T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Sistem Noken dalam Pelaksanaan Pilkada di Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua Tahun 2015 T1 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pemilihan Umum
Pengisian lembaga perwakilan dalam praktek ketatanegaraan
lazimnya dilaksanakan melalui Pemilihan Umum.Pasca perubahan
amandemen UUD 1945, semua anggota lembaga perwakilan dan bahkan
presiden serta Kepala Daerah dipilih dengan mekanisme Pemilihan
Umum.Pemilihan umum menjadi agenda yang diselenggarakan secara
berkala di Indonesia.
Ibnu Tricahyo (2009:6), mendefinisikan Pemilihan Umum sebagai
berikut:”Secara universal Pemilihan Umum adalah instrumen mewujudkan
kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk pemerintahan yang absah
serta sarana mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat”.
Definisi di atas menjelaskan bahwa pemilihan umum merupakan
instrumen

untuk

mewujudkan


kedaulatan

rakyat,

membentuk

pemerintahan yang sah serta sebagai sarana mengartikulasi aspirasi dan
kepentingan rakyat.Negara Indonesia mengikutsertakan rakyatnya dalam
rangka penyelenggaraan negara.Kedaulatan rakyat dijalankan oleh wakil
rakyat

yang

duduk

dalam

parlemen


dengan

sistem

perwakilan

(representative democracy) atau demokrasi tidak langsung (indirect
democracy). Wakil-wakil rakyat ditentukan sendiri oleh rakyat melalui

8

Pemilu (general election) secara berkala agar dapat memperjuangkan
aspirasi rakyat.
Soedarsono (2005:1)mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
pemilihan umum

adalah syarat minimal bagi adanya demokrasi dan

diselenggarakan dengan tujuan memilih wakil rakyat, wakil daerah,
presiden untuk membentuk pemerintahan demokratis”.

Penjelasan di atas menyebutkan bahwa pemilihan umum merupakan
syarat minimal adanya demokrasi yang bertujuan memilih wakil-wakil rakyat,
wakil daerah, presiden untuk membentuk pemerintahan demokratis.Kedaulatan
rakyat dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam lembaga
perwakilan.Kedaulatan rakyat atas penyelenggaraan pemerintahan dijalankan
oleh presiden dan Kepala Daerah yang juga dipilih secara langsung. Anggota
legislatif maupun Presiden dan Kepala Daerah karena telah dipilih secara
langsung, maka semuanya merupakan wakil-wakil rakyat yang menjalankan
fungsi kekuasaan masing-masing. Kedudukan dan fungsi wakil rakyat dalam
siklus ketatanegaraan yang begitu penting dan agar wakil-wakil rakyat benarbenar bertindak atas nama rakyat, maka wakil rakyat tersebut harus ditentukan
sendiri olehrakyat, yaitu melalui pemilihan umum.
Menurut Jimly Asshidiqqie (2006:169-171)pentingnya penyelenggaraan
Pemilihan Umum secara berkala tersebut dikarenakan beberapa sebab diantaranya
sebagai berikut:
a.

pendapat atau aspirasi rakyat cenderung berubah dari waktu ke waktu;

b.


kondisi kehidupan masyarakat yang dapat juga berubah;

9

c.

pertambahan penduduk dan rakyat dewasa yang dapat menggunakan hak
pilihnya;

d.

guna menjamin regulasi kepemimpinan baik dalam cabang eksekutif dan
legislatif.
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa beberapa sebab pentingnya

pemilihan umum diantaranya adalah aspirasi rakyat cenderung berubah, kondisi
kehidupan

rakyat


berubah,

pertambahan

penduduk

dan

regulasi

kepemimpinan.Pemilihan umum menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi
rakyat. Kondisi kehidupan rakyat yang cenderung berubah memerlukan adanya
mekanisme yang mewadahi dan mengaturnya yaitu melalui proses pemilihan
umum. Setiap penduduk dan rakyat Indonesia yang telah dewasa memiliki hak
untuk

menggunakan

hak


pilihnya

dalam

pemilihan

umum.

