel Shimadzu 1240 pada panjang gelombang 421 nm (Chandrasekaran and Be Miller, 1980; Koch et al., 1991 dalam Warsito, 2009). Persamaan garis regresi kurva standar rhamnosa ditentukan dengan metode Least Square (Glover and Mitchell, 2002 dalam Warsito, 2009) dengan rumus:

Y= a + bX

Dimana: a= intersep a= Y- bX

b= slope (koefisien regresi) b = 2 2 ) ( ) ( ) )( ( ) ( X X n Y X XY n ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ Y= absorbansi X= konservasi

Alur kerja penentuan kurva standar rhamnosa dapat dilihat Lampiran C (halaman 29).

3.4.2.2 Produksi Biosurfaktan dan Kuantitatif

Sebanyak 2 ml inokulum cair isolat bakteri yang setara dengan larutan Mc-Farland

diinokulasikan ke dalam media Bushnell- Haas Broth yang mengandung 2% Roundup secara aseptis. Kemudian diinkubasi pada watherbath shaker dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 30°C. Konsentrasi biosurfaktan yang dihasilkan diamati setiap 2 hari selama 6 hari.

Konsentrasi biosurfaktan yang terbentuk dianalisa dengan metode orsinol yang dimodifikasi (Chandrasekaran and Be Miller, 1980; Koch et al., 1991). Media cair hasil inkubasi disentrifugasi dengan kecepatan 6.000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan media biakan dengan bakterinya dan diambil supernatannya. Sebanyak 4 ml supernatan diekstrak dengan 2 ml diethylether selama 5 menit, ekstraksi diulangi 3 kali. Lapisan ether diambil, dikeringkan dan dilarutkan kembali dalam 2 ml sodium bikarbonat 0,05 M. Kemudian larutan sampel tersebut divorteks dan ditambah 3,6 ml larutan orsinol, dipanaskan hingga mendidih, didinginkan pada temperatur kamar


(28)

pada panjang gelombang 421 nm. Konsentrasi biosurfaktan dihitung dengan menggunakan kurva standar rhamnosa dan diekspresikan dalam satuan ppm. Alur kerja produksi biosurfaktan dan kuantitatif dapat dilihat pada Lampiran D (halaman 30).

3.4.3 Analisis Kuantitatif Residu dari Glifosat 3.4.3.1 Penentuan Kurva Standar Glifosat

Untuk membuat kurva standar glifosat, maka terlebih dahulu dibuat larutan standar glifosat dengan konsentrasi 1.000, 2.000, 3.000, 4.000 dan 5.000 ppm. Glifosat ditimbang sebanyak 0,1 g kemudian dilarutkan dengan eluent (Buffer fosfat). Masing-masing larutan glifosat dengan konsentrasi tersebut diinjeksikan sebanyak 10 μl ke dalam HPLC. Hasil analisa glifosat akan diperoleh dalam satuan luas area. Setelah diperoleh luas area dari masing-masing konsentrasi glifosat, dibuat kurva standar glifosat dengan memplot konsentrasi versus luas area. Dari kurva dibuat persamaan garis lurus metode Least square (Glover and Mitcell, 2002). Sehingga diperoleh persamaan:

Y= a + bX Dimana: Y = Luas area

X = Konsentrasi glifosat (ppm) a = intersep

b = slope

Alur kerja penentuan kurva standar glifosat dapat dilihat pada Lampiran E (halaman 31).

3.4.3.2 Analisis Glifosat Sisa Dilakukan dengan Metode HPLC (High performance liquid chromatography)

Sebanyak 2 ml inokulum cair isolat bakteri yang setara dengan kekeruhan larutan standar Mc-Farland (≈108 sel/ml) diinokulasikan ke media Bushnell-Haas Broth yang mengandung 2% Roundup secara aseptis. Kemudian biakan cair isolat bakteri diinkubasi pada watherbath shaker dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 30°C selama


(29)

6 hari. Sebagai kontrol, media Bushnell-Haas Broth yang mengandung 2% Roundup dibuat tanpa ada inokulum. Setelah 6 hari masa inkubasi, media kemudian disaring dengan kertas saring dan diambil filtratnya. Filtrat ditambahkan metanol 960:40 dan eluent (Buffer fosfat), kemudian diekstraksi. Kadar glifosat sisa degradasi dianalisa dengan HPLC. Sebanyak 10 μl diinjeksikan ke dalam HPLC sehingga diperoleh nilai luas area dari masing-masing sampel. Nilai luas area dari masing-masing sampel disubstitusikan ke persamaan kurva standar glifosat sehingga diperoleh nilai konsentrasi glifosat tersisa dari masing-masing sampel. Analisa glifosat dilakukan di laboratorium Rispa. Alur kerja analisa glifosat sisa dengan metode HPLC dapat dilihat pada Lampiran F (halaman 32).


