BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Problematika Pelaksanaan Jamsostek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional: Studi Kasus pada PT. Apac Inti Cor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk

  menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Penyelenggaraan progam jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat sebagaimana yang tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H bahwa: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Jaminan sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan negara, Indonesia mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Sejalan dengan hal ini, maka pemerintah perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan

  1 khusus yang menangani jaminan sosial.

  Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atas berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan

  2 meninggal dunia.

  Secara kronologis proses terbentuknya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan, maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja atau pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang Pembentukan Wadah Penyelenggara ASTEK, yaitu Perum Astek.

  Tonggak penting berikutnya adalah Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yang ditindaklanjuti dengan menetapkan PT. Jamsostek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.

  Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagai

  3 atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

  Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah memberlakukan Undang- 2 Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Pasal 1 Undang – Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

  Pemberlakuan UU SJSN merupakan pelaksanaan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan Pasal 34 ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

  Pada tanggal 31 Agustus 2005, Mahkamah Konstitusi membacakan putusan atas perkara Nomor 007/PUU-III/2005 kepada publik. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa keempat Persero tersebut sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

  4 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

  Berdasarkan putusan Nomor 007/PUU-III/2005 yang menyatakan bahwa

  Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menutup peluang Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD NRI 1945. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945. Namun Pasal 52 ayat (2) hanya berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan menjamin kepastian hukum karena belum ada Badan Penyelenggata Jaminan Sosial (BPJS) yang memenuhi persyaratan agar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

5 Nasional (SJSN) dapat dilaksanakan.

  Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan hanya bertumpu pada Pasal 52 ayat (2) maka status hukum PT (Persero) JAMSOSTEK, PT (Persero) TASPEN, PT (Persero) ASABRI, dan PT ASKES Indonesia (Persero) dalam posisi transisi. Akibatnya, keempat Persero tersebut harus ditetapkan kembali sebagai BPJS dengan sebuah Undang-Undang sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyatakan bahwa: “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang- Undang”. Pembentukan BPJS ini dibatasi sebagai badan penyelenggara jaminan sosial nasional yang berada di tingkat pusat.

  Pada tanggal 25 November 2011, Pemerintah mengundangkan Undang- Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diundangkan sebagai pelaksana dari ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 5 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), dan pasca putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 007/PUU-III/2005.

  Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terbentuk menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu; BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

  Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai penyelenggara sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Berikut pencapaian pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) disertai kondisi sebelum atau sesudah pada pelaksanaan yang diatur oleh UU SJSN.

  

Tabel 1

Perbandingan Pelaksanaan dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial

Nasional (UU SJSN)

  Aspek Kondisi sebelum 1 Januari Kondisi yang akan dicapai (Jamsostek) (BPJS)

  Peraturan Penyelenggaraan jaminan sosial Penyelenggaran BPJS diatur Perundang- diatur dengan berbagai peraturan secara integral tanpa Undangan perundang-undangan yang membedakan profesi. berlaku diselenggarakan secara Sedangkan untuk kategori terpisah berdasarkan jenis manfaat tambahan BPJS TK profesi. akan diatur secara terpisah dengan memperhatikan harmonisasi antar peraturan perundang-undangan terkait.