Regulasi

kepemimpinan baik cabang eksekutif maupun legislatif akan terlaksana secara
berkala dengan adanya pemilihan umum.
Asas pemilu menurut UU No.23 tahun 2003, tentang Pemilihan Presiden
dan WakilPresiden meliputi :
a. Langsung
Artinya

rakyat

pemilih


mempunyai

hak

untuk

secara

langsung

memberikansuaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.
b. Umum
Artinya semua warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah
berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan
tanpa ada diskriminasi.

10

c. Bebas

Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa ada
pengaruh, tekanan, atau paksaan dari siapa pun/dengan apa pun.
d. Rahasia
Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak
siapa pun dan dengan jalan apa pun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa
suaranya diberikan.
b. Jujur
Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggara pelaksana, perintah dan partai
politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih,
serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Adil
Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta
pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak
manapun.

Menurut Austin Ranney (1996:40) ada delapan kriteria pokok sebuah
pemilu yang demokratis meliputi:
a. Adanya hak pilih umum (aktif dan pasif)
Dalam pemilu eksekutif maupun legislatif karena setiap warga negara

mempunyai kesempatan yang sama dalam ruang publik untuk memilih
dan dipilih. Hak pilih aktif adalah hak warga negara yang sudah
memenuhi syarat untuk memilih wakilnya di DPR, DPD, DPRD,

11

Presiden-Wapres, dan Kepala Daerah-Wakada yaitu berusia 17 tahun atau
sudah/ pernah menikah, tidak terganggu ingatannya, tidak dicabut hak
pilihnya, tidak sedang menjalani hukum pidana penjara, terdaftar dalam
Daftar Pemilih Tetap (DPT). Adapun yang di maksud hak pilih pasif
adalah hak warga negara yang sudah memenuhi syarat untuk dipilih
menjadi anggota DPR dan DPRD.
b. Kesetaraan bobot suara
Adanya keharusan jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot
yang sama maksudnya dalam pemilu tersebut semua pemilih bobot
persentase

perorangnya

itu


sama

tanpa

memikirkan

jabatan

dan

kedudukan.
c. Tersedianya pilihan kandidat dari latarbelakang ideologis yang berbeda
Maksud dari kriteria ini adalah tersedianya pemilihan yang nyata dan
kelihatan

perbedaannya

dengan


pilihan-pilihan

yang

lain

dimana

hakikatnya memang mengharuskan pilihan lebih dari satu, kemudian
pilihan tersebut bisa sangat sederhana seperti perbedaan antara dua orang
atau lebih calon atau perbedaan dan yang lebih rumit antara dua atau lebih
garis

politik/program

kerja

yang

berlainan

sampai

ke perbedaan

antara dua atau lebih idiologi. Dalam pemilu pastinya ada beberapa
partai yang mempunyai dasar ideologi yang berbeda, dan kandidat yang
diusung partai tersebut pasti akan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan
dalam partainya. Inilah yang kemudian menjadikan pemilu itu tidak

12

hanya kompetisi antar partai dan kandidat saja, tapi disana juga ada
kompetisi politik dan ideologi.
d. Kebebasan bagi rakyat untuk mencalonkan figur-figur tertentu yang
dipandang mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.
Kebebasan memilih memang datangnya dari rakyat sendiri sehingga prinsip
kebebasan juga mengandung arti pentingnya kebebasan berorganisasi. Dari
organisasi-organisasi

itulah

kelompok rakyat

berinteraksi

untuk

mengajukan alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kesejahteraan
bangsanya. Intinya di dalam kebebasan berorganisasi terkandung prinsip
kebebasan mengangkat calon wakil rakyat
tersebut

kandidat-kandidat

dimana

dengan

cara

yang mempunyai arti penting dapat dijamin

dalam pemilu.
e. Persamaan hak kampanye
Pemilu

merupakan

sarana

untuk

menarik

massa

sebanyak

mungkin, dimana para calon memperkenal diri dan mensosialisasikan
program kerja mereka. Maka dari itu semua calon diberi persamaan hak
atau kesempatan yang sama untuk melakukan kampanye, karena dalam
kampanye

juga

disyaratkan

adanya

kebebasan

komunikasi

dan

keterbukaan informasi.
f. Kebebasan dalam memberikan suara
Pemilih dapat menentukan pilihannya secara bebas artinya setiap warga
negara yang memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan
paksaan dari siapa pun, dan dalam melaksanakan haknya setiap warga

