Pengaruh Faktor Eksternal Dan Internal Perawat Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Di RSU Hkbp Balige Tahun 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kepuasan Kerja

2.1.1

Definisi
Banyak pengertian yang diajukan para ahli tentang kepuasan kerja, antara

lain:
a.

Menurut Locke kepuasan kerja (job satisfaction) adalah suatu pernyataan
emosional yang positif atau menyenangkan, yang dihasilkan dari evaluasi
pekerjaan seseorang. (Landy & Trumbo, 1980)

b.

Robbins (2003) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sebuah sikap yang

mengacu pada sikap individu terhadap pekerjaannya.

c.

Greenberg dan Baron mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap positif
dan negatif seseorang terhadap pekerjaannya. (Davis & Newstrom, 1985)

d.

Feldman dan Arnold (1983) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai afek
positif/perasaan puas yang dimiliki seorang individu terhadap pekerjaannya.
Dari beberapa definisi, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang dengan

kepuasan kerja tinggi akan merasa puas akan pekerjaannya, yang berarti secara
umum menyukai dan menghargai pekerjaannya. Kepuasan merupakan suatu
perasaan atau ekspresi emosional seseorang yang positif sedangkan ketidakpuasan
adalah suatu perasaan atau ekspresi emosional seseorang yang negatif.

9


Universitas Sumatera Utara

10

Kepuasan kerja pekerja dalam suatu organisasi penting untuk diperhatikan
manajemen dikarenakan memberi dampak pada perilaku pekerja, yang pada
akhirnya juga berdampak pada performa dan produktivitas organisasi tersebut.
(Feldman & Arnold, 1983).
2.1.2

Teori dan Model Kepuasan Kerja
Teori yang mendasari teori-teori kepuasan kerja adalah teori motivasi.

Secara sederhana, motivasi didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan
sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Lebih lanjut lagi, kebutuhan
merupakan kekurangan yang dirasakan secara psikologis yang menggerakkan
seseorang

untuk


menyebabkan

menanggulanginya.

ketidaknyamanan,

yang

Kebutuhan

yang

menstimulasi

tidak

terpenuhi

keinginan


untuk

pemenuhannya, sehingga tercipta motivasi untuk mengatasinya. (Robbins, 2003).
Terdapat berbagai teori kepuasan kerja diantaranya:
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow mengatakan bahwa semua kebutuhan manusia yang banyak sekali
itu dikelompokkan ke dalam lima kategori yang tersusun secara hirarki dari bawah
ke atas yaitu kebutuhan fisiologis, keselamatan dan keamanan, kebutuhan sosial,
kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan pada tingkat
paling bawah merupakan kebutuhan yang harus lebih dahulu dipenuhi. Keinginan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut menyebabkan seseorang termotivasi dan

Universitas Sumatera Utara

11

apabila kebutuhan itu telah terpenuhi maka orang tersebut tidak akan termotivasi.
(Robbins, 2003)

kebutuhan aktualisasi

diri
kebutuhan penghargaan
kebutuhan sosial
keselamatan dan
keamanan
kebutuhan fisiologis

Gambar 2.1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Sumber: Feldman, D. C., & Arnold, H. J. (1983)
b. Teori Dua Faktor Herzberg
Pada intinya adalah kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal
yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yang satu dinamakan dissatisfier atau hygiene factors, dan
yang lain dinamakan satisfier atau motivators. Hygiene factors adalah faktorfaktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, jadwal
kerja, hubungan pribadi, kondisi kerja, dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini
tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi pekerja, tetapi ketidakberadaannya dapat
menyebabkan ketidakpuasan bagi pekerja. Satisfier atau Motivators adalah faktorfaktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri
dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung jawab dan promosi. Dikatakan

Universitas Sumatera Utara


12

tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak
puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi
kerja yang baik. (Feldman & Arnold, 1983)

Satisfier/Motivators
•prestasi
•pengakuan
•wewenang
•tanggung jawab
•promosi

dissatisfier/hygiene factors
•gaji
•insentif
•pengawasan
•hubungan pribadi
•kondisi kerja

