BAB III GAMBARAN KEUANGAN DAERAH - 3. Ranwal RPJMD - Bab III Versi 12 November 2018

3.1. Kinerja Keuangan Tahun 2013-2018

Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah. Analisis pengelolaan keuangan daerah dan kerangka pendanaan merupakan salah satu bab yang harus termuat dalam penentuan kerangka kebijakan menengah. Bab ini akan menyajikan kemampuan daerah dalam segi keuangan dan pendanaan selama 5 (lima) tahun ke depan. Dengan melihat kemampuan tersebut dapat diperoleh gambaran dalam penentuan kebijakan daerah. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber- sumber penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Analisis kinerja keuangan masa lalu dilakukan terhadap penerimaan daerah dan pengeluaran daerah, penerimaan daerah yaitu pendapatan dari penerimaan pendapatan dan pembiayaan daerah serta pengeluaran daerah yaitu belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan. Kapasitas keuangan daerah pada dasarnya ditempatkan sejauh mana daerah mampu mengoptimalkan penerimaan dari pendapatan daerah. Berbagai objek penerimaan daerah dianalisis untuk memahami perilaku atau karakteristik penerimaan selama ini. Analisis ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kapasitas pendapatan daerah dengan proyeksi 5 (lima) tahun kedepan, untuk penghitungan kerangka pendanaan pembangunan daerah. Gambaran kinerja keuangan masa lalu dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Jawa Barat, dijabarkan sebagai berikut:

3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD

Pengelolaan keuangan daerah diwujudkan dalam suatu APBD maka analisis kinerja pelaksanaan APBD dilakukan terhadap APBD serta analisis kinerja pelaksanaan APBD yang pada dasarnya bertujuan untuk

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-1 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-1

Kinerja pelaksanaan APBD tahun sebelumnya dapat dilihat dari aspek tingkat realisasi atau penyerapan APBD setiap tahunnya. Secara umum gambaran kinerja pelaksanaan APBD disajikan berikut ini:

a) Pendapatan Daerah

Secara umum komponen pendapatan terdiri dari:

1) Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah;

2) Dana Perimbangan yang berasal dari Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; serta

3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah yang berasal dari Pendapatan Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya, Dana Penyesuaian, dan Bantuan Keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah Lainnya.

Pendapatan daerah yang disajikan secara serial menginformasikan mengenai rata-rata pertumbuhan realisasi pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2013-2017 sebagaimana disajikan pada Tabel

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-2

Tabel 3.1

Rata-Rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Rata-rata No

18.081.123.739.824 10,2% 4.1.1 Pendapatan Pajak daerah

4.1 Pendapatan Asli Daerah

16.483.085.760.842 10,3% 4.1.2 Pendapatan Retribusi daerah

60.273.043.774 -0,8% 4.1.3 Pendapatan Hasil pengelolaan

345.121.410.237 7,6% kekayaan daerah yang dipisahkan

4.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

1.192.643.524.971 11,7% 4.2 DANA PERIMBANGAN

13.981.445.314.589 85,7% Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil

1.851.522.979.677 10,1% 4.2.2 Dana Alokasi Umum

4.2.1 Bukan Pajak

3.011.001.477.000 32,2% 4.2.3 Dana Alokasi Khusus

9.118.920.857.912 10006,4% LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH

101.388.591.191 48,8% 4.3.1 Pendapatan Hibah

4.3 YANG SAH

23.799.491.191 4,4% 4.3.4 Dana Penyesuaian

7.500.000.000 -2,8% 4.3.3 Lain-lain Penerimaan

- - Bantuan Keuangan dari provinsi

4.3.5 /Pemerintah Daerah lainnya

Sumber: LRA Tahun 2013-2017

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-3

Berdasarkan Tabel 3.1 diperoleh gambaran bahwa realisasi pendapatan daerah cenderung meningkat. Periode tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 rata-rata tingkat pertumbuhan pendapatan sebesar 13,8%.

Salah satu komponen pendapatan daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah memiliki rata-rata per tahun yang cenderung meningkat dari periode Tahun 2013-2017, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 10,2%. Persentase pertumbuhan masing–masing komponen Pendapatan Asli Daerah berbeda– beda. Rata–rata pertumbuhan terbesar terdapat pada komponen pendapatan pajak daerah yaitu sebesar 10,8%, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.1.

Sumber pendapatan Provinsi Jawa Barat berasal dari pendapatan Dana Perimbangan yang sebagian besar berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum. Pendapatan Dana Perimbangan Provinsi Jawa Barat setiap tahun selalu mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan periode Tahun 2013-2017 sebesar 85,7%. Tingkat pertumbuhan tertinggi berasal dari Dana Alokasi Khusus sebesar 10006,4%. Tingginya nilai ini dikarenakan adanya reklasifikasi posting kode rekening Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun 2013-2015 pada kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dalam Dana Penyesuaian. Kemudian sejak tahun 2016 direklasifikasi pada kelompok Dana Perimbangan dalam Dana Alokasi Khusus Non Fisik, sehingga apabila dirata-ratakan dari Tahun 2013-2017 kenaikannya sangat signifikan. Selain dari PAD dan Pendapatan Dana Perimbangan, sumber utama pendapatan daerah adalah Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah yang mengalami peningkatan sebesar 48,8%. Peningkatan tersebut diakibatkan adanya Bantuan Keuangan dari Provinsi/Pemerintah Daerah lainnya pada Tahun 2017 sebesar Rp 70.089.100.000 Sementara jumlah pendapatan dari Dana Penyesuaian menurun sebesar 2,8%, karena adanya reklasifikasi posting Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) semula pada kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah kemudian sejak Tahun 2016 direklasifikasi pada kelompok Dana Perimbangan.

Berikut ini disajikan grafik rata–rata proporsi realisasi pendapatan daerah Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2017.

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-4

Pendapatan Asli Daerah 26,5%

Dana Perimbangan

Lain - lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Sumber : Diolah dari LRA Provinsi Jabar 2013-2017

Gambar 3.1 Rata-Rata Komposisi Komponen Pendapatan Daerah

Tahun 2013-2017

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa rata–rata proporsi komponen Pendapatan Daerah Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2017 terbesar berasal dari Pendapatan Pajak Asli Daerah yaitu sebesar 62,6%. Hal ini dengan proporsi Dana Perimbangan sebesar 26,5% dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar 10,8% dari seluruh total pendapatan.

