T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Minum Minuman Beralkohol Dikalangan Mahasiswa Halmahera Utara di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga T1 BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme
(makhluk
hidup)
yang
bersangkutan.
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
2.1.2 Bentuk Perilaku
Notoatmojo
(2007)
mengemukakan
bahwa,
perilaku dibedakan menjadi 2 dilihat dari respon
stimulus, yaitu:
A. Perilaku Aktif (Overt Behavior)
Respon seseorang teradap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon itu
sudah dapat dilihat oleh orang lain dan sudah
berbentuk berupa tindakan atau praktek (practice).
9
B. Perilaku Pasif (Covert Behavior)
Respon ini masih
persepsi,
pengetahuan
dalam bentuk perhatian,
atau
kesadaran
saja,
sehingga perilaku jenis ini belum terlihat secara
jelas oleh orang lain.
Notoatmojo (2007) juga membagi 3 kelompok
bentuk operasional dari perilaku, antara lain :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan (cognitiv)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang
terjadi dari proses sensoris khususnya mata dan
telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (over behavior)
(Sunaryo, 2004).
2. Perilaku dalam bentuk sikap (affective)
Sikap adalah tanggapan batin terhadap
keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam hal
ini lingkungan berpengaruh dalam terciptanya
perilaku. Lingkungan terdiri dari lingkungan alam
dan lingkungan sosial. Lingkungan alam adalah
lingkungan yang besifat fisik, lingkungan ini akan
membentuk perilaku individu sesuai dengan sifat
dan keadaan lingkungan tersebut, sedangkan
10
lingkungan
Sosial adalah
lingkungan
yang
bersifat non fisik, namun lingkungan ini sangat
berpengaruh terhadap pembentukan perilaku.
3. Perilaku dalam bentuk Tindakan (Psycomotor)
Suatu sikap otomatis terwujud dalam suatu
tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan
sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan, antar lain adalah fasilitas
dan faktor dukungan (support).
2.1.3
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Riyanto dan Budiman (2013) mengemukakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
adalah sebagai berikut:
a.
Pendidikan
Pendidikan
adalah
suatu
usaha
untuk
meningkatkan kepribadian dan kemampuan di
dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun
nonformal),
berlangsung
seumur
hidup.
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan
juga usaha mendewasakan manusia melalui
11
upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan
mempengaruhi
pendidikan
proses
seseorang,
belajar,
makin
tinggi
makin
mudah
untuk
menerima informasi.
b.
Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologi,
maupun
sosial.
Lingkungan
berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke
dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi
timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap in
c.
Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengatahuan untuk
memperolah kebenaran pengatahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dan
bekerja
yang
dikembangkan
memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional, serta
pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan
12
kemampuan
mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dan
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah
nyata dalam bidang
kerjanya.
d.
Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir
seseorang.
Semakin
bertambah
usia
akan
semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya
sehingga
pengetahuan
yang
diperolehnya semakin membaik.
2.2
Minuman Keras
2.2.1 Pengertian Minuman Keras
Minuman keras atau alkohol merupakan
suatu senyawa afilatis etil alkohol dan tergolong
kelompok alkohol, sehingga lebih dikenal dengan
alkohol
saja.
Dalam
Peraturan
Menteri
Perdagangan RI Nomor : 15/M-DAG/PER/3/2006,
pasal 1
menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan minuman keras adalah minuman yang
mengandung etanol yang diproses dari bahan
hasil pertanian yang mengandung karbohidrat
dengan
cara fermentasi dan
13
destilasi atau
fermentasi
tanpa
destilasi,
dengan
cara
memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak,
menambahkan bahan lain atau tidak, maupun
dengan cara mencampurkan konsentrant dengan
etanol atau dengan cara pengenceran minuman
mengandung etanol.
Alkohol
senyawa
adalah
hidrokarbon
nama
dengan
umum
untuk
rumus umum
CnH(2n+1)OH, tetapi alkohol yang terdapat pada
minuman keras adalah etil-alkohol atau etanol
dengan rumus kimia C2H5OH (Joewana, 2004).