•status

Gambar 2.2. Teori Dua Faktor Herzberg
Sumber: Feldman, D. C., & Arnold, H. J. (1983)
c. Model Karakteristik Pekerjaan
Teori yang dikembangkan oleh Hackman dan Oldham ini menitikberatkan
perhatian pada kondisi dimana suatu pekerjaan akan menimbulkan motivasi kerja
internal pada pekerja. Motivasi kerja internal adalah motivasi yang tercipta
dengan sendirinya pada pekerja yang tidak dipengaruhi oleh upah, jadwal kerja
dan rekan kerja. Apabila motivasi kerja internal tinggi, performa kerja yang baik
pada pekerjaan akan menyebabkan kepuasan. Sebaliknya, Motivasi kerja internal
yang rendah akan menyebabkan performa kerja yang buruk dan menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Tiga kondisi kunci harus terpenuhi untuk menciptakan

Universitas Sumatera Utara

13

motivasi kerja internal yang tinggi. Pertama, seorang individu harus merasakan
bahwa pekerjaannya bermakna. Kedua, seorang individu harus merasakan

bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Dan ketiga, individu tersebut
harus mengetahui baik atau tidak hasil pekerjaannya. Ketiga kondisi ini disebut
sebagai keadaan psikologis kritis yang akan menyebabkan motivasi kerja internal.
Hackman dan Oldham kemudian merinci bahwa keadaan psikologis kritis tersebut
dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan inti, seperti dapat dilihat pada Gambar
2.3. Keragaman ketrampilan (skill variety) adalah banyaknya ketrampilan yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang
digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Identifikasi tugas (task
identity) adalah sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat
dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang
dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak
merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Signifikansi
tugas (task significance) adalah sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang
berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja
dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika
tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung
mempunyai kepuasan kerja. Otonomi adalah kebebasan pekerja, yang mempunyai
pengertian

ketidaktergantungan


dan

keleluasaan

yang

diperlukan

untuk

menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan

Universitas Sumatera Utara

14

untuk

menyelesaikannya.


Pekerjaan

yang

memberi

kebebasan,

ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat
menimbulkan kepuasan kerja. (Feldman & Arnold, 1983)
Dimensi
Karakteristik Inti

Ragam
Keterampilan
Identifikasi tugas

Keadaan Psikologis
Kritis


Hasil
Pekerjaan

Pemahaman tentang
pekerjaan

Motivasi kerja
Kinerja

Signifikansi Tugas

Kepuasan kerja
Otonomi Tugas

Mengetahui
tanggung jawab dari
pekerjaan

Umpan Balik

Mengetahui hasil
aktual dari
pekerjaannya

Tingkat absensi
dan turn over

Gambar 2.3 Model Karakteristik Pekerjaan
Sumber: Feldman, D. C., & Arnold, H. J. (1983)
d. Expectancy Theory
Teori ini mengatakan bahwa motivasi ditentukan oleh persepsi seseorang
mengenai hubungan perilakunya dengan konsekuensi dari perilakunya itu dan
kepuasan atau ketidakpuasan yang diharapkan sebagai akibat dari usaha untuk

Universitas Sumatera Utara

15

mempertahankannya. Terdapat tiga komponen teori ini yaitu harapan dari effortperformance, performance-outcome, dan valence of outcome. (Robbins, 2003)
Setiap teori kepuasan kerja yang telah dikemukakan di atas, memiliki
penjelasan yang berbeda-beda bergantung kepada sudut pandangnya masingmasing. Kesimpulan yang dapat ditarik dari setiap teori di atas adalah bahwa
kepuasan kerja merupakan fenomena sosial yang kompleks dan penjelasanpenjelasan yang berbeda-beda tersebut memperluas cakrawala pemikiran tentang
kepuasan kerja.
Kesimpulan dari berbagai teori di atas adalah sumber-sumber dari
kepuasan kerja dapat dilihat dari pekerja, yang berasal dari faktor internal yaitu
karakteristik individu dan faktor eksternal yang merupakan penilaian pekerja
terhadap pekerjaannya.
2.1.3

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja
Setelah mengulas model kepuasan kerja di atas, dapatlah kita lihat bahwa

kepuasan kerja dipengaruhi pertama, oleh faktor dari dalam diri pekerja atau
faktor internal, yang merupakan karakteristik individu, dan kedua, oleh faktor
eksternal, yang merupakan yang merupakan penilaian pekerja terhadap
pekerjaannya.

