Pengaruh pH saliva terhadap pelepasan ion nikel pada beberapa jenis braket stainless steel dalam saliva buatan (In Vitro)

(1)

PENGARUH pH SALIVA TERHADAP PELEPASAN ION

NIKEL PADA BEBERAPA JENIS BRAKET STAINLESS

STEEL DALAM SALIVA BUATAN

( In Vitro)

TESIS

DORTIA APRITA SILAEN

097160002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

PENGARUH pH SALIVA TERHADAP PELEPASAN ION

NIKEL PADA BEBERAPA JENIS BRAKET STAINLESS

STEEL DALAM SALIVA BUATAN

( In Vitro)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Ortodonti (Sp.Ort) Dalam Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti

Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Oleh :

DORTIA APRITA SILAEN

097160002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

Judul Tesis : Pengaruh pH saliva terhadap pelepasan ion nikel pada beberapa jenis braket stainless steel dalam saliva buatan (In Vitro)

Nama Mahasiswa : Dortia Aprita Silaen Nomor Induk Mahasiswa : 097160002

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonti.

Menyetujui Pembimbing :

Nurhayati Harahap, drg. Sp.Ort(K) Muslim Yusuf, drg. Sp.Ort. (K) Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Sekretaris Program Studi, Dekan,

Muslim Yusuf, drg. Sp.Ort. (K) Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort


(4)

Telah di uji

Pada Tanggal : 06 April 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Nurhayati Harahap, drg. Sp.Ort(K) Anggota : - Muslim Yusuf, drg. Sp.Ort. (K)

- Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH pH SALIVA TERHADAP PELEPASAN ION

NIKEL PADA BEBERAPA JENIS BRAKET STAINLESS

STEEL DALAM SALIVA BUATAN

( In Vitro)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 10 April 2015


(6)

ABSTRAK

Braket selalu berada dalam rongga mulut selama perawatan ortodonti sehingga terjadi interaksi braket dengan lingkungannya. Salah satu kriteria yang harus dipenuhi oleh braket ortodonti adalah memiliki biokompabilitas yang baik dan daya tahan yang tinggi terhadap korosi. Produk utama hasil proses korosi yang paling merugikan bagi tubuh manusia adalah ion nikel. Pelepasan ion nikel pada braket dipengaruhi oleh komposisi logam, metode pembuatan serta lingkungan dalam mulut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perrbedaan besar pelepasan ion nikel pada 3 macam merek braket stainless steel setelah dilakukan perendaman dalam saliva buatan pH 5 dan pH 6,8 selama 7 hari. Dan juga untuk mengetahui interaksi pengaruh perbedaan pH saliva terhadap pelepasan ion nikel .

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang dilakukan secara in vitro. Sampel yang digunakan berjumlah 48 braket stainless steel untuk gigi premolar, terdiri dari tiga jenis braket yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu perendaman dalam saliva buatan pH 5 dan pH 6,8. Data hasil yang didapatkan dari penelitian ini kemudian dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis, uji Mann Whitney dan uji T.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan besar pelepasan ion nikel antara tiga merek braket stainless steel (p<0,05), besar pelepasan ion nikel antara braket braket stainless steel yang direndam pada saliva buatan pH 5 dan 6,8 terhadap pelepasan ion nikel (p<0,05).


(7)

ABSTRACT

During the orthodontic treatment, bracket always contact with oral environtment, so that there is interaction between both of them. Because of that, orthodontic bracket should have a good biocompability to the oral environment as well as high resistancy to corrosion. Nickel ion is the main products of corrosion that could harm human body. Its realease is influenced by metal contect composition, manufacturing method and oral environtment.

The aim of this study was to compare the nickel released from 3 kinds of orthodontic brackets after immersing in artifisial saliva pH 5 and pH 6,8 about 7 days. And also to understand interaction among immersing in artifial saliva pH 5 and pH 6,8 to the amount of nickel release.

The sample consisted of 48 stainless steel brackets for premolar teeth, taken from three bracket brands divided into two groups, i.e., immersed in the artificial saliva of 5 and 6,8 pH values respectively. The collected data were then analyzed by Kruskal-Wallis test, Mann Whitney test and T test.

The result of this study showed that there was significant difference in nickel ion release among three stainless steel bracket brands (p<0.05). There was also significant difference in nickel ion release between stainless steel bracket brackets immersed in artificial saliva pH 5 and pH 6,8 (p<0.05).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Ortodonti dari Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg. C.Ort., Ph.D., Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Nurhayati Harahap, drg. Sp.Ort(K) selaku pembimbing utama penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Muslim Yusuf, drg. Sp.Ort. (K) selaku pembimbing angggota yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Prof. Nazruddin, drg. C.Ort., Ph.D., Sp.Ort. dan Amalia Oeripto, drg., MS., Sp.Ort(K) selaku tim penguji yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan tesis ini.

5. Teman-teman angkatan VI yaitu Salvia, Tannadi Yudi, Christian dan Sandra. Teman-teman terbaik yang selalu memberikan dukungan dan semangat :


(9)

Dewi Nalsalita, Aditya, Tanty, Qiqin, Teguh, Mutia, Indah, Andres, Andrew, Ina dan Ika dan seluruh PPDGS angkatan 2010-2014.

6. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda (Alm.) A.D. Silaen dan Ibunda Turianna Sitorus yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa semangat dan dukungan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta Erwin Partogi Gultom, ST., ananda tersayang Alvin Gerardo Sebastian Gultom, Alvito Nathaniel Gultom, Albert Nicholas Gultom atas kasih sayang, kesabaran, doa, dukungan dan semangatnya hingga tesis ini selesai. Juga kepada kedua mertua, M.Gultom dan E.N Sitompul serta segenap keluarga yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran gigi khususnya bidang ortodonti.

Medan, 10 April 2015

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...

ABSTRACT ... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

i ii iii v vi viii ix x

BAB 1. PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang... 1.2 Permasalahan... 1.3 Rumusan Masalah... 1.4 Tujuan Penelitian... 1.5 Manfaat Penelitian...

1 1 6 6 7 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1 Logam Stainles Ssteel dalam Bidang Ortodonti... 2.1.1 Klasifikasi dan komposisi stainless steel ...

2.1.2 Sifat fisis stainless steel...

9 10 11 14


(11)

2.1.3 Sifat mekanis stainless steel... 2.2 Saliva dan Saliva Buatan... 2.3 Braket dalam Saliva... 2.4 Efek Biologis dari Nikel... 2.5 Korosi dan Pelepasan Ion Logam... 2.6 Alat Uji... 2.6.1 Uji XRF....………... 2.6.2 Uji ICP...………... 2.7 Landasan Teori…... 2.8 Kerangka Konsep Penelitian... 2.9 Hipotesis Penelitian…...

15 16 18 20 22 26 26 27 29 31 31

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 3.1 Jenis Penelitian... 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 3.2.1 Tempat Penelitian... 3.2.2 Waktu Penelitian... 3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian... 3.3.1 Sampel Penelitian... 3.3.2 Besar Sampel Penelitian... 3.4 Variabel Penelitian... 3.4.1 Variabel Bebas... 3.4.2 Variabel Terikat... 3.5 Definisi Operasional ...

32 32 32 32 32 32 32 33 33 33 33


(12)

3.6 Alat dan Bahan Penelitian …... 3.6.1 Alat ... 3.6.2 Bahan Penelitian... 3.7 Prosedur Penelitian... 3.8 Analisis Data...

34 35 35 35 36 39

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 40

BAB 5 PEMBAHASAN... 45 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...

6.1 Kesimpulan... 6.2 Saran...

49 49 50

DAFTAR PUSTAKA... 51


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Hasil pengujian analisa kandungan unsur dengan XRF... Uji normalitas Shapiro-Wilk Test....

Nilai rerata dan simpangan baku pelepasan ion nikel dari braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics melalui uji Kruskall Wallis...

Analisis Post Hoc untuk mengetahui perbedaan relatif lepasan nikel antara kelompok braket pada perendaman saliva buatan pH 5...

Analisis Post Hoc untuk mengetahui perbedaan relatif lepasan nikel antara kelompok braket pada perendaman saliva buatan pH 6,8...

Nilai rerata dan simpangan baku pelepasan ion nikel dari kelompok braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics....

40 41

41

42

42


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Korosi merata... 23

Gambar 2.2. Korosi sumuran... 24

Gambar 2.3. Korosi celah... 24

Gambar 2.4. Korosi galvanik... 25

Gambar 2.5. Korosi fretting... 26

Gambar 2.6. Mesin X-Ray Fluorescence... 27

Gambar 2.7. Inductively Couple Plasma... 29

Gambar 3.1 Timbangan digital... 35

Gambar 3.2. Inkubator... 35

Gambar 3.3 .Braket standar (A) Edgewise SD Orthodontic USA®, (B) Protect, (C) American Orthodontics... 36

Gambar 3.4. Tabung EDTA dan Inkubator... 37

Gambar 3.5 Pengukuran dengan ICP ... 39


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Data hasil Uji XRF... 54

2. Data hasil Uji SPSS... 56


(16)

ABSTRAK

Braket selalu berada dalam rongga mulut selama perawatan ortodonti sehingga terjadi interaksi braket dengan lingkungannya. Salah satu kriteria yang harus dipenuhi oleh braket ortodonti adalah memiliki biokompabilitas yang baik dan daya tahan yang tinggi terhadap korosi. Produk utama hasil proses korosi yang paling merugikan bagi tubuh manusia adalah ion nikel. Pelepasan ion nikel pada braket dipengaruhi oleh komposisi logam, metode pembuatan serta lingkungan dalam mulut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perrbedaan besar pelepasan ion nikel pada 3 macam merek braket stainless steel setelah dilakukan perendaman dalam saliva buatan pH 5 dan pH 6,8 selama 7 hari. Dan juga untuk mengetahui interaksi pengaruh perbedaan pH saliva terhadap pelepasan ion nikel .

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang dilakukan secara in vitro. Sampel yang digunakan berjumlah 48 braket stainless steel untuk gigi premolar, terdiri dari tiga jenis braket yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu perendaman dalam saliva buatan pH 5 dan pH 6,8. Data hasil yang didapatkan dari penelitian ini kemudian dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis, uji Mann Whitney dan uji T.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan besar pelepasan ion nikel antara tiga merek braket stainless steel (p<0,05), besar pelepasan ion nikel antara braket braket stainless steel yang direndam pada saliva buatan pH 5 dan 6,8 terhadap pelepasan ion nikel (p<0,05).