13

negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai hati nurani
dan kepentingannya.
g. Kejujuran dalam penghitungan suara
Kejujuran

dan

keterbukaan

sangatlah

diperlukan

dalam

proses

penghitungan suara, karena keseluruhan dari proses pemilu akan sia-sia
jika tidak ada kejujuran di dalamnya, dan kecurangan dalam perhitungan
suara akan berakibat sangat fatal, yaitu gagalnya upaya yang dilakukan
oleh

rakyat

untuk

menjadikan

wakilnya

masuk kedalam badaan

perwakilan rakyat.
h. Penyelenggaraan secara periodik
Seorang

penguasa

menentukan

tidak

waktu

penyelenggaraan

boleh

bersikap

penyeleanggaraan

pemilu

tidak

boleh

sesuka
pemilu,

diajukan

atau

hati

dalam

dalam

arti

diundur

atas

kehendaknya sendiri. Dimana pada umunya pemilu diselenggarakan
dalam periode waktu lima tahun sekali oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pendapat mengenai kriteria pemilu demokratis ini memang sudah
semestinya diterapkan dalam setiap pemilu, karena dengan adanya unsurunsur

tersebut

demokratis.
pemilu

dalam

Dan

agar

ini

pemilu
juga

benar-benar

pastinya

merupakan
memahami

akan

tercipta

kewajiban

bagi

kriteria-kriteria

pemilu

yang

penyelenggara

tersebut.

Dengan

ditegakkannya kejujuran dan keadilan dalam pemilu, maka bukan tidak
mungkin

akan

menghasilkan

pemimpin

keorganisasian mahasiswa yang demokratis.

14

yang

amanah

dan

terciptanya

2.1.2. Pilkada
Pilkada merupakan salah satu kegiatan politik yang merupakan
implementasi hak kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin untuk masa 5 tahun
mendatang.Melalui Pilkada terjadi pergantian pemegang kekuasaan secara teratur,
damai dan berkualitas. Menurut Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 Tentang
Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah, Pemilihan kepala daerah adalah sarana pelaksana
kedaulatan rakyat di wilayah propinsi dan/atau Kabupaten/Kota berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pilkada juga merupakan terobosan baru dalam sistem politik Indonesia,
khususnya untuk level pemerintahan lokal. Sebelum Pilkada, kepala daerah dipilih
melaui sebuah proses politik yang tidak dapat disebut Pemilu, karena tidak
melibatkan rakyat pemilih. Menurut Zuhro, dkk (2009:48)mengatakan bahwa
Pilkada merupakan momentum untuk melakukan suksesi kepemimpinan lokal
sebagai wujud implementasi demokrasi yang partisipatif.
Pilkada merupakan pemilihan yang diselenggarakan di daerah otonom
yang merupakan perintah dari perubahan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Menururt Irtanto (2008:159) yang dimaksud Pilkada adalah
suatu

proses

politik

untuk

memilih

kepala

daerah

secara

langsung.

Terselenggaranya Pilkada merupakan amanat pasal 56 ayat (1) UU No. 32 Tahun
2004 yang menyatakan bahwa: Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih
dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Berdasarkan landasan hukum di