Universitas Sumatera Utara

16

2.1.3.1 Faktor Internal
Karakteristik individu yang telah banyak diteliti memengaruhi kepuasan
kerja antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja, status pernikahan
dan jumlah tanggungan.
a. Umur
Faktor umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terutama
terjadinya perubahan fisik maupun psikologis seseorang. Menurut Robbins (2003)
kepuasan kerja cenderung meningkat di antara profesional seiring dengan
bertambahnya umur, sedangkan diantara non-profesional kepuasan cenderung
menurun selama umur pertengahan dan meningkat lagi setelah umur pertengahan.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Azalea, Omar, &
Mastor, 2009; Lorbe & Savič, 2012; Sridharan, Liyanage, & Wickramasinghe,
2008).
b. Jenis Kelamin
Saat ini, gender menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan terutama
keterlibatan dalam pengambilan keputusan, di mana wanita masih menjadi
minoritas dibanding dengan laki-laki. Beberapa negara menunjukkan ada
hubungan antara otonomi dengan kepuasan kerja, di mana hasil penelitian
menunjukkan bahwa pekerja laki-laki lebih puas karena mempunyai kebebasan
membuat keputusan dibandingkan dengan wanita (Sridharan, Liyanage, &
Wickramasinghe, 2008).

Universitas Sumatera Utara

17

c. Pendidikan
Pendidikan yang dimiliki oleh individu dalam suatu organisasi merupakan
salah satu ukuran dalam proses penempatan. Individu akan merasa senang dan
puas jika pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan pendidikan dan keterampilan
yang dimiliki.
d. Lama Kerja
Pekerjaan yang ditunjukkan oleh setiap individu dipengaruhi oleh
pengalaman dalam kurun waktu tertentu. Semakin lama pengalaman mereka
bekerja semakin banyak yang mereka ketahui tentang hal yang seharusnya
dilakukan untuk menunjang pekerjaan mereka. Selain itu, semakin lama lama
kerjaindividu dalam suatu organisasi, maka pengalaman kerja yang didapatkan
akan bertambah dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya.
Menurut Robbins (2003) bahwa lama kerja menunjukkan pengaruh yang positif
dengan kepuasan pekerja bahkan ketika variabel umur dipisahkan dengan variabel
lama kerja, lama kerjalebih konsisten dan stabil terhadap kepuasan kerja
dibandingkan umur.
Terkait dengan hasil penelitian sebelumnya, beberapa penelitian telah
banyak meneliti tentang hubungan lama kerjadengan kepuasan kerja. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Azalea, Omar, dan Mastor (2009) menunjukkan
bahwa pekerja yang mempunyai pengalaman lebih lebih puas dibandingkan
dengan yang mempunyai kurang pengalaman kerja. Lama kerja mempunyai

Universitas Sumatera Utara

18

hubungan dengan kepuasan kerja karena lama kerjalama akan lebih mudah
memudahkan pekerja untuk mengerti mengerti dan beradaptasi dengan
lingkungan kerjanya. Seseorang yang terbiasa menjalani sebuah pekerjaan akan
merasa betah, tidak mengeluh, menyenangi, bahkan mencintai pekerjaannya, lebih
mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaannya sehingga dapat mencapai
kepuasan dalam pekerjaannya.
e. Status Pernikahan
Menurut Robbins (2003) bahwa pekerja yang telah menikah lebih puas
terhadap kerjanya dibanding yang belum menikah karena pekerja yang telah
menikah merasa mempunyai tanggung jawab yang besar pada pekerjaannya. Hal
ini juga telah beberapa kali direplikasi dengan hasil yang konsisten. (Azalea,
Omar, & Mastor, 2009; Lorbe & Savič, 2012; Sridharan, Liyanage, &
Wickramasinghe, 2008)
f. Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan seorang pekerja pasti akan memengaruhi tingkat
kebutuhan pekerja tersebut, akan tetapi sedikit sekali penelitian yang memasukkan
variabel ini.
2.1.3.2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah penilaian seorang pekerja terhadap pekerjaannya
antara lain upah, kondisi lingkungan kerja, kerjasama, jadwal kerja, otonomi, dan
pendidikan tambahan. (Feldman & Arnold, 1983).