(17)

ABSTRACT

During the orthodontic treatment, bracket always contact with oral environtment, so that there is interaction between both of them. Because of that, orthodontic bracket should have a good biocompability to the oral environment as well as high resistancy to corrosion. Nickel ion is the main products of corrosion that could harm human body. Its realease is influenced by metal contect composition, manufacturing method and oral environtment.

The aim of this study was to compare the nickel released from 3 kinds of orthodontic brackets after immersing in artifisial saliva pH 5 and pH 6,8 about 7 days. And also to understand interaction among immersing in artifial saliva pH 5 and pH 6,8 to the amount of nickel release.

The sample consisted of 48 stainless steel brackets for premolar teeth, taken from three bracket brands divided into two groups, i.e., immersed in the artificial saliva of 5 and 6,8 pH values respectively. The collected data were then analyzed by Kruskal-Wallis test, Mann Whitney test and T test.

The result of this study showed that there was significant difference in nickel ion release among three stainless steel bracket brands (p<0.05). There was also significant difference in nickel ion release between stainless steel bracket brackets immersed in artificial saliva pH 5 and pH 6,8 (p<0.05).


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Braket ortodonti merupakan salah satu komponen utama dalam perawatan ortodonti cekat yang berfungsi untuk menghantarkan gaya yang diperlukan gigi. Oleh karena itu braket yang digunakan harus diproduksi dengan akurat, baik dari segi bentuk, tingkat kekuatan maupun tingkat ketahanan korosi serta biokompabilitas. Berdasarkan bahan dasar braket ada bermacam-macam braket yang digunakan pada perawatan ortodonti yaitu braket plastik, seramik dan logam.1,2

Umumnya braket ortodonti yang banyak digunakan terbuat dari logam

stainless steel karena mempunyai kekuatan yang tinggi, tahan terhadap korosi, dan biaya relatif murah. Stainless steel merupakan logam campuran dari besi (komponen utama), kromium 18%-20%, nikel 8%-10% dengan sejumlah kecil mangan, silikon dan karbon yang kadarnya kurang dari 0,1 %. Kromium merupakan komponen tambahan yang berfungsi meningkatkan ketahanan terhadap korosi. Kromium pada permukaan logam bereaksi dengan oksigen membentuk kromium oksida yang tahan terhadap korosi. Nikel berfungsi membantu ketahanan logam terhadap korosi serta memperkuat logam.3,4,5,6

Selama perawatan braket logam stainless steel selalu berada dalam rongga mulut sehingga terjadi interaksi braket dengan lingkungan dalam rongga mulut.


(19)

Rongga mulut memiliki kondisi lingkungan yang berubah-ubah dipengaruhi oleh temperatur, kualitas dan kuantitas saliva, derajat keasaman saliva, plak, jumlah protein pada saliva, sifat fisika dan kimia makanan dan minuman serta kondisi kesehatan umum. Saliva disekresi oleh kelenjar secara normal memiliki rentang pH 6,0 – 7,4 dengan pH rata-rata 6,7. Keasaman saliva dapat berubah yang disebabkan oleh akumulasi plak dalam mulut dan kecepatan aliran saliva sehingga pH saliva dapat turun hingga 4,95. Hal tersebut dapat mempengaruhi lingkungan rongga mulut yang menyebabkan terjadinya demineralisasi email dan karies gigi yang terjadi pada pH 5-5,5. 7,8

Alat ortodonti cekat di dalam rongga mulut selalu bersentuhan dengan saliva dan jaringan rongga mulut lainnya. Ghom (2007) menyebutkan saliva mengandung ion organik antara lain Na+, K+, Cl-

,

dan HCO3

-. Penelitian Schiff dkk-. (2005)

menunjukkan ion klorida ( Cl-) tersebut dapat merusak lapisan pelindung suatu logam. Kerusakan lapisan pelindung logam mengakibatkan timbulnya korosi. Eliades dan Athaasiou (2002) menyebutkan bahwa ion klorida dan ion hydrogen (H+) yang terkandung dalam saliva dapat merusak lapisan pelindung logam. 9,10,11

Korosi adalah reaksi kimia antara logam dengan lingkungannya membentuk suatu senyawa logam. Korosi logam dalam rongga mulut termasuk korosi basah atau elektrokimia, Proses korosi selalu diikuti dengan pelepasan ion dari unsur logam. Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi logam yaitu: komposisi, metode pembuatan, kekasaran permukaan, pemanasan, dan lingkungan. 11,12


(20)

Produk-produk utama yang dihasilkan oleh proses korosi adalah ion besi, ion nikel dan kromium, namun yang memiliki pengaruh yang paling merugikan bagi tubuh adalah ion nikel. Pengaruh merugikan dari ion nikel bagi tubuh yaitu sensitivitas, toksisitas dan karsiogenik. 13

Terdapat kekhawatiran yang cukup besar mengenai potensi ancaman biologis dari aloi yang mengandung nikel. Nikel diketahui merupakan agen sensitisasi imunologi yang kuat dan penyebab paling umum dari dermatitis kontak alergi, yang merupakan respon imunitas hipersensitif tertunda tipe IV. Diperkirakan bahwa 4,5-28,5% populasi memiliki hipersensitifitas terhadap logam ini. Walau demikian, hanya ada sedikit laporan mengenai stomatitis kontak akibat nikel pada pasien ortodonti. Selain itu sejumlah penulis mengemukakan peranan akumulasi nikel dan proliferasi sel epitel dalam pertumbuhan gingiva yang disebabkan perawatan ortodonti. Dermatosis di daerah selain mulut, misalnya flare pada daerah dermatitis nikel sebelumnya atau eksema kulit, telah ditemukan sebagai kelanjutan dari perawatan ortodonti. Peningkatan level nikel dalam urin 2 bulan setelah pemasangan pesawat ortodonti juga telah dilaporkan. 5

Paparan yang paling signifikan terhadap nikel pada manusia terjadi melalui makanan. Rata-rata intake harian untuk logam nikel ini diperkirakan antara 200-300 µg/hari. Resiko kanker akibat nikel dan benda-benda yang mengandung nikel telah didokumentasikan dalam literatur. 7

Oleh sebab itu, kadar intake ion logam dari aloi dental kini semakin diperhatikan. Penelitian mengenai korosi yang terjadi pada suatu bahan logam telah


(21)

dilakukan oleh beberapa peneliti. Kuhta dkk. (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terjadi pelepasan ion logam titanium (Ti), kromium (Cr), nikel (Ni), besi (Fe), tembaga (Cu), dan zing (Zn) pada alat ortodonti cekat setelah direndam dalam saliva buatan pH 6,75 ± 0,15 selama 1,7,14 dan 28 hari. Pemeriksaan saliva hasil perendaman pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelepasan ion logam paling besar terjadi pada hari ke 7 setelah perendaman dan menurun seiring bertambahnya waktu perendaman. 14

Hwang dkk. (2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tidak terdapat peningkatan jumlah ion nikel yang terlepas dari braket, buccal tube, band, dan kawat

stainless steel setelah direndam dalam saliva buatan pH 6,75 ± 0,15 selama 2-4 minggu. Pemeriksaan hasil perendaman dalam penelitian tersebut menunjukkan tidak terdapat peningkatan pelepasan ion nikel setelah dua minggu perendaman. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Barrett dkk., (1993) yang menyebutkan bahwa pelepasan ion nikel pada kawat stainless steel yang direndam dalam saliva buatan pH 6,75 ± 0,15 paling banyak terjadi setelah satu minggu perendaman. Barret dkk mempelajari tingkat korosi dari simulasi pesawat ortodonti dan membandingkan kawat stainless steel dan NiTi. 15,16

Protokol penelitian untuk menyelidiki pelepasan ion logam dari alloy

ortodonti dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama berdasarkan lingkungan eksperimentalnya: in vitro menggunakan larutan elektrolit standar, penelitian retrieval (bahan bekas pakai), dan pendeteksian ion dalam cairan biologis


(22)

eksperimentalnya menjadi empat kategori: pengukuran fisik, seperti berat sebelum dan setelah perendaman dalam media; analisis spektroskopik untuk mengidentifikasi ion dalam media; teknik analitis, termasuk mikroskopi dan spektroskopi untuk penelitian spesimen bekas pakai; serta analisis spektroskopi untuk penelitian ion dalam cairan biologis. 13

Salah satu kriteria yang harus dipenuhi oleh braket ortodontik adalah memiliki biokompatibilitas yang baik dan daya tahan yang tinggi terhadap korosi. Biokompatibilitas braket terhadap jaringan tubuh merupakan salah satu tolak ukur dari kualitas braket. Kualitas braket stainless steel yang beredar di pasaran bervariasi tergantung dari komposisi dan metode pembuatan braket. Komposisi kandungan logam dan metode pembuatan braket ditentukan oleh produsen braket.

Namun sangat disayangkan tidak semua braket stainless steel menyertakan kandungan jenis logam yang ada pada braket tersebut dan tidak semua logam

stainless steel telah teruji tingkat ketahanan terhadap korosi. Berdasarkan studi pilot untuk penelitian ini terdapat variasi persentase kandungan ion nikel pada berbagai merek braket yaitu braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®

sebesar 9,29 ± 0,21 %, braket Protect sebesar 4,44 ± 0,21 % dan braket American Orthodontics sebesar 0,53 ± 0,03 %. Pelepasan ion nikel tidak dipengaruhi oleh persentase kandungan ion nikel pada braket, tetapi dipengaruhi komposisi dan metode pembuatan braket, serta derajat keasaman saliva. 17,18


(23)

1.2 Permasalahan

Saat ini di Indonesia telah beredar berbagai macam merk braket logam

stainless steel yang berasal dari mancanegara. Namun sangat disayangkan tidak semua merk braket stainless steel yang masuk ke Indonesia menyertakan kandungan jenis logam yang ada pada braket tersebut.

Dari uraian di atas terlihat pentingnya mengetahui pelepasan nikel dari braket ortodonti. Penulis terdorong untuk melakukan penelitian mengenai besaran pelepasan ion nikel dari braket metal ortodonti pada perendaman dalam saliva buatan serta besarnya ion nikel yang terlepas dari beberapa macam braket dengan pH berbeda.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan :

1. Apakah terdapat perbedaan besar pelepasan ion nikel antara tiga macam braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan

American Orthodontics?

2. Apakah terdapat perbedaan besar pelepasan ion nikel braket standar Edgewise stainless steel setelah dilakukan perendaman pada saliva buatan pH 5 dan pH 6,8 ?