15

atas, Pilkada merupakan kegiatan pemilihan umum yang bertujuan memilih
kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk daerah otonom tertentu, yang
diharapkan mampu mewujudkan sistem politik yang lebih stabil dan berkualitas,
karena terjadi proses pendewasaan pemilih, partai politik, penyelenggara dan
media massa.
Lebih lanjut Sanit (1985: 157) mengatakan proses pelaksanaan Pemilu
berpengaruh langsung kepada pembentukan budaya politik, sebab tingkah laku
para kontestan dan penyelenggara Pemilu langsung dihayati oleh anggota
masyarakat yang mengetahuinya, baik pengetahuan yang diperoleh melalui
pengamatan, maupun melalui informasi. Selanjutnya sistem ini mengatur
beberapa hal berikut ini yaitu jurus pencalonan kandidat, jurus pencoblosan suara,
besar/bobot daerah pemilihan, lingkup daerah pemilihan dan jurus pengambilan
keputusan.
Ditambahkan Rahman (2001: 170) bahwa sistem pemilihan, walaupun
terlihat hanya suatu mekanisme untuk menentukan komposisi pemerintah selama
beberapa tahun kemudian, namun sesungguhnya merupakan sarana utama bagi
partisipasi politik para individu dalam masyarakat yang luas, komplek dan
modern, boleh jadi pemilu merupakan kunci untuk menentukan suatu sistem yang
demokratis.
Oleh karena itu Pilkada sebagai salah satu proses demokrasi yang ada
dalam sistem politik Indonesia, memiliki signifikansi yang tinggi dalam
pembangunan politik Indonesia di masa mendatang serta dalam menciptakan

16

keseimbangan antara politik lokal dan pusat, dapat memperkuat otonomi daerah
dalam prinsip negara kesatuan.
Untuk dapat melaksanakan amanat UU No.32 Tahun 2004, pasal 57
menyerahkan pelaksana Pilkada kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai
berikut: (1) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan
oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD. (2) Dalam melaksanakan
tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD.
Berdasarkan

Keputusan

47/81/PHPU.A/VII/2009

Mahkamah

mengabulkan

Konstitusi

permohonan

agar

(MK)Nomor
KPUD

tidak

bertanggungjawab kepada DPRD sebab akan menimbulkan ketidak independenan
KPUD dalam penyelenggaraan pemilu. KPUD bertanggungjawab kepada publik
dan kepada DPRD hanya menyampaikan laporan pelaksanaan tugas. Dengan
banyaknya kasus dalam Pilkada, maka perlu adanya peningkatan kualitas pemilu
dengan memperhatikan beberapa hal berikut( Irtanto 2008: 161).
1. Perhatikan iklim demokratisasi, harus dimulai dari partai politik (terutama)
yang memenuhi ketentuan Perundang-undangan dalam proses penjaringan,
penyaringan dan penetapan calon kepala daerah. Partai politik harus memiliki
sistern dan mekanisme rekruitment calon kepala daerah yang demokratis.
2. Peraturan Perundang-undangan yang dibuat, benar-benar mencerminkan
demokratisasi itu sendiri dan tidak anarkhi.
3. Sistem dan mekanisme kerja masing-masing lembaga yang terkait dengan
penyelenggaraan Pilkada tidak tumpang tindih dan kontaminatif

17

4. Pemerintah harus benar-benar independen dan tidak melakukan intervensi
dalam bentuk apa pun.
5. Kedewasaan dan kematangan politik masyarakat senantiasa tumbuh dan
berkembang melalui pendidikan politik.

Dari hal tersebut di atas, terlihat bahwa keberhasilan penyelenggaraan
Pilkada tidak hanya bergantung pada profesionalisme KPUD, melainkan juga
keterlibatan aktif masyarakat dan independensi terhadap pemerintah.
Sebagaimana sebuah proses Pemilu, Pilkada merupakan bagian dari
sebuah kebijakan nasional yang diharapkan mampu memperkuat sistem politik
Indonesia. Oleh karena itu Pilkada memiliki manfaat yang penting. Mubarok
(dalam Irtanto 2008: 161- 162) menyebutkan ada beberapa manfaat Pilkada
sebagai berikut:
1.

Kongkritisasi demokrasi, yaitu proses pilkada akan memenuhi kaidah proses
demokratisasi di dua level struktural dan kultural. Di level struktural lebih
beradab karena melibatkan partisipasi publik yang makin luas. Kaidah 50 plus
satu adalah angka ril dan mutlak merupakan cerminan dan representasi suara
rakyat. Di level kultural proses pilkada ditengarai akan memberi keleluasaan
bagi merembesnya nilai-nilai transparansi, independensi dan kejujuran.

2.

Ada kemungkinan kekerasan terhadap proses dan data terkurangi.

3.

