Monitoring Implementasi Manajemen Kesetan Dan Kesehatan Kerja (K3) Di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit Umum Hajimedan Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas dan

peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia. Kondisi
kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik.
Pekerjaan yang menuntut produktivitas kerja tinggi hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kerja dengan kondisi kesehatan prima. Sebaliknya keadaan sakit atau
gangguan kesehatan menyebabkan tenaga kerja kurang produktif dalam melakukan
pekerjaannya. Tenaga kerja yang sakit atau terganggu kesehatannya yang masih
melakukan pekerjaan biasanya tidak memperlihatkan hasil kerja sebagaimana
hasilnya jika dia sehat. Tenaga kerja yang sakit atau mengalami gangguan kesehatan
menurun dalam kemampuan kerja fisik, berfikir atau melaksanakan pekerjaan sosial
kemasyarakatan sehingga hasil kerjanya berkurang (Sumakmur, 2009).
Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 menetapkan bahwa “Setiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi,

yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, bebas dari
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Penghidupan yang layak adalah pekerjaan yang

1

bersifat manusiawi, penghasilannya dapat memenuhi kebutuhan hidup layak seharihari sehingga tingkat kesejahteraannya dapat terpenuhi sesuai dengan harkat dan
martabat sebagai manusia (Aditama dan Hastuti, 2010).
Kesehatan kerja mutlak harus dilaksanakan di dunia kerja dan di dunia usaha,
oleh semua orang yang berada di tempat kerja baik pekerja maupun pemberi kerja,
jajaran pelaksana, penyedia maupun manajemen, serta pekerja yang bekerja untuk
diri sendiri. Alasannya karena bekerja adalah bagian dari kehidupan dan setiap orang
memerlukan pekerjaan untuk mencukupi kehidupan dan untuk aktualisasi diri, namun
dalam melaksanakan pekerjaannya, berbagai potensi bahaya dan risiko di tempat
kerja mengancam diri pekerja sehingga dapat menimbulkan cedera atau gangguan
kesehatan. Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistim kerja
atau proses kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari
keterbatasan pekerjanya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku kerja
yang tidak aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomi,
pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) (Kurniawidjaja, 2010).

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu upaya untuk menekan
atau mengurangi risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada hakikatnya
tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan. Upaya kesehatan kerja
adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja
agar setiap pekerja dapat secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri dan
masyarakat di sekelilingnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran dan kesehatan berdampak pula terhadap kapasitas, beban kerja dan
lingkungan kerja yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (K3-RS) (Aditama dan Hastuti, 2010).
Penjelasan Undang-undang No.1 tahun 1970 menyebutkan bahwa tempat
kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya, termasuk semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut (Budiono et.al, 2009).
Rumah sakit dengan segala fasilitas dan peralatannya apabila tidak dikelola
dengan baik dapat menjadi sumber bahaya keselamatan dan kesehatan yang
potensial, terutama bagi petugas kesehatan rumah sakit. Umumnya sarana di
lingkungan rumah sakit terdiri dari instalasi perawat, ruang operasi, laboratorium,

ruang tunggu pasien, ruang administrasi (kantor), dapur, instalasi linen (Binatu),
instalasi peralatan/ perlengkapan, instalasi pemeliharaan gedung dan lain-lain.
Tempat kerja dengan lingkungan kerja dan jenis pekerjaan yang bervariasi memiliki
bermacam

faktor

bahaya

yang

memengaruhi

keselamatan

dan

kesehatan

karyawannya, pasien serta masyarakat yang tinggal di sekitar rumah sakit.

Melihat kondisi tersebut sudah sewajarnya para pekerja di rumah sakit
menjadi sasaran prioritas program K3 dalam rangka perlindungan masyarakat pekerja
untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan rumah sakit. Undang-undang No.1
tahun 1970 telah menjamin dalam hal pasien dan pengunjung rumah sakit dikenai

kewajiban sebagaimana tenaga kerja yang berada di tempat kerja, untuk menaati
petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat pelindung diri (APD) yang diwajibkan
(pasal 13) (Aditama dan Hastuti, 2010).
Binatu adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang berfungsi menangani
linen kotor yang dihasilkan dari rumah sakit. Dengan demikian dilakukan tindakan
yang bertanggung jawab dan benar terhadap faktor lingkungan, fisik, kimiawi dan
biologis di rumah sakit guna menciptakan kesehatan

jasmani, rohani, maupun

kesejahteraan sosial bagi petugas, penderita, pengunjung maupun masyarakat sekitar
rumah sakit. Pada proses pekerjaan binatu terdapat potensial bahaya yang berasal
dari beberapa faktor seperti bahaya fisik lantai licin yang bisa menyebabkan pekerja
terjatuh, kebisingan dan penerangan yang menyebabkan kesehatan pekerja terganggu,
penggunaan bahan kimia yang dipakai seperti deterjen, desinfektan dan pewangi serta

ketidakdisiplinan dalam pemakaian APD. Untuk itu penanganan linen harus
sedemikian rupa sehingga dapat dicegah timbulnya dampak negatif dari linen atau
infeksi nosokomial, kecelakaan kerja atau dampak negatif

lainnya yang erat

kaitannya dengan pemakaian linen.
Berdasarkan data dari survei nasional terhadap lebih dari 2600 rumah sakit di
USA tahun 1972 dilaporkan bahwa rata-rata setiap rumah sakit mengalami 68 pekerja
cedera dan 6 sakit (laporan NIOSH tahun 1974-1976). Cedera yang paling sering
terjadi di antara pekerja adalah luka tusukan, cedera punggung, luka bakar, dan
fraktur. Sakit yang paling sering adalah gangguan pernapasan, infeksi, dermatitis, dan