Sifat fisik etanol adalah bening, tidak berwarna,
mudah menguap, dan dapat larut dalam air
(Suryatin, 2004). Kemudian etanol juga adalah
senyawa yang terdapat dalam minuman keras
dan merupakan bahan psikoaktif utama dalam
minuman beralkohol (WHO, 2013).
Minuman keras yang mengandung alkohol
dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu
(Nugroho, dkk 2008):
14
a.
Minuman
keras
golongan
A
mengandung etanol 1-5% terdapat pada bir dan
minuman anggur.
b.
Minuman
keras
golongan
B
mengandung etanol 5-20% terdapat pada sherry,
port, dan muscatel.
c.
Minuman
keras
golongan
C
mengandung etanol 20-50% terdapat pada wizky,
rum, gin, vodka, dan brandy.
2.2.2
Faktor-faktor Penyebab Penggunaan Minuman
Beralkohol
Penyebab penggunaan minuman beralkohol
dapat
bermacam-macam.
Secara
biologis,
metabolisme sel orang yang bergantung pada
alkohol telah beradaptasi dengan adanya alkohol
didalam
darah
ketergantungan
atau
sehingga
mengakibatkan
kecanduan
akan
alkohol.
Sedangkan dari sudut pandang psikologis, penyebab
penggunaan
minuman
ketidakbahagiaan
hidup,
adalah
karena
ketidakmampuan
menghadapi dan mengatasi tekanan hidup dan
adanya
kepribadian
15
alkohol
yaitu
seseorang
cenderung lari ke alkohol ketika menghadapi situasi
hidup yang sulit (Supratiknya, 1995).
Videbeck (2008), menyebutkan empat faktor
penyebab perilaku konsumsi minuman berakohol,
yaitu:
1. Faktor Biologi (genetik)
Menurut Jeff (dalam Videbeck, 2008),
anak-anak dari orang tua alkoholik berisiko
mengalami alkoholisme daripada nonalkoholik.
Studi
adopsi
menunjukan
bahwa
angka
alkoholisme pada anak laki-laki dari ayah
biologis yang mengalami alkoholisme lebih tinggi
daripada anak laki-laki dari ayah
biologis
nonalkoholisme.
2. Faktor sosial dan lingkungan
Kehidupan sosial, perilaku teman sebaya
serta
biaya
berakohol
dan
ketersediaan
mempengaruh
minuman berakohol.
3. Faktor psikologis
16
minuman
pengguanaan
Menurut
2008),
alkohol
Schuckit
(dalam
Videbeck,
dapat
digunakan
sebagai
mekanisme koping atau cara mengurangi stres
dan
ketegangan,
meningkatkan
perasaan
tenang dan untuk mengurangi derita psikologis.
4. Faktor budaya
Institute on alcohol abuse and alcoholism
(2000), menyatakan bahwa sikap terhadap
penggunaan alkohol bervariasi pada budaya
yang berbeda. Budaya mengkonsumsi minuman
beralkohol dapat berpengaruh pada jumlah
alkohol yang dikonsumsi. Sebagian masyarakat
di Indonesia memiliki budaya mengkonsumsi
minuman beralkohol
negara lainnya.
yang berbeda dengan
Ini disebabkan
karena di
beberapa tempat di Indonesia sudah menjadi
kebiasaan
dalam
mengkonsumsi
alkohol
sehingga alkohol yang dikonsumsi lebih banyak
dibandingakan dengan budaya di negara lain.
Selanjutnya variasi ditemukan dalam struktur
17
dan tingkat aktivitas enzim diantara orang Asia,
Amerika-Afrika, dan orang kulit putih. Reaksi
Flushing atau kemerahan pada wajah dan leher
terkait dengan varian gen pada enzim yang
terlibat dalam metabolism alkohol lebih tinggi
pada
keturunan
orang-orang
asia
(dalam
Videbeck, 2008).
2.2.3 Dampak Penggunaan Minuman Beralkohol
Secara medis, mengkonsumsi alkohol dalam
ukuran yang cukup dan dalam waktu tertentu akan
membuat tubuh segar dan jantung menjadi sehat
(Gunarsa, 2004). Hal ini karena alkohol terutama
anggur merah memiliki resveratrol, antioksidan, dan
bioflavonoid serta polifenol yang memiliki fungsi
melebarkan arteri dan mengurangi peradangan.