Terkuranginya mekanisme politik uang.
Menambahkan manfaat positif yang telah disampaikan Mubarok, Afiti

(dalam Irtanto ,2008: 163) memberikan manfaat lainnya adalah lahirnya

18

pemimpin yang mengenal konteks lokal dan bertanggungjawab kepada rakyat,
dengan asumsi bahwa rakyat akan memilih orang yang mereka kenal dengan baik.
Sementara itu Huda (dalam Irtanto 2008: 162) menambahkan dua keuntungan
positif yaitu Pilkada langsung memberi kesempatan yang luas untuk terpilihnya
kepala daerah yang sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat dan stabilitas
pemerintahan lebih terjaga berhubung kepala daerah tidak mudah dijatuhkan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, Pilkada memiliki peranan yang
strategis

untuk

mengimplementasikan kedaulatan rakyat

untuk

memilih

pemimpin, sehingga akan lebih bertanggungjawab kepada rakyat dibandingkan
kepada partai politiknya.

2.1.3. Sistem Noken
2.1.3.1. Pengertian Sistem Noken
Pengertian Noken menurut Surat Keputusan KPU Provinsi Papua Nomor:
01/Kpts/KPU Prov.030/2013 bahwa Noken adalah sejenis kantong/tas yang dibuat
dari anyaman kulit anggrek atau pintalan kulit kayu maupun pintalan benang yang
digunakan sebagian masyarakat di Papua sebagai:
1. Tempat untuk membawa hasil pertanian/perkebunan
2. Tempat ayunan dan atau gendongan untuk balita pada sebagian etnis anggota
masyarakat di pedalaman Papua
3. Tempat untuk mengisi surat-surat penting dan atau
4. Tempat untuk keperluan lain sesuai dengan kebiasaan anggota masyarakat
tertentu disebagian masyarakat pedalaman yang dapat dijadikan sebagai

19

pemberian

berupa

tali

asih,

kenang-kenangan

dan

lambang

persaudaraa/kekerabatan.
5. Pada pemilu legislatif, pemilu presiden dan dan pemilu Kepada Daerah,
noken juga digunakan sebagai pengganti kotak suara untuk memilih Calon
Kepala Daerah, Presiden, Wakil Presiden serta wakil-wakil dalam anggota
legislatif ditingkat Daerah maupun Pusat. Pemilihan dilakukan atas dasar
kesepakatan bersama sekelompok orang yang dipimpin oleh tokoh
masyarakat setempat dengan meminta surat suara sesuai dengan jumlah orang
yang ada untuk dimasukan didalam noken kepada pasangan calon siapa suara
diberikan.
Karena keunikannya yang dibawa dengan kepala, noken ini di daftarkan ke
UNESCOsebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia
dan pada 4 Desember 2012, noken khas masyarakat Papua ditetapkan sebagai
warisan kebudayaan tak benda UNESCO. Pengakuan UNESCO ini akan
mendorong upaya melindungi dan mengembangkan warisan budaya Noken, yang
dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Bagi orang Papua, Noken dimaknai sebagai simbol kehidupan yang baik,
perdamaian dan kesuburan. Karena itu, kantong (tas) yang dijalin dari kulit kayu
ini punya kedudukan penting dalam struktur budaya orang Papua. Tidak
sembarang orang dapat menjalin kulit kayu menjadi noken. Hanya perempuan
Papua yang boleh membuat noken, dan perempuan Papua yang belum bisa
menjalin kulit kayu menjadi noken sering dianggap belum dewasa dan belum
layak menikah. Namun saat ini banyak perempuan Papua yang sudah tidak

20

mahir lagi membuat noken karena berbagai alasan, dan kemahiran menjalin
kulit kayu menjadi noken tidak lagi dijadikan syarat ukuran kedewasaan
perempuan

Papua

untuk dinikahi.

