Respons Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Terhadap Aplikasi Mulsa dan Perbedaan Jarak Tanam

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:
Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/
Liliflorae, Famili: Liliaceae, Genus: Allium, Species: Allium ascalonicum L.
(Steenis et al., 2005).
Tanaman mempunyai akar serabut dengan daun berbentuk silinder berongga.
Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang
berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis (Hervani et al.,
2008).
Memiliki batang sejati atau disebut “discus” yang bentuknya seperti cakram
tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas (titik tumbuh).
Di bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah
daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya,
menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007).
Bentuk daun berbentuk silinder berlubang memiliki panjang antara 25-45 cm.
memiliki

warna


daun

hijau,

serta

jumlah

daun

berkisar

14-50

helai

(Permadi, 1995).
Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya
antara 30-90 cm, dan di ujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun
melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai

daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuningkuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir sepertiga

(Sudirja, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Biji bawang merah matang sekitar 45 hari setelah bunga mekar. Biji berwarna
hitam, berbentuk tidak beraturan, dan berukuran agak kecil, sekitar 250 biji tiap
gramnya. Daya tumbuh biji dapat tumbuh dengan cepat, kecuali jika biji disimpan
dalam

kondisi

optimum,

suhu

0˚C

dan


RH

rendah

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman bawang merah memiliki 2 fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan
fase generatif. Tanaman bawang merah mulai memasuki fase vegetatif setelah
berumur 11-35 hari setelah tanam (HST), dan fase generatif terjadi pada saat
tanaman berumur 36 HST. Pada fase generatif, ada yang disebut fase pembentukan
umbi (36-50 HST) dan fase pematangan umbi (51-65 HST) (Gunawan, 2010).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal
(minimal 70 % penyinaran), suhu udara 250 – 320 C, dan kelembaban nisbi 50–70 %.
Tanaman bawang merah masih dapat membentuk umbi di daerah yang suhu
udaranya rata – rata 220 C tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu
udara lebih panas (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Tanaman bawang merah cocok tumbuh di dataran rendah sampai tinggi (0–
1000 m dpl), dengan ketinggian optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan

bawang merah adalah 0–450 m dpl. Tanaman ini peka terhadap curah hujan dan
intensitas hujan yang tinggi serta cuaca berkabut, juga memerlukan penyinaran
cahaya matahari maksimal (minimal 70% penyinaran) dengan suhu udara 25-32 oC,
dan kelembaban nisbi 50-70% (Litbang, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Tanah
Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang
sampai liat, drainase/aeraso baik, mengandung bahan organic yang cukup, dan reaksi
tanah tidak masam. Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah
tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol (Sumarni
dan Hidayat, 2005).
Tanah yang digunakan untuk penanaman bawang merah mempunyai struktur
tanah yang bagus, drainase yang lancar dan tidak mudah padat. Sehingga
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan biji bawang merah menjadi
optimal. Oleh karena itu sebaiknya tanah persemaian digunakan tanah lempung
berpasir yang dicampur dengan pupuk kandang (Hervani et al., 2008).
Tanaman bawang merah dapat tumbuh baik dilahan sawah, tanah tegalan dan
pekarangan. Jenis tanah yang palin cocok adalah tanah lempung berpasir/lempung

berdebu. Keasaman tanah (pH) 5,8-7,0 (Direktorat Jendral Hortikultura, 2008).
Aplikasi Mulsa
Pemulsaan merupakan suatu usaha melindungi tanah dengan suatu bahan
penutup tanah. Dari pengertian ini mulsa diartikan sebagai penutup tanah yang dapat
melindungi tanah dari pengaruh iklim yang berbeda – beda (Paiman, 1993).
Pemulsaaan merupakan suatu cara memperbaiki tata udara tanah dan juga
tersedianya air bagi tanaman (dapat diperbaiki). Selain itu pemberian mulsa dapat
mempercepat pertumbuhan tanaman yang baru ditanam (Barus, 2006).
Mulsa ada dua jenis yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa organik
adalah mulsa yang berasal dari sisa panen, tanaman pupuk hijau atau limbah hasil
kegiatan pertanian, yang dapat menutupi permukaan tanah. Seperti jerami, eceng

Universitas Sumatera Utara

gondok, sekam bakar dan batang jagung yang dapat melestarikan produktivitas lahan
untuk jangka waktu yang lama (Lakitan, 1995). Mulsa anorganik adalah mulsa yang
terbuat dari bahan-bahan sintesis yang sukar/tidak dapat terurai. Contoh mulsa
anorganik adalah mulsa plastik, mulsa plastik hitam perak, atau karung. Mulsa ini
dipasang sebelum tanaman/bibit ditanam, lalu dilubangi sesuai dengan jarak tanam
(Litbang, 2013)

Fungsi

mulsa

jerami

adalah

untuk

menekan

pertumbuhan

gulma,

mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi
permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan sinar
matahari. Juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah
sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah (Thomas et al., 1993).