Rincian dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain- lain Pendapatan Daerah yang sah dari Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2017 disajikan sebagai berikut.

1. Pendapatan Asli Daerah

Rata–rata proporsi komponen Pendapatan Asli Daerah Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2017 terbesar berasal dari Pendapatan Pajak Daerah yaitu sebesar 91,42%. Sisanya terdiri dari lain-lain pendapatan asli daerah sebesar 6,21%, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan sebesar 1,93%, dan Pendapatan Retribusi Daerah sebesar 0,43%.

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-5

Pendapatan Pajak daerah

Pendapatan Retribusi daerah

Pendapatan Hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Diolah dari LRA Provinsi Jabar 2013-2017

Gambar 3.2 Rata–Rata Proporsi Komponen Pendapatan Asli Daerah Tahun 2013-2017

2. Dana Perimbangan

Komposisi dana perimbangan selama Tahun 2013-2017 berasal dari Dana Alokasi Khusus sebesar 50,69% dan Dana Alokasi Umum Sebesar 26,18%, sedangkan sisanya sebesar 23,13% merupakan Dana Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak.

Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak

Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Sumber: Diolah dari LRA Provinsi Jabar 2013-2017

Gambar 3.3 Rata–Rata Proporsi Komponen Dana Perimbangan Tahun 2013-2017

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-6

3. Lain–Lain Pendapatan Daerah yang Sah

Penyumbang terbesar dari lain-lain Pendapatan Daerah yang sah berasal dari Dana Penyesuaian sebesar 98,65%. sisanya sebesar 0,83% berupa Pendapatan Hibah dan 0,52% adalah lain-lain Penerimaan.

Pendapatan Hibah

Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

Bantuan Keuangan dari provinsi /Pemerintah Daerah lainnya

Sumber : Diolah dari LRA Provinsi Jabar 2013-2017

Gambar 3.4 Rata–Rata Proporsi Komponen Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Tahun 2013-2017

b) Belanja Daerah

Selain mengukur kinerja APBD dari sumber pendapatan, juga dilakukan pada sisi realisasi belanja pemerintah daerah. Secara umum komponen belanja terdiri dari:

1) Belanja Tidak Langsung yang didalamnya terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil Kepada kabupaten/kota dan Pemerintah Desa, Belanja Bantuan Keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota dan Pemerintah Desa Lainnya, dan Belanja Tidak Terduga; dan

2) Belanja Langsung yang didalamnya terdiri atas Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Modal.

Pengukuran kinerja suatu daerah juga dapat dilihat dari seberapa besar realisasi belanja yang telah terserap, semakin besar realisasi belanja semakin bagus kinerja suatu daerah. Alokasi belanja daerah sebagian besar dialokasikan untuk pelayanan kepada masyarakat sehingga bisa menggerakkan perekonomian sektor riil yang berakibat pada peningkatan

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-7 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-7

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-8

Tabel 3.2

Rata-Rata Pertumbuhan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Realisasi (Tahun)

Rata-Rata Pertumbuhan

Kode Uraian

5 BELANJA 18.396.745.323.179 20.797.988.465.006 24.417.605.860.513 27.621.964.467.242 32.706.749.485.376 15,50 BELANJA TIDAK

5.1 14.724.113.007.857 16.958.816.393.654 19.256.280.145.688 21.748.500.641.497 25.804.945.655.137 15,08 LANGSUNG

5.1.1 Belanja Pegawai

5.152.653.055.073 49,82 5.1.3 Belanja Subsidi

14.758.266.000 71,97 5.1.4 Belanja Hibah

9.526.753.045.558 15,11 5.1.5 Belanja Bantuan

5.1.6 Belanja Bagi

5.1.7 Belanja Bantuan

Belanja Tidak 5.1.8

47.817.000 - Terduga

5.2.1 Belanja Pegawai

281.793.512.576 -7,51 Belanja Barang

4.308.394.171.933 22,97 dan jasa

2.311.616.145.730 20,28 Sumber: LRA Tahun 2013-2017

5.2.3 Belanja Modal

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-9

Berdasarkan Tabel 3.2 diperoleh gambaran periode Tahun 2013-2017 bahwa pertumbuhan belanja mengalami pertumbuhan dengan rata–rata kenaikan sebesar 15,50%. Belanja Tidak Langsung mengalami kenaikan dengan rata-rata kenaikan sebesar 15,08%. Komponen Belanja Tidak Langsung terbesar pertumbuhannya adalah belanja sosial, dengan rata–rata pertumbuhan sebesar 106,34%. Pertumbuhan tersebut dikarenakan adanya kenaikan yang cukup signifikan pada Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2017. Apabila dibandingkan dengan realisasi Belanja Bantuan Sosial Tahun 2017 sebesar Rp 37.096.500.000 berarti terdapat kenaikan sebesar Rp 27.156.500.000.

Sedangkan dari data realisasi Belanja Langsung diperoleh bahwa terjadi kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun yaitu rata-rata sebesar 17,57%. Walau demikian secara bertahap terjadi penurunan komponen belanja pegawai rata-rata sebesar 7,51% selama periode 2013-2017. Kondisi ini mendorong peningkatan belanja barang dan jasa serta belanja modal.