Jadi, mengkonsumsi alkohol bukanlah masalah
karena dalam jumlah kecil alkohol dapat memberikan
pengaruh yang baik bagi kesehatan. Penggunaan
minuman
beralkohol
menjadi
bermasalah
jika
dikonsumsi dalam jumlah yang banyak karena akan
menimbulkan efek yang negatif. Efek yang negatif
18
alkohol sangat tergantung pada dosis alkohol yang
dikonsumsi (Nugroho, dkk 2008).
2.2.4 Pencegahan Penyalahgunaan Minuman Keras
Menurut Irianto (2008), pencegahan terhadap
penyalahgunaan alkohol harus dilakukan pada faktorfaktor yang menjadi penyebab penggunaan alkohol.
Pencegahan dilakukan baik secara langsung maupun
tidak langsung agar seseorang atau sekelompok
masyarakat
merubah
keyakinan,
sikap
dan
perilakunya sehingga tidak mengkonsumsi alkohol
yang berlebihan lagi.
Upaya menghentikan penyalahgunaan alkohol
tidaklah mudah. Hal ini karena ketergantungan yang
ditimbulkan sangat kuat. Meskipun demikian, harus
dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan dan
membantu remaja yang telah terjerumus dalam
penyalahgunaan alkohol. Ada tiga tingkat pencegahan
penyalahgunaan zat adiktif khususnya alkohol, yaitu
sebagai berikut (Irianto, 2008):
a. Pencegahan primer
Pencegahan
primer
adalah
upaya
pencegahan agar orang sehat tidak terlibat
19
penyalahgunaan alkohol. Pencegahan ini biasa
dilakukan dalam bentuk pendidikan, penyebaran
informasi
mengenai
bahaya
alkohol,
dan
pendekatan melalui keluarga. Di dalam keluarga,
orang tua harus memberikan contoh yang baik.
Orang
tua
yang
mengkonsumsi
baik
hendaknya
alkohol
dan
berhenti
membuang
persediaan minuman beralkohol. Kepada anak
remaja,
dianjurkan
untuk
mengembangkan
kemampuan menolak penyalahgunaan alkohol.
Jika ada teman yang mengajak atau membujuk
mengkonsumsi alkohol, remaja berhak untuk
menolak. Selain itu, remaja juga dianjurkan untuk
bergaul dengan orang-orang yang tidak suka
mengkonsumsi alkohol dan mengikuti kegiatan
yang sehat dan kreatif di masyarakat.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan
sekunder
adalah
upaya
pencegahan pada saat penggunaan alkohol
sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan
(terapi). Tahapan ini meliputi:
1. Tahapan penerimaan awal (initial intake)
20
Tahapan ini dilakukan antara satu sampai
tiga hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
mental.
2. Tahapan
detoksifikasi dan
terapi komplikasi
medik.
Tahapan ini dilakukan antara satu sampai
tiga minggu
untuk melakukan
ketergantungan bahan-bahan
pengurangan
adiktif (alkohol)
secara bertahap.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah upaya untuk
merehabilitasi para pengguna alkohol dan dalam
proses penyembuhan.
Pencegahan
terhadap
penggunaan
minuman beralkohol harus dilakukan, terutama
pada remaja karena jika tidak di cegah dan
konsumsi
alkohol
terus
dilakukan
akan
menyebabkan kecanduan dan ketika seseorang
telah kecanduan, penanganannya akan lebih sulit.
Hal ini karena menurut Iry (2009), ketergantungan
terhadap alkohol menyebabkan pikiran, perasaan,
21
dan kehendak orang tersebut selalu ingin untuk
mengkonsumsi alkohol.
2.3
Mahasiswa
2.3.1 Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang
dalam proses menimbah ilmu ataupun belajar dan
terdaftar sedang manjalani pendidikan pada salah
satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari
akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan
universitas (Hartaji, 2012).
Menurut Siswoyo (2007) mahasiswa dapat
didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut
ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun
swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan
perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat
intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir
dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan
bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat
yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa,
yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.
Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap
perkembangan yang usianya 18 sampai 25 tahun.
22
Tahap ini dapat digologkan pada masa remaja akhir
sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi
perkembangan,
tugas perkembangan pada usia
mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup
(Yusuf, 2012).