Sementara laki-laki, secara adat tidak

diperbolehkan sama sekali membuat noken karena noken dianggap sebagai
sumber kesuburan kandungan seorang perempuan.
2.1.3.2.Teknis Pemilihan Sistem Noken
Semua pemilih yang mendapat kartu pemilih datang ke TPS.Didepan bilik
disiapkan noken kosong.Jumlah noken yang digantung disesuaikan dengan jumlah
pasangan calon kepala daerah. Setelah dipastikan semua pemilih dari kampung
yang bersangkutan hadir di TPS, selanjutnya KPPS mengumumkan kepada
pemilih (warga) bahwa bagi pemilih yang mau memilih kandidat, baris di depan
noken nomor urut satu. Begitupun seterusnya. Setelah pemilih berbaris / duduk
didepan noken maka KPPS langsung menghitung jumlah orang yang berbaris di
depan noken, kalau misalnya 3 orang saja maka hasil perolehannya adalah 3
suara. Kalau misalnya semua Pemilih dari TPS / Kampung yang bersangkutan
baris di depan noken nomor urut dua maka semua suara dari TPS / kampung yang
bersangkutan “bulat”untuk nomor urut dua. Setelah itu KPPS langsung buat berita
acara dan sertifikasi hasil perhitungan suara yang ditandatangani oleh KPPS dan
partai politik untuk Pemilu.

21

2.1.3.3.Keabsaan Sistem Noken
Sistem Noken dianggap sah jika, Noken digantungkan di kayu dan berada
dalam area TPS, pemilih yang hak suaranya dimasukkan dalam noken sebagai
pengganti kotak suara harus datang ke lokasi TPS tempat dia berdomisili, dan tak
bisa diwakilkan orang lain. Seusai pemungutan suara harus dibuka dan dihitung
ditempat itu dan surat suara itu harus dicoblos, tidak langsung dibawa seperti
pilkada sebelum-sebelumnya.
Sistem Noken merupakan bagian dari kearifan lokal dalam demokrasi
kemasyarakatan. Mahkamah Konstitusi (MK) pun mengakui dan mengesahkan
dengan alasan Sistem Noken menganut sistem pemilihan Langsung, Umum,
Bebas dan Terbuka (LUBET), sesuai dengan Keputusan MK Nomor: 4748/PHPU.A-VI/2009 yang sesuai dengan pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan, "Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam Undang Undang (Sodik, Ahmad, 2009.7).
2.1.3.4.Kepala Suku (Big Man)
Konsep pria berwibawa atau Big Man yang digunakan oleh para ahli
antropologi untuk menamakan para pemimpin politik tradisional di daerah-daerah
kebudayaan Oseania, khususnya di Melanesia, sesungguhnya berasal dari
terjemahan bebas terhadap istilah-istilah lokal yang digunakan oleh penduduk
setempat untuk menamakan orang-orang penting dalam masyarakatnya sendiri.
Karangan yang membahas sejarah pemakaian konsep tersebut, di tulis oleh L.

22

Lindstrom (1981:900-905), menunjukkan bahwa sejarah perkembangan kata Big
Man dari bahasa sehari-hari menjadi konsep ilmiah mengalami suatu proses yang
lama. Selama abad ke-19 dan sampai pertengahan abad ke-20, para peneliti di
daerah kepulauan Melanesia selalu menggunakan konsep chief, penghulu atau
kepala suku, untuk menamakan para pemimpin pada masyarakat yang mereka
deskripsikan.
Konsep Big Man atau pria berwibawa, digunakan untuk satu bentuk tipe
kepemimpinan politik yang diciri oleh kewibawaan (authority) atas dasar
kemampuan pribadi seseorang untuk mengalokasi dan merealokasi sumber –
sumber daya yang penting untuk umum (Sahlins 1963; Claessen 1984 dalam Van
Bakel et al; 1986:1). Sifat pencapaian demikian menyebabkan adanya pendapat
bahwa ciri terpenting dari seseorang yang menjadi Big Man adalah seseorang
yang dengan kecakapannya memanipulasi orang-orang dengan sifat pencapaian
(achievement) system ini merupakan ciri ketidak stabilannya, seperti yang selalu
dikhawatirkan apakah berasal dari dalam atau luar (Van Bakel et al. 1986:3).
Implikasi ketidakstabilan system yang didasarkan pada prinsip pencapaian ini
yang dikemukakan oleh Van Bakel et al. ialah terbukanya kesempatan yang
samabagi setiap anggota masyarakat, terutama kaum pria yang sudah dewasa
menurut ukuran masyarakat yang bersangkutan, untuk bersaing merebut
kedudukan

pemimpin.