3. Apakah terdapat interaksi pengaruh dari perbedaan macam braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics dalam saliva buatan pH 5 dan pH 6,8 pada pelepasan ion nikel?


(24)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui nilai ion nikel yang terlepas dari braket ortodonti antara tiga macam braket standar Edgewise stainless steel dalam perendaman saliva buatan.

2. Untuk mengetahui perbedaan besar pelepasan ion nikel braket standar Edgewise stainless steel setelah dilakukan perendaman pada saliva buatan pH 5 dan pH 6,8.

3. Untuk mengetahui interaksi pengaruh dari perbedaan pH saliva terhadap pelepasan ion nikel.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang perawatan ortodonti cekat tentang adanya pelepasan nikel pada braket ortodonti.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi dokter gigi dalam pemilihan braket ortodonti terutama bagi pasien yang mengalami hipersensitivitas terhadap bahan nikel dan bagi pasien dengan oral hygiene kurang baik.

3. Menambah pengetahuan bagi ortodontis tentang pengaruh macam braket, serta derajat keasaman saliva terhadap pelepasan ion nikel pada beberapa macam braket stainless steel.

4. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk meneliti pelepasan ion nikel secara in vivo.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Maloklusi dan deformitas dentofasial dianggap merupakan variasi dari perkembangan normal. Evaluasi yang dilakukan untuk mengatasinya memerlukan sejumlah alat-alat yang tepat sehingga didapatkan hasil perawatan yang maksimal. Perawatan ortodonti pada maloklusi dan deformitas dentofasial melibatkan alat ekstraoral maupun intraoral dalam jangka waktu perawatan yang panjang, oleh sebab itu para peneliti berusaha untuk menemukan alat yang terbaik, aman dan nyaman bagi pasien. Alat intraoral yang digunakan dalam perawatan ortodonti meliputi kawat, band dan braket. Material dari alat intraoral ini beragam antara lain plastik, seramik dan logam. 1,2

Braket merupakan salah satu komponen penting pada perawatan ortodonti yang berguna menghantarkan gaya tertentu pada gigi. Penggunaan braket logam pada perawatan ortodonti telah dilakukan sejak awal tahun 1900 dan umumnya logam yang digunakan adalah logam mulia seperti emas dengan alasan sifatnya yang tahan lama dan anggapan bahwa pemakaian logam mulia menunjukkan status sosial yang lebih tinggi. Akan tetapi proses pembentukan emas sebagai alat untuk perawatan ortodonti tidaklah mudah, sehingga para peneliti mulai mencari material lain yang lebih mudah dibentuk, tahan lama dan nyaman untuk perawatan ortodonti. Pada tahun 1929, stainless steel pertama kali digunakan untuk menggantikan emas. 2


(26)

2.1 Logam Stainless Steel dalam bidang Ortodonti

Stainless steel ( SS) pertama sekali ditemukan pada tahun 1913 oleh ahli metalurgi Inggris bernama Harry Brearly. Penemuan ini awalnya tidak sengaja menambahkan kromium pada baja rendah karbon dan menyebabkan baja tersebut menjadi tahan karat. Penelitian terhadap stainless steel terus berkembang dan tahun 1930-an mulai diproduksi. Stainless steel dalam metalurgi adalah alloy besi dengan kandungan kromium 10,5 % - 11 %. Penambahan kromium (Cr) bertujuan meningkatkan ketahanan korosi dengan membentuk lapisan oksida Cr2O3 di

permukaan logam stainless steel. Unsur lain selain besi, karbon dan kromium yaitu Nikel, Molybdenum dan Titanium dengan komposisi yang berbeda-beda sehingga menghasilkan variasi sifat mekanis dari beberapa produk stainless steel yang beredar di pasar. 6,16

Steel didefinisikan sebagai alloy yang terbentuk dari besi dan karbon dengan konsentrasi antara 0.5 % - 2 %. Stainless steel adalah suatu steel yang mengandung lebih dari 11 % kromium, biasanya diantara 11,5% - 27%, dan bisa juga mengandung nikel, vanadium, molybdenum dan niobium dalam jumlah terbatas. 1

Stainless Steel banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan, contohnya industri, peralatan rumah tangga, medis dan alat kedokteran gigi, salah satunya bidang ortodonti. Sebelum stainless steel ditemukan, bahan dasar kawat, ligatur dan braket ortodonti terbuat dari emas 14-18 karat. Emas memiliki ketahanan korosi yang tinggi tetapi harganya sangat mahal. Stainless steel mulai digunakan dalam bidang ortodonti pada tahun 1933, ketika Archi Brusse menjelaskan mengenai


(27)

sifat stainless steel untuk bidang ortodonti pada pertemuan American Society of Orthodontis (ASO). Kepopuleran stainless steel semakin meningkat di kalangan ortodontis karena memiliki kombinasi sifat mekanis yang baik, tahan korosi dan harga ekonomis. Stainless steel digunakan dalam bidang ortodonti sebagai bahan dasar braket, kawat. molar tube, band. Pegas dan lain-lain. Komposisi dan manufaktur stainless steel yang berbeda-beda menghasilkan beberapa jenis stainless steel dan diklasifikasikan oleh American Iron and Steel Institute (AISI). 17

2.1.1 KLASIFIKASI DAN KOMPOSISI STAINLESS STEEL

Klasifikasi stainless steel didasarkan pada struktur metalurginya, yaitu Austenitik, Ferritik, Martensitik, Duplek dan Precipitation Hardening.6

1. Austenitik Stainless Steel

Austenitik stainless steel memiliki mikrostruktur face centre cubic. Penambahan 8 % nikel pada alloy ini mencegah transformasi austenit ke martensit saat pendinginan, sehingga austenit lebih stabil walaupun pada suhu kamar. Austenit SS banyak digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi khususnya ortodonti karena sifatnya yang tahan korosi.

Tipe AISI 304 L SS dan 303 banyak digunakan sebagai bahan dasar braket ortodonti dengan komposisi 18- 20 % kromium (Cr), 8-10 % Nikel, sedikit Mangan, Silikon dan karbon 0,003 %. AISI 303 adalah tipe austenitik stainless steel pertama yang merupakan campuran 18 % kromium dan 8 % nikel dan sedikit Selenium. Sedangkan tipe 316L SS memiliki kandungan Nikel lebih


(28)

tinggi 2-3 % Molybdenum dan karbon yang lebih rendah untuk menambah resistensi terhadap korosi intergranular. Tipe AISI 302 dengan komposisi 17-19 % kromium, 8-10 % Nikel dan 0,08 % karbon biasanya digunakan untuk kawat ortodonti.

2. Ferritik Stainless Steel

Alloy ini adalah tipe AISI 400 dengan sifat ketahanan korosi yang cukup baik walaupun tidak sebaik austenitic SS disebabkan kandungan kromium yang lebih rendah. Komposisi kromium 11,5 – 27 %, karbon 0,20 % dan tanpa nikel. Pada perubahan temperatur, jenis alloy ini tidak menimbulkan perubahan fase ke keadaan padat, maka logam ini tidak mengeras dengan pemanasan. Walaupun banyak digunakan dalam bidang industri, tetapi alloy

ini jarang digunakan dalam bidang kedokteran gigi. 3. Martensitik Stainless Steel

Sama halnya dengan jenis Ferritik Stainless Steel , jenis Martensitik juga dikategorikan tipe AISI 400. Akan tetapi sifat Martensitik berbeda dengan tipe Ferritik, tipe Martensitik dapat dikeraskan dengan cara dipanaskan (heat treatment) sehingga memiliki sifat kekerasan yang baik tetapi ketahanan korosi paling rendah dibandingkan dengan tipe Austenitik dan Ferritik SS. Komposisinya mengandung kromium 12-14 %, Molybdenum 0,2-1 %, Nikel 0-2 % dan karbon 0,1 – 1 %.


(29)

4. Precipitation HardeningStainless Steel

Precipitation Hardening (PH) stainless steel adalah kombinasi optimal dari sifat-sifat martensitik dan austenitik yaitu lebih kuat dan ketahanan korosi yang baik. Kekuatan (tensile strength) yang tinggi disebabkan oleh proses heat treatment yang menghasilkan presipitat (endapan) salah satu atau lebih Copper, Aluminium, Titanium, Niobium dan Molybdenum yang memang ditambahkan ke dalam alloy Stainless Steel. Alloy ini digunakan bila diperlukan kombinasi kekuatan tinggi dan resistensi korosi. Salah satu pemakaian Precipitation Hardening Stainless Steel yang paling dikenal adalah untuk kepala pemukul stik golf.

5. Duplex Stainless Steel

Duplex Stainless Steel memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitik dan ferritik. Kombinasi dari kedua tipe tersebut menghasilkan kekuatan dua kali lipat lebih baik daripada austenitik dan tidak mudah fraktur dibandingkan dengan ferritik stainless steel. Selain itu, sifat tahan korosi dalam mulut terutama korosi karena gaya/tekan (stress corrosion cracking) lebih baik daripada austenitik stainless steel. Komposisinya mengandung kromium yang tinggi 18-30 %, Molybdenum yang tinggi 0,1-4,5 % dan Nikel lebih rendah 1,3- 6%, tembaga dan besi. Nitrogen ditambahkan untuk menambah kekuatan dan tahan korosi. Tipe 2304 dan 2205 Duplex stainless steel digunakan sebagai bahan dasar braket ortodonti dan indikasi untuk pasien yang alergi nikel. Penelitian Plat dkk melaporkan bahwa 2205 Duplex stainless steel lebih


(30)

tahan korosi dibandingkan tipe AISI 316 L sebagai bahan dasar braket ortodonti.

2.1.2 SIFAT FISIS STAINLESS STEEL

Stainless steel 18-8 merupakan tipe stainless steel yang paling resisten terhadap korosi, ini merupakan efek passivity dari kromium yang membentuk suatu oxyda layer (oxide film) yang sangat tipis dan transparan tetapi kuat dan kedap air. Lapisan ini bisa berbentuk Cr2O3 atau FeCr2O3 yang mencegah terjadinya tarnish

dan korosi. 1.2

Faktor yang mempengaruhi resisten terhadap korosi yaitu :  Adanya sifat passivity dari kromium.

 Resistensi makin tinggi dengan makin banyaknya kadar kromium pada

stainless steel tersebut.

 Nikel dapat menambah resistensi terhadap korosi.  Molybdeum dapat menambah efek pasivity.

 Larutan hipoclorit/ion klorin dapat menyebabkan terjadinya tarnish dan korosi

.

2.1.3 SIFAT MEKANIS STAINLESS STEEL Hardness 100-200 BHN  Modulus elastisity 200 GN / m2


(31)

Tensile strength 1700MN/m2

Hal-hal yang dapat mempengaruhi sifat stainless steel :

Pemanasan di atas 9000 cenderung terjadinya prasipitasi kromium dari solid

solution di dekat permukaan. Dengan berkurangnya kromium maka akan menyebabkan pula berkurangnya resistensi stainless steel terhadap tarnish dan korosi. Efek pemanasan yang menyebabkan berkurangnya resistensi korosi ini disebut weld-decay.

Weld-decay dapat dikurangi dengan 2 cara :

1. Mengurangi kadar karbon pada stainless steel.

2. Menambah logam lain, mis : Titanium dan Miobium.

Menurut Philips ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada stainless steel, yaitu: 1

1. Korosi

Stainless steel 18-8 dapat kehilangan ketahanannya terhadap korosi jika dipanaskan antara 400° C sampai 9000C, temperatur yang pasti tergantung dari kandungan karbonnya.

Penyebab utama terjadinya korosi adalah masuknya potongan baja karbon atau logam serupa pada permukaan. Sebagai contoh, jika stainless steel tidak dimanipulasi secara hati-hati dengan tang dari besi karbon, maka ada kernungkinan beberapa baja dari tang akan tertanam dalam stainless steel tersebut. Atau jika pesawat dari stainless steel digrinding dengan bur baja karbon, beberapa baja dari


(32)

alat akan tertanam pada logam tersebut. Keadaan ini menimbulkan arus listrik yang menyebabkan korosi.

2.Kompatibiliti

Walaupun berbeda, penelitian menunjukkan biokompatibilitas stainless steel

yang sangat baik pada rongga mulut akan tetapi berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Eliades dkk terjadi pelepasan ion bebas dari stainless steel selama pemakaian yang bersifat cytotoxitas.

2.2 Saliva dan Saliva Buatan

Kavitas mulut memiliki suatu kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh temperatur, kualitas dan kuantitas saliva, pH saliva, plak, jumlah protein pada saliva, sifat fisika dan kimia makanan maupun minuman, kondisi kesehatan umum maupun mulut, kadar klorida pada saliva dan frekuensi makan. Kondisi di atas mempengaruhi kestabilan ion logam pada braket yaitu menyebabkan terjadinya pelepasan logam. Bila pelepasan ion terjadi dengan cepat maka braket akan korosi yaitu disintegrasi logam yang menyebabkan kerusakan pada braket tersebut 7

Dalam mulut seorang pasien sering terjadi variasi konsentrasi elektrolit karena adanya akumulasi makanan pada area interproksimal sedangkan pada area lain dialiri saliva normal, sehingga posisi braket stainless steel di dalam mulut pasien turut berperan terhadap terjadinya korosi pada braket tersebut. Secara natural kondisi intraoral sangat korosif sehingga sangat berpengaruh terhadap


(33)

mikrostruktur braket yang berada dalam mulut pasien secara terus menerus dalam waktu yang lama. 18

Perawatan ortodonti cekat sudah lama dianggap memiliki potensi mengganggu jaringan lunak dan keras pada rongga mulut. Pasien yang menjalani perawatan ortodonti cekat lebih sulit menjaga oral hygiene dengan metode konvensional, kemampuan self cleansing oleh saliva juga akan berkurang. Hal-hal ini dapat memacu timbulnya lesi karies, yang dapat terjadi sekitar 1 bulan, tanpa dihubungkan dengan kontrol plak mekanis. Keasaman saliva dapat berubah yang disebabkan oleh akumulasi plak dalam mulut dan kecepatan aliran saliva sehingga pH saliva dapat turun hingga 4,95.7,18

Saliva yang disebut juga cairan mulut adalah suatu cairan yang dikeluarkan kelenjar ludah di dalam rongga mulut. Saliva merupakan sekresi campuran yang diproduksi oleh kelenjar parotis sebanyak ± 90 % submandibula, sublingual dan kelenjar pada palatum lunak dan pada permukaan dalam bibir dan pipi. Saliva buatan mengandung komponen yang sama dengan saliva asli, tetapi tidak mengandung enzim. Saliva buatan dapat dibuat dengan berbagai macam metode pencampuran komposisi. Salah satu metodenya adalah dengan komposisi Fusayama, terdiri dari : NaCl (400mg/L), KCl (400mg/L), CaCl2.H2O(795 mg/L),

NaH2PO4.H2O(90 mg/L), KSCN(300 mg/L), Na2S.9H2O (5mg/L) dan urea(1000


(34)

2.3Braket dalam saliva

Saliva merupakan elektrolit yang memungkinkan adanya reaksi antara ion-ion logam pada braket dengan saliva sehingga terjadi kerusakan secara elektrokimia pada braket.4 Pada daerah yang kurang terpoles dengan baik, yaitu daerah anoda terjadi reaksi oksidasi, yaitu pelepasan ion elektron ke saliva yang menyebabkan daerah anoda merupakan daerah yang mudah mengalami korosi. Gambaran reaksinya sebagai berikut :

Mo M+ + e-

Sedangkan daerah katoda mengalami reaksi reduksi, dimana permukaan katoda akan mengambil elektron bebas di saliva yang diproduksi oleh anoda. Gambaran reaksinya adalah :

M+ + e- M0 2H+ + 2e- H2

2H2O + O2 + 4e- 3(OH)-6

Korosi dimulai dari terjadinya tarnish pada logam, kemudian berlanjut dengan lepasnya ion-ion logam, akhirnya terjadilah korosi. Tarnish adalah berkurangnya pewarnaan permukaan logam atau perubahan pada permukaan logam yang telah dipoles. Tidak ada tanda yang jelas yang bisa menandai kapan mulai lepasnya ion-ion logam, tetapi bila proses tarnish tidak dihambat maka akan terjadi pelepasan ion-ion logam. Sedangkan korosi merupakan suatu kegagalan struktur logam secara mekanis dan berlangsung secara cepat akibat reaksi logam dengan linkungannya. Bila penyebab tarnish tidak dihilangkan maka warna logam akan


(35)

semakin kusam, yang berarti proses korosi terus berlanjut. Penyebab tarnish

adalah:

1. Air, oksigen dan ion klorida yang terdapat di saliva

2. Deposit-deposit dalam mulut yang menempel pada permukaan logam 3. Stain yang disebabkan oleh bakteri

4. Pembentukan senyawa-senyawa tertentu seperti oksida, sulfida atau klorida.

Stainless steel bersifat menyalurkan panas dan listrik, sehingga terjadi mobilitas elektron-elektron dalam logam. Elektron yang terletak di permukaan braket mudah meninggalkan braket sehingga pada permukaan braket terbentuk ion positif yabg labil dan bersifat anoda. Elektron yang terlepas akan menghasilkan energi panas dan listrik, sedangkan ion positif akan bersenyawa dengan ion lain. Kejadian seperti di atas sering terjadi pada area braket yang rusak atau kasar, karena tidak terpoles dengan baik. Interaksi ion-ion logam dengan lingkungan merupakan penyebab korosi yang paling umum, tetapi biasanya korosi tidak disadari oleh ortodontis sebelum braket mengalami kerusakan yang parah. 18

2.4 Efek Biologis dari nikel

Produk korosi utama dari stainless steel adalah besi, krom dan nikel. Walau ketiga elemen tersebut semuanya memiliki potensi efek samping, nikel dan krom memperoleh perhatian terbesar karena laporan atas potensi mereka untuk menimbulkan efek alergi, toksis atau karsinogenik. Interpretasi atas temuan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati karena toksisitas yang terdokumentasi biasanya


(36)

hanya berlaku pada bentuk terlarut dari elemen tersebut. Pada saat ini hubungan apapun antara pelepasan suatu logam dan toksisitas metabolik, bakteriologis, imunologis atau karsinogenik dianggap sebagai dugaan semata, karena hubungan sebab dan akibat belum dibuktikan pada manusia. Selain itu tidak mungkin bahwa pola yang sama berlaku pada aplikasi aloi dalam ortodonti dan ortopedi. 13

Pada umumnya larutan nikel (0,05 µmol/L) dan kobal (0,01 µmol/L) ditemukan menghambat fagositosis bakteri oleh leukosit polimorfonuklear in vitro.

Ion nikel dapat mempengaruhi kemotaksis leukosit melalui perubahan bentuk, sambil menstimulasi neutrofil untuk menjadi asferis dan bergerak lebih lambat, serta menghambat aktifitas kontraktil yang bergantung pada ion kalsium dengan men-depolarisasi membran sel neutrofil. Nikel juga diperlihatkan menghambat kemotaksis pada konsentrasi 2,5 sampai 50 ppm. Konsentrasi nikel dalam kisaran tersebut dilepaskan dari aloi dental dan diperlihatkan mengaktifkan monosit dan sel-sel endotel serta menekan atau mendukung pelepasan molekul adhesi interseluler oleh sel endotel. Yang terakhir ini bergantung pada konsentrasi nikel. Sebagian besar literatur menyatakan bahwa keberadaan nikel beresiko menimbulkan respon inflamasi dalam jaringan lunak. 13

Senyawa nikel dalam bentuk arsenida dan sulfida merupakan karsinogen, alergen dan mutagen yang telah diakui. Nikel dapat menstimulasi hipoksia melalui

up-regulasi Cap43, suatu gen yang mengatur hipoksia. Rute berbeda yang mengarah ke kesimpulan yang sama telah dikemukakan dimana stres oksidatif yang disebabkan oleh pemaparan terhadap logam dan khususnya nikel diperantarai oleh induksi laktat


(37)

dehidrogenase, lipid peroksidase dan induksi reaksi Fenton. Proses reaksi Fenton melibatkan reaksi O2- dengan logam kelumit oksidatif dan pembentukan O2, yang

selanjutnya bereaksi dengan hidrogen peroksida untuk membentuk hidroksi radikal dan OH-. Hipotesis tambahan bagi stres oksidatif melibatkan induksi pembentukan asetaldehid oleh nikel, sementara bukti atas aksi oksidatif diilustrasikan oleh peningkatan reseptor laktoferin setelah pemaparan populasi sel terhadap nikel.13

Banyak penelitian juga telah menyatakan bahwa nikel dalam konsentrasi nontoksik merangsang kerusakan basis DNA yang bersifat spesifik-daerah dan single strand scission. Keterlibatan faktor transkripsi NF-kB dan AP-1 telah ditetapkan melalui penelitian yang menunjukkan bahwa sel-sel resisten Ni mengurangi level pengikatan kedua faktor tersebut ke sekuens DNA mereka. Kerusakan DNA akibat Ni juga dapat timbul secara tidak langsung melalui penghambatan enzim, seperti 8-oxo-2´-deoxyguanosine dan 5´-triphosphate pyrophosphatase, yang mengembalikan perpecahan DNA. Pada konsentrasi nontoksis, nikel mendorong mutasi mikrosatelit, menghambat perbaikan eksisi nukleotida dan meningkatkan metilasi genom total. Pengaruh tersebut ke ketidakstabilan genetik telah disebutkan sebagai dasar aksi karsinogenik dari nikel.13

2.5Korosi dan Pelepasan Ion Logam

Korosi merupakan kerusakan yang terjadi pada suatu material akibat reaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses korosi melibatkan 2 reaksi simultan yakni oksidasi dan reduksi (redoks). Ketika specimen logam murni (disebut elektroda)


(38)

ditempatkan pada medium cairan (disebut elektrolit) yang tidak mengandung ion-ion specimen, maka ion-ion logam akan cenderung larut ke dalam medium dan permukaan logam yang hilang ionnya akan memulai proses redeposisi untuk mempertahankan sifat logam tersebut, transfer ion logam ke medium cairan disebut proses oksidasi (hilangnya elektron) dan redeposisi yang menyebabkan reduksi. Tingkat korosi logam dipengaruhi oleh komposisi material serta reaksi kimia dari cairan tempat logam tersebut dicelupkan atau lingkungan sekitarnya. (Faccioni.dkk,2004;Eliades.dkk,2002)

Meskipun stainless steel dikenal sebagai campuran logam yang tahan korosi, namun proses pembuatan yang berbeda-beda menghasilkan kualitas yang berbeda-beda juga, sehingga akan mempengaruhi tingkat ketahanan korosi. (Lin dkk, 2006).

Terdapat beberapa jenis proses korosi yang dapat terjadi pada braket logam terkait dengan waktu pemakaian dan lingkungan rongga mulut yang antara lain :

1. Korosi merata ( uniform attack )

Pada kondisi normal, braket logam stainless steel diselubungi lapisan oksida kromium yang mencegah terjadinya penetrasi agen korosi.

Akan tetapi, pada beberapa kasus lapisan tersebut rusak akibat ekspos braket terhadap klorida. Umumnya korosi ini terjadi hampir di semua tingkat logam tetapi dalam tingkat yang berbeda dan dapat tidak terdeteksi hingga mengenai sebagian besar logam (Oh KT dkk, 2005; House dkk, 2008, Eliades dkk.2003)


(39)

Gambar 2.1 Korosi merata (www.corrosionclinic)

2. Korosi sumuran (pitting corrosion )

Pada tingkat mikroskopis, braket ortodonti dapat memiliki banyak pit dan celah. Keadaan tersebut diperkirakan meningkatkan kerentanannya terhadap korosi karena mampu menampung mikroorganisme pembentuk plak. Mikroorganisme menyebabkan penurunan pH lokal dan pengurangan oksigen yang kemudian mempengaruhi proses pasifasi. (House dkk,2003).

Gambar 2.2 Korosi sumuran (www.corrosionclinic)

3. Korosi celah ( crevice corrosion)

Korosi ini dapat terjadi pada pesawat lepasan bila kawat atau komponen sekrup ekspansi memasuki akrilik. Diskolorasi kecoklatan dapat timbul di bawah


(40)

permukaan akrilik yang berkontak dengan logam. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh bakteri dan biofilm permukaan antara kawat dan akrilik, sehingga mengakibatkan korosi celah dari logam (House dkk,2003).

Gambar 2.3 Korosi celah (www.substech)

4. Korosi galvanik ( galvanic corrosion)

Dalam ortodonti, korosi galvanik dapat timbul bila dua logam yang berbeda disatukan dalam pembuatan braket atau posted archwire. Dalam kasus pesawat lepas, kedua logam juga dapat berperan dalam korosi galvanik, namun situasi tersebut diperparah oleh adanya bagian sambungan yang disolder. Hal ini karena bagian sambungan solder aktif secara mekanis sehingga menyebabkannya lebih rentan terhadap korosi (Grimsdottir, Gjerdet, Hensten, 1992).


(41)

5. Korosi fretting(Fretting corrosion)

Korosi fretting terjadi di area kontak logam yang mengalami beban berkelanjutan. Misalnya pada pertemuan archwire/slot braket. Selama aplikasi beban, kedua logam mengalami proses cold welding dari tekanan pada pertemuan antara keduanya. Aplikasi kontinu tekanan demikian pada pertemuan tersebut akan menyebabkan bagian persambungan mengalami keausan, merusak lapisan oksida permukaan pelindung dan menyebabkan logam menjadi rentan terhadap korosi. (House dkk, 2008).

Gambar 2.5 Korosi fretting (www.corrosion-doctors)

2.6 Alat Uji

2.6.1 Uji Komposisi Unsur (XRF)

Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat X-Ray Fluoresence (XRF) tipe

μEDX-1300. Uji XRFbertujuanmenentukan jenis dan presentase komponen unsur-unsur penyusun braket sebelum direndam dalam saliva buatan.

XRF merupakan teknik analisa non-destruktif yang digunakan untuk identifikasi serta penentuan konsentrasi elemen yang ada pada sampel padat, bubuk ataupun cair. Secara umum, XRF spektrometer, mengukur panjang gelombang komponen material


(42)

secara individu, dari emisi fluorosensi yang dihasilkan sampel saat diradiasi dengan sinar-x.31

Metode XRF secara luas digunakan untuk menentukan komposisi unsur suatu material. Karena metode ini cepat dan tidak merusak sampel, metode ini dipilih untuk aplikasi di lapangan dan industri untuk kontrol material. Tergantung pada penggunaannya, XRF dapat dihasilkan tidak hanya oleh sinar-X tetapi juga sumber eksitasi primer yang lain seperti partikel alfa, proton atau sumber elektron dengan energi yang tinggi.32

Gambar 2.6 Mesin X-Ray Fluorescence (XRF) tipe μEDX-1300.

Kelebihan dan Kekurangan Metode XRF

Keunggulan dari metode ini adalah sampel yang dianalisis tidak perlu dirusak, memiliki akurasi yang tinggi, dapat menentukan unsur dalam material tanpa adanya standar, serta dapat menentukan kandungan mineral dalam bahan biologik maupun dalam tubuh secara langsung.


(43)

Kekurangan dari metode XRF adalah tidak dapat menganalisis unsur di bawah nomor atom 10.33

2.6.2. Uji Inductively Coupled Plasma (ICP)

Inductively Coupled Plasma (ICP) yang termasuk ke dalam Spektroskopi Atomik adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk mendeteksi jejak logam dalam sampel dan untuk mendapatkan karakteristik unsur-unsur yang memancarkan gelombang tertentu. ICP merupakan instrumen yang digunakan untuk menganalisis kadar unsur-unsur logam dari suatu sampel dengan menggunakan metode spektrofotometer emisi. Spektrofotometer emisi adalah metode analisis yang didasarkan pada pengukuran intensitas emisi pada panjang gelombang yang khas untuk setiap unsur. Bahan yang akan dianalisis untuk alat ICP ini harus berwujud larutan yang homogen.

Prinsip kerja ICP Langkah kerja ICP:

- Preparasi Sampel

Beberapa sampel memerlukan langkah preparasi khusus seperti penambahan asam, pemanasan, dan desktruksi dengan mikrowave.

- Nebulisasi

Cairan diubah menjadi aerosol. - Desolvasi/ Volatisasi


(44)

Pelarut dihilangkan sehingga terbentuk aerosol kering. - Atomisasi

Ikatan gas putus, dan hanya ada atom. - Eksitasi/ Emisi

Atom memperoleh energi dari tumbukan dan memancarkan cahaya dari panjang gelombang yang khas.

- Deteksi/ Pemisahan

Grating mendispersikan cahaya yang dapat diukur secara kuantitatif.

Gambar 2.7 Inductively Coupled Plasma( ICP)

2.7 Landasan Teori

Braket ortodonti dapat terbuat dari bahan logam maupun non logam. Salah satu logam yang dipakai untuk pembuatan braket adalah stainless steel. Braket dengan bahan stainless steel merupakan braket yang terbanyak digunakan di klinik


(45)

karena braket stainless steel merupakan braket yang paling ekonomis dan mempunyai kekuatan tinggi. Stainless steel merupakan logam campuran dari besi (komponen utama), kromium 18 %-20%, nikel 8%-10% dengan sejumlah kecil mangan, silikon dan karbon yang kadarnya kurang dari 0,1 Nikel berfungsi membantu ketahanan logam terhadap korosi serta memperkuat logam.

Konsentrasi nikel pada braket stainless steel telah banyak menimbulkan perdebatan, karena di satu sisi nikel diketahui memberikan reaksi alergi yang lebih banyak selama perawatan ortodonti dibandingkan dengan ion logam lainnya dan di sisi lain nikel merupakan salah satu elemen pembentuk austenitik.

Selama perawatan ortodonti cekat, braket selalu berada dalam rongga mulut sehingga terjadi interaksi braket dengan lingkungannya. Salah satu kriteria yang harus dipenuhi oleh braket ortodonti adalah memiliki biokompabilitas yang baik dan daya tahan yang tinggi terhadap korosi. Produk utama hasil proses korosi yang paling merugikan bagi tubuh adalah ion nikel. Pelepasan ion nikel pada braket dipengaruhi oleh komposisi kandungan logam, metode pembuatan serta lingkungan dalam mulut.

Perawatan ortodonti cekat sudah lama dianggap memiliki potensi mengganggu jaringan lunak dan keras pada rongga mulut. Pasien yang menjalani perawatan ortodonti cekat lebih sulit menjaga oral hygiene dengan metode konvensional, kemampuan self cleansing oleh saliva juga akan berkurang. Hal-hal ini dapat memacu timbulnya lesi karies, yang dapat terjadi sekitar 1 bulan, tanpa dihubungkan dengan kontrol plak mekanis. Keasaman saliva dapat berubah yang


(46)

disebabkan oleh akumulasi plak dalam mulut dan kecepatan aliran saliva sehingga pH saliva dapat turun hingga 4,95.

