Ion Nikel dan Kromium yang Terlepas dari Braket Ortodonti Stainless Steel Pada Perendaman Dalam Saliva Buatan (in Vitro)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Braket ortodonti merupakan salah satu komponen utama dalam perawatan
ortodonti cekat yang berfungsi untuk menghantarkan gaya yang diperlukan gigi.
Kendala dalam perawatan ortodonti cekat adalah waktu perawatan yang relatif lama.
Oleh karena itu braket yang digunakan harus diproduksi dengan akurat, baik dari segi
bentuk, tingkat kekuatan maupun tingkat ketahanan korosi serta biokompabilitas.
Berdasarkan bahan dasar braket ada bermacam-macam braket yang digunakan pada
perawatan ortodonti yaitu braket plastik, seramik dan logam (O’Brien, 2002; Philips,
2009).
Umumnya braket ortodonti yang banyak digunakan terbuat dari Stainless Steel
(SS) karena mempunyai kekuatan yang tinggi, tahan terhadap korosi, dan biaya relatif
murah (Craig dan Powers, 2002). SS merupakan logam campuran dari besi
(komponen utama), kromium 18%-20%, nikel 8%-10% dengan sejumlah kecil
mangan, silikon dan karbon yang kadarnya kurang dari 0,1 % (Noort, 2007).
Kromium merupakan komponen tambahan yang berfungsi meningkatkan ketahanan
terhadap korosi. Kromium pada permukaan logam bereaksi dengan oksigen
membentuk kromium oksida yang tahan terhadap korosi. Nikel berfungsi untuk
membantu ketahanan logam terhadap korosi serta memperkuat logam (Park dan

Shearer, 1983).

Universitas Sumatera Utara

Kavitas mulut memiliki suatu kondisi lingkungan yang dipengaruhi

oleh

temperatur, kualitas dan kuantitas saliva, pH saliva, plak, jumlah protein pada
saliva, sifat fisika dan kimia makanan maupun minuman, kondisi kesehatan umum
maupun mulut, kadar klorida pada saliva dan frekuensi makan (Chung dkk., 2001).
Kondisi di atas mempengaruhi kestabilan ion logam pada braket yaitu menyebabkan
terjadinya pelepasan ion logam. Ion logam yang terlepas akan diabsorpsi oleh tubuh
dan dapat menyebabkan efek lokal dan sistemik (Gursoy dan Acar, 2007; Graber
dkk., 2004).
Pelepasan ion nikel dan kromium menjadi perhatian khusus, karena dapat
berpotensi memberikan efek merugikan bagi kesehatan tubuh. Ion nikel dan kromium
dapat menghasilkan reaksi alergi, toksik, asma dan karsinogenik. Sekitar 10% dari
populasi umum menunjukkan adanya hipersensitif terhadap nikel. Nikel dikenal
sebagai sensitizer imunologi yang kuat dan yang paling umum menyebabkan alergi

dermatitis kontak, yang mana merupakan respon imun hipersensitif tipe IV delayed.
Penelitian in-vitro pada fibroblas gingiva manusia yang dikultur menunjukkan bahwa
ion-ion yang dilepaskan dari alloy nikel dan kromium merubah fungsi selular (Messer
dan Lucas, cit Huang dkk., 2004).
Paparan yang paling signifikan terhadap nikel dan kromium pada manusia
terjadi melalui makanan. Rata-rata intake harian untuk logam ini diperkirakan antara
200-300 µg/hari untuk nikel dan 280 µg/hari untuk kromium (Agaoglu dkk., 2001).
Oleh sebab itu, kadar intake ion logam dari alloy dental kini semakin
diperhatikan. Penelitian yang dilakukan oleh Faccioni dkk. (2004) pada 55 pasien