(30)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Isolat

Pertumbuhan isolat bakteri penghasil biosurfaktan dari laut Tanjung Balai (TJB 01) dan Sibolga (SBG), Sumatera Utara selama masa inkubasi 6 hari yang dihitung berdasarkan jumlah koloni pada media Plate Count Agar seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Laju pertumbuhan rata-rata isolat bakteri pengahasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan Sibolga, Sumatera Utara

Isolat

Jumlah sel (CFU/ml)

Hari ke-0 Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6 TJB 01 1 × 108 105 × 108 33 × 1010 6,3 × 1012 SBG 05 1 × 108 70,3 × 108 71 × 1010 1,6 × 1012

Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa kedua jenis isolat menunjukkan peningkatan pertumbuhan sampai hari ke-6. Dari kedua isolat menunjukkan pola pertumbuhan yang sama. Pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada hari ke-2 pertumbuhan sel yang tinggi ditunjukkan oleh isolat TJB 01 yaitu sebesar 105 × 108 CFU/ml. Namun pada hari ke-4 pertumbuhan isolat SBG 05 lebih tinggi dari pada isolat TJB 01 yaitu sebesar 71 × 1010. Sedangkan pada hari ke-6 pertumbuhan tertinggi juga pada isolat TJB 01. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat histogram pertumbuhan isolat TJB 01 dan SBG 05 selama masa inkubasi 6 hari.

TJB 01 : Tanjung Balai SBG 05 : Sibolga


(31)

Gambar 4.1 Pertumbuhan isolat TJB 01 dan SBG 05 selama 6 hari

Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa pertumbuhan isolat bakteri TJB 01 dan SBG 05 semakin meningkat sampai hari ke-6 walaupun peningkatan antara kedua isolat seimbang. Hal ini diduga karena dari kedua isolat mampu memanfaatkan glifosat sebagai sumber karbon dan energi.

Menurut Kishore and Jacob (1987), bahwa glifosat digunakan oleh

Pseudomonas sp. sebagai sumber karbon dan energi untuk proses metabolisme.

Sedangkan menurut Moneke et al., (2010), glifosat juga digunakan sebagai sumber fosfor yang terbaik untuk pertumbuhan bakteri. Menurut Moore et al., (1983),

Pseudomonas aeruginosa memanfaatkan glifosat, salah satu herbisida

organophosphonat [N (phosphonomethyl)glycine] sebagai sumber fosfor dan sebagian dari bakteri mampu memanfaatkan aminomethylphosponat yang diperoleh dari glifosat sebagai sumber fosfor untuk pertumbuhan dengan kemampuan yang lambat.

4.2 Pengukuran Produksi Biosurfaktan

Produksi biosurfaktan dari kedua isolat (TJB 01 dan SBG 05) dengan masa inkubasi selama 6 hari menghasilkan konsentrasi biosurfaktan yang seimbang dengan pertumbuhan sel yang semakin meningkat. Menurut Warsito (2009), adapun


(32)

konsentrasi biosurfaktan isolat bakteri asal laut Tanjung Balai (TJB 01) dan Sibolga (SBG 05), Sumatera Utara memilki aktivitas biosurfaktan yang berbeda. Analisa konsentrasi biosurfaktan yang terbentuk dihitung dengan kurva standar rhamnosa (Lampiran G, hal 33). Konsentrasi/jumlah biosurfaktan yang dihasilkan selama masa inkubasi oleh kedua isolat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Konsentrasi biosurfaktan isolat bakteri asal laut Tanjung Balai dan Sibolga, Sumatera Utara

Isolat

Konsentrasi biosurfaktan (ppm)

Hari ke-0 Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6

TJB 01 0 109,421 99,394 80,394

SBG 05 0 89,099 93,396 83,101

Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi biosurfaktan yang tertinggi pada hari ke-2 ditunjukkan oleh isolat TJB 01 dengan konsentrasi biosurfaktan sebesar 109,421 ppm. Pada hari ke-4 konsentrasi biosurfaktan tertinggi ditunjukkan oleh isolat TJB 01 sebesar 99,394 ppm dan pada hari ke-6 konsentrasi terbesar ditunjukkan oleh isolat SBG 05 sebesar 83,101 ppm. Pada gambar 4.2 dapat dilihat histogram konsentrasi biosurfaktan isolat TJB 01 dan SBG 05 selama 6 hari.


(33)

Gambar 4.2 Konsentrasi biosurfaktan isolat TJB 01 dan SBG 05 selama 6 hari

Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa produksi biosurfaktan dari kedua isolat pada hari ke-2 terlihat sedikit berbeda, sedangkan produksi biosurfaktan pada hari ke-4 dan ke-6 terlihat seimbang. Hal ini diduga karena jenis dan tipe dari biosurfaktan yang dihasilkan setiap isolat mungkin berbeda-beda. Hasil ini juga menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan tidak sejalan dengan peningkatan produksi biosurfaktan. Hal ini mungkin sebagian bahan dari nutrisi digunakan untuk pembentukan sel. Menurut Batubara (2011), jumlah biosurfaktan yang dihasilkan tergantung dari bagaimana mikrroorganisme tersebut menggunakan substrat yang tersedia dan mengkonversinya menjadi suatu produk

Rosenberg et al., (1980), menyatakan bahwa perbedaan tipe dan komponen biosurfaktan yang dihasilkan tiap-tiap isolat juga akan mempengaruhi aktivitas emulsi yang terjadi pada permukaan cairan. Darto (2008), menyatakan bahwa sifat surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan dapat digunakan dalam formulasi herbisida karena bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan aktivitas herbisida tersebut. Surfaktan dapat berfungsi menurunkan tegangan permukaan larutan herbisida, sehingga dapat berpenetrasi dengan mudah.


(34)

Menurut Richana et al., (2000), kultivasi mikroba untuk produksi biosurfaktan memerlukan sumber karbon sebagai substrat. Substrat bahan berpati seperti ubi kayu, sagu, dan garut dapat dimanfaatkan untuk sumber karbon dengan cara dihidrolisis dahulu menjadi glukosa. Selain keberadaan unsur karbon, unsur lain yang berperan penting dalam produksi biosurfaktan adalah unsur nitrogen, seperti ammonium nitrat. Yahya et al., (1998), telah menguji beberapa garam-garam anorganik untuk produksi biosurfaktan oleh mikroba, dimana ternyata nitrat merupakan unsur pendukung maksimum dalam produksi biosurfaktan oleh Pseudomonas aeruginosa dan

Rhodococcus.

Kesesuaian kondisi lingkungan pertumbuhan bakteri juga turut mempengaruhi kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan seperti suhu, pH dan salinitas. Suryatmana et al., (2004), kondisi pH paling mendukung dalam produksi biosurfaktan, yaitu pH netral. Hal ini berkaitan erat dengan rangkaian reaksi yang melibatkan kerja enzim dalam proses metabolisme. Sedangkan untuk temperatur secara umum tidak mempengaruhi produksi biosurfaktan kecuali pada beberapa jenis bakteri seperti dari genus Pseudomonas (Abu-Ruwaida et al., 1991).

4.3 Potensi Bakteri dalam Mendegradasi Glifosat

Konsentrasi glifosat sisa degradasi isolat bakteri TJB 01 dan SBG 05 yang dianalisa dengan HPLC dan dihitung dengan kurva standar glifosat (Lampiran G, hal 33) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Konsentrasi glifosat sisa degradasi oleh isolat bakteri penghasil biosurfaktan dari laut Tanjung Balai dan Sibolga Sumatera Utara

Konsentrasi glifosat tersisa (ppm)

Hari ke-0 Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6 Kontrol 3.400,924 3.400,924 3.400,924 3.400,924

TJB 01 3.400,924 2.826,171 3.161,322 3.081,146 SBG 05 3.400,924 3.177,883 3.138,434 3.280,793


(35)

Dari tabel yang diperoleh bahwa isolat yang mampu menurunkan konsentrasi glifosat tertinggi pada hari ke-2 adalah isolat TJB 01 yang mampu menurunkan glifosat hingga 16,8% dengan konsentrasi glifosat sisa 2.826,171 ppm, pada hari ke-4 adalah isolat SBG 05 mampu menurunkan glifosat hingga 7,7% dengan konsentrasi glifosat sisa 3.138,434 ppm dan pada hari ke-6 adalah TJB 01 mampu menurunkan glifosat hingga 9,4% dengan konsentrasi glifosat sisa 3.081,146 ppm. Pada Gambar 4.3 dapat dilihat histogram konsentrasi glifosat sisa isolat TJB 01 dan SBG 05 yang dihitung selama masa inkubasi 6 hari.