Tabel 3.3

Kemampuan Keuangan Daerah Tahun Anggaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016-2017

No Uraian

A Pendapatan Umum Daerah 1 Pendapatan asli daerah

18.081.123.739.824 2 Dana Bagi Hasil

1.851.522.979.677 3 Dana Alokasi Umum

3.011.001.477.000 Jumlah A

B Belanja Pegawai

1 Belanja Gaji dan Tunnjangan

2.567.003.671.898 2 Tambahan pengjhasilan PNS

1.161.360.854.267 Jumlah B

3.728.364.526.165 Kemampuan Keuangan Daerah

19.215.283.670.336 Sumber : Diolah dari LRA Provinsi Jabar 2016-2017

Berdasarkan data tabel diatas dapat ditentukan kelompok kemampun keuangan daerah berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2017. Kemampuan keuangan daerah dihitung dari besaran pendapatan umum daerah dengan belanja pegawai aparatur sipil negara. Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016 memiliki kemampuan keuangan daerah sebesar Rp 18.572.395.323.700 Nilai tersebut termasuk kedalam kelompok kemampuan keuangan daerah tinggi. Sedangkan pada Tahun 2017 sebesar Rp

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-10

19.215.283.670.336 yang berarti nilai tersebut juga termasuk kedalam kelompok kemampuan keuangan daerah Tinggi.

c) Pembiayaan

Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Secara umum komponen pembiayaan Provinsi Jawa Barat terdiri dari:

1) Penerimaan pembiayaan daerah yang didalamnya terdiri atas sisa lebih

perhitungan anggaran tahun lalu, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah;

2) pengeluaran pembiayaan daerah yang didalamnya terdiri atas pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (Investasi) pemerintah daerah, dan pembayaran pokok utang; dan

3) Sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berjalan.

Gambaran tentang realisasi pembiayaan daerah yang disajikan pada Tabel 3.4 menginformasikan mengenai rata-rata perkembangan/kenaikan realisasi penerimaan dan pengeluaran daerah Provinsi Jawa Barat.

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-11

Tabel 3.4

Realisasi Pembiayaan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Rata-Rata No

6 PEMBIAYAAN DAERAH (netto) 2.745.605.824.020 3.136.108.941.804 3.891.871.624.714 3.271.852.254.627 3.036.248.951.611 3,80 6.1 Penerimaan Pembiayaan

6.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

3.345.697.892.227 5,61 Tahun Sebelumnya ( Silpa )

- - Penerimaan Kembali Pemberian

- - 6.1.8 Penerimaan Kembali Dana Bergulir

6.2 Pengeluaran Pembiayaan

311.875.000.000 53,96 Pemerintah Daerah

6.2.2 Penyertaan Modal (Investasi)

6.2.5 Dana Bergulir

- - Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)

Sumber: LRA Tahun 2013 -2017

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-12

Berdasarkan Tabel 3.4 diperoleh gambaran bahwa realisasi pembiayaan netto dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 mengalami kenaikan rata rata sebesar 3,80%. Penerimaan pembiayaan mengalami kenaikan dengan rata-rata kenaikan sebesar 5,31%, sedangkan dari data realisasi pengeluaran pembiayaan diperoleh gambaran realisasi pengeluaran pembiayaan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun yaitu rata-rata sebesar 28,38%.

3.1.2. Neraca Daerah

Neraca adalah laporan keuangan yang menyajikan informasi posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca daerah merupakan kondisi keuangan Provinsi Jawa Barat serta kemampuan aset daerah untuk penyediaan dana pembangunan daerah. Analisis neraca daerah bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan pemerintah daerah melalui perhitungan rasio likuiditas dan solvabilitas. Selanjutnya mengenai gambaran neraca Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu Tahun 2013-2017 disajikan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Neraca Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Rata - Rata Uraian

ASET ASET LANCAR

Kas Di Kas Daerah 3.480.110.450.294

2.404.194.947.419 -6,3% Kas Di Bendahara

129441300 - Kas Di Bendahara

Kas Di BLUD 14.574.059.260

46.243.868.312 35,1% Kas Lainnya

75.389.070 - Piutang Pajak Dan

- - Piutang Pajak

Piutang Retribusi

3.884.941.338 - Piutang Lain - Lain

PAD Yang Sah

Piutang BLUD 21.047.523.402

Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran

Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi

820.635.471 0,7% Bagian Lancar Piutang

Bagian Lancar Piutang Sewa

Piutang Lainnya

-16.494.060.183 - Penyisihan Piutang

Penyisihan Piutang

Beban Dibayar Dimuka 10.513.121.025

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-13

Rata - Rata Uraian

235.735.480.747 21,7% Persediaan BLUD

JUMLAH ASET LANCAR

INVESTASI JANGKA PANJANG

INVESTASI JANGKA PANJANG NON PERMANEN

Dana Bergulir 243.825.257.200

265.316.486.570 7,2% Dana Penjaminan

5.000.000.000 0,0% Penyisihan Dana

JUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANG

NON PERMANEN

INVESTASI JANGKA PANJANG PERMANEN

Penyertaan Modal Pemerintah Daerah

JUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANG

JUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANG

ASET TETAP

Peralatan dan Mesin 1.622.927.007.616

4.523.831.967.246 30,3% Gedung dan Bangunan

6.422.981.747.622 44,8% Jalan, Jaringan dan

7.678.593.819.862 4,2% Aset Tetap Lainnya

482.803.913.007 148,6% Konstruksi Dalam

1.045.971.403.432 120,6% Akumulasi Penyusutan

JUMLAH ASET TETAP 16.990.894.859.013

ASET LAINNYA

Bagian Jangka Panjang Piutang Tuntutan

- -0,6% Ganti Rugi

Bagian Jangka Panjang Piutang Sewa

Bagian Jangka Panjang Piutang Kerjasama

Kemitraan Dengan Pihak Ketiga

194.400.566.850 33,8% Aset Lain - Lain

Aset Tak Berwujud 61.895.670.653

Akumulasi Amortisasi

-39.806.528.292 - Akumulasi Penyusutan

Aset Lain-lain

JUMLAH ASET LAINNYA

JUMLAH ASET 25.506.958.756.384

KEWAJIBAN KEWAJIBAN JANGKA

PENDEK

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-14

Rata - Rata Uraian

Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)

