BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara hukum, menurut perspektif keadilan bermartabat, Indonesia - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Pengguna E-Banking Menurut Sistem Huku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara hukum, menurut perspektif keadilan bermartabat, Indonesia

  memberikan perlindungan terhadap hak-hak, adanya pemisahan kekuasaan, penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan (hukum) dan adanya peradilan Tata Usaha Negara dan peradilan untuk meminta pertanggungjawaban penguasa dan supremasi hukum. Indonesia sebagai negara hukum, sudah semestinya jika terdapat keadaan setiap aspek kehidupan antara warga negara yang satu dan lainnya diatur oleh hukum. Karena masalah hukum senantiasa akan dihadapi oleh manusia baik sebagai individu maupun sebagai warga negara. Setiap manusia juga pasti mendambakan hidup yang damai, aman, sejahtera. Demikian pula dengan manusia dalam perkembangan hukum dan modernisasi dalam segala aspek kehidupan, menghadapi tindak kejahatan di tengah masyarakat juga semakin

  1

  meningkat, termasuk di Indonesia , yang memandang peran teknologi dalam dunia perbankan sangatlah mutlak. Kemajuan suatu sistem perbankan tidak dapat dipisahkan dengan peranan

  2 teknologi informasi .

  Perspektif keadilan bermartabat (Teori Keadilan Bermartabat) yang menghendaki hukum hanya dapat ditemukan dalam jiwa bangsa (Volksgeist) mengarahkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), mengartikan bank adalah "Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan mengeluarkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak". 1 2 Mahesa Jati Kusuma, Hukum Perlindungan Nasabah Bank, Nusamedia, Bandung, 2012, hlm. 1.

  Dari rumusan ketentuan hukum dalam pasal di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Penyalurannya akan kembali pada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bank juga berfungsi sebagai intermediasi dana untuk menggerakkan dunia bisnis. Selanjutnya bank bertugas sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan. Sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankannya. Sebagai lembaga keuangan bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan usahanya.

  Demikianlah fungsi bank yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan.

  Perbankan nasional di Indonesia dimiliki pemerintah maupun swasta, berlomba-lomba menggunakan saluran informasi E-Banking dan/atau dokumen elektronik, untuk

  3

  meningkatkan pelayanan kepada nasabahnya, melalui sistem E-Banking . Perbankan Elekronik atau E-banking yang juga dikenal dengan istilah internet banking dapat didefinisikan sebagai jasa dan produk bank secara langsung kepada nasabah melalui elektronik. E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Di sisi lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional, merupakan keterpaduan sistem antara manusia yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya input, process, output,

  4 storage , dan communications .

  Dalam perspektif keadilan bermartabat sebagaimana dikemukakan di atas, E-banking sebagai salah satu layanan perbankan merupakan wujud perkembangan teknologi informasi.

  Penyelenggaraan E-banking di Indonesia juga tunduk pada Undang Undang Perbankan. 3 4 Siswanto Sunarso, Hukum Informasi & Transaksi Elektronik, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 136.

  Niniek Suparni, Cyberspace: Problematika & Antisipasi pengaturannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Untuk perlindungan konsumen/nasabah mengacu pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), dan pengaturan dalam Undang Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik yang sekarang telah diubah dan disahkan menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 25, tambahan lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5952). Konsumen jasa perbankan lebih dikenal dengan sebutan nasabah adalah seseorang ataupun badan usaha yang mempunyai rekening simpanan

  5 dan pinjaman dan melakukan transaksi simpanan dan pinjaman tersebut pada sebuah bank .

  Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap nasabah bank (subyek hukum) dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun

  6 yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis .

  Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Hal ini juga sejalan dengan pandangan dalam teori keadilan bermartabat yaitu bahwa hukum memanusiakan manusia di dalam masyarakat. Pengaturan melalui UUPK, misalnya terkait dengan perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen perbankan. Banyak nasabah bank yang merasakan manfaat menggunakan jasa E-banking, namun tidak menutup kemungkinan terjadi banyak permasalahan dalam jasa E-banking. Sering terjadi banyak kasus nasabah dirugikan dalam penggunaan E-banking seperti ancaman virus dan dibobol oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, gangguan dan hambatan dalam penggunaan E-Banking sehingga nasabah sangat dirugikan dengan kasus tersebut.