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Braket stainless steel

Perendaman dalam saliva buatan selama 7 hari

Inductively Coupled Plasma (ICP)

Ion nikel yang terlepas

2.9 Hipotesis Penelitian

1. Ada pelepasan nikel dari braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics pada perendaman dalam saliva buatan.

2. Terdapat perbedaan lepasnya ion nikel antara braket standar Edgewise


(47)

3. Terdapat perbedaan lepasnya ion nikel antara braket standar Edgewise

stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics dengan pH 5 dan pH 6,8.


(48)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan secara in vitro.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

- Balai Laboratorium Kesehatan ( BLK ) Medan - Sentra Polimer (STP) Puspitek Tangerang 3.2.2 Waktu Penelitian

- Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 – Januari 2015

3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian 3.3.1 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah braket standar Edgewise stainless steel

premolar rahang atas produk SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics yang sudah diuji komposisi nya.

Kriteria inklusi dari sampel penelitian : 1. Sudah diuji komposisinya. 2. Braket belum pernah digunakan


(49)

3. Permukaan braket/sampel tidak boleh cacat

3.3.2 Besar Sampel

Penentuan besar sampel minimal adalah berdasarkan rumus berikut: (t-1) (r-1) 15

Keterangan :

t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan

dalam rumus ini akan digunakan t = 6, karena menggunakan 6 kelompok perlakuan, maka jumlah sampel (r) minimal tiap kelompok ditentukan sebagai berikut :

(t-1) (r -1) 15 (6-1) (r -1) 15 5(r -1) 15

5 r 20 r 4

Dari hasil di atas, jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok adalah sebanyak 4 sampel. Dalam penelitian ini dipakai 8 sampel.

3.4 Variabel Penelitian 3.4.1. Variabel Bebas

1. Jenis dan merk braket 3.4.2 Variabel Terikat


(50)

1. Jumlah ion nikel yang terlepas 3.4.3 Variabel terkendali

1. Suhu perendaman saliva buatan 2. Waktu perendaman saliva buatan 3. pH saliva buatan

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Breket logam suatu bahan yang terbuat dari

logam yang digunakan dalam perawatan ortodonti.

Timbangan

Digital Numerik (gr)

Ion nikel yang terlepas

Jumlah ion nikel yang terlepas dalam saliva buatan pada waktu tertentu

ICP Numerik (ppm) Suhu perendaman saliva buatan

Suhu yang digunakan untuk merendam sampel ke dalam saliva buatan, yaitu 37 ° C sesuai dengan keadaan rongga mulut Termometer Numerik (°C) Waktu perendaman

Waktu yang digunakan untuk

merendam sampel ke dalam Hari

Ordinal (7 hari)


(51)

saliva buatan saliva buatan selama 7 hari. pH saliva buatan pH saliva buatan yang

digunakan untuk merendam sampel, yaitu pH 5 dan 6,8.

pH meter

Ordinal (pH 5,pH 6,8)

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat Penelitian

 Alat ukur konsentrasi ion logam ICP (Inductively Coupled Plasma ).

 pH meter

 Timbangan digital

Gambar 3.1. Timbangan digital

 Pipet ukur

 Tabung EDTA yang tertutup rapat

 Lemari pengeram (inkubator) dengan temperatur 37 °C


(52)

Gambar 3.2 Inkubator

3.6.2 Bahan Penelitian

 Braket standar Edgewise stainless steel premolar rahang atas produk

SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics.  Saliva buatan dengan pH 5 dan pH 6,8

(A) (B)

(C)

Gambar 3.3: Braket standar (A) Edgewise SD Orthodontic USA®, (B) Protect, (C) American Orthodontics.

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1. Pemilihan spesimen braket standar premolar rahang atas dipergunakan braket standar Edgewise stainless steel produk SD Orthodontic USA®, Protect dan


(53)

3.7.2. Spesimen dikelompokkan menjadi 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 8 sampel.

3.7.3. Siapkan larutan uji yaitu saliva buatan dengan masing-masing pH 5dan 6,8. 3.7.3. Satu sampel braket ditimbang dengan timbangan digital, untuk menentukan

seberapa besar jumlah larutan untuk perendaman. Tiap 1 ml larutan untuk 0.02 gr braket. Sampel braket kemudian dimasukkan dalam tabung EDTA

(VacuTube). Tiap 1 tabung EDTA terdiri dari 1 sampel braket. Tabung EDTA

disimpan dalam inkubator dengan suhu dijaga 37°C (Gambar 3.4).

Gambar 3.4 . Tabung EDTA dan Inkubator

3.7.4. Pada hari ke 7, sampel larutan dari tiap tabung diambil untuk diperiksa pelepasan ion nikelnya melalui ICP (Gambar 3.5).

3.7.5. Pengukuran lepasnya ion Ni pada cairan saliva buatan dengan menggunakan ICP.

3.7.5.1 Prosedur penyiapan larutan standar untuk uji ICP : 1. Pembuatan larutan baku Ni 100 ppm


(54)

Dipipet 5 ml larutan induk Ni dan 1000 ppm ke dalam labu ukur 50 ml dan ditepatkan dengan aquades sampai tanda tera.

2. Pembuatan larutan baku Ni 10 ppm

Dipipet 25 ml larutan standar Ni ppm ke dalam labu ukur 250 ml dan ditepatkan dengan aquades sampai tanda tera.

3. Pembuatan larutan standar Ni

Dipipet 0,5 ml, 1 ml, 2 ml, 3 ml, 5 ml dan 10 ml larutan baku Ni 10 ppm masing-masing ke dalam labu ukur 50 ml. Kemudian ditambahkan dengan aquades sampai tepat tanda tera sehingga di dapat konsentrasi Ni.

3.7.5.2 Pembacaan konsentrasi sampel dengan ICP :

1. Dialirkan gas argon, kemudian dihidupkan komputer dengan program ICP dan dihidupkan instrumen ICP.

2. Dilakukan kalibrasi panjang gelombang pada ICP setelah 10 menit.

3. Setelah dilakukan kalibrasi panjang gelombang, kemudian dipilih elemen-elemen yang akan dianalisa dan dimasukkan jumlah standar dan sampel.

4. Dihidupkan plasma, ditunggu 5 menit sampai suhunya stabil (19°C - 20°C).


(55)

5. Tombol analisis diklik, komputer akan memberikan perintah untuk mencelupkan selang ICP ke dalam larutan standa dan sampel.

6. Dicelupkan selang ICP ke dalam masing-masing larutan standar dan sampel secara berurutan.

7. Komputer akan menampilkan hasil konsentrasi masing-masing sampel.

Gambar 3.5 Pengukuran dengan ICP OES tipe Varian 715-ES

3.8 Analisis Data

Semua data dipresentasikan dalam bentuk rerata ± simpangan baku (rata–rata SD). Dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Data terdistribusi normal dan homogen diuji dengan ANOVA satu arah untuk melihat perbedaan signifikan antara 6 kelompok. Untuk melihat perbedaan antar kelompok pH 5 dan kelompok pH 6,8 menggunakan Uji T.


(56)

Jika data tidak terdistribusi dengan normal dan atau tidak homogen, maka akan dilakukan transformasi data. Kemudian diuji lagi normalitas dan homogenitas data. Apabila data masih tidak normal distribusinya atau tidak homogen maka diuji dengan uji Kruskal-Wallis. Untuk melihat perbedaan antar kelompok pH 5 dan kelompok pH 6,8 menggunakan uji Mann Whitney. Dalam penelitian ini semua analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS.


(57)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian untuk menguji analisa kandungan unsur dengan menggunakan XRF dilakukan di Sentra Polimer (STP) Tangerang, dan didapat hasil :

Tabel 4.1. Hasil pengujian analisa kandungan unsur dengan XRF No Nama Sampel

Kandungan Unsur (%)

Cr (%) Fe (%) Ni (%) 1. Braket SD Orthodontic USA® 14,50 74,97 9,29

2. Braket Protect 13,81 77,48 4,27

3. Braket American Orthodontics 17,31 78,96 3,20 Penelitian untuk mengukur lepasan ion nikel braket standar stainless steel

premolar rahang atas, telah dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Medan pada bulan Desember 2014 – Januari 2015. Sebanyak 48 buah braket yang telah direndam saliva buatan selama 7 hari di dalam lemari pengeram pada suhu 37°C, pengukuran lepasan ion nikel dilakukan dengan menggunakan alat ICP (Inductively Coupled Plasma).

Untuk mengetahui distribusi normal dari data yang diperoleh dilakukan uji normalitas Shapiro-Wilk Test. Hasilnya menunjukkan bahwa data pada pelepasan ion nikel braket SD Orthodontic USA® dan American Orthodontics terdistribusi normal dan data pada pelepasan ion nikel braket Protect pH 5 dan pH 6,8 tidak terdistribusi normal (tabel 4.2)


(58)

Tabel 4.2 Uji normalitas Shapiro-Wilk Test

Jenis Braket P

SD Orthodontic USA® pH 5

SD Orthodontic USA® pH 6,8

Protect pH 5

Protect pH 6,8

American Orthodontics pH 5

American Orthodontics pH 6,8

.270 .581 .024 .016 .456 .217

Karena terdapat data yang tidak terdistribusi normal, maka data deskriptif didapat melalui uji Kruskall Wallis. Data deskriptif dengan perhitungan derajat kemaknaan  = 0,05 terdapat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Nilai rerata dan simpangan baku pelepasan ion nikel dari braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect

dan American Orthodontics melalui uji Kruskall Wallis.

pH Jenis Braket X ± SD p

pH 5 SD Orthodontic USA® Protect

American Orthodontics

0,142519 ± 0,23 0,219745 ± 0,34 0,107653 ± 0,02

0,000

pH 6,8 SD Orthodontic USA® Protect

American Orthodontics

0,079351 ± 0,004 0,092728± 0,005 0,261143 ± 0,003

0,000

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 (p<0,05) yang secara statistik menunjukkan terjadi perbedaan yang signifikan pelepasan ion nikel dari braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics pada perendaman dalam saliva buatan pada pH 5 dan pH 6,8.


(59)

Untuk melihat kelompok mana yang mempunyai perbedaan bermakna, dilakukan analisis Post Hoc. Analisis Post Hoc untuk uji Kruskal-Wallis adalah uji Mann-Whitney antara kelompok yang dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Analisis Post Hoc untuk mengetahui perbedaan relatif lepasan nikel antara kelompok braket pada perendaman saliva buatan pH 5.