1906612730 - Pendapatan Diterima

6.403.208.704 584,1% Utang belanja

436.417.579.331 - Utang Jangka Pendek

- Utang Bagi Hasil

Lainnya 10.318.734.785

Pajak-Retri-busi kepada

- Pemkab/Pemkot

Jumlah Kewajiban Jangka Pendek

KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

Kewajiban Imbalan Pasca Kerja - BLUD

Kewajiban Jangka Panjang Lainnya

JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

JUMLAH KEWAJIBAN 581.809.949.633

JUMLAH EKUITAS 24.925.148.806.751

JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS

Sumber: Neraca Provinsi Jawa Barat 2013-2017

a) Aset

Aset pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat selama periode Tahun 2013-2017 mengalami kenaikan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 11,1%, dengan rata-rata pertumbuhan untuk masing-masing jenis aset antara lain investasi jangka panjang rata-rata naik sebesar 1,7%, aset tetap peningkatan dengan rata-rata turun sebesar 9,3%. Sedangkan aset lancar terjadi penurunan sebesar 2,0%,

b) Kewajiban

Kewajiban pemerintah daerah provinsi Jawa Barat selama periode Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2017 mengalami penurunan dengan rata-rata 1,8%, kewajiban jangka pendek pernurunan dengan rata-rata sebesar 1,7% serta pada Tahun 2017 tidak memiliki kewajiban jangka panjang

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-15 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-15

Perkembangan ekuitas Provinsi Jawa Barat selama Tahun 2013-2017 tumbuh rata-rata sebesar 11,4%. Berdasarkan dari neraca Provinsi Jawa Barat periode Tahun 2013 sampai dengan tahun 2017, maka hasil analisa perhitungan rasio likuiditas dan rasio solvabilitas disajikan sebagaimana tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.6

Analisis Rasio Keuangan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

1 Rasio lancar (current ratio) 6,49 9,64 17,41 9,73 10,28

2 Rasio cepat (quick ratio) 6,26 9,29 17,01 9,25 15,95 Rasio total hutang terhadap

3 0,02 0,02 0,01 0,02 0,01 total asset

4 Rasio hutang terhadap modal 0,02 0,02 0,01 0,02 0,01

Sumber: Hasil perhitungan

Hasil perhitungan rasio keuangan menunjukkan bahwa kemampuan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam kondisi sehat sebagaimana ditunjukkan oleh rasio likuiditas dan solvabilitas yang positif. Analisis keduanya disajika berikut ini.

A. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas yang digunakan dalam analisis kondisi keuangan Provinsi Jawa Barat yaitu:

1. Rasio lancar (current ratio)

Rasio lancar menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dan kewajiban lancar semakin tinggi kemampuan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Berdasarkan tabel di atas, rasio lancar pada tahun 2013 adalah sebesar 6,49 dan tahun 2017 sebesar 10,28.

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-16

2. Rasio cepat (quick ratio)

Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. Quick rasio menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang lebih likuid. Berdasarkan tabel di atas, quick rasio pada tahun 2013 sebesar 6,26 serta periode tahun 2017 quick rasio sebesar 15,95. Hal ini berarti kemampuan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam membayar kewajiban jangka pendeknya sangat baik.

B. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan daerah untuk memenuhi kewajiban finansialnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Solvable berarti mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutangnya, jadi rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengukur kemampuan Pemerintah Daerah dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas terdiri atas:

1. Rasio Total Hutang Terhadap Total Aset

Rasio total hutang terhadap total aset menunjukkan seberapa besar pengaruh hutang terhadap aktiva, dimana semakin besar nilainya diartikan semakin besar pula pengaruh hutang terhadap pembiayaan dan menandakan semakin besar resiko yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Besar rasio total hutang terhadap total aset pada tahun 2013 sebesar 0,02 dan pada tahun 2017 sebesar 0,01. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa pengaruh hutang terhadap aktiva sangat kecil.

2. Rasio Hutang Terhadap Modal

Rasio hutang terhadap modal menunjukkan seberapa perlu hutang jika dibandingkan dengan kemampuan modal yang dimiliki, dimana semakin kecil nilainya berarti semakin mandiri, tidak tergantung pembiayaan dari pihak lain. Pada tahun 2013 rasio hutang terhadap modal pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar 0,02 serta periode tahun 2017 sebesar 0,01. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai total hutang masih jauh di bawah nilai modal yang dimiliki Provinsi Jawa Barat, dan semakin mandiri serta tidak tergantung pada hutang.

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-17

3.2. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Tahun 2018 - 2023

a) Kebijakan Pendapatan

Kebijakan pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat merupakan perkiraan yang terukur secara Nasional, dan memiliki kepastian serta dasar hukum yang jelas. Kebijakan pendapatan daerah tersebut diarahkan pada upaya peningkatan pendapatan daerah dari: sektor pajak daerah, retribusi daerah, dan dana perimbangan. Untuk meningkatkan pendapatan daerah dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:

1. Memantapkan kelembagaan melalui peningkatan peran dan fungsi CPDP, UPT, UPPD dan Balai Penghasil.

2. Intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapatan melalui penerapan secara penuh penyesuaian tarif terhadap pajak daerah dan retribusi daerah.

3. Meningkatkan koordinasi dan perhitungan lebih intensif, bersama antara pusat-daerah untuk pengalokasian sumber pendapatan dari dana perimbangan dan non perimbangan.

4. Meningkatkan deviden BUMD dalam upaya meningkatkan secara signifikan terhadap pendapatan daerah.

5. Meningkatkan kesadaran, kepatuhan dan kepercayaan serta partisipasi aktif masyarakat/lembaga dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak dan retribusi.

6. Meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan aset daerah secara profesional.

7. Peningkatan sarana dan prasarana dalam rangka meningkatkan pendapatan.

8. Pemantapan kinerja organisasi dalam meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak.

9. Meningkatkan kemampuan aparatur yang berkompeten dan terpercaya dalam rangka peningkatan pendapatan dengan menciptakan kepuasan pelayanan prima.

Adapun kebijakan pendapatan untuk meningkatkan dana perimbangan sebagai upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah sebagai berikut:

1. Mengoptimalkan penerimaan pajak orang pribadi dalam negeri (PPh OPDN), PPh Pasal 21, pajak ekspor, dan PPh Badan;

2. Meningkatkan akurasi data sumber daya alam sebagai dasar

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-18 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-18

3. Meningkatkan koordinasi secara intensif dengan pemerintah pusat

untuk dana perimbangan dan kabupaten/kota untuk obyek pendapatan sesuai wewenang provinsi.

Berdasarkan kebijakan perencanaan pendapatan daerah tersebut, dalam merealisasikan perkiraan rencana penerimaan pendapatan daerah (target), sesuai dengan RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 diperlukan strategi pencapaiannya sebagai berikut.