Universitas Sumatera Utara

19

a. Upah
Upah memegang peranan penting dalam menyebabkan kepuasan kerja.
Lawler dan Poter pada tahun 1963 menemukan bahwa jumlah upah yang diterima
sangat berpengaruh dengan kepuasan kerja, hal ini senada dengan yang ditemukan
Smith dan Kendall pada tahun 1963. Hal ini dapat dimengerti dikarenakan uang
merupakan

instrumen

penting

bagi

seorang

pekerja

dalam

memenuhi

kebutuhannya seperti makanan, tempat tinggal dan lainnya, dan juga uang dapat
menunjukkan pencapaian seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang pekerja,
besarnya upah juga menunjukkan seberapa besar perhatian perusahaan/organisasi
terhadap pekerjanya. (Feldman & Arnold, 1983).
b. Kondisi Lingkungan Kerja
Menurut Barnowe dan kawan-kawan pada tahun 1972, terdapat pengaruh
yang positif antara kondisi lingkungan kerja dengan kepuasan kerja. Suhu,
kelembaban, ventilasi, pencahayaan, suara bising, jam kerja, kebersihan, dan
peralatan, kesemuanya berdampak terhadap kepuasan kerja. (Feldman & Arnold,
1983).
Pekerja akan memilih tempat kerja yang kondisi tempat kerja baik
dikarenakan kenyamanan pada saat bekerja dan kondisi lingkungan kerja yang
baik akan memudahkan mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
(Feldman & Arnold, 1983).

Universitas Sumatera Utara

20

c. Kerjasama
Kerjasama juga memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja,
karena dengan membentuk sebuah kerjasama, memungkinkan seorang pekerja
untuk melakukan interaksi antar mereka, seperti penelitian yang dilakukan oleh
Walker dan Guest pada tahun 1952 dan yang dilakukan oleh Kerr dan kawankawan pada tahun 1951, Sawatsky pada tahun 1951 dan Richard & Dorbyn pada
tahun 1957 yang menemukan bahwa pekerja yang ditempatkan pada suatu
kerjasama akan lebih menyukai pekerjaannya daripada pekerja yang terisolasi.
(Feldman & Arnold, 1983).
d. Jadwal Kerja
Waktu bekerja yang umum atau standar adalah 8 jam perhari selama 5 hari
perminggu. Sedangkan waktu bekerja yang tidak umum atau nonstandar adalah
waktu kerja yang lama dan berbeda hari dan waktunya. Ada 4 tipe jadwal kerja
yang nonstandar, yaitu jadwal kerja yang flexible, pergantian waktu kerja yang
panjang, waktu kerja di malam hari, dan kerja paruh waktu. Setiap tipe jadwal
kerja memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Waktu kerja di
malam hari biasanya terdapat di rumah sakit dan badan pelayanan 24 jam lainnya.
Masalah yang dialami oleh pekerja adalah perubahan temperatur lingkungan dan
gangguan tidur karena rotasi tidurnya tidak teratur. Sayangnya hanya sedikit
penelitian yang meneliti tentang hubungan jadwal kerja dengan kepuasan perawat.
(Torrington, Hall, & Taylor, 2008)

Universitas Sumatera Utara

21

e. Otonomi
Otonomi merupakan salah satu dimensi pada model karakteristik
pekerjaan yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Berbagai penelitian
telah mendukung hal ini, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Zangaro &
Soeken (2007).
f. Pendidikan Tambahan
Keterampilan dan pengetahuan didapatkan melalui program pelatihan,
pendidikan formal maupun informal. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
ataupun pengembangan karir melalui pendidikan formal atau informal merupakan
salah satu faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja. Diharapkan dengan
pemberian pendidikan akan memberi kesempatan individu untuk mengembangkan
dirinya dan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
tuntutan atau perkembangan ilmu pengetahuan. Keterampilan yang didapat
melalui pendidikan informal atau pelatihan dapat mencegah terjadinya kebosanan
dan menambah kepuasan kerja, dimana individu dapat melakukan dan
menyelesaikan suatu pekerjaan yang berbeda dengan keterampilan yang baru serta
dapat menggantikan pekerjaan orang lain. (Azalea, Omar, & Mastor, 2009; Lorbe
& Savič, 2012)
2.1.4

