T2__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Sosial sebagai Ruang Publik Komunitas MudaMudi dalam Ancaman Konflik Ambon Akibat Segregasi T2 BAB V

BAB V
PROSES RELASI KOMUNITAS MUDA-MUDI
DALAM MEMBANGUN JARINGAN
Latar Belakang
Mengenai peran komunitas muda-mudi yang menggunakan media sosial
untuk menghadapi pengaruh segregasi masa konflik dan pascakonflik di Maluku,
harus diperhatikan secara komperhensif. Pengaruh mereka sesungguhnya telah
hadir pada masa konflik bahkan jauh lebih berkembang pada masa pascakonflik.
Karena itu, proses ini akan dimulai dengan memberikan gambaran terkait dengan
komunitas muda-mudi masa konflik dan pascakonflik.

Komunitas Muda-Mudi Masa Konflik
1. Provokator Damai
a. Latar Belakang
Istilah “Peace Provocateurs” menjadi populer ketika Sidney Jones
merilisnya dalam laporan International Crisis Group (ICG) tentang
peristiwa di Ambon, September 2011. Sejak saat itu konsep ini selalu
dikaitkan dengan penggunaan multimedia untuk mencegah perluasan
kericuhan bernuansa agama di Kota Ambon menjadi konflik masa,
pada bulan Sepetember 2011.
Provokator damai hadir dari aktivitas seorang rohaniawan

Kristen, yakni Jack Manuputy dan rohaniawan Islam, yakni Abidin
Wakano. Disadari sungguh bahwa sejak zaman kolonial, secara
geografis masyarakat Maluku sudah tersegregasi menurut agama
[Negeri Islam, Negeri Kristen]. Meskipun di kota Ambon terjadi
percampuran antara dua komunitas tersebut, tetapi masih tetap ada
wilayah yang diduduki mayoritas umat tertentu, seperti di Batu Merah,
Kudamati, Kebun Cengkih dan Wayame. Setelah kerusuhan tahun
1999, segregasi itu menjadi total di seluruh wilayah Ambon, kecuali di
daerah Wayame masih bercampur karena dihuni oleh tentara, dosendosen dan karyawan pertamina.1 Lantas dengan kenyataan itu, apa
yang mesti dilakukan? Hal demikian, coba dijawab dengan jalan
mendirikan komunitas provokator damai. Pertanyaan dasar

1

Wawancara: Suretz Tomaluweng

55

menyangkut terminologi ini adalah “apakah etis menggunakan istilah
provokator damai dalam membangun jurnalisme damai?”

Provokator selama ini selalu diidentikan dengan “orang yang
menggerakan,” memprovokasi orang lain untuk melakukan kekerasan,
atau bahkan konflik. Secara etimologis makna denotatif dari
provokator adalah “menggerakan.” Provokasi menunjuk pada sebuah
tindakan atau kondisi yang mendorong orang untuk merasakan atau
bertindak. Ini makna yang sifatnya sangat netral. Ia menjadi negatif,
ketika makna konotatif dibingkaikan terhadapnya. Karena itu,
penggunaan istilah provokator damai bukanlah sesuatu yang harus
dipertentangkan secara etis. Provokator damai artinya orang yang
menggerakan orang lain untuk membangun perdamaian.2
Dalam kaitan dengan damai, istilah ini memaknakan sebuah
gerakan untuk mengkondisikan dan mempercepat perdamaian, atau
gerakan untuk mencegah berkembang dan meluasnya konflik.
Pertanyaan berikutnya yang dialamatkan pada kami, “apakah damai
perlu digerakan, bukankah itu harus terjadi secara alamiah”? Terkait
dengan upaya pengelolaan konflik dan perdamaian, banyak orang
mengatakan perdamaian akan terjadi secara natural bila kondisikondisi yang dibutuhkan telah tersedia. Pandangan ini tentunya benar,
tetapi kondisi yang dibutuhkan bisa juga dikreasi dan didorong
percepatan pembentukannya.
Kedamaian masyarakat merupakan akumulasi dari rasa damai

setiap individu, yang disumbangkan ke dalam jalinan dan jaringan
sosial yang ada (kemudian dikompilasi dan diverifikasi untuk
memperoleh standar minimum bersama tentang perdamaian kolektif).
Persoalannya, tidak semua orang memiliki dinamika yang sama untuk
mendorong percepatan kontribusi kedamaian individual itu menjadi
kedamaian bersama.
b. Tujuan
Tujuan Provokator Damai adalah
1. Menyuarakan Perdamaian Bagi Masyarakat Maluku
2. Mengantisipasi seruan-seruan perpecahan yang
menambah aura konflik di Maluku

2

Wawancara: suretz Tomaluweng

56

dapat


3. Menggunakan media sosial, sarana individu, serta berbagai
dakwah agama untuk mengubah paradigma berpikir
masyarakat Maluku.3

