BAB II TINJAUAN PUSTAKA PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Putusan Hakim dalam Perkara Perdata tentang Perjanjian Baku: Studi Kasus Putusan MA NO. 560 K/Pdt.Sus/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Asuransi

a. Pengertian Asuransi

Asuransi dalam sudut pandang hukum dan ekonomi merupakan bentuk manajemen risiko utama yang digunakan untuk menghindari kemungkinan terjdinya kerugian yang tidak tentu. Asuransi didefinisikan sebagai transfer yang wajar (adil) atas risiko kerugian, dari suatu entitas ke entitas lain. Dengan kata lain, asuransi adalah suatu sistem yang diciptakan untuk melindungi orang, kelompok, atau aktivitas usaha terhadap risiko kerugian finansial dengan cara membagi atau

menyebarkan risiko melalui pembayaran premi. 8

Berdasarkan ketentuan P asal 246 KUHD menjelaskan bahwa “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu ”.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah “Perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung

8 Mulhadi.2017. Dasar-Dasar Hukum Asuransi, Raja Grafindo Persada, Depok. hlm. 1 8 Mulhadi.2017. Dasar-Dasar Hukum Asuransi, Raja Grafindo Persada, Depok. hlm. 1

pembayaran yang didasarkan atas meninggal seseorang yang dipertanggungkan”. Berikut perbandingan antara ketentuan Pasal 246 KUHD dan Pasal 1 angka

(1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian :

1) Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian dijelaskan mengenai asuransi jiwa dan asuransi kerugian.

Asuransi kerugian dijelaskan pada kalimat “penggantian karen kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan”. Sedangkan asuransi jiwa dijelaskan pada kalimat “memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang”. Asuransi jiwa tidak dijelaskan dalam Pasal 246 KUHD.

2) Pihak-pihak dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian mencakup dua pihak atau lebih. Hal ini berarti bahwa pihak-pihak tersebut kemungkinan bisa terjadi antara satu Penanggung dengan satu Tertanggung, atau satu Penanggung dengan dua atau lebih Tertanggung. Dalam KUHD perjanjian asuransi diadakan hanya oleh satu Penanggung yang mengikatkan diri kepada satu Tertanggung.

3) Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian dijelaskan mengenai pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga. Hal tersebut dijelaskan pada kalimat “tanggung jawab kepada pihak 3) Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian dijelaskan mengenai pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga. Hal tersebut dijelaskan pada kalimat “tanggung jawab kepada pihak

4) Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian dijelaskan mengenai objek-objek asuransi. Objek asuransi tersebut berupa benda, kepentingan yang melekat pada suatu benda, sejumlah uang dan jiwa manusia. Objek asuransi yang dijelaskan dalam Pasal 246 KUHD tidak teradapat penjelasan mengenai jiwa manusia.

5) Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian dijelaskan mengenai evenemen yaitu peristiwa yang tidak dapat dipastikan terjadi, tidak dapat ditentukan dan juga tidak dapat diharapkan akan terjadi. Peristwa evenemen dapat mengakibatkan timbulnya kerugian pada benda objek asuransi dan peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang tidak dijelaskan dalam Pasal 246 KUHD.

Pengertian asuransi yang lebih tepat tentu saja harus mengacu pada ketentuan undang-undang terbaru, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, di mana pada Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa “Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu Perusahaan Asuransi dan

Pemegang Polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh Perusahaan Asuransi sebagai imbalan untuk :

1) Memberikan penggantian kepada Tertanggung atau Pemegang Polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita

Tertanggung atau Pemegang Polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

2) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menjelaskan bahwa perjanjian asuransi menjadi dasar bagi peneiman premi oleh perusahaan asuransi atau dasar bagi Tertanggung (Pemegang Polis) untuk berprestasi membayar premi sebagai kewajiban baginya, dan dengan premi yang dibayarkan tersebut kemudian akan mengikat Perusahaan Asuransi untuk

melakukan kontra prestasi sesuai dengan jenis asuransi yang diambilnya, yaitu 9 :

1) Pemberian penggantian (ganti) atas kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.

Pemberian penggantian atau “ganti kerugian” ini ditujukan pada asuransi kerugian dan sejenisnya seperti asuransi tanggung jawab hukum.

2) Pemberian pembayaran sejumlah uang yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya Tertanggung. Pembayaran ini tentunya berlaku bagi kelompok asuransi sejumlah uang seperti asuransi jiwa dan sejenis, termasuk di dalamnya asuransi unit-link sebagai turunannya.

Perjanjian asuransi, pada dasarnya merupakan suatu perjanjian yang mempunyai karakteristik yang dengan jelas akan memberikan suatu ciri khusus,

9 Ibid. hlm. 7-8.

apabila dibandingkan dengan jenis perjanjian yang lain. Hal ini secara jelas dibahas dalam 10 buku-buku Anglo Saxon yang antara lain menyatakan sebagai berikut :

1) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat aleatair (aleatary), maksudnya ialah bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian, yang prestasi penanggung masih harus digantungkan pada satu peristiwa yang belum pasti. Dan meskipun tertanggung sudah memenuhi prestasinya dengan sempurna, pihak penanggung belum pasti berprestasi dengan nyata.

2) Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat (conditional), maksudnya adalah bahwa perjanjian itu merupakan suatu perjanjian yang prestasi penanggung hanya akan terlaksana apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhi. Pihak tertanggung pada satu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi ia tidak dapat memaksa penanggung melaksanakan, kecuali dipenuhi syarat-syarat.

3) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat sepihak (unilateral), maksudnya adalah bahwa perjanjian ini menunjukan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan janji yaitu pihak penanggung. Penanggung memberikan janji akan mengganti suatu kerugian, apabila pihak tertanggung sudah membayar premi dan polis sudah berjalan, sebaliknya tertanggung tidak menjanjikan suatu apapun.

4) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat pribadi (personal), maksudnya ialah bahwa kerugian yang timbul harus merupakan kerugian orang perorangan, secara pribadi, bukan kerugian kolektif ataupun kerugian

10 Sri Rejeki Hartono. 2008. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta. hlm. 92.

masyarakat luas. Kerugian yang bersifat pribadi itulah yang nantinya akan diganti oleh penanggung.

5) Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion), karena di dalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan diciptakan oleh penanggung/perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau menawar. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian besar ditentukan secara sepihak oleh penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya mengetahui apabila timbul pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung.

6) Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan syarat iktikad baik yang sempurna, maksudnya ialah bahwa perjanjian asuransi merupakan perjanjian dengan keadaan bahwa kata sepakat dapat tercapai/negosiasi dengan posisi masing-masing mempunyai pengetahuan yang sama mengenai fakta, dengan penilaian sama penelaahnya untuk memperoleh fakta yang sama pula, sehingga dapat bebas dari cacat-cacat tersembunyi.

b. Tujuan Asuransi

Seseorang dalam menjalani kehidupan, pasti mengalami suatu persitiwa yang tidak pasti. Peristiwa yang tidak pasti ini merupakan keadaan yang selalu ingin dihindari oleh seseorang. Keadaan tidak pasti atas setiap kemungkinan yang dapat terjadi baik dalam bentuk atau peristiwa yang belum pasti dan menimbulkan rasa tidak aman biasa disebut sebagai resiko.

Menurut teori pengalihan resiko (risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat

terjadi. 11

Upaya mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yaitu pembayaran premi. Pengalihan risiko dari tertanggung kepada penanggung diimbangi dengan pembayaran premi oleh tertanggung, yang seimbang dengan

berat risiko yang dialihkan, ataupun dapat diperjanjikan tidak perlu seimbang. 12

Dalam hal terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (resiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan sejumlah asuransinya. Dengan demikian, tujuan diadakannya asuransi tersebut agar tertanggung memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh didertitanya.

c. Prinsip Asuransi

Dalam asuransi di terapkan berbagai prinsip-prinsip, yaitu sebagai berikut :

1) Prinsiple of Insurable Interest

11 Abdukkadir Muhammad. 2011. Hukum Asuransi Indonesia cetakan ke-V, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm. 12.

12 Man Suparman Sastrawidjaja.2003, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Bandung Alumni. hlm. 185

Bahwa, seseorang boleh mengansurasikan barang-barang apabila yang bersangkutan mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungkan (Pasal 250 KUHP)

2) Prinsiple of Utmost Good Faith Penutupan asuransi baru sah, apabila penutupannya didasari itikad baik

sempurna (pasal 251 KUHP)

3) Prinsiple of Indemnity Dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung setinggi-

tingginya adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita tertanggung dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi

4) Prinsiple of Subrogatian Apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar indemnity,

maka si tertanggung tidak berhak lagi memperoleh penggantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggungjawab pula atas kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada penanggung yang telah memberikan ganti rugi dimaksud (pasal 284

KUHP). 13

5) Prinsiple of Proximate Cause

13 Kasmir.2001. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta. hlm. 260.

Adalah suatu sebab aktif, efisiensi yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan dan intervensi kekuatan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen

6) Prinsiple of Contribution Suatu prinsip di mana penanggung berhak mengajak penanggung-

penanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seseorang tertanggung, meskipun jumlah tanggungan masing-masing penanggung belum tentu sama besarnya. 14

d. Risiko dan Evenemen

Asuransi adalah pemindahan risiko murni dari Tertanggung kepada Penanggung. Penanggung adalah orang atau perusahaan yang mengkhususkan diri memikul risiko dan Tertanggung adalah orang atau perusahaan yang menghadapi risiko. Bisnis utama dari penanggung adalah memikul risiko dengan menerima fee.

Penerimaan fee ini membedakannya dengan pemikul risiko lain. 15

Yang dimaksud dengan risiko murni adalah suatu peristiwa ketidakpastian yang apabila terjadi selalu menimbulkan kerugian atas benda atau hilangnya jiwa manusia.

16 Gunanto menyatakan bahwa risiko merupakan inti dari asuransi. Risiko adalah ketidaktentuan (ketidakpastian) atau uncertainty yang mungkin melahirkan

kerugian (loss). Risiko juga dapat timbul dari suatu tindakan yang lain (dari orang

14 C.S.T. Kansil. 1996. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia cetakan ke-IV, Sinar Grafika, Jakarta. hlm. 429.

15 A. Hasymi Ali.1995. Pengantar Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta. hlm. 169 16 Gunanto.1984. Asuransi Kebakaran di Indonesia, Tiara Pustaka, Jakarta. hlm. 22.

lain), yaitu risiko atas suatu peristiwa yang timbul karena terjadinya peristiwa lain yang di luar tindakannya.

Jadi, ciri-ciri risiko dalam asuransi, yaitu :

a. Bahaya yang mengancam benda atau objek asuransi

b. Berasal dari faktor ekonomi, alam atau manusia

c. Dapat menimbulkan kerugian bagi jiwa/raga, kekayaan dan tanggung jawab).

Sementara itu, yang dimaksud dengan evenemen (peristiwa yang tidak pasti) adalah suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, dan secara subjektif diketahui bahwa peristiwa itu belum timbul sebelumnya dan tidak ada kepastian kapan peristiwa itu akan terjadi, apabila persitiwa tersebut terjadi akan mengakibatkan kerugian.