Pria

berwibawa

merupakan

mikrokosmos

dari

masyarakatnya dan oleh karena itu status pria berwibawa menjadi pokok perhatian
dari setiap orang dalam masyarakat.

23

Menurut A. Stratheren (1979:214) ada dua arena yang digunakan untuk
merebut kedudukan pria berwibawa.Dua arena itu adalah hubungan intern dan
hubungan ekstern.Hal yang dimaksudkan dengan hubungan interen adalah usaha
seseorang untuk memperoleh dan meningkatkan pengaruh serta keunggulannya di
dalam klen sendiri.Sedangkan hubungan ekstern diartikan sebagai keberhasilan
seseorang untuk menjalani hubungan dengan pihak-pihak luar yang terdiri dari
sekutu, bekas musuh dan hubungan antara pria berwibawa.Pada umumnya
individu – individu yang berhasil di dua arena tersebut diakui sebagai pria
berwibawa utama dan yang dapat menduduki posisi superior untuk bertahun-tahun
lamanya.
Istilah Big Man yang cukup familier dikalangan masyarakat Indonesia dan
lebih khusus Papua adalah kepala Suku. Kepala Suku menurut Surat Keputusan
KPU Provinsi Papua Nomor: 01/Kpts/KPU Prov.030/2013 adalah orang yang jadi
pemimpin disatu tempat.

2.2. Penelitian Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai pemilihan umum Sistem Noken sudah banyak
dipublikasikan dalam bentuk buku maupun artikel dimedia cetak maupun
elektronik, misalnya buku tentang “Sistem Noken Demokratiskah?” karangan
Pieter Ell dan Theo Kosay, selain itu berita harian kompas edisi 18 november
2015 tentang ”Noken dan Demokrasi”, dan sebagainya,

namun berdasarkan

kajian literatur hanya sedikit yang dikaji dan dipublikasi dalam bentuk jurnal

24

terakreditasi maupun hasil skripsi dan tesis. Beberapa yang berhasil dihimpun,
antara lain:
Penelitian, Methodius Kossay (2014:35) Tentang Pemilu Sistem Noken
Dalam Demokrasi Indonesia(Studi kasus di Kabupaten Jayawijaya Provinsi
Papua). Penelitiannya fokus pada “Bagaimana Sistem Noken diterapkan dalam
Penyelenggaraan Pemilu di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua” dan mengkaji
“Sistem

Noken

dalam

Pemilu

di

Indonesia

sesuai

dengan

asas-asas

Penyelenggaraan Pemilu atau belum”? Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
Penerapan

Sistem

noken

dalam

penyelenggaraan

pemilu

di Kabupaten

Jayawijaya Propinsi Papua menggunakan dua sistem dalam pemilihan umum
yaitu sistem Big Man dan sistem gantung atau noken gantung. Sistem big man
dilakukan dengan cara semua pemberian suara diserahkan kepada ketua adat
atau kepala suku sedangkan sistem gantung atau noken gantung yaitu bahwa
masyarakat datang sendiri ketempat TPS, melihat dan memasukan surat
suara ke kantong partai yang sebelumnya sudah disepakati.
Lebih lanjut penelitian menemukan bahwa kedua sistem ini diletakan
dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia bertentangan dengan asas-asas
pemilu yaitu asas langsung, umum,
Sistem big

bebas

dan

rahasia

(LUBER).

man yang bertentangan dengan asas-asas pemilu yaitu asas langsung

dan rahasia. Asas langsung dalam sistem big man yang dimaksud adalah
bahwa sistem big

man tidak

masyarakat untuk

melakukan

memberikan
pemilihan

kebebasan
secara

kepada

langsung

setiap

melainkan

memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada seorang kepala suku untuk