  Kepesertaan Kepesertaan terbatas pada: Seluruh Pekerja menjadi Peserta

  • PT. Jamsostek (Persero), 2013: BPJS Ketenagakerjaan (Prioritas
  • JKK, JHT & JKm Aktif: 12,04 Sektor Formal sesuai Penjelasan juta jiwa Umum UU SJSN)
  • Jasa Konstruksi: 5,63 juta jiwa Program Fragmentasi penyelenggaraan Penyelenggaraan universal program jaminan sosial -Satu payung hukum (peraturan, iuran dan manfaat, -Prinsip ekuitas dan asuransi tata kelola) berdasarkan jenis sosial profesi Penyelenggaraan oleh -Iuran dan manfaat sama badan penyelenggara BUMN -Iuran pekerja penerima upah % berbentuk PT (Persero) dari gaji berorientasi keuntungan dan -Iuran pekerja bukan penerima manfaat bagi pemegang saham upah nom>Manfaat adalah manfaat DASAR.
  • Penyelenggaraan oleh BPJS, badan hukum publik berbasis nirlaba, yang bertanggung jawab kepada Presiden Keuangan dan -Belum memiliki standar Sistem pelaporan keuangan dan Pelaporan akuntansi untuk jaminan sosial akuntansi sesuai dengan: yang berbasis internasional. - UU SJSN
masing program masih dalam Pedoman Standar Akuntansi proses. Keuangan dan Pelaporan yang

  • Aset dan Kewajiban untuk berbasis internasional (IFRS) Dana Jaminan Sosial (DJS) dan dan praktik terbaik internasional. PT. Jamsostek (Persero) sebagai Pemisahan laporan keuangan pengelola belum dipisahkan. berdasarkan program baik aset
  • Dasar (basis) penentuan maupun kewajiban (tidak ada kewajaran besarnya biaya konsolidasi baik dengan laporan pengelolaan belum ditentukan. keuangan BPJS atau laporan -Belum memiliki format baku keuangan program lainnya). untuk pelaporan keuangan untuk pengelola dan untuk masing- masing program.
  • Proses transformasi untuk aspek keuangan dan akuntasi masih dalam proses transisi.

  Kelembagaan dan -Status hukum BUMN -Status Badan Hukum Publik Organisasi -Struktur, budaya organisasi, (Good Governance, Dewan sebaran kantor cabang, dan Pengawas, Direksi, dan Tata jumlah karyawan dirancang Cara Pemilihan Dewan untuk mendukung strategi dan Pengawas & Direksi). program JKK, JHT, JPK dan -Penguatan manajemen SDM JKm. berbasis kompetensi untuk

  • Manajemen SDM berbasis mencapai operasi dan layanan
kompetensi prima (operational & service excellent) Pengembangan Proses Bisnis dan Sistem Teknologi Informasi

  Proses bisnis dikembangkan untuk mendukung program JPK, JKK, JHT, JKm. Pendaftaran peserta dilakukan secara kolektif oleh perusahaan. Sistem TI dikembangkan untuk mendukung proses bisnis dan layanan terhadap 12,04 juta peserta

  Penyusunan proses bisnis baru untuk mendukung program JKK, JHT, JKm dan JP. Pendaftaran peserta secara individual Penggunaan NIK sebagai kunci utama database peserta.

  Penyusunan rencana strategis sistem TI untuk mendukung program & layanan seluruh tenaga kerja.

  Sosialisasi Materi informasi belum sinergis dan membingungkan.

  Akses informasi terbatas. Penyampaian informasi belum terkoordinir.

  Adanya apriori terhadap pemerintah dalam pelaksanaan jaminan sosial.

  Penerimaan dan dukungan publik yang tinggi.

  Kelengkapan dan ketersediaan informasi yang seragam dan mudah diakses. Kepesertaan dalam program yang tinggi.

  Pengelolaan Aset dan Investasi Badan penyelenggara BUMN berbentuk PT (Persero) dengan kebijakan investasi mencari

  Badan penyelenggara berbentuk Badan Hukum Publik berbasis nirlaba. pemegang saham. merupakan bagian dari Dana Iuran dan hasil investasi dana Jaminan Sosial yang terpisah jaminan sosial digabungkan dari kekayaan BPJS dengan dan merupakan bagian Ketenagakerjaan dari kekayaan dan kewajiban PT. Jamsostek (Persero).

  • Sumber: Olahan data dari situs BPJS TK, Ringkasan Peta Jalan

    Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019.

    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS

  Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.

  Pada tanggal 1 Januari 2014, Pemerintah mengubah PT Jamsostek

  6 (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan atas perintah UU BPJS. Pada saat PT.

  Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan ditanggal 1 Januari 2014, terjadi serangkaian perubahan peristiwa sebagai berikut : PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi.

  • Semua aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek - (Persero) dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
  • Ketenagakerjaan.

  Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS

  • Pemegang Saham (RUPS) mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik.

  Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Rapat Umum

  • BPJS Jamsostek dan laporan posisi keuangan pembuka Dana Jaminan Ketenagakerjaan.

  Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka

  • menjadi Badan hukum publik.

  Badan hukum pada PT. Jamsostek (Persero) dilakukan perubahan

  • difokuskan pada warga negara dan berprinsip memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

  Dalam tujuan penyelenggara jaminan sosial pada BPJS Ketenagakerjaan

  BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua yang selama ini telah diselenggarakan oleh PT Jamsostek, termasuk menerima peserta baru sampai dengan 30 Juni 2015. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2015 dengan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian dan program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor

  7

  40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Berikut program BPJS Ketenagakerjaan yang akan diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai berikut:

1. Jaminan Kecelakaan Kerja

  Dari segi aspek kepesertaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa: “Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di

  Indonesia, yang telah membayar iuran ”. Pada ketentuan Pasal 5 Peraturan

  Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian menjelaskan bahwa peserta jaminan kecelakaan kerja digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu; a)

  Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebagaimana dimaksud seperti; pekerja pada perusahaan, pekerja pada orang perseorangan, dan orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

  b) Peserta bukan penerima Upah sebagaimana dimaksud seperti; pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja

  8 yang tidak diluar hubungan kerja atau tidak pekerja mandiri.

  Untuk Manfaat yang diperoleh peserta jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian yang menyatakan bahwa manfaat dari program ini berupa pelayanan kesehatan dan santunan berupa uang. Berikut manfaat program jaminan kecelakaan kerja

  9

  yang digolongkan menjadi 6 (enam) sebagai berikut : 1.

  Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB); 2. Santunan Catat sebagian; 3. Santunan Cacat Total untuk selama-lamanya; 4. Santunan Kematian; 5. Biaya Rehabilitasi bagi tenaga kerja yang anggota badanya hilang atau tidak berfungsi akbit kecelakaan kerja;

  6. Bantuan Beasiswa kepada anak Pesera apabila tenaga kerja meninggal dunia atau cacat total akibat kecelakaan kerja.

  2. Jaminan Kematian Pada manfaat jaminan kematian diberlakukan untuk ahli waris peserta yang meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan kerja. Manfaat yang diperoleh oleh ahli waris peserta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian adalah santunan kematian sekaligus dan berkala, biaya pemakaman dan bantuan beasiswa. Program manfaat jaminan kematian merupakan peraturan Jamsostek yang dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan dan disertai manfaat tambahan pada

  10 program jaminan kematian, ialah Bantuan Beasiswa.

9 Lampiran III, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

  3. Jaminan Hari Tua Kepesertaan pada manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai yang dibayarkan apabila peserta berusia 56 (lima puluh enam) tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Sedangkan pada pelaksanaan peraturan Jamsostek menjelaskan bahwa peserta dalam jaminan hari tua adalah tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, cacat total tetap yang ditetapkan oleh dokter sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun, dan meninggal

  11

  dunia sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa pencairan jaminan hari tua dapat diambil apabila peserta terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 (sepuluh) tahun, pengambilan manfaat jaminan hari tua dapat sebagian dana jaminan hari tua tanpa diharuskan keluar dari peserta BPJS Ketenagakerjaan, namun jumlahnya sebanyak 10% (sepuluh persen) dari saldo untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun, dan 30% (tiga puluh persen) dari jumlah jaminan hari tua dengan diperuntukkan untuk kepemilikan rumah. Hak atas manfaat jaminan hari tua bagi tenaga kerja tidak dapat dipindahtangankan, digadaikan, atau disita

  12 sebagai pelaksana putusan pengadilan.