1. Strategi pencapaian target pendapatan asli daerah, ditempuh melalui:

a. Penataan kelembagaan, penyempurnaan dasar hukum pemungutan dan regulasi penyesuaian tarif pungutan serta penyederhanaan sistem prosedur pelayanan;

b. Pelaksanaan pemungutan atas obyek pajak/retribusi baru dan pengembangan sistem operasi penagihan atas potensi pajak dan retribusi yang tidak memenuhi kewajibannya;

c. Peningkatan fasilitas dan sarana pelayanan secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran;

d. Melaksanakan pelayanan dan pemberian kemudahan kepada masyarakat dalam membayar pajak melalui drive thru, Gerai Samsat dan Samsat Mobile, layanan SMS, pengembangan Samsat Outlet, dan Samsat Gendong serta e-Samsat;

e. Mengembangkan penerapan standar pelayanan kepuasan publik di seluruh kantor bersama/samsat dengan menggunakan parameter iso 9001-2008;

f. Penyebarluasan informasi di bidang pendapatan daerah dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat;

g. Revitalisasi BUMD melalui berbagai upaya: pengelolaan BUMD secara profesional, peningkatan sarana, prasarana, kemudahan prosedur pelayanan terhadap konsumen/nasabah, serta mengoptimalkan peran Badan Pengawas, agar BUMD berjalan sesuai dengan peraturan sehingga mampu bersaing dan mendapat kepercayaan dari perbankan;

h. Optimalisasi pemberdayaan dan pendayagunaan aset yang diarahkan pada peningkatan pendapatan asli daerah; dan

i. Melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan pada tataran kebijakan, dengan POLRI dan

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-19 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-19

2. Strategi pencapaian target dana perimbangan, dilakukan melalui:

a. Sosialisasi secara terus menerus mengenai pungutan pajak penghasilan dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak;

b. Peningkatan akurasi data potensi baik potensi pajak maupun potensi sumber daya alam bekerjasama dengan Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pajak sebagai dasar perhitungan Bagi Hasil;

c. Peningkatan keterlibatan pemerintah daerah dalam perhitungan lifting migas dan perhitungan sumber daya alam lainnya agar memperoleh proporsi pembagian yang sesuai dengan potensi; dan

d. Peningkatan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian teknis, Badan Anggaran DPR RI dan DPD RI untuk mengupayakan peningkatan besaran Dana Perimbangan (DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak).

3. Sedangkan Lain-lain Pendapatan yang sah, strategi yang ditempuh melalui:

a. Koordinasi dengan kementerian teknis dan lembaga non pemerintah, baik dalam maupun luar negeri.

b. Inisiasi dan pengenalan sumber pendapatan dari masyarakat.

c. Pembentukan lembaga pengelola dana masyarakat.

b) Kebijakan Belanja

Belanja daerah dikelompokan menjadi Belanja Tidak Langsung (BTL) dan Belanja Langsung (BL). Salah satu terobosan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mendanai pembangunan di kabupaten/kota dengan menggunakan instrumen perhitungan besaran alokasi bantuan keuangan kepada kabupaten/kota sebagai bahan pendukung kebijakan pimpinan di dalam penyusunan APBD Provinsi Jawa Barat. Formulasi yang dimaksud adalah beberapa indikator yang disyaratkan dalam peraturan perundang- undangan, antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016 sebagaimana terakhir diubah menjadi Permendagri Nomor 21 tahun

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-20

2011 dan RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018. Indikator yang digunakan dalam perhitungan formulasi ini terdiri dari: (1) Jumlah Penduduk; (2) Luas Wilayah; (3) Jumlah Penduduk Miskin; (4) Saluran Irigasi; (5) Panjang jalan Kabupaten/Kota; (6) Capaian IPM; (7) Pencapaian Rata-rata Lama Sekolah, dan (8) Pencapaian Luas Kawasan Lindung. Sedangkan BL merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

Pada Tahun 2017 pemerintah telah merubah prinsip dari yang menggunakan prinsip money follow function, karena manfaatnya tidak jelas, diubah menjadi money follow programme dengan memperhatikan prioritas pembangunan sesuai permasalahan serta situasi dan kondisi pada tahun mendatang, artinya program dan kegiatan strategis yang memang menjadi prioritaslah yang mendapatkan anggaran.

Kecenderungan semakin meningkatnya kebutuhan belanja pegawai, pemenuhan belanja rutin perkantoran (fixed cost), belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, tidak berbanding lurus dengan peningkatan pendapatan daerah walaupun pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini berdampak pada kemampuan riil keuangan daerah yang cenderung semakin menurun. Dengan menggunakan indikator ruang fiskal (ketersediaan dana dalam APBD yang dapat digunakan secara bebas oleh daerah), yang menunjukkan bahwa ruang fiskal daerah Jawa Barat cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun kebijakan belanja daerah, sebagai berikut:

1. RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018, dengan 11 (sebelas)

prioritas pembangunan Jawa Barat Tahun 2018. Program prioritas dan kegiatan prioritas tersebut, disajikan berdasarkan: urusan pemerintah wajib pelayanan dasar sejumlah enam (6) urusan, wajib non pelayanan dasar sejumlah 18 urusan dan pemerintah pilihan sejumlah delapan (8) urusan serta penunjang pemerintahan sejumlah delapan (8) urusan; Sustainable Development Goals (SDGs); kemiskinan; dan janji Gubernur.

2. Dukungan RPJMN 2015–2019 dan RKP 2018.

3. Penggunaan dana fungsi pendidikan 20% dari anggaran pendapatan

dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-21 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-21

4. Penggunaan dana fungsi kesehatan 10%, dalam rangka peningkatan fungsi kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara konsisten dan berkesinambungan mengalokasikan anggaran kesehatan minimal 10% (sepuluh persen) dari total belanja APBD di luar gaji, pembiayaan tidak hanya urusan kesehatan tetapi non urusan kesehatan yang merupakan fungsi kesehatan seperti sarana olahraga dan sumber daya insani.