Gambar 4.1 salah satu aktivis Provokator Damai, Suretz Tomaluweng
Sumber foto: Fileks. Tanggal 4 Oktober 2016

c. Pola Pengembangan
Pola Pengembangan Provokator damai dapat dilihat berikut ini :
1. Menggunakan media alternatif untuk melawan media
mainstream. Saat kericuhan yang terjadi pada September 2011
lalu, media massa nasional sudah memposisikan peristiwa itu
seperti tahun 1999 dengan bahasa “kerusuhan”. Gerakan ini
kemudian berusaha “mengepung” media-media tersebut supaya
tidak menyajikan bahasa yang provokatif, dan akhirnya 4 jam
kemudian kata “kerusuhan” diganti menjadi “kericuhan”. Setelah
itu, gerakan yang terdiri dari pemuda lintas iman ini, terus
memonitor perkembangannya dan melakukan updating data
selama 24 jam. Dalam hal ini mereka membagi-bagi tugas, ada
yang collecting data, verifikasi data, klasifikasi isu-isu dan ada

yang melakukan perlawanan terhadap media nasional.
2. Menggunakan diri sendiri dan relasi untuk mempromosikan
perdamaian. Dari segi tempat, mereka melakukan promosi secara
3

Wawancara: suretz Tomaluweng

57

3.

4.

5.

6.
58

berpindah-pindah, memperbanyak kelompok dan jaringan
untuk menjamin keamanan bagi mereka sendiri. Selain itu,

karena masyarakat di Ambon sudah tersegregasi berdasarkan
agama, maka mereka juga menciptakan ruang-ruang integrasi
dengan metode mengkreasi pertemanan dari individu ke
kelompok, lalu melebarkan dan memperbanyaknya.
Dalam setiap pertemuan ada agenda menulis [story telling]
tentang perjumpaan, pertemuan dan persahabatan masingmasing dalam konteks lintas iman. Tulisan tersebut kemudian
dikirim ke media dan juga ke publik lewat berbagai forum,
termasuk ketika beribadah di gereja.
Ruang domestik. Perlu memperbanyak aktor-aktor perdamaian
di ruang domestik dengan asumsi: pertama, bahwa tidak ada
yang bisa menjamin ketika seseorang sudah mempunyai
perspektif “damai” di ruang publik, ketika kembali ke rumah
tetap dengan perspektif yang sama. Narasi-narasi perang tetap
hidup di ruang domestik meski narasi-narasi damai juga hidup di
ruang publik. Kedua, bahwa tidak ada penjelasan sejarah yang
baik kepada anak-anak di ruang domestik, misalnya cerita
tentang perang salib. Selama ini cerita tentang perang salib selalu
dihubung-hubungkan dengan peristiwa kerusuhan tahun 99.
Selain itu korban anak-anak yang mengalami trauma terus
mewarisi cerita-cerita konflik yang tidak tuntas. Ketiga, bahwa

masih banyak stereotype di kalangan individu maupun
masyarakat, misalnya Muslim itu adalah teroris dan pendukung
NKRI, sedangkan Kristen adalah separatis dan pendukung RMS.
Dalam hal ini perlu dicatat bahwa politisi, tentara dan polisi
adalah provokator yang melanggengkan stereotype dan segregasi
yang ada.
perjumpaan pada pusat komunitas, karena sejak terjadinya
kerusuhan nyaris tidak ada atau kehilangan ruang perjumpaan
tersebut. Padahal dari perjumpaan itulah sensitivitas sosial bisa
terbangun. Contohnya tradisi Kopi Badati, di mana setiap malam
beberapa orang [kebanyakan anak muda] membawa kopi dan
gula serta air panas ke setiap perbatasan untuk menjaga
keamanaan bersama-sama. Disinilah terjadi perjumpaan korban
dengan korban, kemudian terjadi dialog di antara mereka.
Memutar film di wilayah perbatasan dan mendiskusikannya.

7. Membuat khotbah-khotbah damai [peace sermons]. Intervensi
yang dilakukan adalah:
a. Untuk komunitas Protestan mengintegrasikannya dengan
tema-tema khotbah yang sudah disusun selama setahun.

b. Untuk komunitas Muslim pada dasarnya lebih mudah,
karena tidak ada kurikulum atau tema-tema yang tersusun
di setiap masjid. Khutbah-khutbah yang biasa dipakai di
masjid-masjid bersumber dari MUI Maluku. Akan tetapi
untuk masjid adat belum bisa diintervensi, mengingat
mereka mempunyai aturan sendiri-sendiri yang sangat
membatasi orang luar adat berkiprah menjadi
imam/khatib.
c. Untuk komunitas Katolik agak sulit melakukan intervensi
karena mereka sudah menyusun khotbah tahunan.4
2. Badati
a. Latar Belakang
Coffee Badati kelompok aksi yang digagas oleh kawan-kawan
berbeda agama, sebagai bentuk kepedulian dan dukungan pada warga
yang telah berinisiatif melakukan penjagaan keamanan di wilayah
tinggal mereka. Badati dalam istilah lokal biasa diartikan sebagai
urunan, patungan, atau secara bersama-sama. Demikian aksi ini
merupakan wujud kepedulian bersama dari kelompok campur baur
beda agama. Dalam komunitas ini terdapat relasi bersama satu dengan
yang lainnya, sekalipun mereka berbeda secara agama. Karena

kesadaran untuk menciptakan kedamaian bagi Maluku, mereka tampil
sebagai seorang saudara bagi yang lain. Aksi-aksi bersama dilakukan
dengan membagikan konsumsi di pos-pos jaga warga, di daerah batas
Salam-Sarane. Proses ini terjadi bukan untuk mendukung proses
konflik yang terjadi, melainkan untuk menunjukan bahwa ada banyak
orang yang begitu berharap kondisi tersebut dapat terselesaikan.
Mekanisme aksi ini dilakukan secara bercampur, tidak dilakukan
antara orang Kristen di wilayah Kristen semata, begitupun sebaliknya,
melainkan dilakukan secara bersama, sehingga ada relasi positif yang