  4. Jaminan Pensiun Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan 11 Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa usia pensiun ditetapkan 56

  

Maimun, 2007, Hukum ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, Jakarta, PT Pradnya

Paramita, h. 111-112.

  (lima puluh enam) tahun. Di tahun 2019 ketentuan berubah menjadi 57 (lima puluh tujuh) tahun. Selanjutnya akan berubah ketentuan usia pensiun apabila bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai usia pensiun 65 (enam puluh lima) tahun. Dengan demikian apabila peserta telah memasuki usia pensiun tetapi yang bersangkutan tetap dipekerjakan, peserta dapat memilih untuk menerima manfaat pensiun pada saat mencapai usia pensiun atau pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan paling lama 3 (tiga) tahun setelah

  13 usia pensiun.

  Pembayaran iuaran BPJS Ketenagakerjaan ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja atau pengusaha karena kecelakaan dan penyakit yang timbul karena hubungan kerja merupakan tanggung jawab penuh dari pengusaha selaku pemberi kerja. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja disesuaikan dengan tingkat resiko dari bidang usaha yang dijalankan pengusaha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminann Kematian menyatakan bahwa iuran pada Jaminan Kecelakaan Kerja yang wajib dibayar pengusaha dikelompokkan menjadi 5 (lima) jenis usaha

  14 dengan besar iuran antara 0,24% hingga 1,75% dari upah sebulan.

  Pembayaran iuran Jaminan Kematian merupakan kewajiban pengusaha yang harus bertanggung jawab atas kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. 13 Besarnya iuran ditetapkan sebesar 0,3% dari upah sebulan.

Bab III, Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun.

  Besaran iuran Jaminan Hari Tua pembayaran ditanggung pengusaha dan tenaga kerja karena jaminan hari tua merupakan jaminan yang memberikan perlindungan kepada para pekerja terhadap resiko yang terjadi di hari tua, dimana produktivitas pekerja sudah menurun. Dan untuk besaran jaminan hari tua ditetapkan sebesar 5,7% dari upah sebulan dimana 3,7% dibayar pengusaha dan

  15

  2% dibayar oleh tenaga kerja. Sedangkan besaran iuran Jaminan Pensiun wajib dibayarkan setiap bulan. Besaran iuran sebesar 3% (tiga persen) wajib ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan peserta dengan ketentuan sebagaimana dimaksud adalah 2% (dua persen) ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% (satu persen) dari

  16 upah ditanggung oleh peserta.

  Pada peraturan pelaksana sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang- Undang Sistem Jaminan Nasional terkait dengan penyelenggaraan program BPJS Ketenagakerjaan pada peraturannya belum terbentuk sampai dengan pertengahan Juni 2015. Ketiadaan peraturan pada keempat program BPJS Ketenagakerjaan terkait program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun ini tentunya akan menimbulkan permasalahan secara hukum terkait operasional BPJS Ketenagakerjaan. Penyiapan draf peraturan pelaksana terkait program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun sudah dilakukan dari sebelum harinya. Dalam perkembangannya proses pembahasan mengalami kendala yang serius dikarenakan pada pencapaian kesepakatan antar pemangku kepentingan, baik 15 antara kementerian yang terlibat, pengusaha dengan pemerintah, pemerintah

  

Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Cetakan Ketiga, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h. 124, 128, 131. dengan asosiasi pekerja, dan asosiasi pekerja dengan pengusaha. Beberapa

  17

  kendala yang menghambat pelaksanaan pengaturan yaitu : 1.

  Pada Pembahasan tentang JKK dan JKM, terjadi subtansi Perubahan yaitu; PNS/TNI/ Polri tidak termasuk Peserta BPJS Ketenagakerjaan.