23
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme
(makhluk
hidup)
yang
bersangkutan.
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
2.1.2 Bentuk Perilaku
Notoatmojo
(2007)
mengemukakan
bahwa,
perilaku dibedakan menjadi 2 dilihat dari respon
stimulus, yaitu:
A. Perilaku Aktif (Overt Behavior)
Respon seseorang teradap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon itu
sudah dapat dilihat oleh orang lain dan sudah
berbentuk berupa tindakan atau praktek (practice).
9
B. Perilaku Pasif (Covert Behavior)
Respon ini masih
persepsi,
pengetahuan
dalam bentuk perhatian,
atau
kesadaran
saja,
sehingga perilaku jenis ini belum terlihat secara
jelas oleh orang lain.
Notoatmojo (2007) juga membagi 3 kelompok
bentuk operasional dari perilaku, antara lain :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan (cognitiv)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang
terjadi dari proses sensoris khususnya mata dan
telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (over behavior)
(Sunaryo, 2004).
2. Perilaku dalam bentuk sikap (affective)
Sikap adalah tanggapan batin terhadap
keadaan atau rangsangan dari luar. Dalam hal
ini lingkungan berpengaruh dalam terciptanya
perilaku. Lingkungan terdiri dari lingkungan alam
dan lingkungan sosial. Lingkungan alam adalah
lingkungan yang besifat fisik, lingkungan ini akan
membentuk perilaku individu sesuai dengan sifat
dan keadaan lingkungan tersebut, sedangkan
10
lingkungan
Sosial adalah
lingkungan
yang
bersifat non fisik, namun lingkungan ini sangat
berpengaruh terhadap pembentukan perilaku.
3. Perilaku dalam bentuk Tindakan (Psycomotor)
Suatu sikap otomatis terwujud dalam suatu
tindakan (over behavior). Untuk mewujudkan
sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan, antar lain adalah fasilitas
dan faktor dukungan (support).
2.1.3
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Riyanto dan Budiman (2013) mengemukakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
adalah sebagai berikut:
a.
Pendidikan
Pendidikan
adalah
suatu
usaha
untuk
meningkatkan kepribadian dan kemampuan di
dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun
nonformal),
berlangsung
seumur
hidup.
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan
juga usaha mendewasakan manusia melalui
11
upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan
mempengaruhi
pendidikan
proses
seseorang,
belajar,
makin
tinggi
makin
mudah
untuk
menerima informasi.
b.
Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
disekitar individu, baik lingkungan fisik, biologi,
maupun
sosial.
Lingkungan
berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke
dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi
timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap in
c.
Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengatahuan untuk
memperolah kebenaran pengatahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dan
bekerja
yang
dikembangkan
memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional, serta
pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan
12
kemampuan
mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dan
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah
nyata dalam bidang
kerjanya.
d.
Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir
seseorang.
Semakin
bertambah
usia
akan
semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya
sehingga
pengetahuan
yang
diperolehnya semakin membaik.
2.2
Minuman Keras
2.2.1 Pengertian Minuman Keras
Minuman keras atau alkohol merupakan
suatu senyawa afilatis etil alkohol dan tergolong
kelompok alkohol, sehingga lebih dikenal dengan
alkohol
saja.
Dalam
Peraturan
Menteri
Perdagangan RI Nomor : 15/M-DAG/PER/3/2006,
pasal 1
menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan minuman keras adalah minuman yang
mengandung etanol yang diproses dari bahan
hasil pertanian yang mengandung karbohidrat
dengan
cara fermentasi dan
13
destilasi atau
fermentasi
tanpa
destilasi,
dengan
cara
memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak,
menambahkan bahan lain atau tidak, maupun
dengan cara mencampurkan konsentrant dengan
etanol atau dengan cara pengenceran minuman
mengandung etanol.
Alkohol
senyawa
adalah
hidrokarbon
nama
dengan
umum
untuk
rumus umum
CnH(2n+1)OH, tetapi alkohol yang terdapat pada
minuman keras adalah etil-alkohol atau etanol
dengan rumus kimia C2H5OH (Joewana, 2004).
Sifat fisik etanol adalah bening, tidak berwarna,
mudah menguap, dan dapat larut dalam air
(Suryatin, 2004). Kemudian etanol juga adalah
senyawa yang terdapat dalam minuman keras
dan merupakan bahan psikoaktif utama dalam
minuman beralkohol (WHO, 2013).
Minuman keras yang mengandung alkohol
dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu
(Nugroho, dkk 2008):
14
a.
Minuman
keras
golongan
A
mengandung etanol 1-5% terdapat pada bir dan
minuman anggur.
b.
Minuman
keras
golongan
B
mengandung etanol 5-20% terdapat pada sherry,
port, dan muscatel.
c.
Minuman
keras
golongan
C
mengandung etanol 20-50% terdapat pada wizky,
rum, gin, vodka, dan brandy.
2.2.2
Faktor-faktor Penyebab Penggunaan Minuman
Beralkohol
Penyebab penggunaan minuman beralkohol
dapat
bermacam-macam.
Secara
biologis,
metabolisme sel orang yang bergantung pada
alkohol telah beradaptasi dengan adanya alkohol
didalam
darah
ketergantungan
atau
sehingga
mengakibatkan
kecanduan
akan
alkohol.
Sedangkan dari sudut pandang psikologis, penyebab
penggunaan
minuman
ketidakbahagiaan
hidup,
adalah
karena
ketidakmampuan
menghadapi dan mengatasi tekanan hidup dan
adanya
kepribadian
15
alkohol
yaitu
seseorang
cenderung lari ke alkohol ketika menghadapi situasi
hidup yang sulit (Supratiknya, 1995).
Videbeck (2008), menyebutkan empat faktor
penyebab perilaku konsumsi minuman berakohol,
yaitu:
1. Faktor Biologi (genetik)
Menurut Jeff (dalam Videbeck, 2008),
anak-anak dari orang tua alkoholik berisiko
mengalami alkoholisme daripada nonalkoholik.
Studi
adopsi
menunjukan
bahwa
angka
alkoholisme pada anak laki-laki dari ayah
biologis yang mengalami alkoholisme lebih tinggi
daripada anak laki-laki dari ayah
biologis
nonalkoholisme.
2. Faktor sosial dan lingkungan
Kehidupan sosial, perilaku teman sebaya
serta
biaya
berakohol
dan
ketersediaan
mempengaruh
minuman berakohol.
3. Faktor psikologis
16
minuman
pengguanaan
Menurut
2008),
alkohol
Schuckit
(dalam
Videbeck,
dapat
digunakan
sebagai
mekanisme koping atau cara mengurangi stres
dan
ketegangan,
meningkatkan
perasaan
tenang dan untuk mengurangi derita psikologis.
4. Faktor budaya
Institute on alcohol abuse and alcoholism
(2000), menyatakan bahwa sikap terhadap
penggunaan alkohol bervariasi pada budaya
yang berbeda. Budaya mengkonsumsi minuman
beralkohol dapat berpengaruh pada jumlah
alkohol yang dikonsumsi. Sebagian masyarakat
di Indonesia memiliki budaya mengkonsumsi
minuman beralkohol
negara lainnya.
yang berbeda dengan
Ini disebabkan
karena di
beberapa tempat di Indonesia sudah menjadi
kebiasaan
dalam
mengkonsumsi
alkohol
sehingga alkohol yang dikonsumsi lebih banyak
dibandingakan dengan budaya di negara lain.
Selanjutnya variasi ditemukan dalam struktur
17
dan tingkat aktivitas enzim diantara orang Asia,
Amerika-Afrika, dan orang kulit putih. Reaksi
Flushing atau kemerahan pada wajah dan leher
terkait dengan varian gen pada enzim yang
terlibat dalam metabolism alkohol lebih tinggi
pada
keturunan
orang-orang
asia
(dalam
Videbeck, 2008).
2.2.3 Dampak Penggunaan Minuman Beralkohol
Secara medis, mengkonsumsi alkohol dalam
ukuran yang cukup dan dalam waktu tertentu akan
membuat tubuh segar dan jantung menjadi sehat
(Gunarsa, 2004). Hal ini karena alkohol terutama
anggur merah memiliki resveratrol, antioksidan, dan
bioflavonoid serta polifenol yang memiliki fungsi
melebarkan arteri dan mengurangi peradangan.