Jadi, ciri-ciri evenemen dalam asuransi, yaitu :

a. Peristiwa yang terjadi itu menimbulkan kerugian

b. Terjadnya itu tidak diketahui, tidak dapat direncanakan

c. Berasal dari faktor ekonomi, alam dan manusia

d. Dapat menimbulkan kerugian bagi jiwa/raga, kekayaan dan tanggung jawab).

e. Objek Asuransi

1) Benda Asuransi

Benda asuransi merupakan salah satu objek asuransi, yakni karena terdapat suatu kepentingan yang dapat dinilai dengan uang. Benda asuransi adalah harta kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi, dan dapat dinilai dengan sejumlah uang.

Menurut teori kepentingan (interest theory), pada asuransi melekat hak subjektif yang tidak berwujud. Karena benda asuransi dapat rusak, hilang, musnah, atau berkurang nilainya, maka hak subjektif juga dapat demikian. Dalam literatur hukum asuransi, hak subjektif ini disebut kepentingan (interest). Kepentingan itu sifatnya absolut artinya, harus ada pada setiap objek tersebut dan mengikuti ke mana saja benda tersebut berada. Kepentingan itu harus sudah ada pada benda asuransi pada saat asuransi diadakan atau setidak-tidaknya

pada saat terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (evenemen). 17

2) Premi Asuransi Ketentuan Pasal 256 angka 7 KUHD bahwa, polis harus memuat premi

asuransi yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut, premi merupakan syarat esesensial dalam perjanjian asuransi.

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 1 angka (29) menyatakan bahwa “Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dan disetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian asuransi/perjanjian reasuransi, ataupun sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh manfaat.

3) Peristiwa

17 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. hlm. 87.

Peristiwa yang belum pasti terjadi (evenemen) merupakan salah satu unsur yang ditentukan harus ada untuk dapat ditutupnya perjanjian asuransi, sesuai dengan sifat asuransi sebagai perjanjian bersyarat. Hal ini ditegaskan di dalam Pasal 256 KUHD bahwa polis harus menyatakan bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si Penanggung/Perusahaan Asuransi.

Pasal 269 KUHD menjelaskan bahwa “Setiap asuransi yang dilakukan atas sesuatu kepentingan yang bagaimana pun, yang kerugiannya, terhadap hal tersebut asuransi diadakan, sudah ada pada saat ditutupnya perjanjian adalah batal, apabila Tertanggung atau orang yang dengan atau tanpa pemberian kuasa telah

mengadakan asuransi itu, telah mengetahui sudah adanya kerugian tersebut”. Maka, ketika ditutupnya perjanjian asuransi tersebut Tertanggung atau

pengambil asuransi sudah mengetahui peristiwa kerugian itu telah terjadi dapat disimpulkan bahwa asuransi batal. Kemudian apabila ketika diadakan perjanjian asuransi, peristiwa yang menyebabkan kerugian telah terjadi dan Tertanggung tidak mengetahui terjadinya peristiwa tersebut, maka asuransi tidak menjadi batal. Hal tersebut memiliki makna yang lain bahwa, terjadinya suatu peristiwa yang menyebabkan kerugian tersebut karena adanya unsur ketidaksengajaan dari Tertanggung.

4) Uang Asuransi Ditentukannya jumlah uang asuransi pada waktu perjanjian asuransi

diadakan yaitu untuk menetapkan berapa besar jumlah kerugian yang akan dibayarkan oleh Penanggung kepada Tertanggung . Pasal 256 angka 4 bahwa “Polis harus dinyatakan jumlah uang untuk berapa diadakan asuransi”.

f. Pihak-Pihak dalam Asuransi

Subyek dalam perjanjian asuransi adalah pihak-pihak yang bertindak aktif yang mengamalkan perjanjian itu, yaitu pihak tertanggung, pihak penanggung dan pihak-pihak yang berperan sebagai penunjang perusahaan asuransi.

1) Penanggung Pengertian penanggung secara umum, adalah pihak yang menerima

pengalihan risiko dimana dengan mendapat premi, berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi tertanggung. Dari pengertian penanggung tersebut di atas, terdapat hak dan kewajiban yang mengikat penanggung.

Menurut Prof. Dr. H. Man Suparman Sastrawidjaja, S.H., S.U. hak penanggung antara lain : 18

a. Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian.

b. Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada tertanggung yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan kepadanya.

c. Memiliki premi dan bahkan menuntutnya dalam hal peristiwa yang diperjanjikan terjadi tetapi disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri. (Pasal 276 KUHD).

18 Man Suparman Sastrawidjaja. Op.Cit. hlm. 22.

d. Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang dari tertanggung. (Pasal 282 KUHD).

e. Melakukan asuransi kembali kepada penanggung yang lain dengan maksud untuk membagi risiko yang dihadapinya. (Pasal 271 KUHD).

19 Sedangkan kewajiban dari penanggung adalah :

a. Memberikan ganti kerugian atau memberikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjian terjadi, kecuali jika terdapat hal yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan dari kewajiban tersebut.

b. Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung (Pasal 259, 260 KUHD).

c. Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur, dengan syarat tertanggung belum menanggung risiko sebagian atau seluruhnya (premi restorno, Pasal 281 KUHD).

d. Dalam asuransi kebakaran, penanggung harus mengganti biaya yang diperlukan untuk membangun kembali apabila dalam asuransi tersebut diperjanjikan demikian (Pasal 289 KUHD).

2) Tertanggung Pengertian tertanggung secara umum adalah pihak yang mengalihkan risiko

kepada pihak lain dengan membayarkan sejumlah premi.