4

Wawancara: suretz Tomaluweng

59

terbangun di dalamnya. Demikian spirit perdamaian yang semestinya
ditampilkan dalam komunitas ini.5
Sekelompok orang yang tidak biasa, lintas agama suku dan
kawasan di Maluku menamakan dirinya Coffee Badati. Mereka

“Terbentuk ” dengan sendirinya oleh bentrok antar warga di Ambon
pada 11 September 2011. Kelompok yang tidak biasa ini ada karena
keterpanggilan jiwa untuk menyebarkan perdamaian dengan cara
sederhana namun tidak biasa. Mereka membagikan kopi dan roti
kepada masyarakat yang telah berpartisipasi menjaga keamanan di
lingkungan masing-masing.6
Badati merupakan bahasa tanah (bahasa Leluhur orang Maluku)
yang artinya berkumpul, bersama-sama, mengumpulan sesuatu secara
bersama-sama. Sama juga dengan urunan, patungan dan semacamnya.
Plesetannya badati: Baku Bage Dari Timur.7
Coffee Badati adalah suatu komunitas perdamaian yang
dilakukan oleh anak-anak muda Salam-Sarane yang mencintai Maluku
dan menginginkan kedamaian di Maluku. Kesadaran bersama dengan
adanya perbedaan dalam hal ini agama, ingin dtunjukan oleh mereka
bahwa kedamaian itu mulai dari beta, berdamai dalam diri kemudian
disebarkan kedamaian bagi orang lain.8
b. Tujuan
Tujuan Coffie Badati yakni
1. Menjaring jaringan lintas iman.
2. Menyaring Isu yang bernilai provokatif, sehingga tidak mempengaruhi masyarakat Maluku untuk berkonflik.

3. Berbagi kisah-kisah perdamaian, dibalik proses yang dilakukan
sebagai nuansa positif yang dimunculkan.9

c. Pola Pengembangan
Pola pengembangan coffee badati sesungguhnya mengarah pada
proses membangun jaringan antar wilayah konflik. Di mana proses itu
Catatan MANISNYA DAMAI DALAM PEKAT KOPI PAHAT Revelino Berivon Nepa 12 Oktober
2011 facebook Grup badati.
6 CatatanYANG TIDAK BIASA Syravena Ardhanavari 10 Oktober 2011 facebook Grup badatai.
5

Wawancara: Els Syauta
Wawancara: Els Syauta
9 Wawancara: Els Syauta
7
8

60

ditempuh dengan jalan, mengedarkan coffee secara gratis pada pos-pos
jaga di wilayah yang sementara berkonflik. Proses membangun
jaringan ini juga, berorientasi kepada penyaringan isu, sehingga isu
yang menguak kepada masyarakat tidak lalu menjadi isu yang
diprovokasi demi perpecahan yang semakin besar dalam kehidupan
masyarakat Maluku. Selain itu, aksi mereka berfungsi untuk merajut
perdamaian, melalui penyebaran kisah-kisah bersama yang
sesungguhnya dapat dijadikan sebagai kekuatan pemersatu masyarakat
Maluku masa konflik. Hal ini terjadi ketika momentum bagi coffee
bersama lintas agama itu berlangsung, mereka saling berdiskusi dan
berbagi pengalaman untuk membangun perdamaian Maluku. Ketika
konflik itu sementara terjadi kenyataan masyarakat lintas iman di
dalam coffee badati, menjadi simbol perdamaian yang bernuansa
positif bagi masyarakat. Bagi mereka, konflik Maluku sesungguhnya
harus segera diselesaikan.10

Gambar 4.2 Peneliti dengan salah satu pendiri Coffee Badati. Ibu Elsye Latuheru dan
Bapak Angky Syauta
Sumber foto: Fileks. Tanggal 10 Oktober 2016

Komunitas Muda-Mudi Pascakonflik
Molluca Hip-Hop Community (Komunitas Musik)
Latar Belakang
Latar belakang lahirnya Mollucas Hip-Hop Community atau yang
disingkat (MHC), terjadi saat pertemuan bulan Juli 2008, di Rumah Tiga
Ambon, yang bertempat di keluarga Tetelepta. Berperan sebagai tuan rumah
waktu itu adalah Morika Tetelepta dan Berry Revalino. Mereka menyambut
10

Wawancara: Els Syauta

61

kedatangan dua orang rekan, yakni Althien Pesurnay dan Frans Nendissa,
yang baru datang dari Tanah Jawa. Di saat terjadi pertemuan tersebut,
Morika Tetelepta memetik gitar sambil mengiringi keempat orang sahabat
yang sedang melepas kangen antara satu dengan yang lain. Dibalik proses itu,
kemudian melahirkan sebuah diskusi serius, menyikapi kenyataan Maluku
yang mereka cintai bersama. Maluku yang telah hancur karena konflik dan
meluluhlantahkan kehidupan persaudaraan antarmasyarakat. Kenyataan ini
akhirnya, membuat tumbuhnya segregasi yang kuat di antara relasi antar
komunitas beragama di Maluku.11

Gambar 4.3 Peneliti dengan salah satu pendiri MHC, Bung Morica. Tetelepta
Sumber foto: Fileks. Tanggal 18 Oktober 2016

Menghadapi realitas demikian, maka sebagai kaula muda, empat orang
bersahabat ini mencoba memberi kontribusi bagi Maluku, melalui karya
musik yang mereka berempat minati. Mereka sepakat untuk membangun
Komunitas Hip-Hop di Maluku, dimana Musik Hip-Hop bukan sekedar
musik, namun sebuah sarana sosial yang mampu mentransformasikan
konteks sekitarnya dibalik lagu-lagu yang disampaikan.12

11
12

Wawancara: Morika Tetelepta
Wawancara: Morika Tetelepta

62

Siang itu juga, konsep Moluka Hip-Hop Community (MHC)
dimatangkan dan disepakati. Saking semangat, mereka mengabadikan
peristiwa itu dengan menggarap sebuah lagu. Liriknya ditulis dan diperbaiki
secara bersama. Jadilah lagu MHC Anthem. Sepenggal liriknya
menggambarkan situasi Maluku masa itu, sekaligus ajakan untuk bersatu
bersama.

“Kapan tempo dengar tahuri babunyi
Dalam kampong sunyi Tagal samua Manusia lari basambunyi”.13

Pada hari yang sama, lagu MHC Anthem langsung masuk proses
recording di home studio milik Morika. Dari sana, setelah proses mixing yang
memakan waktu dua pekan, lagu tersebut diluncurkan ke publik. Para kaum
muda ini memilih internet sebagai media publikasi dan sosialisasi keberadaan
mereka. Morika dkk., ini ternyata mendapat respon dari berbagai kalangan.
Para netters di berbagai kota menyambut kehadiran MHC. Mereka memberi
dukungan supaya hip hop bisa terus hidup di Maluku. Morika dkk., juga
mendapat dukungan motivasi penyanyi hip hop senior di Ambon seperti
Hanny Wattimena. Dalam suatu kesempatan, Hanny mengaku bangga ada
anak-anak muda di kota ini tertarik hip-hop. Dia bahkan bersedia membantu
jika diperlukan. MHC kemudian melebarkan sayap. Para anggotanya
membangun jaringan di Jakarta, Yogyakarta dan Salatiga. Saat ini, MHC
sudah menyebar sampai ke Jawa. Di Jakarta ada Althien Pesurnay. Ia
menggandeng kawan-kawan dari Ambon seperti Iki, Idrus Salampessy dan
Ecek Sialana. Di Yogyakarta, MHC dihidupkan oleh The Baku Tumbu
dengan personil Dharma dan Adith Angwarmase, Edek Yanyaan, Iqbal
Sangadji, Gilang Ayuba. MHC Salatiga, ada Kelompok Bounty (Kiong
Hehanusa dkk). Dalam dua tahun belakangan ini, ternyata MHC di Ambon
makin mendapat dukungan. Beberapa kelompok datang bergabung. Mereka
antara lain The New Saaru (Felix Sopamena, Aries de Lima dan Cyntia
Tengens), Nunusaku Tribe (Nixon Pormes dan Hendry Tetelepta), Rap 57
(Eyang Malawat dan Yudhis), Rap Till Die (RTD) yang digagas Revelino
Berry. Ada Brown Familly yang terdiri dari sekitar 10 orang muda. Beberapa
lainnya bersolo karier seperti Mark Ufie, Kiki Latupapua dan lainnya. Morika
bangga, sebab selain MHC, di Ambon saat ini ada pula komunitas lainnya
seperti White Hip Hop Community (anak-anak muda Waihaong), Akom
BTN Kebun Cengkeh – Batumerah, Boven Alles (Jalan Permi Waihaong) dan
13

Wawancara: Morika Tetelepta

63

Triple House Generation (Rumahtiga). Tahun 2007, belum nampak peminat
hip-hop secara nyata seperti sekarang. Namun 2009, di mana-mana di
Ambon ada kelompok hip-hop. Jadi ada pertumbuhan kuantitas, walaupun
secara kualitas, masih harus terus berbenah,” papar Morika. Dalam satu
tahun belakangan ini, warga Maluku di seluruh dunia makin mengenal
MHC. Pasalnya, mereka mendapat kesempatan tampil di panggung festival
Ambon Jazz Plus Festival 2009. Saat itu, publik Ambon tidak saja melihat
penyanyi Maluku kelas dunia, tapi juga wajah-wajah personil MHC. Para
kaum muda mulai dikenal dekat dengan grup-grup MHC, seperti: The Baku
Tumbu, Sageru dan beberapa person. Selain penampilan di AJPF 2009, publik
makin mengenal grup-grup ini, terutama karena mereka secara koloboratif
bersama penyanyi Belanda, yakni Ambon whena Rafaelo Aratuaman, yang
menelurkan klip lagu Maluku Panggil Pulang. Klip ini diluncurkan di You
Tube.com dan sudah diakses puluhan ribu pengunjung, sedangkan di
Belanda, klip ini beredar dalam bentuk CD. 14
Tujuan
Tujuan MHC adalah
1. Penggembangan Minta dan Bakat Pada Dunia Musik
2. Menumbuhkan Rasa Sayang dan Cinta Maluku
3. Menumbuhkan kembali Spirit Orang Basudara Masyarakat Maluku
tanpa bingkai-bingkai agama, suku, budaya.

Pola Pengembangan Komunitas
Pola pengembangan yang dilakukan komunitas MHC adalah merekrut
sebanyak mungkin orang-orang Maluku dari berbagai kalangan yang hendak
menggembangkan potensi mereka. Selain itu, tetap menjaga harmonisasi
antar komunitas hip-hop yang ada, dengan senantiasa memaknai bahwa
music hip-hop sebagai sebuah musik yang mampu mendatangkan kritik
sosial untuk sebuah tranformasi, demi hidup yang lebih baik. Proses
pengembangan yang dilakukan kebanyakan menggunakan media sosial
melalui facebook, youtobe, blogger. Proses ini dilakukan agar sejumlah karya
yang dihasilkan bisa dinikmati oleh banyak orang, serta mampu memberi
pengaruh perubahan dengan makna dibalik karya-karya tersebut.15

14
15

Wawancara: Morika Tetelepta
Wawancara: Morika Tetelepta

64

Kanvas Allifuru
Latar Belakang
Kanvas Alifuru merupakan komunitas anak muda yang bergerak dalam
bidang seni rupa Maluku. Aktifitas seni mereka mencakup bidang
intelektual, emosional dan spritualitas anak Maluku. Aktifitas kesenian
tersebut sudah ada sejak lama. Dalam sejarah peradaban manusia Maluku
menunjukan telah adanya hakekat seni yang jelas tergambar dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari. Seni dianggap sebagai dasar keindahan untuk
membentuk keindahan hidup pada bagian terdalam manusia Maluku. Tanpa
disadari, seni sudah menjadi orientasi perilaku manusia Maluku secara
totalitas. Sejalan dengan itu, Seni Rupa disadari juga telah menjadi sarana
komunikasi masyarakat semenjak zaman para leluhur orang Maluku.16
Keyakinan komunitas ini, bahwa para pendahulu manusia Maluku
telah mewariskan sebuah genetik seni yaitu kemampuan menciptakan
lukisan-lukisan atau ukiran-ukiran yang bercirikan kemalukuan. Pada
dasarnya seni rupa di Maluku ada pada zaman pra-sejarah dengan bukti
lukisan-lukisan di dinding-dinding goa yang berada di hutan atau
pegunungan-pegunungan, bahkan di berbagai tempat keramat (pamali) dan
juga pada benda-benda seperti pada batu-batu, kain-kain dan benda-benda
lainnya. Lukisan-lukisan tersebut dibuat dari bahan-bahan alam (warna
sebuah objek lukisan sepertinya diambil dari dedaunan, kulit kayu, kulit
buah, dan batang-batang pepohonan). Lukisan digaris dengan batu, arang,
atau barang-barang tajam lainnya. Karena di zaman itu barang-barang alam
sajalah yang dapat dimanfaatkan menjadi alat lukis atau alat ukir yang
gampang di dapat. Lukisan berupa cetakan atau simbol-simbol kebudayaan
dengan bahasa dan makna pada tempat masyarakat tertentu. Ukiran berupa
patung-patung atau simbol-simbol kepercayaan kepada dewa-dewi tertinggi
atau manusia-manusia yang dihormati di zaman dan tempatnya. Selain itu,
terdapat ukiran atau gambar yang diletakan di kain-kain tenun di
kebudayaan orang kisar, tanimbar, dobo dan lain-lain.17
Lukisan ataupun ukiran pra-sejarah adalah catatan-catatan pelaku seni
yang tidak kita tahu siapa nama mereka. Manusia Maluku di zaman itu,
mungkin ingin meninggalkan suatu pengalaman sosial-ekonomi, adatkebudayaan supaya tetap diingat selama-lamanya. Naskah-naskah seni yang
mereka hasilkan saat itu, termasuk dalam naskah yang tertua di Maluku.
Pada perkambangan kemudian, ada banyak seniman Maluku yang tertarik
16
17

Wawancara: Joner Lakburlawal
Wawancara: Joner Lakburlawal

65

dan mulai menggeluti dunia seni lukis, sebut saja seperti Opa Bing
Lewakabessy, Oce Leleulya, mereka berdua termasuk pelukis senior.
Sementara di zaman sekarang, ada pelukis muda berbakat seperti Viktoria
Tahalea, Andro, Thesar Saiya, Petra Ayoembun, Emus Larmawata, Deny
Boy, Alen Kesturia, Jen, Skivo, vandy, Valdo, Kevin, Erick, Adrian dan masih
banyak teman-teman lainnya yang tidak sempat disebutkan namanya.18
Belakangan ini ada satu komunitas lukis yang sangat familiar di dunia
facebook, yaitu Group Kanvas Alifuru yang terbentuk sejak bulan Agustus
2012. Bahwa mereka keseluruhannya adalah anak-anak Maluku asli yang
tinggal di Maluku maupun di luar Maluku. Mereka berkarya lewat seni lukis,
sketsa, lukisan kontemporer dan lainnya untuk mengangkat budaya Maluku.
Cikal bakal terbentknya grup ini adalah bersumber dari dorongan para
aktivis perdamaian dan budayawan, seperti: Rudy Fofit, Jacky Manuputty,
Abidin Wakano. Selain itu, dorongan tersebut bersumber kuat dari beberapa
anak muda pecinta seni dan budaya, sekaligus terlibat dalam aktivis
perdamaian, seperti: Morika Tetlepta, Wesly Yohanes, Pier Ajawaila, Wirol
Haurissa, Juliando Soplanit Revelino Berry, Hayaka Nendissa, Arie Rumihin,
Putry Soumeru, Yezco Tomahua, Rahma Alaydrua (Ipeh), Rifky Husein, Rais
Rumahlutur, Maryo Nussy, Elsye Syauta, Ignor Palenbang, Tirta Triana,
Ronal Regan dan teman-teman lainnya.19
Berbeda dari seni lukis, seni ukir di Maluku hanya beberapa orang
yang mengelutinya bahkan aktifitas mereka tidak terlalu kelihatan. Tercatat
ada lima orang seniman ukiran yaitu Max, Hanry Tapotubun, Deni Lelulya,
Oce Leleulya, Almarhum Soter Anaktototi. Selain itu, perkembangan dunia
designer di Maluku semakin diminati oleh banyak anak muda. Disini mereka
memberikan kontribusi sangat penting dengan karya masing-masing dalam
dunia seni rupa di Maluku dan bagi Komunitas Kanfas Alifuru secara
khususnya.20

Wawancara: Joner Lakburlawal
Wawancara: Joner Lakburlawal
20 Wawancara: Joner Lakburlawal
18
19

66

Gambar 4.4 Peneliti dengan salah satu pendiri Kanvas Alifuru,
Bung Joner Lakburlawal
Sumber foto: Fileks. Tanggal 04 november 2016

Tujuan
Tujuan Kanvas Alifuru :
1. Menarik sebanyak mungkin kaula muda-mudi Maluku yang memiliki
bakat seni lukis untuk proses penggembangan talenta mereka.
2. Menunjukan dan mempublikasi keindahan Maluku melalui seni lukis
3. Menampakan Pluralisme Maluku yang diikat oleh kehidupan bersama
(warna khas Maluku) melalui lukisan.21
Pola Pengembangan komunitas
Pola Pengembangan kanvas alifuru mengarah pada sebuah proses
penggembangan minat dan bakat, dan kelanjutannya adalah menggambarkan
citra dan rekaman manusia Maluku dalam kekayaan budaya dan kesatuan
hidupnya. Konstruksi dibalik penggembangan kanvas allifuru, tampak
sebagai berikut:

21

Wawancara: Joner Lakburlawal

67

Gambar 4.5 salah satu kegiatan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kota Ambon
dengan Komunitas Kanvas Alifuru
Sumber foto: Femri. Tanggal 17 Oktober 2016

Bengkel Sastra
Latar Belakang , Tujuan dan Pola
Bengkel Sastra Maluku merupakan ruang perjumpaan para penulis
puisi dan penggemar puisi.22
Penyair dan karya-karyanya sudah ada jauh sebelumnya, akan tetapi
pengembangan komunitas sastra baru menemukan bentuk pada periode
pasca konflik dan menjadi ruang perjumpaan yang baru di Kota Ambon,
Provinsi Maluku.
Tujuan
Tujuan dari Bengkel Sastra Maluku sendiri sangat sederhana, yaitu
membangun maluku lewat kesusasteran.23

22

23

Wawancara: Wesly Johanes
Wawancara: Wesly Johanes

68

Gambar 4.6 salah satu pentas sastra yang rutin selalu dilakukan
Sumber foto: Femri. Tanggal 24 Oktober 2016

Pola Pengembangan komunitas
Bengkel sastra Maluku menjadi salah satu komunitas paling majemuk
di Ambon. Dikembangkan lewat acara-acara seperti malam kapata yang
berlangsung sebulan sekali, dan pertemuan-pertemuan biasa yang
berlangsung kurang lebih setiap minggu. Di samping kegiatan rutin ini,
bengkel sastra Maluku juga ikut terlibat membantu acara komunitas lainnya,
sehingga perjumpaan anak-anak bengkel sastra Maluku menjadi luas tidak
hanya kepada orang yang menyukai sastra, tetapi juga pecinta seni yang
beragam: musik, rupa, tari, bahkan pecinta sepak pecinta sepak bola.24
Adapun, kolaborasi yang dimuculkan. Sastra dengan Hip-Hop untuk
Save Aru Island dan juga sastra dengan seni rupa untuk pameran Urban
Genitals.