Jadi, mengkonsumsi alkohol bukanlah masalah
karena dalam jumlah kecil alkohol dapat memberikan
pengaruh yang baik bagi kesehatan. Penggunaan
minuman
beralkohol
menjadi
bermasalah
jika
dikonsumsi dalam jumlah yang banyak karena akan
menimbulkan efek yang negatif. Efek yang negatif
18
alkohol sangat tergantung pada dosis alkohol yang
dikonsumsi (Nugroho, dkk 2008).
2.2.4 Pencegahan Penyalahgunaan Minuman Keras
Menurut Irianto (2008), pencegahan terhadap
penyalahgunaan alkohol harus dilakukan pada faktorfaktor yang menjadi penyebab penggunaan alkohol.
Pencegahan dilakukan baik secara langsung maupun
tidak langsung agar seseorang atau sekelompok
masyarakat
merubah
keyakinan,
sikap
dan
perilakunya sehingga tidak mengkonsumsi alkohol
yang berlebihan lagi.
Upaya menghentikan penyalahgunaan alkohol
tidaklah mudah. Hal ini karena ketergantungan yang
ditimbulkan sangat kuat. Meskipun demikian, harus
dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan dan
membantu remaja yang telah terjerumus dalam
penyalahgunaan alkohol. Ada tiga tingkat pencegahan
penyalahgunaan zat adiktif khususnya alkohol, yaitu
sebagai berikut (Irianto, 2008):
a. Pencegahan primer
Pencegahan
primer
adalah
upaya
pencegahan agar orang sehat tidak terlibat
19
penyalahgunaan alkohol. Pencegahan ini biasa
dilakukan dalam bentuk pendidikan, penyebaran
informasi
mengenai
bahaya
alkohol,
dan
pendekatan melalui keluarga. Di dalam keluarga,
orang tua harus memberikan contoh yang baik.
Orang
tua
yang
mengkonsumsi
baik
hendaknya
alkohol
dan
berhenti
membuang
persediaan minuman beralkohol. Kepada anak
remaja,
dianjurkan
untuk
mengembangkan
kemampuan menolak penyalahgunaan alkohol.
Jika ada teman yang mengajak atau membujuk
mengkonsumsi alkohol, remaja berhak untuk
menolak. Selain itu, remaja juga dianjurkan untuk
bergaul dengan orang-orang yang tidak suka
mengkonsumsi alkohol dan mengikuti kegiatan
yang sehat dan kreatif di masyarakat.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan
sekunder
adalah
upaya
pencegahan pada saat penggunaan alkohol
sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan
(terapi). Tahapan ini meliputi:
1. Tahapan penerimaan awal (initial intake)
20
Tahapan ini dilakukan antara satu sampai
tiga hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
mental.
2. Tahapan
detoksifikasi dan
terapi komplikasi
medik.
Tahapan ini dilakukan antara satu sampai
tiga minggu
untuk melakukan
ketergantungan bahan-bahan
pengurangan
adiktif (alkohol)
secara bertahap.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah upaya untuk
merehabilitasi para pengguna alkohol dan dalam
proses penyembuhan.
Pencegahan
terhadap
penggunaan
minuman beralkohol harus dilakukan, terutama
pada remaja karena jika tidak di cegah dan
konsumsi
alkohol
terus
dilakukan
akan
menyebabkan kecanduan dan ketika seseorang
telah kecanduan, penanganannya akan lebih sulit.
Hal ini karena menurut Iry (2009), ketergantungan
terhadap alkohol menyebabkan pikiran, perasaan,
21
dan kehendak orang tersebut selalu ingin untuk
mengkonsumsi alkohol.
2.3
Mahasiswa
2.3.1 Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang
dalam proses menimbah ilmu ataupun belajar dan
terdaftar sedang manjalani pendidikan pada salah
satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari
akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan
universitas (Hartaji, 2012).
Menurut Siswoyo (2007) mahasiswa dapat
didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut
ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun
swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan
perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat
intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir
dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan
bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat
yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa,
yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.
Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap
perkembangan yang usianya 18 sampai 25 tahun.
22
Tahap ini dapat digologkan pada masa remaja akhir
sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi
perkembangan,
tugas perkembangan pada usia
mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup
(Yusuf, 2012).
23