5. Penggunaan dana fungsi infrastruktur 10% dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) termasuk yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

6. Bantuan keuangan kab/kota, bantuan desa, hibah, Bansos dan subsidi.

7. Penggunaan Dana DAK, DBHCHT, BOS Pusat, Pajak Rokok.

8. Pendukungan untuk optimalisasi penggunaan aset milik daerah.

9. Pendukungan penyelenggaraan Asian Games Tahun 2018.

10. Pemberian penghargaan bagi atlet berprestasi.

11. Pembangunan dan pengembangan pusat pelayanan publik dan sosial.

Belanja daerah, dari tahun ke tahun relatif mengalami kenaikan. Pada Tahun 2017 belanja tidak langsung mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan belanja daerah tahun 2016, dikarenakan pada tahun 2017 ada kenaikan pada Belanja Pegawai sebagai konsekuensi dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014. Hal ini ditandai dengan beralihnya gaji dan tunjangan tenaga kependidikan SMA/SMK seiring dengan beralihnya pengelolaan sekolah menengah dari urusan kabupaten/kota menjadi urusan provinsi, sehingga besaran belanja pegawai mengalami kenaikan yang signifikan.

c) Kebijakan Pembiayaan

Pembiayaan daerah meliputi penerimaan pembiayaan daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. Kebijakan penerimaan pembiayaan daerah timbul karena jumlah pengeluaran lebih besar daripada penerimaan sehingga terdapat defisit. Sumber penerimaan pembiayaan daerah berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA), transfer dari dana cadangan,

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-22 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-22

Kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah direncanakan untuk pendanaan penyelenggaraan pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2018 dan penyaluran Kredit Cinta Rakyat (KCR) yang disalurkan melalui PT. Bank Pembangunan Daerah Jabar Banten (Bank BJB) dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. KCR merupakan program pembiayaan bagi para pelaku usaha mikro dan kecil dalam mengembangkan usahanya serta untuk modal kerja, sehingga diharapkan bisa meringankan para pelaku usaha kecil. Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan penyertaan modal kepada BUMD yang ada di Provinsi Jawa Barat jika hasil evaluasi menunjukan bahwa penyertaan modal diperlukan.

Khusus untuk Investasi pembelian surat berharga (pembelian saham) sesuai peraturan Pemerintah Peaturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 menyatakan bahwa investasi pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila APBD diperkirakan surplus serta pemerintah daerah harus memenuhi kewajibannya untuk melayani masyarakat dan membangun daerah melalui APBD terlebih dahulu, sebelum merencanakan untuk berinvestasi. Apabila APBD diperkirakan surplus saat pembahasan Rencana Kerja Anggaran (RKA), maka rencana investasi pemerintah daerahakan disetujui dengan membuat perencanaan dan kajian investasi. Sedangkan kebijakan pengeluaran, Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan keuntungan sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah dapat melakukan percepatan pembangunan (khususnya melalui peningkatan pelayanan publik);

2. Adanya unsur keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah akan menjadi daya dukung tersendiri bagi pemerintah daerah;

3. Pemerintah daerah memiliki independensi dalam menentukan nilai

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-23 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-23

4. Peningkatan ekonomi daerah melalui penyediaan layanan umum yang menunjang aktivitas perekonomian; dan

5. Promosi kepada pihak luar melalui publikasi di pasar modal akan mampu menarik investor menanamkan modalnya yang dapat melebihi nilai penerbitan obligasi daerah.

3.2.1. Proporsi Penggunaan Anggaran

Analisis proporsi realisasi terhadap anggaran bertujuan untuk memperoleh gambaran realisasi dari kebijakan pembelanjaan dan pengeluaran pembiayaan Provinsi Jawa Barat pada periode tahun anggaran sebelumnya. Hasilnya digunakan sebagai bahan untuk menentukan kebijakan pembelanjaan dan pengeluaran pembiayaan di masa datang dalam rangka peningkatan kapasitas pendanaan pembangunan daerah serta untuk menentukan kebijakan pembelanjaan di masa datang.

a. Proporsi Realisasi Belanja Terhadap Anggaran Belanja

Analisis proporsi realisasi belanja daerah dibanding anggaran dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 secara serial menginformasikan mengenai tingkat realisasi belanja Provinsi Jawa Barat.

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-24

Tabel 3.7

Proporsi Realisasi Belanja Terhadap Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Kode Uraian

24.417.605.860.513 87,98 5.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG

5.1.1 Belanja Pegawai

1.671.229.142.927 93,96 5.1.3 Belanja Subsidi

18.990.870.500 94,95 5.1.4 Belanja Hibah

6.826.862.952.000 89,31 5.1.5 Belanja Bantuan Sosial

3.048.750.000 17,93 5.1.6 Belanja Bagi Hasil

6.406.192.657.944 97,1 5.1.7 Belanja Bantuan Keuangan

4.329.955.772.317 78,1 5.1.8 Belanja Tidak Terduga

5.2 BELANJA LANGSUNG

223.252.160.576 89,27 5.2.2 Belanja Barang dan jasa

5.2.1 Belanja Pegawai

2.639.397.429.044 88,27 5.2.3 Belanja Modal

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-25

Kode Uraian

Rata-Rata Pertumbuhan

Rata-Rata Penyerapan

90,86 5.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG

5.1.1 Belanja Pegawai

94,33 5.1.3 Belanja Subsidi

78,17 5.1.4 Belanja Hibah

93,19 5.1.5 Belanja Bantuan Sosial

48,45 5.1.6 Belanja Bagi Hasil

97,06 5.1.7 Belanja Bantuan Keuangan

86,15 5.1.8 Belanja Tidak Terduga

5.2 BELANJA LANGSUNG

91,19 5.2.2 Belanja Barang dan jasa

5.2.1 Belanja Pegawai

89,41 5.2.3 Belanja Modal

80,29 Sumber: Laporan Keuangan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-26

Berdasarkan Tabel 3.7 dari data realisasi rata–rata pertumbuhan Realisasi Belanja Terhadap Anggaran Belanja Tahun 2013-2017 sebesar 0,98%, dengan rata-rata pertumbuhan Belanja Tidak Langsung sebesar 0,99% dan Belanja Langsung sebesar 1,23%. Adapun realisasi penggunaan belanja dibandingkan dengan anggaran yang tersedia Tahun 2013-2017 rata-rata sebesar 90,86%, dengan rata-rata penggunaan belanja dibandingkan dengan anggaran Belanja Tidak Langsung sebesar 92,25% dan Belanja Langsung sebesar 85,76%.