Pemberian mulsa memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah umbi yang
dipanen. Dengan pemberian mulsa jerami padi sebanyak 10 ton/ha, umbi bawang
merah yang tumbuh dangkal di permukaan tanah menjadi terlindungi dari pengaruh
cuaca dan jasad pengganggu karena kondisi kelembaban tanah dapat dipertahankan
menjadi konstan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian mulsa 10
ton/ha dapat memberikan konstribusi peningkatan hasil nyata dengan rata – rata 700
kg/ha atau kenaikan hasil 20 % (Gurning dan Arifin, 1994).
Penggunaan mulsa plastik merupakan salah satu cara budidaya yang telah
terbukti dapat meningkatkan hasil tanaman. Warna mulsa plastik yang umumnya
digunakan di Amerika Utara dan Eropa secara komersial adalah warna hitam,
transparan (bening), hijau dan warna perak. Plastik berwarna hitam dapat
menghambat pertumbuhan gulma dan dapat menyerap panas matahari lebih banyak.
Mulsa plastik bening dapat menciptakan efek rumah kaca, sementara mulsa plastik

Universitas Sumatera Utara

perak dapat memantulkan kembali sebagian panas yang diserap sehingga mengurangi
serangan kutu daun (aphid) pada tanaman (Mawardi, 2000).
Mulsa plastik hitam perak mampu menciptakan kondisi mikroklimat menjadi
lebih sesuai dengan kebutuhan bawang merah. Mulsa plastik hitam perak

menyebabkan tanah menjadi lembab dan lebih gelap. Kondisi ini mendukung
pertumbuhan perakaran tanaman, sehingga akar mampu menyerap air dan unsur hara
medium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mulsa plastik hitam perak
meningkatkan tinggi tanaman, bobot basah, bobot basah dan bobot produksi bawang
merah bila dibandingkan dengan tanpa mulsa berbeda dengan perlakuan yang
lainnya (Tabrani et al., 2005).
Hasil penelitian Mayun (2007), terjadi perbedaan yang nyata antara
pemberian mulsa jerami padi (M1) dengan tanpa pemberian mulsa (M0) terhadap
jumlah daun per rumpun pada hasil umbi. Pemberian mulsa jerami padi dapat
meningkatkan hasil umbi kering sebesar 4,49 Ku Ha-1 atau terjadi peningkatan
sebesar 35,13%.
Jarak Tanam
Selain ukuran umbi, kerapatan tanaman atau jarak tanam juga berpengaruh
terhadap hasil umbi bawang merah. Tujuan pengaturan jarak tanam pada dasarnya
adalah memberikan persaingan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik
tanpa mengalami persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara dan cahaya
matahari, serta memudahkan pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang
kurang tepat dapat merangsang pertumbuhan gulma, sehingga menurunkan hasil.
Secara umum hasil tanaman persatuan luas tertinggi diperoleh pada kerapatan


Universitas Sumatera Utara

tanaman tinggi, akan tetapi bobot masing-masing umbi secara individu menurun
karena terjadi persaingan antara tanaman (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Penentuan kerapatan penanaman bergantung pada sifat perkecambahan
kultivar dan kondisi lapangan. Susunan pertanaman beragam pada keadaan tertentu
dilakukan baris tunggal maupun baris ganda. Umumnya jarak tanam renggang
menyebabkan pertumbuhan lebih jagur yang dapat menunda pembentukan umbi,
sedangkan periode pertumbuhan lambat dan panjang meningkatkan diameter umbi
(Rubatzky dan Yamaguchi,1998).
Adanya interaksi diantara tanaman yang berdekatan merupakan fungsi dari
jarak tanam dan besarnya tanaman yang bersangkutan. Disamping populasi tanaman,
pengaturan jarak tanam menjadi penting dalam mengoptimalkan penggunaan faktor
lingkungan. Terdapat beberapa sistem pengaturan jarak tanam dilapangan yang
mungkin mempengaruhi hasil produksi tanaman antara lain bentuk empat persegi
atau bujur sangkar, bentuk barisan dengan jarak tanam dalam baris teratur atau tidak
dan arah barisan yaitu Utara-Selatan atau Barat-Timur (Jumin, 2002).
Jumlah

populasi tanaman per/ha


merupakan faktor

penting untuk

mendapatkan hasil suatu tanaman yang maksimal dapat dicapai bila menggunakan
jarak tanam yang tepat. Semakin tinggi tingkat kerapatan tanam akan mengakibatkan
tingkat persaingan yang besar antar tanaman dalam hal mendapatkan unsur hara, air
dan cahaya matahari (Palungkun dan Budiarti, 1993).
Menurut (Ferdiananta, 2009) jarak tanam yang rapat memberikan hasil yang
lebih tinggi dibanding jarak tanam renggang. Dalam penelitiannya penggunaan jarak
tanam 5x10 cm berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter

Universitas Sumatera Utara

umbi, bobot basah dan bobot kering dibanding jarak tanam lebih renggang yaitu 15 x
10 cm.

Universitas Sumatera Utara