19 Ibid. hlm. 23.

Berdasarkan Pasal 250 KUHD yang dapat bertindak sebagai tertanggung adalah “Bilamana seseorang yang mempertanggungkan untuk diri sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa diadakan pertanggungan oleh seorang yang lain, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan atas benda tidak berkew ajiban mengganti kerugian.” Jadi, yang berhak bertindak sebagai tertanggung adalah pihak yang mempunyai kepentingan terhadap obyek yang dipertanggungkan. Apabila kepentingan tersebut tidak ada, maka pihak penanggung tidak berkewajiban memberikan ganti kerugian yang diderita pihak tertanggung.

Kemudian, Pasal 264 KUHD menentukan selain mengadakan perjanjian asuransi untuk kepentingan diri sendiri, juga diperbolehkan mengadakan perjanjian asuransi untuk kepentingan pihak ketiga, baik berdasarkan pemberian kuasa dari pihak ketiga itu sendiri ataupun di luar pengetahuan pihak ketiga yang berkepentingan.

Tertanggung dalam pelaksanaan perjanjian asuransi mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan, sehingga apabila terjadi peristiwa yang tidak diharapkan yang terjamin kondisi polis maka penanggung dapat melaksanakan kewajibannya.

Menurut Prof. Dr. H. Man Suparman Sastrawidjaja, S.H., S.U. hak tertanggung antara lain : 20

a. Menuntut agar polis ditandatangani oleh penanggung (Pasal 259 KUHD).

20 Ibid. hlm. 20.

b. Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung (Pasal 260 KUHD).

c. Meminta ganti kerugian bila terjadi hal peristiwa yang tidak diharapkan yang terjamin dalam polis.

21 Kewajiban tertanggung adalah :

a. Membayar premi kepada penanggung (Pasal 246 KUHD).

b. Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung mengenai obyek yang diasuransikan (Pasal 251 KUHD).

c. Mencegah atau mengusahakan agar peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian terhadap obyek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat dihindari; apabila dapat dibuktikan oleh penanggung, bahwa tertanggung tidak berusaha untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut dapat menjadi salah satu alasan bagi penanggung untuk menolak memberikan ganti kerugian bahkan sebaliknya menuntut ganti kerugian kepada tertanggung (Pasal 283 KUHD)

d. Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi peristiwa yang menimpa obyek yang diasuransikan.

3) Agen Asuransi Agen asuransi adalah pihak yang mewakili Penanggung dalam melakukan

transaksi atas nama Penanggung tersebut, tetapi tidak bertanggung jawab sama sekali atas apa yang dijanjikan dan hal-hal yang menyangkut ketetapan perjanjian ketika menawarkan produk asuransi kepada Tertanggung. Menurut Pasal 1 angka

21 Ibid. hlm. 21.

28 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, menjelaskan bahwa agen asuransi adalah “Orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah”.

Agen asuransi memilik peran dalam terjadinya kesepakatan antara pihak Tertanggung dengan pihak Penanggung yang mana kesepakatan tersebut akan dibuat dalam perjanjian asuransi. Peran agen asuransi tersebut yaitu sebagai penghubung antara Penanggung (Perusahaan Asuransi) dengan Tertanggung (Konsumen) dalam menawarkan produk asuransi. Jadi, agen adalah seserorang yang memberikan jasa sebagai perantara untuk melakukan transaksi bisnis tertentu yang menghubungkan pelaku usaha yang satu dengan yang lain atau yang menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain.

Diperlukannya agen asuransi yaitu : Menurut teori agensi (angency theory), bahwa teori agensi

memberikan pandangan yang terbaru terhadap good corporate governance (GCG), yaitu para pendiri PT dapat membuat perjanjian yang seimbang antara principal (Perusahaan Asuransi) dan agen. Teori agensi menekankan pentingnya principal (Perusahaan Asuransi) menyerahkan pengelolaan pemasaran jasa asuransi kepada

tenaga profesional (Agen) yang lebih mengerti di bidangnya. 22

Agency theory merupakan teori yang menjelaskan tentang hubungan kontraktual antara pihak yang mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu (principal) dan pihak yang menerima pendelegasian tersebut (agent). Agency

22 Misahardi Wilamarta. 2002. Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance , Program Pasca Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. hlm. 27-28.

theory memfokuskan pada penentuan perjanjian yang paling efisien yang mempengaruhi hubungan prinsipal dan agen. 23 Hubungan prinsipal dengan agen

pada prinsipnya didasarkan pada suatu kesepakatan, yaitu agen setuju untuk melakukan suatu perbuatan hukum bagi prinsipal dan pada sisi lain prinsipal setuju atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh agen tersebut. Sehingga dengan adanya kesepakatan tersebut, maka tanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh agen dibebankan pada prinsipal.

Perusahaan asuransi (Penanggung) memiliki tanggung jawab kepada agen asuransi dalam menawarkan produk asuransi milik perusahaan asuransi (Penanggung) tersebut, hal ini diatur dalam Pasal 18 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. “Bahwa Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, atau Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi yang mengunakan Agen Asuransi dalam memasarkan produknya wajib memastikan bahwa dalam kegiatan pemasarannya, Agen Asuransi paling sedikit telah melakukan tindakan sebagai berikut” :

a. Menyampaikan identitas sebagai wakil sah dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, atau Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi dengan menunjukkan lisensi keagenan yang berlaku untuk Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, atau Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi yang diwakilinya

23 Antonius Alijoyo dan Subiarto Zaini. 2004. Komisaris Independen, Penggerak Praktik GCG di Perusahaan ¸ PT Indeks, Jakarta. hlm. 6.

b. Menyampaikan informasi mengenai produk asuransi yang ditawarkan dan informasi penting yang terkait dengan syarat dan ketentuan polis dengan memperhatikan ketentuan peraturan OJK mengenai perlindungan konsumen sektor jasa keuangan

c. Menyampaikan kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta atas penerimaan atau penolakan surat penutupan asuransi dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, atau Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ada keputusan penerimaan atau penolakan pertanggungan

d. Menginformasikan dokumen yang diperlukan untuk pengajuan formulir

e. permohonan penutupan asuransi

f. Meminta dokumen yang diperlukan untuk pengajuan formulir permohonan dan dokumen lainnya yang dimintakan oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, atau Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi untuk penutupan asuransi

g. Memastikan pemegang polis, tertanggung, atau peserta mengisi seluruh formulir surat permohonan pertanggungan asuransi secara lengkap sesuai dengan dokumen yang disampaikan.

2. Asuransi Jiwa

a. Pengertian Asuransi Jiwa

Dalam KUHD diatur mengenai asuransi jiwa, Pasal 302 KUHD menjelaskan bahwa “Jika seseorang dapat guna keperluan seseorang yang Dalam KUHD diatur mengenai asuransi jiwa, Pasal 302 KUHD menjelaskan bahwa “Jika seseorang dapat guna keperluan seseorang yang

Kemudian, Pasal 303 KUHD yang berbunyi “Si yang berkepentingan itu dapat mengadakan pertanggungan tersebut bahkan di luar pengetahuan atau

persetujuan orang yang jiwanya dipertanggungkan”. Menurut Pasal 303 KUHD, orang yang jiwanya dipertanggungkan atau penikmat (beneficary) tidak perlu tahu

atau tidak perlu pula dimintai izin bila Si yang berkepentingan memiliki niat untuk menutup asuransi untuk dirinya. Oleh karenanya, wajar saja bila seorang ayah boleh menutup asuransi asuransi jiwa bagi istri dan anak-anaknya atau kedua orangtuanya, tanpa perlu memberitahu tahu atau tanpa perlu meminta izin pada mereka yang akan dipertanggungkan jiwanya. Kebolehan tersebut tentu beralasan karena Si penutup polis memiliki kepentingan (hubungan hukum) dengan orang- orang yang dipertanggungkan jiwanya. Baik kepentingan itu terbentuk hubungan perkawinan (suami menutup polis bagi istrinya), hubungan darah (seorang anak menutup polis bagi kedua orangtuanya atau seseorang ayah menutup polis bagi

anak-anaknya). 25

Menurut H.M.N Purwosutjipto, asuransi jiwa atau disebut juga dengan pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal-balik antara penutup asuransi (Tertanggung) dengan Penanggung dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan dengan membayar uang premi kepada Penanggung. Sedangkan Penanggung, sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang

24 Mulhadi. Op.Cit. hlm. 231. 25 Ibid. hlm. 232 24 Mulhadi. Op.Cit. hlm. 231. 25 Ibid. hlm. 232

Jadi, pada asuransi jiwa diperjanjikan demi kepentingan diri sendiri (Tertanggung) atau untuk orang lain yang jiwanya akan dipertanggungkn. Hal yang membedakan yang ada pada asuransi jiwa, yaitu, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa kematian atau kecelakann yang menimpa diri Tertanggung, maka Tertanggung akan memperoleh pengembalian sejumlah dari Penanggung sesuai dengan isi perjanjian asuransi. Premi yang dibayar oleh Tertanggung itu seolah-olah sebagai tabungan pada Penanggung. Kemudian di dalam asuransi jiwa apabila dalam jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa diri Tertanggung, maka Penanggung akan membayar jumlah asuransi yang telah disepakati bersama seperti tercantum dalam polis. Pembayaran tersebut didasarkan karena adanya peristiwa kematian atau kecelakaan, bukan karena terjadinya kerugian. Maka fungsi diadakannya asuransi jiwa, yaitu : 27

a. Media Proteksi : memberikan santunan kepada ahli waris ketika tertanggung meninggal dunia dalam periode pertanggungan.

b. Media Investasi : memberikan santunan kepada ahli waris atau pemegang polis ketika tertanggung tetap hidup sampai usia tertentu atau sampai akhir masa pertanggungan.

26 H.M.N Purwosutjipto. 1992. Pengertian Pokok Hukum Dagang, Jilid 6, Penerbit Djambatan, Jakarta. hlm. 9.

27 Dessy Danarti.2011. Jurus Pintar Asuransi, Agar Anda Tenang, Aman, dan Nyaman, Gmedia, Yogyakarta. hlm. 49.

b. Subjek dan Objek Asuransi Jiwa

Dalam asuransi jiwa, asuransi diadakan untuk menjamin apabila Tertanggung mengalami suatu evenemen yang mengakibatkan Tertanggung meninggal dunia atau cacat.

Kemudian, setidaknya ada tiga jenis risiko yang memengaruhi diadakannya perjanjan asuransi jiwa, yaitu risiko kematian, risiko hari tua dan risiko kecelakaan atau sakit.

Tertanggung dapat mengadakan asuransi jiwa untuk pihak ketiga ataupun untuk dirinya sendiri, jadi dalam asuransi jiwa terdapat Penanggung, Tertanggung dan pihak ketiga yaitu orang yang menerima manfaat (beneficiary) dari Tertanggung.

Pada dasarnya Penanggung merupakan perusahaan asuransi yang menanggung beban risiko (jiwa/raga) sebagai imbalan premi yang diterimanya dari Tertanggung. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan matinya Tertanggung, maka Penanggung wajib membayar uang santunan sesuai dengan uang asuransi yang diperjanjikan, atau jika berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi suatu peristiwa, maka Penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian kepada Tertanggung.

Pihak ketiga atau penerima manfaat (beneficiary) adalah orang yang ditunjuk oleh Tertanggung, baik berdasarkan kuasa umum atau khusus, bahkan tanpa pengetahuan pihak yang berkepentingan (ahli waris tertanggung). Penerima manfaat berhak menikmati santunan yang diperjanjikan dalam asuransi apabila terjadi evenemen yang mengakibatkan Tertanggung meninggal.

Akan tetapi jika evenemen tidak terjadi, maka Tertanggung atau Pemegang polis berhak menikmati pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh Penanggung atas pembayaran premi dari Tertanggung.

Pihak ketiga atau penerima manfaat (beneficiary) tidak mempunyai kewajiban membayar premi terhadap Penanggung. Jadi, beneficiary tidak memiliki tanggung jawab atas asuransi jiwa yang diadakan oleh Tertanggung. Asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga atau penerima manfaat (beneficiary) harus

dicantumkan dalam polis. 28

c. Jenis-Jenis Asuransi Jiwa

Terdapat 3 jenis asuransi jiwa tradisional, yaitu :

1) Asuransi Jiwa Berjangka (Term) Asuransi jiwa berjangka memberikan perlindungan asuransi untuk suatu

jangka waktu tertentu dan membayarkan manfaat hanya jika Tertanggung meninggal dunia. 29 Asuransi jiwa berjangka atau asuransi term life memberikan proteksi jiwa dalam waktu yang terbatas, memiliki nilai premi atau pembayaran per bulan yang rendah dengan nilai pertanggungan yang lebih besar, namun jika sampai masa akhir masa perjanjian asuransi pemegang polis masih dalam keadaan sehat, maka otomatis perjanjian berakhir dan tidak ada uang yang akan dikembalikan atau diterima Tertanggung.

28 Abdulkadir Muhammad. Op.Cit. hlm. 199. 29 Achdijat D. 1995. Teknik Pengelolaan Asuransi Jiwa, Gunadarma, Jakarta. hlm. 32.

Terdapat berbagai bentuk asuransi jiwa berjangka, yaitu asuransi jiwa berjangka tetap, asuransi jiwa berjangka menurun, dan asuransi jiwa berjangka menaik : 30

a. Asuransi jiwa berjangka tetap, memberikan perlindungan pada tingkat jumlah pembayaran asuransi yang tetap sampai jangka waktu berakhir.

b. Asuransi jiwa berjangka menurun, memberikan perlindungan dengan jumlah pembayaran asuransi yang menurun secara bertahap sepanjang jangka waktu perlindungan.

c. Asuransi jiwa berjangka menaik, memberikan perlindungan dengan jumlah pembayaran asuransi yang terus naik pada selang periode tertentu sepanjang jangka waktu polis.

2) Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life) Dikatakan seumur hidup karena adanya perlindungan permanen untuk

seumur hidup, dimulai sejak tanggal penerbitan polis hingga pemilik polis meninggal dunia, asalkan premi dibayar oleh Tertanggung. 31

Asuransi jiwa seumur hidup memberikan perlindungan dalam jangka waktu yang lebih lama dari asuransi jiwa berjangka, karena perlindungan asuransi jiwa seumur hidup adalah permanen, sehingga adanya jaminan uang kembali (tabungan jangka panjang), tetapi asuransi jiwa seumur hidup memiliki nilai premi yang lebih besar.

30 Ibid. 31 Ibid. hlm. 36.

Ada beberapa macam asuransi jiwa seumur hidup, yaitu asuransi jiwa seumur hidup modifikasi, bertingkat, deposit minimum dan tidak tetap : 32

a. Asuransi jiwa seumur hidup modifikasi, yang membedakan yaitu pembayaran premi yang rendah pada beberapa tahun pertama dan akan lebih besar pada akhir-akhir tahun.

b. Asuransi jiwa seumur hidup bertingkat, premi pada awal tahun lebih rendah, setelah itu meningkat setiap tahun hingga mencapai tingkat yang mencukupi.

c. Asuransi jiwa seumur hidup deposit minimum, dimulai dengan membentuk nilai tunai bersamaan dengan pembayaran premi pertama. Sejak saat itu, pemegang polis memnjam dari nilai tunai yang terbentuk untuk membayar sebagian atau seluruh premi yang disyaratkan.

d. Asuransi jiwa seumur hidup dengan premi tidak tetap, yaitu polis dengan tarif premi yang disesuaikan berdasarkan antisipasi pengalaman masa mendatang Penanggung. Premi tertinggi, seperti tertuang dalam perjanjian, sekalipun premi yang dibayarkan pada saat penerbitan lebih rendah dan bertahan pada suatu jangka waktu tertentu. Setelah jangka awal dilampaui dan berdasarkan ekspektasi perusahaan atas mortalita, biaya dan investasi premi dapat meningkat, tetap atau menurun.

3) Asuransi Jiwa Dwiguna (Endowment) Manfaat yang diberikan dalam asuransi jiwa dwiguna yang pertama yaitu,

berupa penerimaan sejumlah uang pertanggungan jika Tertanggung meninggal

32 Ibid. hlm. 39.

dunia dalam periode waktu tertentu sesuai dengan kebijakan polis asuransi yang dibeli. Kedua, jika Tertanggung masih hidup saat jangka waktu berakhir, Tertanggung atau ahli waris yang ditunjuk akan mendapatkan seluruh pertanggungan, atau Tertanggung juga bisa mendapatkan nilai tunai berkala sebelum masa perjanjian berakhir. 33 Tetapi beban pembayaran premi yang

diberikan kepada Tertanggung lebih tinggi.

d. Prinsip-Prinsip dalam Asuransi Jiwa

1) Prinsip kepentingan (Insurable Interest) Dalam asuransi jiwa yang menjadi objek adalah jiwa atau raga seseorang.

Atas jiwa atau raga tersebut yang berkepentingan adalah dirinya sendiri atau pihak ketiga. Pihak ketiga memiliki kepentingan terhadap Tertanggung karena merupakan ahli waris atau orang disebut di dalam polis untuk menerima santunan atas meninggalnya Tertanggung.

Dalam asuransi jiwa kepentingan Tertanggung terhadap hidup atau matinya seseorang yang dipertanggungkan dijadikan syarat bagi Tertanggung untuk menerima jaminan asuransi dari Penanggung akibat adanya kerugian finansial dan

hilangnya hak subjektif yang diberikan Tertanggung kepada keluarganya. 34

2) Prinsip itikad baik (Utmost Good Faith) Pada hakikatnya asas kejujuran adalah asas bagi setiap perjanjian asuransi

yang ada dalam ketentuan KUH Perdata. Tidak dipenuhi asas akan menutup suatu perjanjian suatu perjanjian akan menyebabkan cacat kehendak. Pasal 251 KUHD

33 Ibid. hlm. 40. 34 Santanoe Kertonegoro.1991. Asuransi Jiwa dan Pensiun, Jakarta. hlm. 154.

mengatur tentang itikad baik atau kejujuran, hal ini disebabkan karena perjanjian asuransi mempunyai sifat-sifat khusus, dibandingkan dengan perjanjian-perjanjian lain dalam KUH Perdata. Tertanggung harus menyadari bahwa pihaknya mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya, sejujur-jujurnya, dan selengkap-lengkapnya mengenai keadaan objek yang diasuransikan. 35 Tetapi itikad baik ini hanya dibebankan kepada Tertanggung.

Kewajiban pemberitahuan merupakan realisasi penerapan teori objektivitas (objectivity theory) mengenai identitas objek asuransi. Di dalam SPPA dimintakan kepada Tertanggung untuk menjelaskan secara jelas dan tepat mengenai riwayat medis Tertanggung. Maka merupakan kewajiban Tertanggung untuk mengisi dan menjelaskan secara jelas dan tepat mengenai riwayat medis yang akan dicantumkan dalam SPPA tersebut.

e. Berakhirnya Asuransi Jiwa

1) Karena terjadinya peristiwa (evenemen) Ketika terjadi peristiwa meninggalnya Tertanggung dalam masa perjanjian

dilaksanakan, maka Penanggung berkewajiban membayar uang santunan kepada penerima manfaat yang ditunjuk oleh Tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak Penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi

jiwa berakhir. 36

Asuransi jiwa berakhir bukan berakhir pada saat tertanggung meninggal dunia, melainkan setelah penanggung membayarkan uang santunan kepada

35 Angger Sigit Pramukti dan Andre Budiman Panjaitan. 2016. Pokok-Pokok Hukum Asuransi, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. hlm. 22-23.

36 Abdulkadir Muhammad. Op.Cit. hlm. 201.

penerima manfaat/ahli waris. Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan, “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, at au untuk tidak berbuat sesuatu”. Dalam konteks perjanjian asuransi, subjeknya adalah perjanjian untuk berbuat sesuatu. Bagi penanggung yaitu janji penanggung untuk memberikan penggantian atas kerugian atau kehilangan atau

tanggung jawab yang timbul atau manfaat asuransi yang sah. 37 Jadi, asuransi jiwa berakhir setelah dibayarkannya klaim Tertanggung oleh Penanggung.

2) Karena jangka waktu berkahir Apabila jangka waktu perjanjian asuransi itu berakhir tanpa terjadi

evenement terhadap tertanggung, maka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian asuransi jiwa seringkali ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumlah uang pada tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenement. Hal ini dikarenakan fungsi dari asuransi jiwa

bukan saja sebagai media proteksi, melainkan media investasi. 38

3) Asuransi gugur Pasal 306 KUHD menjelaskan, “Apabila orang yang diasuransikan jiwanya

pada pada saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun Tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain.”

37 Junaedy Ganie. 2011. Hukum Asuransi Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. hlm. 56. 38 Dessy Danarti. Loc.Cit.

Kemudian, Pasal 307 KUHD menjelaskan, “Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi

jiwa itu gugur.”

4) Asuransi dibatalkan Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu

perjanjian berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri. 39

3. Polis Asuransi

a. Syarat-Syarat Sah Perjanjian Asuransi

Asuransi didasari atas suatu perjanjian. Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata memberikan ketentuan mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu :

1) Adanya persetujuan kehendak antara Penanggung dengan Tertanggung

Persetujuan kehendak merupakan suatu kesepakatan, sepakat menurut Herlien Budiono, mencakup perngertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan diri, tetapi juga “sepakat” untuk mendapatkan prestasi. Dalam perjanjian timbal balik masing-masing pihak tidak saja mempunyai kewajiban, tetapi juga berhak atas prestasi yang telah diperjanjiakan. Suatu perjanjian sepihak yang memuat hak atau kewajiban satu pihak untuk mendapatkan atau memberikan prestasi, tetap

39 Abdulkadir Muhammad. Op.Cit. hlm. 203.

mensyaratkan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak. 40 terjadinya kesepakatan dimulai dengan proses offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan) antara

Penanggung dengan Tertanggung (bergaining theory). Dalam perjanjian asuransi, penawaran berasal dari Tertanggung, sendangkan penerimaan dalam hal ini berupa risiko berasal dari Penanggung.