Kelompok Braket P

pH 5 SD Orthodontic USA® Protect

American Orthodontics

0.001 0.001

Protect SD Orthodontic USA® American Orthodontics

0.001 0.001

American Orthodontics SD Orthodontic USA® Protect

0.001 0.001

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai p<0,05 yang secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pelepasan ion nikel pada seluruh kelompok braket pada perendaman saliva pH 5.

Tabel 4.5 Analisis Post Hoc untuk mengetahui perbedaan relatif lepasan nikel antara kelompok braket pada perendaman saliva buatan pH 6,8.

Kelompok Braket P

pH 6,8 SD Orthodontic USA® Protect

American Orthodontics

0.003 0.000

Protect SD Orthodontic USA® American Orthodontics

0.003 0.001

American Orthodontics SD Orthodontic USA® Protect

0.000 0.001


(60)

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai p<0,05 yang secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pelepasan ion nikel pada seluruh kelompok braket pada perendaman saliva pH 6,8.

Untuk melihat perbedaan antar pH pada kelompok braket standar Edgewise

stainless steel SD Orthodontic USA® dan American Orthodontics, dilakukan uji T-test.Untuk melihat perbedaan antar pH pada kelompok braket Protect dilakukan uji Mann-Whitney karena data tidak terdistribusi normal.

Tabel 4.6. Nilai rerata dan simpangan baku pelepasan ion nikel dari kelompok braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect

dan American Orthodontics.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai p<0,05 yang secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan besar pelepasan ion nikel seluruh kelompok braket pada saliva buatan pH 5 dan 6,8.

Jenis Braket pH X ± SD p

SD Orthodontic USA® 5 0,142519 ± 0,23 0.000

6,8 0,079351 ± 0,04

American Orthodontics 5 0,107653 ± 0,004

0,000

6,8 0,026114 ± 0,003

Protect 5 0,219745 ± 0,34 0.001


(61)

Gambar4.1 Grafik rerata pelepasan besaran ion nikel kelompok braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics setelah dilakukan perendaman selama 7 hari dalam saliva buatan pada pH 5 dan 6,8.

Gambar 4.1 menunjukkan hasil uji besaran pelepasan ion nikel yang dilakukan dengan menggunakan alat ICP (Inductively Coupled Plasma). Pada grafik terlihat perbedaan besar pelepasan ion nikel antara kelompok braket SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics pada pH 5 dan 6,8. Braket stainless steel

yang direndam dalam saliva buatan pH 5 melepaskan ion nikel lebih besar dari braket stainless steel yang direndam dalam saliva buatan pH 6,8.

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

Braket SD Orthodontic USA®

Braket Protect Braket American Orthodontics

Ka

dar (ppm

)

Jenis braket

pH 5 pH 6,8


(62)

BAB 5

PEMBAHASAN

Braket yang berbahan dasar Fe-Cr-Ni sering digunakan dalam perawatan ortodonti karena mempunyai sifat mekanis dan ketahanan korosi yang baik. Ion nikel masih dapat terlepas dari permukaan logam dalam lingkungan rongga mulut melalui proses korosi. Potensi bahaya yang terkait korosi braket adalah terlepasnya ion nikel sehingga menyebabkan reaksi alergi, karsinogenik, mutagenik dan sitotoksik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ion nikel yang terlepas dari braket ortodonti antara tiga macam braket standar Edgewise stainless steel yang di rendam selama 7 hari dalam saliva buatan dengan pH berbeda . Analisa ICP digunakan untuk mengetahui pelepasan ion nikel dari braket yang di rendam di dalam saliva buatan pH 5 dan 6,8. Dari hasil pengujian saliva menggunakan ICP di laboratorium, didapatkan hasil pelepasan ion nikel pada braket SD Orthodontic USA®

yang di rendam dalam saliva buatan pH 5 sebesar 0.142 ppm sedangkan yang direndam dalam saliva buatan pH 6,8 sebesar 0.079 ppm. Pada braket Protect yang di rendam dalam saliva buatan pH 5 terjadi pelepasan ion nikel sebesar 0.219 ppm dan pada pH 6,8 sebesar 0.092 ppm. Sedangkan pada braket American Orthodontic

yang di rendam dalam saliva buatan pH 5 terjadi pelepasan ion nikel sebesar 0.107 ppm dan pada perendaman pH 6,8 terjadi pelepasan ion nikel sebesar 0.026 ppm. Dari semua hasil menunjukkan bahwa dengan meningkatnya keasaman pH saliva


(63)

(pH 5) akan semakin memicu terjadinya pelepasan ion nikel yang lebih cepat apabila dibandingkan dengan pH 6,8. Hasil menunjukkan bahwa semakin rendah nilai pH, semakin besar pelepasan ion. Hal ini mengkomfirmasi hipotesis bahwa pH rendah mengurangi resistensi aloi dental terhadap korosi. Hal ini sejalan dengan penelitian Kuhta dkk (2009) yang mendapatkan hasil bahwa penurunan pH dari 6,75 menjadi 3,5 meningkatkan pelepasan ion rata-rata 37 kali lipat. Hasil ini juga sesuai dengan laporan Hwang dkk bahwa kondisi asam menyediakan situasi reduksi dimana lapisan oksida stainless steel yang diperlukan untuk resistensi korosi menjadi kurang stabil. Hasil yang serupa ditemukan dalam berbagai penelitian sebelumnya. 14,15

Komposisi unsur paduan logam pada braket memiliki implikasi dalam biokompabilitas, ketahanan terhadap korosi dan pelepasan ion. Hasil analisa XRF, menunjukkan bahwa setiap braket dibuat dari paduan yang berbeda. Komposisi braket SD Orthodontic USA® mengandung Fe 74,97 %, Cr 14,50 % dan Ni 9,29% (austenitik). Braket Protect mengandung Fe 77,48 %, Cr 13,81 % dan Ni 4,44 % (austenitik). Braket American Orthodontics mengandung Fe 78,96 %, Cr 17,30 % dan Ni 0,53% (duplex). Duplex dikembangkan untuk memperoleh material superior dalam hal ketahanan korosi dan kekuatannya. Ketahanan korosinya sangat tinggi melebihi baja nirkarat austenitik.6

Pada gambar 4.1 terlihat bahwa laju korosi braket Protect lebih besar dibanding laju korosi braket SD Orthodontic USA® dan American Orthodontics. Hal ini disebabkan komponen penyusun braket Protect berdasarkan analisis XRF menunjukkan ion Cr yang lebih sedikt (13,81 %) dibandingkan dengan ion Cr pada


(64)

braket SD Orthodontic USA® (14,50 %) dan pada braket American Orthodontics

(17,30 %). Hal ini menyebabkan passive layer braket Protect tidak mampu melindungi braket tersebut dari serangan korosi saliva. Saliva dapat berperan sebagai medium penghantar proses korosi braket karena kandungan ion elektrolitnya yaitu klorida. Ion Cl sangat agresif dalam menyerang selaput kromium oksida sehingga selaput kromium braket terkelupas.6

Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa pelepasan ion nikel braket Protect lebih besar dibandingkan braket SD Orthodontic USA® dan American Orthodontics, dan pelepasan ion nikel braket SD Orthodontic USA® lebih besar dibandingkan braket

American Orthodontics. Hal ini disebabkan lapisan pelindung Cr2O3 braket

American Orthodontics lebih besar dibandingkan braket SD Orthodontic USA® dan

Protect dan juga lapisan pelindung Cr2O3 braket SD Orthodontic USA® lebih besar

dibandingkan braket Protect sehinggga lebih tahan terhadap korosi. Unsur Cr dalam paduan logam dapat meningkatkan sifat tahan korosi. Kromium ditambahkan dalam paduan logam berbasis nikel untuk memperbaiki ketahanan terhadap korosi dengan membentuk lapisan pelindung oksida (Cr2O3) pada permukaannya.

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pelepasan ion nikel terjadi pada semua kelompok braket yang direndam dalam saliva buatan. Terjadinya peningkatan keasaman pH menyebabkan pelepasan ion nikel yang lebih banyak dibandingkan dengan pelepasan ion pada pH normal, hal ini akan menyebabkan terjadinya korosi lebih cepat pada braket yang direndam pada pH asam.


(65)

Perlu diperhatikan kebersihan rongga mulut pada pasien dengan perawatan ortodonti. Apabila oral hygiene pada penderita rendah, terdapat plak dan karang gigi hal ini akan memicu peningkatan keasaman pH saliva disebabkan hasil dari metabolisme bakteri pada plak dan karang gigi.

Tetapi untuk mengetahui efek dari ion terlepas yang diabsorbsi tubuh perlu dilakukan penelitian secara in vivo.


(66)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapat bahwa:

1. Uji Kruskall Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pelepasan ion nikel dari braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics pada perendaman dalam saliva buatan pada pH 5 dan pH 6,8, p = 0,000.

2. Uji T menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan besar pelepasan ion nikel seluruh kelompok braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA® dan American Orthodontics pada saliva buatan pH 5 dan 6,8, p= 0,000.

3. Uji Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan besar pelepasan ion nikel seluruh kelompok braket standar Edgewise

stainless steelProtect pada saliva buatan pH 5 dan 6,8, p=0,001.

4. Kedua parameter yang diobservasi, komposisi kimiawi dari braket dan nilai pH saliva buatan mempengaruhi pelepasan ion nikel.

5. Kuantitas ion nikel yang dilepaskan masih berada di bawah level toksik dan tidak melebihi intake harian dari makanan.


(67)

6.2Saran

1. Pelepasan ion nikel yang signifikan secara statistik pada pH lebih rendah (P<0,05) sesuai dengan hipotesis bahwa asam organik dalam plak mempengaruhi pelepasan ion, menekankan peranan besar kebersihan oral dalam meminimalkan korosi.

2. Untuk mengetahui efek dari ion yang terlepas yang diabsorbsi tubuh perlu dilakukan penelitian secara in vivo.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

1. O'Brien W.J. Dental Materials and Their Selection, 3rd ed. Chicago. Quintessence Pub. Co. Inc. Michigan. 2002: 271-82.

2. Philips R.J., Science of Dental Materials, 7th ed., W.B. Saunders Co., Philadelphia, 1973: 641-48.

3. Craig G.R., Powers M.J., Restorative Dental Materials, 11th ed, Mosby, St. Louis, 2002; 489-507.

4. Maijer R., Smith D.C., Biodegradation of the Orthodontic Bracket System. c., 1986.90:195-98.

5. Park H.Y., Shearer T.R.,In Vitro Release of Nickel and Chromium from simulated Orthodontic Ap.pliances. Am J Orthod Dentofacial Orthop., 1983:84:150

6. Noort V.R. Introduction to Dental Materials. 3 rd ed. Mosby, London, 2007: 291-97.

7. Gursoy S., Acar., Comparison of ion release from new and Recycled Orthodontic Bracket. The Angle Orthodontist, 75(1):92-94.