Gambar 4.3 Konsentrasi glifosat sisa degradasi isolat TJB 01 dan SBG 05 selama 6 hari

Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa glifosat sisa dari isolat TJB 01 dan SBG 05 lebih rendah dari kontrol, akan tetapi kecepatan penurunan glifosat tidak begitu signifikan sejalan dengan masa inkubasi sampai hari ke-6. Hal ini mungkin disebabkan isolat menggunakan sumber karbon yang lain selain glifosat dari Roundup. Menurut Monsanto (1998), komposisi Roundup terdiri dari glifosat 41%, dan bahan lain 59% (isopropylamina, air dan surfaktan etoksilat tallowamina).

Menurut Sofyan (2005), biodegradasi glifosat dapat terjadi melalui alur degradasi yang berbeda tergantung dari jenis mikroba, serta kondisi lingkungan


(36)

tidak dapat memanfaatkan glifosat dengan baik, jika dalam suatu media dengan mempunyai kadar nitrogen anorganik tinggi sehingga pHnya berubah.

Menurut ECH 159 (1994) dalam Rahayuningsih et al. (2006), waktu yang dibutuhkan untuk reaksi biodegradasi glifosat dalam sistem sedimen (air-tanah) secara keseluruhan pada kondisi aerob adalah lebih dari 14 hari, sedangkan untuk kondisi anaerob selama 14-22 hari. Sedangkan reaksi biodegradasi glifosat kondisi anaerobic pada tanah selama 2-3 hari. Reaksi penguraian glifosat secara biotik dan abiotik pada suhu kamar berkisar antara 14 hari sampai 91 hari.


(37)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang potensi bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan Sibolga Sumatera Utara dalam mendegradasi glifosat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Isolat TJB 01 merupakan isolat yang berpotensi dalam mendegradasi glifosat selama 6 hari dengan rata-rata penurunan konsentrasi glifosat hingga 11,1%, sedangkan SBG 05 dengan rata-rata penurunan konsentrasi glifosat hingga 5,9%.

b. Laju pertumbuhan tidak selalu diikuti dengan proses degradasi dalam menurunkan konsentrasi glifosat.

5.2 Saran

Sebaiknya ada peneliti lebih lanjut mengenai bakteri penghasil biosurfaktan asal laut Tanjung Balai dan Sibolga menggunakan nama isolat dan menguji seluruh komponen Roundup dengan waktu inkubasi yang lebih lama.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Ruwaida, A. S., I. M. Banat, S. Haditirto, S. Salem and M. Kadri. 1991. Isolation of Biosufactant Producing Bacteria-Product Characterization an Evaluation.

Acta Biotechnol 11: 315-324.

Anderson, W.P. 1997. Weed Science Principles. West Publishing Company: Los Angeles.

Araujo, A.S.F., R.T.R. Monteiro and R.B. Abarkeli. 2003. Effect of Glyphosate on The Microbial Activity of Two Brazilian Soil. Chemosphere 52: 799-804

Atlas, R. M. 1946. Handbook of Media for Enviromental Microbiology. New York: CRC Press.

Banat, IM. 1995. Biosurfactants Production and Possible Uses in Microbial Echanned Oil Recovery and Oil Pollution Remediation. A Review Bioresource Technology 51: 1-12.

Batubara, N. R. 2011. Optimasi Produksi Biosurfaktan Oleh Pseudomonas aeruginosa

Dengan Variasi Sumber Karbon dan Nitrogen. Skripsi. MIPA. Universitas

Sumatera Utara.

Borggard, O. K and A. L. Gimsing. 2008. Review Fate of Glyphosate in Soil and The Possibility of Leacing to Ground and Surface Waters: A Review. Pest

Management Science 64: 441-456.

Chandrasekaran, E. V. and J. N. Be Miller. 1980. Constituent Analysis of Glucosa Aminoglicans: Methods in Carbohydrat Chemistry. In R. L. Whistler (ed). New York.: Academic Press Inc.

Darto. 2008. Pemanfaatan Alkil Poliglikosida (APG) Berbasis Alkohol Lemak Dari

Minyak Kelapa (C12) Dan Pati Sagu Sebagai Surfaktan Dalam Formulasi

Herbisida. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Desai, J.D. and I.M. Banat. 1997. Microbial Production of Surfactan and Their Commercial Potencial. Microbiol. And Molecular Biol. Reviews 61(1): 47-64.


(39)

Djau, R.A. 2009. Faktor Risiko Kejadian Anemia dan Keracunan Pestisida pada Pekerja Penyemprotan Gulma di Kebun Kelapa Sawit PT. AgroIindomas Kab.

Seruyan Kalimantan Tengah. Tesis. Fakultas Kesehatan Lingkungan.

Universitas Diponegoro Semarang.