hepatitis. Pekerja rumah sakit yang mengalami cedera dan sakit antara lain perawat,
pekerja dapur, binatu, cleaning service dan teknisi (Ramli, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Biladet.al, pada tahun 2013 di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) milik pemerintah Kota Semarang yaitu terlihat hanya
sebagian petugasLaundryyang memakai APD dan terdapat petugasLaundryyang
mengalami kecelakaan kerja pada saat bekerja, seperti terjepit pintu, terpeleset,
terjatuh dan terkena setrika. Hasil observasi dengan menggunakan tabel Job Safety

Analysis untuk mengidentifikasi bahaya atau risiko yang terdapat pada setiap tahapan
pekerjaan menunjukkan tingkat risiko yang ada di instalasi Laundry sebesar 24%
termasuk dalam risiko sangat tinggi yaitu risiko tersengat listrik, kebakaran dan
terinfeksi bakteri pada pegangan troli, 24% termasuk dalam risiko tinggi yaitu nyeri
akibat pengangkatan ember dengan manual, terinfeksi bakteri pada linen kotor dan
terhirup bahan kimia, 33% termasuk dalam kategori sedang yaitu kaki terinjak troli,
terpeleset dan terjatuh akibat lantai licin dan 19% termasuk dalam kategori rendah
yaitu risiko tangan terjepit pintu dan tersandung lantai rusak.
Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni dan Mulasari
tahun 2013 di Rumah Sakit X Yogyakarta di bagian Laundry, ditemukan ada
beberapa petugas yang mengabaikan standart operating procedur(SOP) pencucian
linen Laundry. Seharusnya petugas mematuhi SOP yang ada di Rumah Sakit X
Yogyakarta yang mengatur tentang proses pencucian linen yang baik dan benar. Jika
petugas tidak mematuhi SOP maka akan menyebabkan penyebaran penyakit,
khususnya pada linen kotor berat.

Sasaran dari penelitian ini adalah petugasdiinstalasibinatuRumah Sakit Umum
Haji Medan. Binatumerupakan instalasi yang menangani linen rumah sakit, mulai
dari pengambilan, pencucian,pengeringan, penyimpanan dan pendistribusian linen di
rumah sakit. Petugasbinatu termasuk dalam komponen rantai penularan dan

berpotensiuntuk terpapar infeksi dan terkena bahaya kecelakaan kerja. Linen
merupakan bahan tekstil yang dipakai dirumah sakit seperti seprei, handuk dan baju
operasi. Linen yang terkenacairan tubuh dan darah, berpotensi menyebarkan infeksi
kepada petugas binatu yang menanganinya.
Pada saat dilakukan survei awal, hanya sebagian petugasbinatu yang memakai
APD berupa masker, sedangkan APD seperti sarung tangan dan sepatu boot hanya
sekali-sekali digunakan dan untuk earmuff tidak pernah digunakan sama sekali.
Selain itu kondisi di instalasi binatu yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
seperti lantai yang licin, bunyi bising dari mesin cuci yang berfungsi untuk mencuci
linen, mesin pengering yang berfungsi untuk mengeringkan linen dan kurangnya
pemakaian APD seperti sarung tangan yang dapat berpotensi terkena penyakit infeksi
nosokomial.

Darilatar

mengadakanpenelitian

belakang
pada


masalah

Rumah

judul:“Monitoring Implementasi

Sakit

tersebut,

maka

penulis

tertarik

Umum

Haji


Medan

dengan

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) Di Instalasi Binatu Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun
2015”.

1.2
1.

Perumusan Masalah
Bagaimana tata laksana di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji
Medan tahun 2015?

2.

Bagaimana alur kegiatan diinstalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji
Medan tahun 2015?


3.

Bagaimana kepatuhan petugas binatu untuk mematuhi SOP dalam upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasi binatu pada Rumah Sakit
Umum Haji Medan tahun 2015?

4.

Bagaimana kepatuhan petugas binatu dalam menggunakan APD sebagai
upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasi

binatu

pada

Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015?
5.

Bagaimana monitoring di instalasi binatu pada Rumah Sakit Umum Haji

Medan tahun 2015?

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui monitoring
implementasi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3)di instalasi binatu
pada Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus

1.

Diketahui

tata laksana di instalasi binatu pada Rumah SakitUmum Haji

Medantahun 2015.
2.

Diketahui alur kegiatan diinstalasibinatupada

Rumah Sakit Umum Haji

Medantahun 2015.
3.

Diketahui kepatuhan petugasbinatu untuk mematuhi

SOP dalam upaya

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasibinatu pada Rumah Sakit
Umum Haji Medan tahun 2015.
4.

Diketahui kepatuhan petugasbinatu untuk menggunakan APD dalam upaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di instalasibinatupada Rumah Sakit
Umum Haji Medan tahun 2015.

5.

Diketahui pelaksanaan monitoringterhadap petugas di instalasibinatu pada
Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2015.

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan, sebagai bahan masukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit sesuai dengan harapan dan
keinginan pelanggan.
2. Bagi petugas binatu dengan mengetahui pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja (K3), maka para petugas binatu akan mentaati peraturan
sesuai dengan SOP yang ada dan menggunakan alat pelindung diri (APD)
dalam bekerja.