Menurut Bergaining theory, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua pihak apabila penawara (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya. Titik temu antara penawaran dan penerimaan secara timbal bali menciptakan kesepakatan yang menjadi dasar perjanjian antara kedua pihak. 41

Dalam bisnis asuransi, acceptancae (penerimaan) timbul pada saat pertanggungan dimulai atau polis diterbitkan, mana saja yang lebih dahulu, tetapi proses offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan) akan tetap menjadi bagian tidak terpisahkan dari polis asuransi yang diterbitkan kemudian. Dengan demikian, tertanggung terikat dengan semua informasi yang diberikan yang menjadi dasar

bagi penanggung untuk melakukan penutupan asuransi. 42

2) Kecakapan dan Kewenangan Para pihak dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum menurut undang-

undang apabila orang tersebut sudah dewasa, sehat ingatan, tidak di bawah perwalian, atau pemegang kuasa yang sah. Sedangkan yang dimaksud kewenangan bahwa Tertanggung mempunyai hubungan yang sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Sedangkan penanggung

40 Harlien Budiono. 2009. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm. 73-74.

41 Ibid. hlm. 55. 42 Junaedi Ganie. Op.Cit. hlm. 56.

adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar perusahaan.

Pasal 1330 KUH Perdata menentukan kualifikasi orang yang tidak cakap membuat perjanjian, yaitu :

a. Orang-orang yang belum dewasa

b. Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampunan

c. Kemudian ketentuan ketiga yang telah direvisi oleh Mahkamah Agung RI berdasarkan Surat Edaran No. 3/1963 tanggal 4 Agustus 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia bahwa perempuan adalah cakap sepanjang memenuhi syarat telah dewasa dan tidak di bawah pengampunan

3) Objek Objek yang dapat diasuransikan berupa harta kekayaan dan kepentingan

yang melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa raga manusia. Objek asuransi harus jelas dan pasti. Tertanggung harus membuktikan bahwa dia memiliki kepentingan atas objek asuransi tersebut. Apabila Tertanggung tidak dapat membuktikannya, maka akan timbul anggapan bahwa Tertanggung tidak mempunyai kepentingan apa-apa, hal mana mengakibatkan asuransi batal (null and

void ). 43

4) Kausa yang halal

43 Abdulkadir Muhammad. Op.Cit. hlm. 52.

Bahwa perjanjian asuransi tersebut diadakan tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Harlen Budiono menjelaskan bahwa kata “causa” dalam ilmu hukum mengandung pengertian sebagai dasar yang melandasi hubungan hukum di bidang kekayaan. Suatu perjanjian hanya akan mempunyai akibat hukum jika memenuhi 2 syarat, pertama, tujuan perjanjian mempunyai dasar yang pantas atau patut; kedua,

harus mengandung sifat yang sah. 44

Berdasarkan Pasal 257 KUHD perjanjian pertanggungan, terjadi segera setelah tercapai persesuaian kehendak antara kedua pihak. Untuk berlaku sah perjanjian pertanggungan, tidak tergantung pada adanya suatu syarat formalitas atau akta. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sifat perjanjian asuransi adalah konsensuil.

b. Penerbitan Polis Asuransi

Berdasarkan acceptance theory (teori penerimaan), perjanjian asuransi terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima

oleh Tertanggung. 45 Dalam hal ini berarti penawaran tertulis pihak Penanggung telah diterima oleh Tertanggung walaupun isi tulisan itu belum dibacanya. Diterima

penawaran itu dibuktikan oleh tindakan nyata dari Tertanggung, biasanya dengan menandatangani SPPA yang disodorkan oleh Penanggung yang disebut nota persetujuan (cover note). Aplikasi asuransi (SPPA) yang telah diisi dan dilengkapi

44 Harlen Budiono. Op.Cit. hlm. 112. 45 Abdulkadir Muhammad. Op.Cit. hlm. 56.

calon Tertanggung atau Pemegang polis dengan benar dan jujur akan menjadi dasar terbitnya polis. 46

Aplikasi asurasni mencantumkan berbagai macam keterangan yang memuat, identitas calon Tertanggung , jenis pertanggungan, obyek yang dipertanggungkan, besarnya pertanggungan, lama waktu pertanggungan serta besarnya premi yang harus dibayar calon tertanggung, serta hal penting lainnya. Calon Tertanggung dalam perjanjian asuransi dipersyaratkan untuk mengisi dan mengajukan aplikasi asuransi sebagai permohonan membeli asuransi, meskipun pada kenyataannya yang melakukan pengisian adalah agen asuransi, namun tanda tangan harus dibubuhkan oleh calon tertanggung sendiri.

Pasal 255 KUHD menjelaskan bahwa “Perjanjian pertanggungan harus diadakan dengan membuat suatu akta, yang disebut polis.” Polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara Tertanggung dan Penanggung Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit Tertanggung dan Penanggung merealisasikan hak dak kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Di samping itu, polis juga memuat kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban

untuk mencapai tujuan asuransi. 47 Pasal 259 ayat 1 KUHD menjel askan bahwa “Polis harus ditawarkan kepada

Penanggung supaya ditandatangani dan didalam waktu 24 jam setelah ditawarkan

46 Ketut Sendra.2009. Klaim Asuransi: Gampang, BMAI & PPM, Jakarta. hlm. 43. 47 Abdulkadir Muhammad. Op.Cit. hlm. 55.

harus diserahkan kembali kepada Tertanggung. Dari bunyi pasal 259 itu maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang membuat polis itu adalah pihak Tertanggung. 48

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Laut Internasional - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 97

BAB III ANALISA A. Kedudukan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia Menurut Norma-Norma Hukum Laut Internasional - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Inter

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 1 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Problematika Pelaksanaan Jamsostek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional: Studi Kasus pada PT. Apac Inti Cor

0 0 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Problematika Pelaksanaan Jamsostek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional: Studi Kasus pad

0 0 106

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Problematika Pelaksanaan Jamsostek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional: Studi Kasus pada PT. Apac Inti Corpora

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Putusan Hakim dalam Perkara Perdata tentang Perjanjian Baku: Studi Kasus Putusan MA NO. 560 K/Pdt.Sus/2012

0 0 10