  Posisi bank juga dipermasalahkan perannya sebagai bank dari nasabah tersebut, serta pertanggungjawabannya kepada nasabah yang menderita kerugian dalam penggunaan E- serta bentuk perlindungan yang akan diberikan kepada nasabah sesuai dengan

  banking 5 6 Mahesa Jati Kusuma, Op.Cit., hlm. 108.

  undang-undang yang berlaku di Indonesia. Saat ini banyak nasabah yang masih bertanya tentang perlindungan hukum dalam kasus E-banking. Untuk mengatasi kasus permasalahan

  

E-banking sendiri aparat penegak hukum diharapkan sudah memahami pengaturan

  permasalahan E-banking, sehingga menjadi bagian dari sistem hukum dalam perspektif teori keadilan bermartabat akan membantu dalam memberikan perlindungan hukum kepada nasabah.

  Kondisi konsumen perbankan di Indonesia tampak masih sangat lemah dibanding posisi produsen. Perlu ada pemberdayaan konsumen agar posisinya tidak selalu pada pihak yang dirugikan. Pemberdayaan konsumen dapat dilakukan melalui hukum yang memberikan perlindungan konsumen. Hukum melindungi konsumen pada tiga tahap transaksi konsumen,

  7

  yaitu prapembelian, saat pembelian, purnapembelian . Perlindungan demikian dirasakan penting mengingat semakin meningkatnya tindak kejahatan cybercrime di bidang perbankan, terutama kasus-kasus pembobolan terhadap sistem keamanan dan pembobolan rekening (hacking) atau sistem elektronik nasabah dalam sistem perbankan nasional dengan menggunakan sarana, prasarana, dan identitas orang lain guna memalsukan kartu kredit dalam kejahatan yang disebut carding. Sehingga dalam penegakan hukum, korporasi khusunya lembaga perbankan tidak hanya menjadi korban pembobolan rekening nasabah

  8 tetapi juga masih bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh nasabah .

  Menurut UUPK, penyelesaian sengketa perlindungan konsumen dibantu oleh peran pemerintah dalam melindungi konsumen. Hal ini diatur dalam Pasal 29 ayat 1 UUPK. Dalam penjelasan umum peraturan pemerintah Nomor 68 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen diartikan sebagai upaya untuk menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha. Dalam perlindungan konsumen atau nasabah bank telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 41. 8

  7/7/PBI/2005 tanggal 20 januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Aturan ini dirasakan tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasaan tersebut dapat diakibatkan

  9 oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi oleh bank, baik seluruhnya maupun sebagian .

  Pilihan untuk berperkara di pengadilan atau di luar pengadilan adalah pilihan sukarela para pihak untuk memperoleh perlindungan hukum. Akan tetapi pada Pasal 45 ayat (1) dan pasal 46 (2) UUPK terkesan hanya membolehkan gugatan konsumen diajukan ke lingkungan

  10

  peradilan umum . Dalam hal perkara yang terjadi antara pihak nasabah atau konsumen dengan badan usaha dapat ditempuh melalui gugatan, apabila perdamaian tidak dapat disepakati kedua belah pihak yang bersengketa. Sedangkan perkara pidana, menempuh mekanisme sesuai KUHAP pasal 98-101 UU No 8 tahun 1981 tentang Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian dengan lembaran negara Republik Indonesia tahun 1981 nomor 76 dan tambahan lembaran negara Republik Indonesia nomor 3258.

  Selain itu menurut keadilan bermartabat dalam proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksdukan dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen secara limitative dibagi menjadi tiga. Dengan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase, sedangkan lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa konsumen di luar

  11

  pengadilan hanyalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) . Menurut menteri perindustrian dan perdagangan dengan surat keputusan nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 desember 2001, yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,

  12 dan atau yang menderita kerugian akibat barang atau memanfaatkan jasa .

  Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis mengangkat putusan Mahkamah Agung No.150/Pdt.G/2012/PN.Jkt Sel sebagai satuan amatan dalam penelitian hukum ini. 9 10 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 253.

  Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 172. 11 12 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hlm. 238. Dalam putusan tersebut gugatan terjadi antara pihak nasabah terhadap pihak bank (Mandiri). Dalam transaksi ATM (E-Banking) yang dilakukan, pihak nasabah telah dirugikan karena kehilangan sebagian uang di ATM dalam transaksi tersebut. Penulis mengangkat putusan Mahkamah Agung No.150/Pdt.G/2012/PN.Jkt Sel menjadi satuan amatan penelitian ini mengingat menurut perspektif keadilan bermartabat, dalam setiap putusan pengadilan sebagai suatu manifestasi paling konkret dari jiwa bangsa (Volksgeist) telah terdeskripsikan (tergambarkan dengan jelas) bagaimana hukum memberi perlindungan terhadap nasabah pengguna E-Banking di Indonesia.