25

mewakili suaranya dalam mencoblos surat suara di TPS atas kesepakatan
bersama. Sedangkan asas rahasia adalah siapapun yang dipilih oleh pemilih
adalah rahasia yang hanya dia yang tahu, tetapi dalam sistem Big Mantidak
mengenal asas rahasia karena masyarakat adat dalam memilih pemimpin harus
secara terbuka dan transparan, tidak
pemimpin
dengan

karena
sistem

ada

kerahasiaan

dalam

untuk kepentingan bersama. Demikian

gantung

atau

memilih

halnya

juga

noken gantung. Sistem noken gantung

bertentangan juga dengan asas-asas dalam pemilu yaitu asas rahasia. Asas
rahasia yang dimaksudkan dalam sistem gantung adalah bahwa siapapun
yang di pilih oleh pemilih adalah rahasia yang hanya dia yang tahu, tetapi
dalam Sistem Noken gantung semua pemilih datang bersama dan menyaksikan
serta melihat untuk memasukan surat suara yang dicoblos di noken yang
sudah digantungkan sesuai kesepakatan.
Penelitian Hadi, Sofyan (2013:37) Tentang Pengakuan Model Noken
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pilkada Lanny Jaya Papua Dan
Implementasinya Terhadap Sistem Pemilu Di Indonesia.

Penelitian ini

disimpulkan bahwa Model pemilihan ini mendapat pengakuan secara implisit
dan diakomodasi Hakim Mahkamah Konstitusi berdasarkan putusan Nomor
85/PHPU.D-IX/2011. Dari

kajian

yuridis normatif,

dengan

pendekatan

penelitian melalui perundang-undangan (Statute Approach), dan pendekatan
kasus (Case Approach), ditafsirkan bahwa pengakuan Mahkamah Konstitusi
dalam mengakomodasi
dengan pertimbangan

Pilkada

secara

yurisprudensi,

adat, berdasarkan

konstitusi,

26

dan

interpretasi,

nilai-nilai

budaya.

Pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam perspektif Teori Hukum Murni
(Pure Theory of Law), secara substansial melihat yurisprudensi, Konstitusi,
dan nilai-nilai budaya sebagai hubungan secara hirarki antara norma dasar,
norma umum dan norma individual. Implikasi sebagai akibat hukum dari
putusan Mahkamah Konstitusi

adalah pengakuan secara

yuridis formal

mekanisme secara adat (model noken) ke dalam sistem pemilu di Indonesia.
Penelitian Delianoor, NA (2015:27) tentang Evaluasi Politik Hukum
Penyelenggaraan Pilkada Langsung Di Papua. Berdasarkan hasil kajiannya
menyimpulkan bahwa Sistem Noken yang merupakan ciri khas dalam proses
pelaksanaan pilkada di Papua belum mendapatkan legalisasi dari Peraturan
Perundang-undangan. Dengan demikian Sistem Noken memerlukan pengaturan
khusus minimal dalam Perdasus, syukur-sukur terakomodasi sebagai salah satu
materi muatan dalam Undang-Undang Tentang Pilkada.
Dengan demikian Penelitian yang akan dilakukan tentang Kajian Sistem
Noken Dalam Pilkada di Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo provinsi Papua
memiliki kesamaan dalam substansi atau objek penelitian yaitu Sistem Noken
dalam pemilihan umum. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini
terletak pada peran Big Man dalam Sistem Noken dan kendala yang dihadapi
dalam pemilihan Sistem Noken dan cara mengatasinya. Sedikit akan mengkaji
dari sisi antropologi tentang Big Man, sehingga dapat ditarik benang merah
nantinya bahwa apakah keputusan Big Man dalam menentukan hak politiknya
sesuai dengan hati nurani atau sebaliknya.

27

2.3. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah mengkaji bagaimana
pelaksanaan pilkada dengan Sistem Noken, dengan lingkup kajian fokus pada
dasar hukum penyelenggaraan pemilihan dengan Sistem Noken, mekanisme
pemilihan dengan Sistem Noken, peran penyelenggara (KPU, KPPS, TPS, dan
Panwas), peran Bigman

dalam pengambilan keputusan, mekanisme dalam

penentuan bakal calon yang dipilih, kendala yang dihadapi dalam pemilihan,
kekuatan dan kelemahan dalam penyelenggaraan Sistem Noken. Untuk lebih
jelasnya dapat digambarkan seperti berikut.
Gambar 2.1 Kerangka berpikir.

28

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65