Dampak Kepuasan Kerja
Menurut Flint dan Webster dalam (Baumann, 2010) turn over adalah

proporsi pekerja yang meninggalkan organisasi selama tahun berjalan. Turn over

Universitas Sumatera Utara

22

merupakan

pusat

perhatian

manajemen

dikarenakan

akan

mengganggu

berjalannya suatu organisasi, menyebabkan masalah moral pada pekerja lainnya,
dan meningkatkan biaya dalam rekrutmen dan pelatihan pekerja baru.
Porter dan Steers pada tahun tahun 1973 dan telah berulang kali dilakukan
penelitian telah menunjukkan bahwa pekerja yang menunjukkan ketidakpuasan
bekerja akan memilih untuk meninggalkan pekerjaannya. (Feldman & Arnold,
1983)
Menurut Lu, While, dan Barriball dalam (AL-Hussami, 2008), penyebab
utama turn over perawat adalah rendahnya kepuasan kerja dan rendahnya gaji
perawat, dan dikarenakan tingginya beban kerja, gaya kepemimpinan yang tidak
sesuai, motivasi yang rendah , pelatihan yang kurang dan rendahnya penghargaan
dari organsasi.
Menurut penelitian yang dilakukan Jones dalam Krsek dan McElroy
(2009) rata-rata sebuah rumah sakit harus mengeluarkan sekitar US$88,000 untuk
setiap perawat yang meninggalkan rumah sakit tersebut dan menurut Price water
house Coopers Health Research Institute sebuah rumah sakit akan mengeluarkan
biaya sekitar US$300,001 untuk setiap 1% kenaikan turn over. Hal ini tentu saja
akan menurunkan pendapatan rumah sakit dan meningkatkan pengeluaran rumah
sakit secara umum.

Universitas Sumatera Utara

23

2.1.5

Kepuasan Kerja Perawat
Herzberg pada tahun 2003, Timmreck pada tahun 2001 dan MecNeese-

Smith pada tahun 1999 telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor apa saja
yang memengaruhi kepuasan kerja perawat. Mereka menemukan upah bukan
merupakan faktor utama dari kepuasan kerja. Perawat sendiri memang
menginginkan kehidupan yang layak, tetapi faktor lain memegang peranan
penting dalam kepuasan kerja. Faktor yang paling memengaruhi kepuasan kerja
perawat adalah kepuasan melakukan perawatan pasien itu sendiri, dan faktorfaktor yang menyebabkan ketidakpuasan adalah hambatan dalam merawat pasien
secara maksimal, seperti kekurangan bahan habis pakai, rasa lelah, kesulitan
hambatan komunikasi dengan dokter, dan kurang terjalinnya kerjasama dengan
perawat lain. (Jones R. P., 2007).
2.1.6

Mengukur Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja sangat bervariasi, baik dalam segi analisis

statistiknya maupun pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan
kerja bisa melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan
pertemuan suatu kerjasama. Apabila menggunakan tanya jawab sebagai alatnya
maka pekerja diminta untuk merumuskan tentang perasaannya terhadap aspekaspek pekerjaan. Cara lain dengan mengamati sikap dan tingkah laku orang
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

24

Menurut Robbins (2003), terdapat dua pendekatan dalam mengukur
kepuasan kerja, yaitu:.
a. Single Global Rating
Pendekatan ini mengajukan pertanyaan kepada responden, seperti:
“Berdasarkan semua yang ada, sejauh mana anda puas terhadap pekerjaan anda?”
Para responden itu kemudian menjawab dengan melingkari angka 1 sampai
dengan 5 yang mewakili perasaan puas sampai tidak puas. Instrumen yang dapat
digunakan antara lain The Job in General Scale dan Michigan Organizational
Assessment Questionnaire Subscale.
b. Summation Score
Pendekatan ini mengidentifikasikan elemen-elemen dalam pekerjaan dan
bertanya kepada pekerja tentang apa yang mereka rasakan dari setiap elemen
tersebut. Elemen-elemen tersebut antara lain: pekerjaan mereka, supervisi,
bayaran mereka, kesempatan untuk promosi, dan hubungan dengan rekan kerja.
Semua elemen ini akan diurut dalam skala standar dan ditambahkan untuk
menghasilkan nilai kepuasan kerja secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini pengukuran yang digunakan adalah summation score,
dimana faktor yang paling menentukan berdasarkan Jones R.P. (2007) adalah
pelaksanaan asuhan keperawaan itu sendiri. Sehingga peneliti memutuskan untuk
mengukur kepuasan kerja berdasarkan elemen kepuasan terhadap pelaksanaan
asuhan keperawatan.