  Sebagai pihak penggugat putusan Mahkamah Agung No. 150/Pdt.G/2012/PN.Jkt Sel,

  H. Helme Sholeh, bertempat tinggal di Perum Tas Blok D-5/37, Rt.008/Rw.08, Desa Kedungbendo, Kec. Tanggulangin, Kab. Sidoarjo, Jawa Timur (dahulu beralamat di Sampurna 21 Rt. 08/Rw.10 Pabean Cantian Krembangan Utara, Surabaya, Jawa Timur).

  Penggugat adalah nasabah penyimpan dari tergugat, yaitu Bank Mandiri KCP Surabaya Juanda. Sebagai nasabah dari tergugat, penggugat memiliki dua buah rekening Tabungan Bisnis Mandiri, yaitu masing-masing meliputi Rek No. 141-00-1074177-5 atas nama Helme Sholeh, Rek No. 141-00-0994978-5 atas nama yang sama.

  Terhadap kedua rekening tersebut telah dibuatkan satu kartu ATM ”Prioritas/Priority” dengan nomor kartu; 4617 0081 0065 2452 tanpa nama (karena kartu ATM tersebut adalah kartu instant). Kedua rekening milik penggugat tersebut merupakan rekening yang menampung setoran keberangkatan Haji dan Umroh yang dikelola oleh penggugat.

  Pada tanggal 11 Maret 2011, penggugat bermaksud mengambil uang di mesin ATM Bank Mandiri (milik tergugat) yang terletak di SPBU Raden Inten, Jakarta Timur. Saat penggugat memasukkan Kartu ATM Mandiri ”Prioritas/Priority” di Mesin ATM Mandiri, Kartu ATM milik penggugat tertelan sebelum memasukan nomor pin. Setelah itu penggugat berusaha mencari Kantor Bank Mandiri terdekat untuk melaporkan hal tersebut. Saat penggugat pergi, penggugat meminta rekan penggugat bernama Bunyamin menjaga ATM tersebut. Sekitar 10 menit penggugat pergi, rekan penggugat menelepon penggugat dan memberitahu di ATM telah datang teknisi ATM bernama Yanuar dan A. Junaedy dari PT. Tunas Artha Gardatama (TAG) yang merupakan perusahaan outsourcing tergugat.

  Setelah penggugat kembali ke ATM dia bertemu dengan kedua teknisi tersebut. Setelah mesin dibongkar oleh teknisi kartu ATM dikembalikan kepada penggugat. Penggugat tidak memblokir atau mengecek kartu ATM nya karena telah dikembalikan. Keesokan harinya penggugat tidak dapat menggunakan kartu ATM yang diberikan oleh teknisi. Penggugat baru mengetahui kartu ATM tersebut bukan miliknya. Setelah penggugat meminta rekening Koran (printout) penggugat menyadari bahwa rekening nya telah dibobol dan sejumlah dana atau uang milik penggugat telah hilang.

  Berdasarkan Pasal 174 HIR pengakuan merupakan bukti terkuat dan sempurna yang tidak dapat ditarik lagi kebenarannya. Laporan kerugian yang dialami oleh penggugat sebesar lima ratus delapan puluh lima juta rupiah. Sedangkan saat dilakukan verifikasi oleh pihak tergugat kerugian yang dialami oleh penggugat sebesar enam ratus delapan juta Sembilan ratus lima puluh ribu rupiah. Dalam penyelesaian penggugat telah mengirim pengaduan kepada pihak tergugat dan tidak mendapat respon dari pihak tergugat. Penggugat melakukan pengaduan atas sikap tergugat kepada Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya.

  Fakta dalam kasus tersebut adalah sebagai berikut: adanya kerusakan pada mesin ATM karena terdapat pentol korek berwarna merah. Pentol korek berwarna merah tersebut pada card reader telah membuat kartu ATM tertelan sebelum ada transaksi apapun.

  Pengakuan tergugat bahwa ATM yang berada di SPBU Raden Inten tidak dipelihara dengan baik dan mengalami kerusakan.

  Akan tetapi pihak tergugat memberikan jawaban atas gugatan kepadanya, berupa penolakan dalil-dalil dalam gugatan penggugat kecuali yang diakui secara tegas oleh tergugat. Penggugat melakukan Eksepsi yaitu Gugatan Penggugat Kabur (obscur libel), Eksepsi Gugatan Penggugat Prematur, Eksepsi Gugatan Penggugat kurang pihak.

  Hakim menolak semua gugatan penggugat. Menurut hakim hal-hal yang tercantum dalam Eksepsi sepanjang berkaitan dengan Pokok Perkara mohon dianggap kembali tercantum dalam putusan tersebut.

  Berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada, tergugat menolak posita gugatan penggugat karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, penuh kejanggalan dan tidak masuk logika umum maupun logika hukum. Tergugat menolak posita gugatan karena penggugat tidak dapat menyalahkan tergugat atas kehilangan sejumlah dana pada rekening penggugat.

  Tergugat menolak gugatan penggugat juga didasarkan atas alasan-alasan tersebut. Tergugat menolak gugatan penggugat yang menyatakan tergugat telah melanggar ketentuan yang ada di dalam PBI No.9/18/PBI/2007, Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, dengan alasan sebagai berikut. Tergugat menyatakan bahwa dia telah melaksanakan kewajiban yang diamanahkan oleh UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan baik.

  Gugatan Konpensi dan gugatan Rekonpensi dinyatakan tidak dapat diterima. Maka penggugat Konpensi/tergugat Rekonpensi dihukum untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan dalam amar putusan, dengan mengingat, Stb 1941 No. 44 tentang HIR dan Peraturan Perundang-undangan lain yang bersangkutan. Hakim menghukum penggugat Konpensi/tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya perkara sebesar enam ratus enam belas ribu rupiah.

  Dalam putusan tersebut pihak yang dirugikan dalam penggunaan E-Banking ditolak oleh pengadilan. Sebagai konsumen perbankan penggugat merasa tidak mendapatkan penyelesaian atas permasalahannya dikarenakan awam mengenai hukum seperti kasus di atas. Hal ini dapat dipandang sebagai suatu persoalan perlindungan hukum yang perlu digambarkan sebagai suatu karya ilmiah, dengan rumusan masalah sebagaimana dikemukakan di bawah ini.

B. Rumusan Masalah

  Dalam latar belakang permasalahan di atas penulis menemukan masalah hukum dan merumuskan permasalahan tersebut sebagai berikut: Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap Nasabah pengguna E-Banking menurut Perspektif Keadilan Bermartabat?

  C. Tujuan

  Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Perlindungan Hukum terhadap Nasabah pengguna E-Banking menurut Perspektif Keadilan Bermartabat.

  D. Manfaat Penelitian

  Di dalam pengertian suatu penelitian mengandung dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan juga manfaat praktis.

  1. Manfaat teoritis a.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran dalam bidang hukum atau solusi untuk dunia perbankan guna meningkatkan fasilitas di bidang E-banking.

  b.

  Penelitian ini bertitik tolak dengan meragukan suatu teori tertentu atau yang disebut dengan penelitian verifikatif. Adanya keraguan terhadap teori itu muncul apabila yang terlibat tidak dapat lagi menjelaskan kejadian-kejadian aktual yang tengah dihadapi. Dilakukannya pengujian atas teori tersebut dapat melalui penelitian secara empiris serta hasilnya dapat menolak ataupun mengukuhkan serta merevisi teori yang berhubungan.

  2. Manfaat praktis Di lain sisi, penelitian juga berguna untuk memecahkan permasalahan praktis. Semua lembaga yang bisa dijumpai dalam masyarakat, seperti lembaga pemerintahan ataupun lembaga swasta, sadar akan manfaat tersebut dengan menempatkan suatu penelitian dan juga pengembangan sebagai bagian dari integral organisasi.

E. Metode Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum. Bahan

  13 Hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif) . Dalam

  penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari, Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), Undang-undang No. 9 tahun 1992 jo Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Surat Keputusan nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal: 10 desember 2001, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tanggal 20 januari 2005 tentang penyelesaian pengaduan Nasabah, Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elekronik, putusan Mahkamah Agung No.150/Pdt.G/2012/PN.Jkt Sel.

  Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Penelitian hukum sekunder meneliti pula bahan-bahan berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku- buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan penelitian hukum yang digunakan buku-buku yang terkait dengan

  14 materi/bahasan yang penulis gunakan .

  13 14 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm.47.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Laut Internasional - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 97

BAB III ANALISA A. Kedudukan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia Menurut Norma-Norma Hukum Laut Internasional - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Inter

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Problematika Pelaksanaan Jamsostek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional: Studi Kasus pada PT. Apac Inti Cor

0 0 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Problematika Pelaksanaan Jamsostek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional: Studi Kasus pad

0 0 106

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Problematika Pelaksanaan Jamsostek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional: Studi Kasus pada PT. Apac Inti Corpora

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Putusan Hakim dalam Perkara Perdata tentang Perjanjian Baku: Studi Kasus Putusan MA NO. 560 K/Pdt.Sus/2012

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Putusan Hakim dalam Perkara Perdata tentang Perjanjian Baku: Studi Kasus Putusan MA NO. 560 K/Pdt.Sus/2012

0 0 92