Enviromental Health Criteria (ECH) 159, 1994. WHO Library Cataloguing in Publication Data Glyphosate Kharickoff.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Panngan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fauzi, A.M., A. P. Utomo, N. Elfarida dan M. Nilasari. 2000. Biodegradasi Senyawa Epiklorohidrin oleh Bakteri Isolat G3. Jurnal Mikrobiologi indonesia. 15-18.

Glover, T. and K. Mitcell. 2002. An Introduction to Biostatistic. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Hallas, L. E., W. J. Adams and M. A. Heitkamp. 1992. Glyphosate Degradation by Immobilized Bacteria: Field Studies With Industrial Wastewater Effluent.

Applied and Environmental. Microbiology 58(4): 1215-1219.

Herdiyantoro, D. 2005. Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Oleh Bacillus sp. Galur ICBB 7859 dan ICBB 7865 Dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah Dengan Penambahan Surfaktan. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Hong, L. S., M. P. Abdullah dan A. H. Kuntom. 2001. Kaedah Penentuan Glifosat dan AMPA dalam Minyak Sawit. Malaysian Journal of Analytical Sciences 7(1): 237-243.

Kishore, G. M. and G. S. Jacob. 1987. Degradation of Glyphosate by Pseudomonas

sp. PG2982 via a Sarcosine Intermediate. The Journal of Biological Chemistry 262(25): 12164-12168.

Koch, A. K., O. Kappeli, A. Fiechter and J. Reiser. 1991. Hydrocarbon Assimilation and Biosurfactant Production in Pseudomonas aeruginosa Mutants. Journal of Bacteriology 173(13): 4212-4219.

Kosaric, N. 1992. Biosurfactants in Industry. Pure and Appl. Chem 64: 1731-1737.

Manuaba, I.B.P. 2008. Cemaran Pestisida Fosfat-organik di Air Danau Buyan Buleleng Bali. Jurnal Kimia 2(1): 7-14.


(40)

Moneke, A.N., G.N. Okpala and C.U. Anyanwu. 2010. Biodegradation of Glyphosate Herbicide in Vitro Using Bacterial Isolates from Four Rice Fields. African Journal of Biotechnology 9(26): 4067-4074.

Monsanto, 1998. Roundup Original Herbicide. Material Safety Data Sheet. Database and Format Copyright by C&P Press.

Moore, J. K., H. D. Braymer and A. D. Larson. 1983. Isolation of a Pseudomonas sp. Which Utilizes The Phosphonate Herbicide Glyphosate. Appl. Environ. Microbiol 46: 316-320.

Muchtar, 1992. Pencemaran Laut Oleh Zat Organik Pestisida, Polikhrobifenil (PCB) Dan Poliaromatik Hidrokarbon. Unair. Surabaya.

Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi

Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Pidato Pengukuhan Guru Besar.

Medan: Universitas Sumatera Utara.

Nugroho, A. 2006. Produksi Biosurfaktan oleh Bakteri Pengguna Hidrokarbon Dengan Penambahan Variasi Sumber Karbon. Biodiversitas 7(4): 312-316.

Rahayuningsih, E., A. Mindaryani, M. Andri, dan B. Radjagukguk. 2006. Laju Reaksi Hidrolisis Herbisida Glifosat di Tanah Jenuh Air. Forum Teknik 30(2): 80-89.

Reddy, K. N., A. M. Rimando, S. O. Duke and V. K. Andula. 2008. Aminomethylphosponic Acid Accumulation in Plant Species Treated With Glyphosate. Journal of Agricultural and Food Chemistry 56: 2125-2130.

Richana, N., A. Suryani, H. Y. Makagiansar dan T.T. Irawadi. 2000. Berbagai Cara Hidrolisis Pati Untuk Media Pertumbuhan Bacillus sp. BMN14 Penghasil Biosurfaktan Lipopeptida. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 5(2): 29-31.

Romero, M. C., E. H. Reinoso, A. M. Kieman and S. Cordoba. 2004. Biodegradation of Glyphosate by Wild Yeasts. Revista Mexicana de Micologia 19: 45-50.

Rosenberg, M., D. Gutnick, and E. Rosenberg. 1980. Adherence of Bacteria to Hydrocarbons: A Simple Method for Measuring Cell-surface Hydrophobicity.

FEMS Microbiology Letters 9: 29-33.

Sabdono, A. 2003. Biodiversitas Bakteri Karang Pendegradasi Senyawa Pestisida dan Prospek Pemanfaatannya di Dalam Perlindungan Ekosistem Terumbu Karang. Pembelajaran Pengelolaan Terumbu Karang Indonesia. Jakarta.