b. Proporsi Belanja Untuk Pemenuhan Kebutuhan Aparatur

Gambaran tentang belanja daerah yang menginformasikan mengenai proporsi belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur Provinsi Jawa Barat ditampilkan pada Tabel 3.8 sebagai berikut:

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-27

Tabel 3.8

Realisasi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

No

2017 A. Belanja Tidak Langsung

2.567.003.671.898 2 Belanja Tambahan Penghasilan

1 Belanja Gaji dan Tunjangan

1.161.360.854.267 3 Biaya Pemungutan Pajak

- 4 Insentif Pemungutan Pajak

273.404.127.200 5 Insentif Pemungutan Retribusi

1.190.895.476 Belanja Penerimaan Lainnya

6 Pimpinan dan Anggota DPRD

B. Belanja Langsung

1 Belanja Honorarium PNS Provinsi

23.144.909.840 2 Honorarium PNS Non Provinsi

163.350.980.781 3 Belanja Uang Lembur

- 4 Uang Jahit Pakaian

- 5 Belanja Premi Asuransi

1.955.648.940 Belanja Pakaian Dinas dan

6.438.821.909 9 Belanja Pakaian Khusus dan Hari2

8 Belanja Pakaian Kerja

10 Belanja Perjalanan Dinas PNS

11 Belanja Perjalanan Dinas PNS Non

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-28

12 Belanja Perjalanan Pindah Tugas

- 13 Belanja Pemulangan Pegawai

45000000 14 Belanja Beasiswa Pendidikan PNS

3876678773 Belanja Kursus, Pelatihan,

17266301385 Sosialisasi dan Bimbingan Teknis

Belanja Modal (Kantor, Mobil 16 Dinas, Meubelair, Peralatan dan

Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-29

Realisasi belanja pemenuhan kebutuhan aparatur, dari Tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 mengalami peningkatan, baik Belanja Tidak Langsung maupun Belanja Langsung. Alokasi belanja pemenuhan kebutuhan aparatur selama 5 (lima) tahun terakhir disajikan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur

Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Total Belanja untuk

Total Pengeluaran

Prosentase No Tahun

Pemenuhan Kebutuhan

(Belanja + Pembiayaan

Aparatur (Rp)

Pengeluaran)

(a)/(b) x 100 (%) 1 2013

14,91 Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017

Persentase belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur dibandingkan dengan total pengeluaran daerah relatif menurun dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016, tahun 2013 persentasenya sebesar 11,43% dan tahun 2016 sebesar 9,15%. Pada tahun 2017 persentasenya meningkat menjadi sebesar 14,91%, namun dari persentase belanja pemenuhan kebutuhan aparatur terhadap total pengeluaran, dapat disimpulkan bahwa belanja untuk pembangunan lebih besar dibandingkan dengan belanja untuk pemenuhan kebutuhan.

c. Analisis Pengeluaran Wajib Dan Mengikat Serta Prioritas Utama

Analisis terhadap realisasi pengeluaran wajib dan mengikat dilakukan untuk menghitung kebutuhan pendanaan belanja dan pengeluaran pembiayaan yang tidak dapat dihindari atau harus dibayar dalam suatu tahun anggaran. Realisasi pengeluaran wajib dan mengikat dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut:

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-30

Tabel 3.10

Pengeluaran Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Rata-Rata Pertumbuhan (%)

A Belanja Tidak Langsung

1 Belanja Gaji dan Tunjangan

2.567.003.671.898 62,4% 2 Belanja Tambahan Penghasilan PNS

1.161.360.854.267 19,4% 3 Biaya Pemungutan Pajak

- 4 Insentif Pemungutan Pajak

273.404.127.200 5,4% 5 Insentif Pemungutan Retribusi

1.190.895.476 6,8% 6 Belanja Penerimaan Lainnya Pimpinan dan Anggota DPRD

14.241.000.000 8,4% 7 Gaji dan Tunjangan DPRD

43.418.766.132 18,4% 8 Gaji dan Tunjangan Gubernur/Wakil Gubernur

214.653.410 -0,5% 9 Belanja Penerimaan Lainnya Gubernur/Wakil Gubernur

25.681.538.000 22,3% 10 Belanja Bagi Hasil Pajak Daerah Kepada Kabupaten/Kota

6.902.132.882.595 15,5% 11 Belanja Bagi Hasil Retribusi Daerah Kepada kepada Kabupaten/Kota

- 12 Belanja Bagi Hasil Kepada Pihak Ketiga

- - 13 Belanja Bantuan Kepada Partai Politik

B Pengeluaran Pembiayaan Daerah

1 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah

TOTAL A+B

Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-31

3.2.2. Analisis Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.

Berikut ini disajikan penghitungan penutup defisit riil anggaran pada periode 2013 sampai 2017.

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-32

Tabel 3.11

Penutup Defisit Riil Anggaran Periode Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017

Relisasi Tahun (Rp)

No Uraian

2017 1 PENDAPATAN DAERAH

27.694.035.120.859 32.163.957.645.604 2 BELANJA DAERAH

Pengeluaran Pembiayaan

-854.666.839.772 Ditutup oleh realisasi

A. Defisit Riil

Penerimaan Pembiayaan: Sisa Lebih Perhitungan 1 Anggaran Daerah Tahun

3.345.697.892.227 Sebelumnya Penerimaan Kembali

2 Investasi Dana Bergulir

- B. Total Realisasi Penerimaan

Sisa Lebih Pembiayaan

Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-33

Perencanaan penganggaran Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada penghitungan yang rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran tahun anggaran sebelumnya. Hal ini untuk menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada tahun anggaran berjalan yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SILPA yang direncanakan.