8. Cole A.S., Estoe J.E., Biochemistry and Oral Biology, Tappon Co, 1997:368-70.

9. Ghom. Textbook of Oral Medicine. Departement of Oral Medicine and Radiology VSPM Dental College, Ajanta Offset & Packaging Ltd, Ne Delhi : 2007 : 564-65.

10.Schiff, N., Dallard F., Lissac M. Morgon L.,Grosgogeat B., Corrosion Resistence of three Orthodontic Wire, Eoropean Journal Of Orthodontics; 27(6) : 541-49.

11.Eliades T., Athanasiou A.E. In Vivo Aging of Orthodontic Alloys Implications for Corrosion Potential, Nickel Release and Biocompatibility, Angle Orthod; 2002 ; 72 (3); 222-37.


(69)

12.House K, Sernetz F, Dymock D, Sandy JR,Ireland AJ.,2008. Corrosion of orthodontic appliances-should we care? Am J Orthod Dentofacial Orthop;133:584-92.

13.Graber T.M., Eliads T., Athanasiou A.E., Risk Management in Orthodontic.2004 : 97-109.

14.Kuhta M., Pavlin D., Siaj M. Type of Archwire and Level of Acidity : Effect on the Release of Metal Ions from Orthodontic Appliances. Angle Orthod;200979:102-110.

15.Hwang C.J., Shin J.S., Cha., Metal Release from Simulated Fixed Orthodontic Appliances. Am.J. Orthod Dentofacial Orthop; 2001: 120(4):383-89.

16.Barret R.D., Bishara, Samir E., Quinn JK. Biodegradation of orthodontic appliances. Part 1. Biodegradation of nickel and chromium in vitro, Am. J. Orthod Dentofacial Orthop; 103(1): 8-14.

17.Grimsdottir M.R., Gjerdet., Pettersen A.H., Composition and in Vitro Corrosion of Orthodontic Appliances, Am J Orthod Dentofacial Orthop., 1992, 101: 525-32.

18.Ikawati Y.D., Soehardono. Pemilihan Braket Stainless Steel yang Aman untuk Perawatan Ortodontik. Maj Ked Gi; 2008; 15(2) : 233-36.

19.Sfondrini M.F., Cacciafesta V., Maffia E., Scribante A., Nickel release from new conventional stainless steel, recycled, and nickel free orthodontic bracket : An in vitro study, Am J Orthod Dentofacial : 2010: 137:809-15. 20.Anusavice K.J., Philips Science of Dental Material, Eleventh ed, Elsevier

Science, Philadelphia, 2003, 637-53.

21.Proffit W., Contemporary Orthodontics. 3 rd ed. Mosby Year Book. 1992. 328-34.

22.Oh KT, Choo SU, Kim KM. A Stainless Steel bracket for Orthodontic Application. Eur J Orthod . 2005;27:237-44.


(1)

Perlu diperhatikan kebersihan rongga mulut pada pasien dengan perawatan ortodonti. Apabila oral hygiene pada penderita rendah, terdapat plak dan karang gigi hal ini akan memicu peningkatan keasaman pH saliva disebabkan hasil dari metabolisme bakteri pada plak dan karang gigi.

Tetapi untuk mengetahui efek dari ion terlepas yang diabsorbsi tubuh perlu dilakukan penelitian secara in vivo.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapat bahwa:

1. Uji Kruskall Wallis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pelepasan ion nikel dari braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA®, Protect dan American Orthodontics pada perendaman dalam saliva buatan pada pH 5 dan pH 6,8, p = 0,000.

2. Uji T menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan besar pelepasan ion nikel seluruh kelompok braket standar Edgewise stainless steel SD Orthodontic USA® dan American Orthodontics pada saliva buatan pH 5 dan 6,8, p= 0,000.

3. Uji Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan besar pelepasan ion nikel seluruh kelompok braket standar Edgewise stainless steel Protect pada saliva buatan pH 5 dan 6,8, p=0,001.

4. Kedua parameter yang diobservasi, komposisi kimiawi dari braket dan nilai pH saliva buatan mempengaruhi pelepasan ion nikel.

5. Kuantitas ion nikel yang dilepaskan masih berada di bawah level toksik dan tidak melebihi intake harian dari makanan.


(3)

6.2Saran

1. Pelepasan ion nikel yang signifikan secara statistik pada pH lebih rendah (P<0,05) sesuai dengan hipotesis bahwa asam organik dalam plak mempengaruhi pelepasan ion, menekankan peranan besar kebersihan oral dalam meminimalkan korosi.

2. Untuk mengetahui efek dari ion yang terlepas yang diabsorbsi tubuh perlu dilakukan penelitian secara in vivo.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. O'Brien W.J. Dental Materials and Their Selection, 3rd ed. Chicago. Quintessence Pub. Co. Inc. Michigan. 2002: 271-82.

2. Philips R.J., Science of Dental Materials, 7th ed., W.B. Saunders Co., Philadelphia, 1973: 641-48.

3. Craig G.R., Powers M.J., Restorative Dental Materials, 11th ed, Mosby, St. Louis, 2002; 489-507.

4. Maijer R., Smith D.C., Biodegradation of the Orthodontic Bracket System. c., 1986.90:195-98.

5. Park H.Y., Shearer T.R.,In Vitro Release of Nickel and Chromium from simulated Orthodontic Ap.pliances. Am J Orthod Dentofacial Orthop., 1983:84:150

6. Noort V.R. Introduction to Dental Materials. 3 rd ed. Mosby, London, 2007: 291-97.

7. Gursoy S., Acar., Comparison of ion release from new and Recycled Orthodontic Bracket. The Angle Orthodontist, 75(1):92-94.

8. Cole A.S., Estoe J.E., Biochemistry and Oral Biology, Tappon Co, 1997:368-70.

9. Ghom. Textbook of Oral Medicine. Departement of Oral Medicine and Radiology VSPM Dental College, Ajanta Offset & Packaging Ltd, Ne Delhi : 2007 : 564-65.

10.Schiff, N., Dallard F., Lissac M. Morgon L.,Grosgogeat B., Corrosion Resistence of three Orthodontic Wire, Eoropean Journal Of Orthodontics; 27(6) : 541-49.

11.Eliades T., Athanasiou A.E. In Vivo Aging of Orthodontic Alloys Implications for Corrosion Potential, Nickel Release and Biocompatibility, Angle Orthod; 2002 ; 72 (3); 222-37.


(5)

12.House K, Sernetz F, Dymock D, Sandy JR,Ireland AJ.,2008. Corrosion of orthodontic appliances-should we care? Am J Orthod Dentofacial Orthop;133:584-92.

13.Graber T.M., Eliads T., Athanasiou A.E., Risk Management in Orthodontic.2004 : 97-109.

14.Kuhta M., Pavlin D., Siaj M. Type of Archwire and Level of Acidity : Effect on the Release of Metal Ions from Orthodontic Appliances. Angle Orthod;200979:102-110.

15.Hwang C.J., Shin J.S., Cha., Metal Release from Simulated Fixed Orthodontic Appliances. Am.J. Orthod Dentofacial Orthop; 2001: 120(4):383-89.

16.Barret R.D., Bishara, Samir E., Quinn JK. Biodegradation of orthodontic appliances. Part 1. Biodegradation of nickel and chromium in vitro, Am. J. Orthod Dentofacial Orthop; 103(1): 8-14.

17.Grimsdottir M.R., Gjerdet., Pettersen A.H., Composition and in Vitro Corrosion of Orthodontic Appliances, Am J Orthod Dentofacial Orthop., 1992, 101: 525-32.

18.Ikawati Y.D., Soehardono. Pemilihan Braket Stainless Steel yang Aman untuk Perawatan Ortodontik. Maj Ked Gi; 2008; 15(2) : 233-36.

19.Sfondrini M.F., Cacciafesta V., Maffia E., Scribante A., Nickel release from new conventional stainless steel, recycled, and nickel free orthodontic bracket : An in vitro study, Am J Orthod Dentofacial : 2010: 137:809-15. 20.Anusavice K.J., Philips Science of Dental Material, Eleventh ed, Elsevier

Science, Philadelphia, 2003, 637-53.

21.Proffit W., Contemporary Orthodontics. 3 rd ed. Mosby Year Book. 1992. 328-34.

22.Oh KT, Choo SU, Kim KM. A Stainless Steel bracket for Orthodontic Application. Eur J Orthod . 2005;27:237-44.


(6)

23.Kusy RP, Orthodontic biomaterial: from the past to the present. Angle Orthod. 2002; 72(6):501-11.

24.Covert R.A., Tuthill A.H., Stainless Steel: An Introduction to Their Metallurgy and Corrosion Resistance. Dairy, Food and Environmental Sanitation.2007. Vol. 20, No 7, 506-17.

25.Preetha A. Banerjee R. Comparison of artificial saliva substitutes. Trends Biomater. Artif. Organs. 2005. 18(2):178-86.

26.Faccioni F, Franceschetti, Cerpelloni M., Fracasso ME. In Vivo Study on Metal Release from Fixed Orthodontic Appliances and DNA Damaged in Oral Mucosa Cells. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2004;125:24-9.

27.Solovyov, Leonid. 2009. X-Ray Fluorescence Spectrometry. PANalytical B. V.

28.Viklund, A. 2008. Teknik Pemeriksaan Material Menggunakan XRF,XRD, dan SEMEDS.

29.Diunduh dari http://labinfo.wordpress.com/ pada 17 September 2014. 30.Jamaluddin, A. 2007. Penggunaan Sinar-X untuk Analisa Sampel.

31.http://www.corrosion-doctors.org/Electrochem/PotPol.htm diunduh tanggal 19 Januari 2014 jam 20.20

32.http://www.corrosion-club.com/testingimmersion.htm diunduh tanggal 19 Januari 2014 jam 20.30

33. http://anifjamaluddin.blogspot.com/2007/06/Penggunaan-Sinar-X-untuk-Analis diunduh tanggal 17 Semptemberi 2014.

34.Thompson, Michael. 1983; Inductively Couple Plasma Spectrometry. Chapman and Hall Publisher, Newyork USA