.

Santosa, D. A. 1995. Bioteknologi Penambangan Minyak Bumi. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah Faperta. Institut Pertanian Bogor.


(41)

Siswanto, R. 2007. Tween 80 Sebagai Peningkat Kinerja Bakteri Pendegradasi Minyak Bumi. Skripsi. Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor.

Sofia, D. 2001. Pengaruh Pestisida Dalam Lingkungan Pertanian. Digitalized USU Digital Library. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Sofyan, D. 2005. Studi Alur Biodegradasi Herbisida Glifosat di Dalam Tanah Oleh Bakteri Escherichia coli. Skripsi. Kimia.

Suryatmana, P., E. Karden, E. Ratnaningsih dan Wisjnuprapto. Karakteristik Bio-Surfaktan Dari Azotobacter Chroococum. Institut Teknik Bogor.

Tampubolon, I. 2009. Uji Efektivitas Herbisida Tunggal Maupun Campuran Dalam

Pengendalian Stenochlaena palustris di Gawangan Kelapa Sawit. Skripsi.

Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

US EPA. 1993. Kelayakan keputusan Reregistration (RED): glifosat. Perlindungan Lingkungan Badan, Dinas Pencegahan, Pestisida dan Bahan Beracun, Washington DC.

Wardoyo, S. S. 2001. Pengaruh Residu Herbisida Glifosat Terhadap Ciri Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. J. II. Pert. Indon 10(1): 14-18

Warsito, K. 2009. Bakteri Penghasil Biosurfaktan Dari Laut Sibolga Dan Tanjung

Balai Dalam Mendegradasi Naftalen. Skripsi. Fakultas MIPA. Universitas

Sumatera Utara.

Widiyatmoko, W. 2005. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Karang Pendegradasi Senyawa Herbisida MCPA (2-methyl-4-chlorophenoxy acetic acid) di

Perairan Pulau Panjang, Jepara. Laporan Penelitian Dosen Muda.

Diponegoro: Lembaga Penelitian Diponegoro.

Wiersema, R., M. Burns and D. Hershberger. 1999. Glyphosate Pathway Map.

University of Minnesota.

Yahya, A. R. M., W. A. Anderson and M. M. Young. 1998. Ester Syntesis in Lipase Catalyzed Reaction. Enzyme an Microbial Tech 23: 438-450.


(42)

LAMPIRAN

Lampiran A: Komposisi Media Bushnell-Haas, Larutan Standar Mc. Farland, Herbisida Roundup,Larutan Orsinol dan Eluent Glifosat

a. Komposisi Media Bushnell-Haas per liter (Atlas, 1946)

1. KH2PO4 = 1,0 g 4. MgSO47H2O = 0,2 g

2. K2HPO4 = 1,0 g 5. FeCl3 = 0,05 g

3. NH4NO3 = 1,0 g 6. CaCl2. 2H2O = 0,02 g

7. Agar = 20 g

Kemudian semua komposisi ini dilarutkan dengan air laut yang bersih sebanyak 1 liter dan disterilkan dengan autoclove.

b. Komposisi Larutan Mc. Farland (Lorian, 1980)

Sebanyak 0,5 ml BaCl2 0,048 M ditambahkan ke dalam 99,5 ml H2SO4 0,35 N. Kemudian divorteks hingga homogen.

c. Komposisi Herbisida Roundup 1. Glifosat = 41,0%

2. Bahan lain = 59,0%

(Isopropilamina, air dan surfaktan etoksilat tallowamina).

d. Komposisi Larutan Orsinol (Chandrasekaran and Be Miller, 1980; Koch et al.,

1991)

Sebanyak 100 mg orsinol dilarutkan dalam 100 ml H2SO4 53%, kemudian didiamkan selama 12 jam hingga warna kuning sempurna.

e. Komposisi Eluent Glifosat

Sebanyak 0,8437 g KH2PO4 dilarutkan dalam 960 ml akuabides, kemudian ditambahkan 40 ml methanol untuk HPLC, atur pH dengan menambahkan H3PO4 sehingga pH 1,9 dan disaring dengan kertas saring anorganik.