24

Wawancara: Wesly Johanes

69

Gambar 4.7 Seorang Guru Islam ketika berbicara mengenai sastra di Negeri Asilulu
Sumber foto: Femri. Tanggal 24 Oktober 2016

Non Violence
Latar Belakang
Provinsi Maluku saat ini tersegregasi antara dua kelompok agama,
yaitu Komunitas Muslim dan Kristen, serta segregasi berdasarkan etnis/suku.
Segregasi antar agama dan etnis yang paling tajam terlihat di mana lokasi
pemukiman penduduk terkonsentrasi pada kelompoknya. Kondisi ini
terbawa dalam pergaulan sosial, terpelihara dalam tatanan politik dan
pemerintahan yang sering mengabaikan aspek kualitas. Segregasi antar
kelompok ini semakin tajam setelah konflik Maluku 1999, yang jika tidak
diperhatikan dengan bijak, maka dapat berpotensi untuk memunculkan
konflik kembali. Hal ini terindikasi dari masih adanya pertikaian yang terjadi
atas dasar kepentingan pribadi dan golongan, kemudian digiring pada isu
etnis dan agama. Pemberian makna terhadap beragam identitas sosial ini
sering berujung pada cederanya rasa keadilan bagi kelompok yang berlainan
identitas.25
Segregasi ini juga dirasakan dalam sendi-sendi kehidupan kampus,
Universitas Negeri Pattimura (UNPATTI) dan kampus (IAIN). Kampus yang
menjadi sentral peradaban Maluku ini, seharusnya menjadi tempat
transformasi pemikiran justru ikut terjebak dalam politisasi agama. Gerbonggerbong politik yang mengusung kepentingan kelompok tertentu justru
memanfaatkan segregasi ini untuk melanggengkan kekuasaannya. Perlahan
tapi pasti, ruang-ruang interaksi dari level birokrasi sampai pada proses
25

Wawancara: Yan Awath

70

belajar-mengajar pun terkontaminasi. Dalam konteks mahasiswa, gerbonggerbong ini dibangun melalui organisasi mahasiswa dan kepemudaan.26
Keresahan terhadap kondisi segregasi ini, mendorong spirit mahasiswa
yang cinta perdamaian untuk menghibahkan pikiran, tenaga, dan waktu
guna melawan segregasi yang menjadi penyebab konflik Maluku. Hal
tersebut muncul dalam komunitas non-violence dengan program-program
mereka, seperti: non violent study circles (lingkar belajar nir kekerasan)
yang didesain oleh Lembaga Inspiring Development (InDev) Research,
Training & Consultancy. Ruang perdamaian melalui NVSC-InDev,
mengemban misi “Sustaining Peace From Campus To Community”
(melestarikan perdamaian dari kampus ke komunitas). Di mana mahasiswa
sebagai target utama, karena mereka percaya semangat muda yang dimiliki
dapat ditransformasikan menjadi semangat perdamaian. Dengan demikian,
ketika mereka selesai menjadi sarjana, mereka akan menyebarkan nilai-nilai
perdamaian dan anti kekerasan terutama di daerah mereka masing-masing.27

Gambar 4.8 Diskusi bersama teman-teman Non-Violence
Sumber foto: Yudi. Tangga l3 November 2016
Tujuan
Tujuan Komunitas non-violence yakni:
1. Menjaring seluruh mahasiswa untuk terlibat dalam komunitas
dimaksud dengan tujuan agar dapat menggembangkan diri serta
menyimbungkan sejumlah pemikiran terkait dengan praktek
segregasi yang semakin kuat

26
27

Wawancara: Yan Awath
Wawancara: Yan Awath

71

2. Menjadi jembatan ataupun sarana penghubung terhadap mainstream
berpikir yang telah terkontaminasi dengan praktek segregasi.
3. Mahasiswa menjadi para agen perdamaian yang melawan praktek
segregasi dalam ruang kehidupan bermasyarakat, maupun dalam
konteks-konteks pergaulan.28

Gambar 4.9 Dialog Keberagaman
Sumber foto: Femri. Tanggal 16 November 2016
Pola Pengembangan komunitas
Pola pengembangan komunitas non-violence mengarah pada proses
merubah paradigma untuk menghasilkan pola-pola tingkah laku mahasiswa
yang tidak lagi dibatasi pada praktek-praktek segregasi. Kenyataan ini,
dilakukan dengan jalan proses dialog, diskusi, seminar dan berbagai karya
berupa pentas seni yang mengarah pada prespektif kebersamaan. Hal
demikian, diyakini akan memperkuat kebersamaan dan menghilangkan
kenyataan-kenyatan segregasi yang ada saat ini.29

28
29

Wawancara: Yan Awath
Wawancara: Yan Awath

72

Pandangan Komunitas Muda-Mudi mengenai Pengaruh Segregasi dan Konflik
Maluku di Masa Depan
Segregasi telah menjadi sarana pemicu konflik dalam ruang kehidupan
masyarakat Maluku. Pemetaaan hidup masyarakat Maluku secara agama diakui
telah terjadi semenjak masa kolonialisme, sehingga pengaruhnya semakin kuat
ketika konflik Maluku terjadi pada tahun 1999. Menurut Morika Tetelepta
sebagai pendiri komunitas MHC, bahwa segregasi dipandang sebagai akar yang
melekat erat dalam proses pertumbuhan masyarakat Maluku di zaman
Kolonialisme. Sekalipun demikian, proses segregasi ini dinilai tidak menggangu
kebersamaan hidup masyarakat Maluku itu sendiri. Karena umat kristiani di
Kudamati, masih dapat berbaur dengan umat muslim di Batu Merah secara
harmonis, begitupun sebaliknya. Hal ini membuat segregasi tersebut, ibarat
realitas yang menjadi selaput pembingkai kehidupan bersama manusia Maluku
yang berlebel katong s’mua orang basudara. Akan tetapi lebel Maluku daerah
orang basudara menjadi tercoreng dan selaput segregasi kemudian menjadi tiangtiang yang tidak lagi bisa ditembusi, ketika konflik melanda Maluku. Kenyataan
inilah yang mesti disadari dan diruntuhkan, melalui ruang bersama yang
diciptakan, agar hakekat manusia Maluku itu bisa dirasakan kembali.30 Hal yang
sama juga disampaikan oleh Els Syauta sebagai seorang aktivis, tetapi juga seorang
yang sempat terlibat aktif dalam proses komunitas badati. Segregasi menurut
Syauta sangat berpengaruh bagi perdamaian di Maluku, di mana dampak segregasi
yang berpuncak pada konflik telah menghadirkan keresahan hidup bagi manusia
manusia lintas agama, rasa saling curiga yang terus membekas, ditambah pula
dengan menghilangnya nilai kebersamaan hidup. Nuansa dan situasi demikian,
menempatkan manusia Maluku dalam tirani, sehingga tidak bebas untuk
mengaktakan dirinya, yang berbeda secara agama.31 Hal yang sama juga
disampaikan oleh Fileks Talakua, salah seorang anggota komunitas badati, bahwa
segregasi bagaikan bom waktu yang siap menempatkan kenyataan hidup
masyarakat diambang kehancuran. Di mana kehidupan bersama masyarakat
sebagai orang-orang yang memiliki rasa kesatuan satu dengan yang lainnya
dibatasi dan menjadi rusak.32 Hal yang sama pula disampaikan oleh teman-teman
dari komunitas non violence, bahwa segregasi sebagai pembatas ruang kehidupan
masyarakat Maluku bukan hanya terjadi di ruang-ruang sosial, tetapi juga terjadi
dalam ruang-ruang akademis di kampus. Kampus yang mestinya menjadi sarana
pendidikan untuk mendewasakan kehidupan masyarakat Maluku, malah menjadi
salah satu ruang bertumbuhnya praktek segregasi. Kampus melegitimasi adanya
Wawancara: Morika Tetelepta
Wawancara: Els Syauta
32 Wawancara: Fileks Talakua
30
31

73

pengelompokkan orang-orang Maluku berdasarkan agama, suku, ras dan
golongan. Kenyataan tersebut membuat bahaya segregasi dapat mengakar
semakin kuat ke depan. Apalagi jika jika hal demikian, tidak diantisipasi secara
seksama, sebab ancamannya akan semakin melebar bukan hanya konflik agama,
melainkan juga suku, ras dan golongan.33
Semua kenyataan yang menggambarkan realitas segregasi dan konflik
sebagai dampaknya terhadap keutuhan masyarakat Maluku telah menggelisahkan
masyarakat, khususnya komunitas muda-mudi Maluku, untuk menyelesaikan
realitas tersebut dengan berbagai cara, antara lain:
Provokator Damai, yang menggunakan isu-isu perdamaian sebagai salah
satu upaya menunjukan Maluku bebas konflik, tetapi juga sebagai bentuk
perlawanan terhadap segregasi. Isu-isu perdamaian ini, tidak hanya menggunakan
media-media komunikasi langsung, seperti mimbar gerejadan masjid, tetapi juga
menggunakan media-media non-verbal, seperti: tulisan-tulisan, potret-potret,
serta media sosial sebagai jaringan utama untuk menyebarluaskan isu-isu
perdamaian kepada seluruh masyarakat Maluku.
Badati, menggunakan relasi dan interaksi simbolik dengan jalan membagibagikan kopi kepada masyarakat lintas agama yang berkonflik di posko-posko
penjagaan. Di mana Relasi yang dimaksukan adalah sebuah proses klarifikasi antar
komunitas terkait dengan isu konflik yang terjadi di satu wilayah, sehingga isu itu
tidak menjadi sarana yang berkembang dan melebar. Proses membagikan kopi
dilakukan pada masyarakat lintas anggota komunitas, anggota komunitas Kristen
membagikan kopi di wilayah Muslim dan anggota komunitas Muslim berbagi
kopi diwilayah Nasrani, merupakan upaya untuk mengantisipasi segregasi yang
meluas menjadi konflik dan perpecahan bagi masyarakat Maluku.
MHC bergerak dibidang seni, akan tetapi seni melalui musik hip-hop ini
dimaknai sebagai jalan pembaharuan, jikalau sesuatu dibuat dan dipandang tidak
memberi arti bernilai, maka itu bukan lalu menjadi muatan yang tersirat dalam
MHC.

33

Wawancara: Yan Awath

74

Dokumen yang terkait

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84

Konsep kecerdasan ruhani guru dalam pembentukan karakter peserta didik menurut kajian tafsir Qs. 3/Ali-‘Imran: 159

9 101 103