Universitas Sumatera Utara

ortodonti cekat terdapat peningkatan nikel yang dapat merusak kerusakan DNA pada
mukosa mulut. Penelitian Hafez dkk. (2011), menunjukkan adanya pelepasan ion
nikel dan kromium oleh piranti ortodonti cekat yang mengakibatkan nilai viabilitas
sel-sel mukosa bukal menurun dari 8.1 % pada pra-perawatan menjadi 6,4 % (bulan
ke-3) dan 4,5 % (bulan ke-6). Kandungan nikel selular meningkat dari 0.52 menjadi
0.68 (bulan ke-3) dan 0.78 ng/ml (bulan ke-6), dan kandungan kromium meningkat
dari 0.31 menjadi 0.41 (bulan ke-3) dan 0.78 ng/ml (bulan ke-6). Jika dibandingkan
dengan grup kontrol, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kerusakan DNA

dan kandungan kromium hanya dalam waktu 3 bulan.
Penelitian mengenai pelepasan ion lainnya dilakukan oleh Barrett dkk. (1993)
menyebutkan bahwa pelepasan ion nikel pada archwire SS yang direndam dalam
saliva buatan pH 6,75 ± 0,15 paling banyak terjadi setelah satu minggu perendaman.
Barret dkk. mempelajari tingkat korosi dari simulasi pesawat ortodonti dan
membandingkan archwire SS dan NiTi. Grimsdottir dkk. (1992) dan Kerosuo dkk.
(1995) menganalisa kadar dan saat pembebasannya dari berbagai tipe pesawat dalam
NaCl 0,9%. Park dan Lee (1989) mengukur kadar pelepasan dengan berbagai
archwire dalam simulasi piranti ortodonti yang mencakup separuh lengkung
mandibula. Kim dkk. (1995) mengukur kadar pelepasan setelah pelapisan titanium
nitrida, dan Rhu dan Kim (1998) membandingkan pelepasan logam antara tipe
pesawat ortodonti yang sama dan yang berlainan.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Permasalahan
Korosi dan pelepasan ion alat ortodonti pada lingkungan oral

menjadi


perhatian klinisi saat ini dimana perhatian ini mencakup dua hal. Pertama saat terjadi
korosi dan pelepasan ion, produk korosi akan diabsorpsi oleh tubuh dan dapat
menyebabkan efek lokal dan sistemik. Kedua, korosi pada metal tersebut dapat
memberikan efek pada physical properties SS dan kemampuan klinis alat ortodonti
(Luft dkk., 2008; Keun-Taek dkk., 2005).
Produk korosi utama dari stainless steel adalah besi, krom dan nikel.
Walaupun ketiga elemen tersebut memiliki efek samping, namun nikel dan
kromium mendapat perhatian utama karena telah dilaporkan berpotensi terhadap
terjadinya alergi, toksik dan reaksi karsinogenik (Graber dkk., 2004). Ion nikel
yang lepas diketahui paling sering menyebabkan alergi berupa dermatitis kontak
terutama pada wanita. Penelitian Kerosuo dkk. (1998) menunjukkan prevalensi alergi
nikel pada remaja Filandia sebesar 30 % pada wanita dan 3% pada pria. Hal ini
diperkirakan dipengaruhi oleh penindikan telinga sebagai penyebab utama sensitisasi
terhadap nikel. Respon sistem imunitas terhadap nikel biasanya merupakan
hipersensitifitas tertunda tipe IV (Nooble dkk., 2008).
Ada beberapa pilihan braket non allergic terhadap pasien dengan sensitif
terhadap nikel. Diantaranya adalah braket seramik dengan kristal safir, braket
polikarbonat yang diproduksi dari polimer plastik, braket titanium dan braket berlapis
emas. Tetapi biaya dari bahan alternatif tersebut, dapat melebihi 3 kali lipat dari
biaya rata-rata. Alternatif lainnya yang lebih ekonomis adalah braket SS nickel-free