(43)

Lampiran B: Alur Kerja Estimasi Jumlah Isolat Bakteri dengan Metode SPC

1 ml Media Biakan

Diencerkan hingga konsentrasi 10-8

Diinokulasikan ke media Plate Count Agar

dengan metode cawan sebar

Diinkubasi selama 24 jam

Dihitung jumlah koloni yang tumbuh


(44)

Lampiran C: Alur Kerja Pembuatan Kurva Standar Rhamnosa

Rhamnosa

Dilarutkan dengan larutan sodium bikarbonat (NaHCO3) 0,05 M dengan konsentrasi 0 (blanko), 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 200 ppm

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 2 ml Dihomogenkan dengan vorteks

Ditambahkan 3,6 ml orsinol Dipanaskan hingga mendidih

Didinginkan selama 15 menit pada temperatur kamar Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Visibel Shimadzu 1240 pada panjang gelombang 421 nm

Absorbansi

Ditentukan persamaan garis regresi kurva standar rhamnosa dengan memplot absorbansi dan konsentrasi rhamnosa dengan metode Least Square


(45)

Lampiran D: Alur Kerja Produksi Biosurfaktan dan Kuantitatif Metode Orsinol yang Dimodifikasi

Isolat Bakteri

Dibuat dalam bentuk suspensi yang setara dengan kekeruhan larutan Mc-Farland (≈ 108 sel/ml)

Diinokulasikan sebanyak 2 ml ke media Bushnell-Haas

Broth yang mengandung 2% Roundup

Diinkubasi pada waterbath shaker dengan kondisi gelap, kecepatan 150 rpm pada suhu 300C selama 6 hari

Biakan Bakteri

Disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit

Supernatan Pellet

Diambil sebanyak 4 ml

Diekstrak dengan 2 ml dietileter selama 5 menit Diulangi sampai 3 kali

Lapisan ether Lapisan bawah

Dikeringkan

Dilarutkan kembali dalam 2 ml NaOHCO3 0,05 M Dihomogenkan dengan vorteks

Ditambahkan 3,6 ml larutan orsinol Dipanaskan hingga mendidih

Didinginkan selama 15 menit pada temperatur kamar

Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer Shimadzu 1240 pada panjang gelombang 421 nm


(46)

Lampiran E: Alur Kerja Penentuan Kurva Standar Glifosat

0,1 gr Glifosat

Dilarutkan dengan eluent (Buffer PO4)

Dibuat dengan konsentrasi 1.000, 2.000, 3.000, 4.000 dan 5.000 ppm

Diinjeksikan masing-masing konsentrasi sebanyak 10 μl ke dalam HPLC

Luas Area

Ditentukan persamaan garis regresi kurva standar glifosat dengan memplot luas area dan konsentrasi glifosat dengan metode Least Square

Kurva Standar Glifosat


(47)

Lampiran F: Alur Kerja Analisis Glifosat dengan Metode HPLC

Isolat Bakteri

Dibuat dalam bentuk suspensi yang setara dengan kekeruhan

Mc-Farland (≈ 108 sel/ml)

Diinokulasikan sebanyak 2 ml ke media Bushnell-HaasBroth

yang mengandung 2% Roundup

Diinkubasi pada waterbath shaker dengan kondisi gelap, kecepatan 150 rpm pada suhu 300C selama 6 hari

Biakan Bakteri

Disentrifugasi selama 10 menit

Disaring dengan menggunakan kertas saring

Filtrat Residu

Ditambah metanol 960:40 dan eluent (Buffer Po4) Diekstraksi

Diinjeksikan sebanyak 10 μl ke dalam HPLC

Dianalisis jumlah glifosat yang tersisa (ppm) dengan mensubstitusikan nilai luas area ke persamaan kurva standar glifosat


(48)

Lampiran G. Penentuan Kurva Standar Rhamnosa dan Kurva Standar Glifosat

a. Penentuan Kurva Standar Rhamnosa

No Konsentrasi Rhamnosa (ppm) Absorbansi 1. 2. 3. 4. 5. 0 10 50 100 200 0 0,214 0,642 1,178 2,286

Untuk menentukan persamaan garis regresi kurva standar rhamnosa digunakan metode Least Square, masukkan nilai konsentrasi rhamnosa sebagai nilai X dan absorbansi sebagai nilai Y.

Tabel persamaan garis regresi kurva standar rhamnosa metode Least Square

No. X Y X2 Y2 XY

1 0 0 0 0 0

2 10 0,214 100 0,0458 2,14

3 50 0,642 2500 0,41216 32,1

4 100 1,178 10000 1,38768 117,8

5 200 2,286 20000 5,2258 457,2

n=5 ∑X= 360 ∑Y= 4,32 ∑X2 =52600 ∑Y2 =7,07144 ∑X Y=609,24 X= 72 Y= 0,864


(49)

Untuk mencari nilai R (regresi), masukkan nilai yang diperoleh ke rumus berikut:

Sedangkan untuk mencari persamaan garis dari data dan kurva di atas, masukkan nilai yang diperoleh ke rumus berikut:

Y = a + bX Y = a+ bX

a = Y- bX b = 0,01117 = 0,05976

Dari nilai a dan b yang diperoleh dari data di atas, maka persamaan kurva standar rhamnosa adalah: Y= 0,5976-0,01117X

Dimana Y = absorbansi

X = konsentrasi biosurfaktan (ppm)

Untuk mencari konsentrasi biosurfaktan dari masing-masing sampel, substitusikan nilai absorbansi yang diperoleh dari sampel ke persamaan di atas.