  Subantasi perubahan ini berdampak pada penurunan peserta. Pertumbuhan tenaga kerja aktif dari tahun 2015-2018 rata-rata sebesar 33,72%. Pada tahap awal tahun 2015 sampai dengan 2017 terjadi penurunan TK aktif dikarenakan hilangnya target kepesertaan PNS/TNI/Polri dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

  2. Pada pembahasan tentang biaya program pensiun dalam 15 tahun pertama biasanya akan cukup rendah karena tidak ada peserta program pensiun yang akan memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat pensiun selama jangka waktu tersebut. Besaran iuran pada JP adalah 3%. Apabila biaya program pensiun akan meningkat pesat, besar manfaat pensiun yang dibayarkan akan meningkat, upah yang menentukan manfaat di masa depan meningkat dan tingkat mortalitas akan menurun sehingga pensiunan akan hidup lebih lama setelah pensiun dan lebih banyak pekerja akan hidup sampai usia pensiun.

  3. Pada pembahasan tentang JHT, Pengambilan JHT sebagian maksimum sebesar 10% atau 30%, bagi peserta yang memiliki masa kepesertaan minimal 10 tahun. Kendala yang diterima pada bahasan JHT tersebut adalah menurunkan dana kelolaan JHT dan mengurangi hak benefit yang dimiliki peserta yang lama (Jamsostek).

B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana pelaksanaan peraturan jaminan sosial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ? 2. Apakah masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan peraturan jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ? C.

   Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui pelaksanaan peraturan jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

  2. Untuk mengetahui masalah-masalah yang muncul pada pelaksanaan peraturan jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis.

   Memberikan pengetahuan bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya di bidang hukum asuransi dan hukum ketenagakerjaan terkait dengan pelaksanaan Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

2. Manfaat Praktis.

   Dapat memberikan masukan bagi instansi yang berwenang dalam menyempurnakan kekurangan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.  Memberikan jawaban dari permasalahan yang diteliti penulis serta dapat mengembangkan pola pikir, penalaran dan pengetahuan penulis dalam menyusun suatu penulisan hukum.

E. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Penelitian Hukum Empiris: Pengelolaan data dalam penelitian hukum empiris, selain pengelolaan data sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian hukum normatif, peneliti harus memeriksa kembali informasi yang diperoleh dari responden atau informasi dan narasumber, terutama untuk kelengkapan jawaban yang diperoleh dalam pengambilan data. Dalam hal ini peneliti melakukan editing, dengan maksud agar kelengkapan dan validitas data dan informasi terjamin.

  Dalam pengelolaan data, semua data yang diperoleh relevan yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan masalah penelitian, dan diikutsertakan dalam klasifikasi.

2. Teknik Pengumpulan Data

  Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap sebagai berikut: Studi Kepustakaan yaitu: Penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku, literatur, perundang-

  undangan, majalah serta makalah yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Bahan hukum dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) kelompok diantaranya: 1.

  Bahan hukum primer :

  • Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  • Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional -

  Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  • Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.
  • Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.
  • Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang

  Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

  • Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
  • Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.

  46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

  • Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
  • Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 26 Tahun 2015 tentang

  Jaminan Kematian, Dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah.

  • Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

  Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 1

  • Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.

  Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 4

  • Tahun 2016 tentang Perubahan Status Kepesertaan Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

  Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 6

  2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder pada skripsi ini adalah penelitian lapangan.

  Penelitian Lapangan yaitu penelitian yang dilakukan langsung ke pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian lapangan dilakukan dengan menentukan : a.

  Lokasi Penelitian : PT. Apac Inti Corpora Bawen Jalan. Soekarno Hatta Km. 32 Bawen, Semarang.

  b. : Wawancara dilakukan dengan Kepala Wawancara dan Staff Personalia serta Pekerja di PT. Apac Inti

  Corpora.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 0 17

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Wacana - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 11

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 12

1.1 Isi Buku Tuhan Maha Asyik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

1 3 47

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Laut Internasional - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 97

BAB III ANALISA A. Kedudukan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia Menurut Norma-Norma Hukum Laut Internasional - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Inter

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 1 13