Universitas Sumatera Utara

(komposisi nikel < 2 %), yang merupakan pengembangan dari braket tipe duplek
untuk perawatan ortodonti bagi pasien dengan potensi alergi yang rendah (Pazzini
dkk., 2010).
Korosi yang terjadi pada permukaan metal juga dapat meningkatkan friksi pada
dua permukaan metal yang berbeda. Hal ini menyebabkan pergerakan gigi pada
perawatan ortodonti menjadi lambat dan adanya rasa tidak nyaman pada pasien,
sehingga perawatan yang optimal tidak dapat dicapai (Keun-Teuk dkk., 2005;
Kocadereli dkk., 2000; Masahiro, 2010; Ramadan, 2004).
Dari uraian di atas terlihat pentingnya mengetahui pelepasan nikel dan kromium
dari braket ortodonti. Penulis termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai
jumlah pelepasan ion nikel dan kromium dari braket SS bernikel dan braket SS
nickel-free pada perendaman dalam

saliva

buatan serta


jumlah ion nikel dan

kromium yang terlepas dalam waktu berbeda.
Orientasi penelitian dilakukan untuk menentukan kandungan unsur logam
dalam braket

SS

yang akan diteliti menggunakan X-Ray Fluorensence (XRF).

Adapun kandungan unsur nikel pada braket SS Protect (China) sebesar 4,44 ± 0,08 %,
kandungan unsur nikel pada braket SS Orthoclassic (Jerman) sebesar 0,53 ± 0,03 %,
dan kandungan unsur kromium pada braket SS Protect (China) sebesar 13,81 ±
0,09 %, kandungan unsur kromium pada braket SS Orthoclassic (Jerman) sebesar
17,31 ± 0,06 %.

Universitas Sumatera Utara

1.3 Rumusan Masalah
Pada penelitian ini permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Berapakah jumlah ion nikel yang terlepas dari braket SS bernikel dan braket
SS nickel-free pada waktu 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah direndam dalam saliva
buatan?
2. Berapakah jumlah ion kromium yang terlepas dari braket SS bernikel dan
braket SS nickel-free pada waktu 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah dilakukan perendaman
pada saliva buatan?
3. Berapakah perbedaan jumlah ion nikel yang terlepas antara

braket SS

bernikel dengan braket SS nickel-free pada waktu 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah
dilakukan perendaman pada saliva buatan?
4. Berapakah perbedaan jumlah ion kromium yang terlepas antara

braket SS

bernikel dengan braket SS nickel-free pada waktu 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah
dilakukan perendaman pada saliva buatan?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk :

1. Mengetahui jumlah ion nikel yang terlepas dari braket SS bernikel dan
braket SS nickel-free pada waktu 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah direndam dalam saliva
buatan.

Universitas Sumatera Utara

2. Mengetahui jumlah ion kromium yang terlepas dari braket SS bernikel dan
braket SS nickel-free pada waktu 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah dilakukan perendaman
pada saliva buatan.
3. Mengetahui perbedaan jumlah ion nikel yang terlepas antara

braket SS

bernikel dengan braket SS nickel-free pada waktu 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah
dilakukan perendaman pada saliva buatan.
4. Mengetahui perbedaan jumlah ion kromium yang terlepas antara

braket

SS bernikel dengan braket SS nickel-free pada waktu 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah

dilakukan perendaman pada saliva buatan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pengetahuan tambahan mengenai perbedaan jumlah ion nikel
dan kromium yang dilepaskan dari braket SS bernikel dengan braket SS nickel-free
setelah perendaman dalam saliva buatan.
2. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk meneliti pelepasan ion nikel dan
kromium secara in vivo.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi dokter

gigi dalam

pemilihan braket

ortodonti terutama bagi pasien yang mengalami hipersensitivitas terhadap bahan nikel
dan kromium.
4. Menambah wawasan masyarakat terhadap efek dari pemakaian braket
ortodonti.

Universitas Sumatera Utara