Tabel hasil analisa absorbansi dan konsentrasi biosurfaktan

Isolat

Absorbansi Konsentrasi Biosurfaktan (ppm) Hari ke 0 Hari ke 2 Hari ke 4 Hari ke 6 Hari ke 0 Hari ke 2 Hari ke 4 Hari ke 6 TJB 01 0 1,282 1,170 0,960 0 109,421 99,394 80,394 SBG 05 0 1,055 1,103 0,988 0 89,099 98,396 83,101


(50)

No Konsentrasi Glifosat (ug/g) Luas Area 1. 2. 3. 4. 5. 6. 0 1000 2000 3000 4000 5000 0 2110852 3253609 5195272 6735810 7814556

Untuk menentukan persamaan garis regresi kurva standar golifosat digunakan metode

Least Square, masukkan nilai konsentrasi rhamnosa sebagai nilai X dan absorbansi

sebagai nilai Y.

No. X Y X2 Y2 XY

1 0 0 0 0 0

2 1000 2110852 1 x 106 445596165904 2110852000

3 2000 3253609 4x 106 1.0586E+13 6507218000

4 3000 5195272 9 x 106 2.69909E+13 15585816000

5 4000 6735810 16 x 106 4.53711E+13 26943240000 6 5000 7814556 25 x 106 6.10673E+13 39072780000

n=5 ∑X=15000 ∑Y=25110099 ∑X2=55 x106 ∑Y2=1.48471E+14 ∑XY=90219906000 X= 2500 Y= 4185017


(51)

Untuk mencari nilai R (regresi), masukkan nilai yang diperoleh ke rumus berikut:

Sedangkan untuk mencari persamaan garis dari data dan kurva di atas, masukkan nilai yang diperoleh ke rumus berikut:

Y = a + bX Y = a+ bX

a = Y- bX

b = 1568,2662 = 264351

Tabel hasil analisa luas area dan konsentrasi glifosat yang tersisa

Isolat Konsentrasi Glifosat tersisa (ppm)

Hari ke 0 Hari ke 2 Hari ke 4 Hari ke 6 Kontrol 3400,924 3400,924 3400,924 3400,924

TJB 01 3400,924 2826,171 3161,322 3081,146 SBG 05 3400,924 3177,883 3138,434 3280,793


(52)

Kurva standar analisa glifosat konsentrasi 2000 ppm


(53)

(54)

(55)

a. Bahan-bahan Utama

Isopropilamina glifosat Standart Rhamnosa Eluent Glifosat

b. Isolat Bakteri

TJB 01 SBG 05

c. Kultur Bakteri


(56)

Kultivasi media pada waterbath shaker kecepatan 150 rpm

d. Perhitungan laju pertumbuhan dan ekstraksi media untuk analisa produksi biosurfaktan

Pertumbuhan koloni bakteri pada media Plate Count Agar

Ekstraksi media untuk analisa produksi biosurfaktan Lapisan dietileter


(57)

e. Pemakaian Alat di Rispa

Rangkaian HPLC Flow : 0,4 ml/min

Eluent : Buffer PO4, pH 1,9 Kolom : Watman partisil 10 SCX


(1)

Kurva standar analisa glifosat konsentrasi 2000 ppm


(2)

Kurva standar analisa glifosat konsentrasi 4000 ppm


(3)

(4)

a. Bahan-bahan Utama

Isopropilamina glifosat Standart Rhamnosa Eluent Glifosat

b. Isolat Bakteri

TJB 01 SBG 05

c. Kultur Bakteri


(5)

Kultivasi media pada waterbath shaker kecepatan 150 rpm

d. Perhitungan laju pertumbuhan dan ekstraksi media untuk analisa produksi biosurfaktan

Pertumbuhan koloni bakteri pada media Plate Count Agar

Ekstraksi media untuk analisa produksi biosurfaktan Lapisan dietileter


(6)

e. Pemakaian Alat di Rispa

Rangkaian HPLC Flow : 0,4 ml/min

Eluent : Buffer PO4, pH 1,9