Data SiLPA lima tahun terakhir menunjukkan nilai yang fluktuatif. Selama kurun waktu 2013 sampai 2017, nilai SiLPA tertinggi pada tahun 2014 yaitu Rp 4.549.073.508.028 Posisi SiLPA pada Tahun 2017 sebesar Rp 2.493.457.111.839. Analisis Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran pada kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.12 berikut ini:

Tabel 3.12

Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2013-2017

Rata – Rata No

2017 Pertumbuha n (%)

14 4 0 54 0 28 41 5 2 27 5 5. 3 1. 8. 0 0 6. Jumlah Sisa Lebih Perhitungan 2. 7 8 5 5 8 9

1 Anggaran Daerah Tahun 6. 1. 3. 9. 7. 5,6% Sebelumnya

2. 3. 4. 3. 3. Kewajiban kepada pihak ketiga

2 sampai dengan akhir tahun

- belum terselesaikan

3 Kegiatan lanjutan

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah 7 5 8 3 0 5 5 0 9 8

6. 1. 3. 9. 7. Tahun Sebelumnya

Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017

Analisis yang dapat dilakukan untuk mendapat gambaran realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berkenaan dalam kurun waktu tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut ini:

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-34

Tabel 3.13

Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Provinsi Jawa Barat Periode Tahun 2013-2017

% Rata-Rata URAIAN

SiLP n (%)

A (%) Sisa Lebih

2.493.457.111.83 Tahun Berkenaan

Perhitungan Anggaran

Bersumber Dari:

Pelampauan Pendapatan

792.322.488.099 31,78 28,55 Penghematan Belanja

4.201.097.367 0,17 - Pembiayaan Penghematan Pengeluaran

- - - Pembiayaan

- - - Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan Provinsi Jabar 2013-2017

Penghematan Pembiayaan Netto

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-35

3.3. Kerangka Pendanaan

Analisis kerangka pendanaan bertujuan untuk menghitung kapasitas total keuangan daerah, yang akan dialokasikan untuk mendanai belanja/pengeluaran periodik wajib dan mengikat serta prioritas utama dan program-program pembangunan jangka menengah daerah selama 5 (lima) tahun ke depan serta alokasi untuk belanja daerah dan pengeluaran daerah lainnya.

Suatu kapasitas keuangan daerah adalah total pendapatan dan penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan dan kegiatan lanjutan yang akan didanai pada tahun anggaran berikutnya.

3.3.1. Proyeksi Pendapatan dan Belanja

Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Proyeksi pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang direncanakan dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Adapun komponen dari pendapatan daerah, meliputi: pendapatan asli daerah; dana perimbangan; dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pada proyeksi pendapatan daerah terdapat beberapa sumsi yang menjadi dasar proyeksi, diantaranya asumsi proyeksi pajak, PKB (pajak kendaraan bermotor) tahun 2018-2023 mengalami kenaikan setiap tahunnya, dengan rata-rata kenaikan sebesar Rp.630,741 milyar atau sebesar 8,27% per tahun. Proyeksi BBNKB dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 bersifat plat, yang disusun berdasarkan estimasi penjualan per tahun sebanayak 1.296.000 unit KBM, terdiri dari estimasi kendaraan roda empat sebanyak 1,1 juta dengan marketshare sebesar 18% atau setara 198.000 unit KBM, dan estimasi penjualan kendaraan bermotor roda dua sebanyak 6,1 juta dengan marketshare sebesar 18% atau setara 1.098.000 unit KBM, serta mempertimbangkan rencana kenaikan tariff BBNKB-I dari 10% menjadi 12,5% mulai tahun 2019.

Pendapatan retribusi, penetapan proyeksinya relatif stagnan dan tidak menggambarkan kenaikan penerimaan, hal ini disebabkan terdapat Perubahan kebijakan yang memberikan dampak terhadap penurunan total penerimaan, kebijakan dimaksud adalah perubahan kewenangan dialihkannya pemungutan Tera-tera ulang kepada pemerintah

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-36 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-36

Struktur pendapatan dari Lain-lain PAD yang Sah diperoleh dari pendapatan jasa giro, pendapatan bunga atas penempatan deposito, pendapatan Denda Pajak Daerah, Pendapatan atas pengelolaan Sampah regional dan pemanfaatan aset oleh pihak ketiga. Pendapatan denda pajak daerah diharapkan diperoleh dari dampak gencarnya pemerintah Provinsi melakukan penelusuran kendaraan yang tidak mendaftar ulang, sementara pendapatan dari pengelolaan sampah regional dimana pemerintah provinsi menyediakan tempat pembuangan akhir dan pengolahannya diharapkan memberikan trend meningkat sejalan dengan pertumbuhan produksi sampah di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat

Proyeksi Dana Perimbangan, penyusunan target dana bagi hasil pajak/bukan pajak periode 2018-2023 secara umum terdapat kenaikan sebesar 4,27% per tahun, kenaikan tersebut mempertimbangkan rerata realisasi dana bagi hasil pajak sebesar 4,99% per tahun dan penurunan dana bagi hasil bukan pajak sebesar 3,27% per tahun pada periode 2013- 2017. Penyusunan target DAU berdasarkan rerata pertumbuhan realisasi DAU tahun 2012-2016, yang tumbuh sebesar 0,86% dan hasil konsultasi dengan Kasubdit DBH Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pada Kementerian Keuangan. penyusunan target DAK bersifat flat dengan baseline tahun 2018, mempertimbangkan tidak ada perubahan yang fundamental terkait perhitungan alokasi, nilai tahun-tahun sebelumnya yang dianggap masih relevan sebagai perkiraan target.

Lain lain pendapatan yang sah, Penyusunan proyeksi lain-lain pendapatan yang sah berdasarkan pertumbuhan penerimaan hibah dari pihak ketiga selama kurun waktu 2014-2017 sebesar 3,57% per tahun, dan sudah memperhitungkan estimasi dana insentif daerah dari pemerintah.

Pada sisi lain, terdapat belanja daerah yang merupakan kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan, fungsi penunjang urusan

BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-37 BAB III - GAMBARAN KEUANGAN DAERAH III-37

Proyeksi pendapatan dan belanja daerah Tahun 2018 bersumber dari APBD. Sementara itu, proyeksi pendapatan dan belanja daerah Tahun 2019 berdasarkan dari proyeksi RKPD, serta Tahun 2020 sampai dengan Tahun 2023 berdasarkan rata–rata pertumbuhan pendapatan dan belanja periode sebelumnya, disajikan pada Tabel 3.14.