Universitas Sumatera Utara

25

2.2

Perawat
Pengertian dasar seorang perawat, yaitu seorang yang berperan dalam

merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit,
perlukaan dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang
bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara
mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan
kewenangannya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001). Menurut
hasil Lokakarya Keperawatan pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan dalam bentuk pelayanan biologis,
psikologis, sosiologis spiritual yang komprehensif/holistik yang ditujukan kepada
individu.
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dan pasien, keluarga dan atau
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Proses keperawatan
bertujuan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah
pasien sehingga mutu pelayanan keperawatan optimal.
Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik dan saling tergantung,
luwes dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan pasien berubah.
Tahap demi tahap merupakan siklus dan adanya saling ketergantungan. Sebagai

Universitas Sumatera Utara

26

profesional seorang perawat harus mampu menerima responsibilitas dan
akuntabilitas atas asuhan keperawatan yang telah diberikannya kepada pasien.
Responsibilitas adalah tanggung jawab, misalnya pada saat memberikan
obat atau tindakan keperawatan, perawat bertanggung jawab terhadap kebutuhan
pasien, memberikan secara aman dan benar serta mengevaluasi respon pasien
terhadap setiap pemberian obat atau tindakan tersebut.
Akuntabilitas atau tanggung gugat berarti perawat dapat digugat terhadap
segala hal yang dilakukannya kepada pasien. Perawat bertanggung gugat kepada
pasien, dokter sebagai mitra kerjanya, dan masyarakat. Agar dapat bertanggung
gugat, seorang perawat harus senantiasa bertindak sesuai standar profesi dan etika
profesinya. Akuntabilitas memerlukan evaluasi kinerja berdasarkan mutu yang
telah ditetapkan. Oleh karena itu, masih perlu didefinisikan terlebih dahulu
kriteria mutu keperawatan kepada setiap tindakan dalam asuhan keperawatan.
Sebagaimana profesi keperawatan lainnya, praktek keperawatan memiliki
karakteristik. Karakteristik keperawatan itu adalah otonomi profesi, tanggung
gugat, kemandirian dalam pengambilan keputusan, kolaborasi, advokasi, fasilitasi,
memiliki standar asuhan dan kode etik profesi keperawatan, kemampuan,
pengalaman, pelatihan, beban kerja, motivasi.

Universitas Sumatera Utara

27

2.3

Landasan Teori
Turn over yang tinggi di RSU HKBP balige, menurut Lu, While, dan

Barriball dalam (AL-Hussami, 2008) dan Feldman dan Arnold (1983) merupakan
dampak dari ketidakpuasan kerja perawat.
Berdasarkan teori-teori kepuasan kerja yang ada, puas tidaknya seorang
perawat disebabkan oleh karakteristik individu dan penilaian pekerja terhadap
pekerjaannya. (Feldman & Arnold, 1983).
Karakteristik individu adalah faktor internal seperti lama kerja,
pendidikan, jenis kelamin, umur, status pernikahan dan lain-lain, sedangkan faktor
eksternal adalah penilaian pekerja terhadap upah, kondisi lingkungan kerja, jadwal
kerja, kerjasama, otonomi dan pendidikan tambahan. (Feldman & Arnold, 1983)
2.4

Kerangka Konsep
Berlandaskan landasan teori di atas, maka dapat digabungkan menjadi

suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan
kerangka konsep dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

28

Variabel bebas (X)

Variabel terikat (Y)

Faktor Internal (X1)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Lama bekerja
Status pernikahan
Jumlah Tanggungan

Kepuasan Kerja
Faktor Eksternal (X2)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Upah
Kondisi lingkungan kerja
Jadwal kerja
Kerjasama
Otonomi
Pendidikan tambahan

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara