Menyambut kurikulum 2013 erny roesminingsih MP

  

Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Konteks Perubahan Organisasi Sekolah

Oleh : Dr. Erny Roesminingsih, M.Si

  Pemberlakuan kurikulum 2013 menjadi fenomenal, antara pro dan kontra. kurikulum ini diharapkan bisa diterapkan mulai tahun ajaran baru 2013, yang telah diuji publik November 2012. Adapun orientasi pengembangan kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.

  Perubahan yang ada di tingkat SD adalah dari 10 mata pelajaran yang diajarkan, yaitu pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, seni budaya dan keterampilan, pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, serta muatan lokal dan pengembangan diri. Namun mulai tahun ajaran 2013/2014 jumlah mata pelajaran akan diringkas menjadi tujuh, yaitu pendidikan agama, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, matematika, seni budaya dan prakarya, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, serta Pramuka. bersifat tematik integratif. pendekatan dalam pembelajaran mata pelajaran IPA dan IPS sebagai materi pembahasan pada semua pelajaran, yaitu dua mata pelajaran itu akan diintegrasikan kedalam semua mata pelajaran.

  Kemendikbud mengatakan bahwa "Pengembangan dan perubahan kurikulum ini adalah sesuatu yang lazim untuk menciptakan anak didik yang kompeten dan bisa dipertanggungjawabkan,"

  Sekolah sebagai institusi terkait erat dengan nilai, budaya, dan kebiasaan yang hadir di tengah masyarakat. Sekolah juga sebagai ujung tombak dari proses modernisasi (agent of

  

change), artinya produk sebuah sekolah harus berupa lulusan yang memiliki kompetensi

  unggul agar mampu bersaing dalam menghadapi kompetisi di jenjang yang lebih tinggi atau di pasar tenaga kerja.

  Sekolah yang berbudaya dan unggul dapat dibentuk melalui manajemen dengan kepemimpinan visioner (visionery leadership) karena kepemimpinan ini berfokus pada perubahan dan masa depan. Prespektif kepemimpinan ini merupakan suatu kondisi penting untuk terbentuknya iklim sekolah unggul yang kondusif sehingga terwujud budaya sekolah bermutu akan mampu menghadapi berbagai tantangan. Kepala sekolah sebagai nahkoda untuk memimpin perubahan di sekolah wajib memiliki kepemimpinan visioner untuk dapat melaksanakan kurikulum 2013

  Sebuah perubahan, mengapa ? Pada hakekatnya kehidupan manusia ataupunn organisasi diliputi oleh perubahan.

  Adapun faktor pendorong perubahan itu sendiri dapat berasal dari dalam diri atau luar individu/sekolah. Untuk itu perubahan perlu dipahami untuk mengurangi tekanan ataupun resistensi terhadap perubahan itu sendiri.

  Faktor pendorong perubahan meliputi banyak sebab dan bisa multi kombinasi. Beberapa faktor pendorong perubahan. Pertama, perubahan teknologi yang terus meningkat yang diiringi dengan kemampuan teknologi yang semakin meningkat pula. Individu dan organisasi dalam hal ini sekolah tidak akan membiarkan perkembangan menguntungkan pesaingnya. Jika mempunyai pesaing....! Perkembangan baru akan mengakibatkan perubahan ketrampilan, pekerjaan, struktur dan juga budaya. Kedua. Persaingan yang semakin intens dan global. Dalam dunia yang serba terbuka terjadi persaingan yang semakin tajam dengan cakupan lintas negara. Banyak oragnisasi dipaksa mencapai standar kualitas dan biaya yanag telah dicapai oleh organisasi /pihak perintis. Contoh konkrit dalam hal ini adalah tidak diakuinya echievement sumberdaya kita karena kualitasnya yang kurang memadai (TKI/TKW red). Sebagus apaun bekerja tidak bisa menyamai standart yang diberlakukan oleh organisasi/negara perintis atau dalam hal ini negara maju/industri. Ketiga. Semakin banyak tuntutan dari masyarakat. Masyarakat sudah melek terhadap kualitas. Mereka tidak mau dilayani oleh produk ataupun jasa yang rendah kualitasnya. Untuk menjadi organisasi yang kompetitif, sekolah harus lebih cepat merespon kebutuhan masyarakat, dan perlu diingat bahwa tuntutan mereka dapat berlaku sepanjang waktu, bahkan bisa berubah dalam ukuran detik. Kita selaku penyedia jasa pendidikan tidak dapat mengabaikan cara mereka memenuhi kubutuhan dan ekspektasi mereka. Itu merupakan hak mereka. Berkat merekalah semua akan menjadi dinamis dan berusaha untu mencari terobosan-terobosan baru untuk memenuhinya. Sekolah dalam hal ini, jika tidak mampu memenuhi harapan mereka akan ditinggalkan karena sudah tidak seirama lagi baik dalam struktur, sistem, budaya serta manajemennya. Keempat.

  Profil demografis negara yang berubah. Komposisi penduduk sangat berpengaruh terhadap kebutuhan akan ketrampilan, nilai dan budaya yang dianut, harapan, struktur pembagian tugas, kesempatan, peluang. Secara makro, perubahan demografi sangat berpengaruh terhadap pola kebutuhan masyakat yang mengarah pada capacity buiding. Investasi jangka panjang dari sebuah teritorial pemerintahan, tidak menutup kemungkinan sebuah negara. Bagaimana memahami perubahan ?

  Pasmore (1994) mengatakan bahwa perubahan diartikan sebagai “..mengubah dalam cara mengerjakan atau berpikir tentang sesuatu... “ Perubahan merupakan sebuah fenomena yang tidak bisa dibendung. Organisasi/ sekolah yang berhasil adalah organisasi yang fokus pada mengerjakan apa saja yang merupakan perubahan kondisi. Artinya, organisasi/sekolah ini adalah sekolah yang selalu mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut perubahan karena dia yakin mampu untuk melakukannya. Atau sebaliknya jika dia merasa tidak mampu, maka organiasi/sekolah itu akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengantisipasi jika perubahan itu benar-benar datang dan menerpanya. Organisasi akan belajar dari masa lalu, menanamkan pengetahuan serta menerapkannya untuk membantu menerima perubahan. Sekolah semacam ini selalu dalam kondisi belajar atau diistilahkan dengan “learning organization

  Sekolah yang mampu sebagai organisasi pembelajar (learning organization) akan mencoba dan belajar tentang pendekatan – pendekatan baru yang digunakan dalam mengembangkan konsep, gagasan serta merencanakan dan mengoperasionalkannya. Kesuksesan sekolah pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Kepala sekolah yang sukses adalah kepala sekolah yang mampu secara efektif menggunakan kebijaksanaan, mengelola sekolah dengan berbasis ilmu pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan. Disinilah letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi pembelajar adalah pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar, beradaptasi dan berubah.

  Untuk menjadi sebuah organisasi pembelajar, sekolah harus mampu mendorong timbulnya suatu kondisi prasyarat yang oleh Peter Senge disebut sebagai lima hal inti dalam pembentukan organisasi pembelajar. Kondisi prasyarat tersebut dirancang dan dilaksanakan secara sistematis oleh sekolah. Kelima hal tersebut adalah:

  1. Keahlian Pribadi (Personal Mastery)

  2. Model Mental (Mental Model)

  3. Visi Bersama (Shared Vision)

  4. Pembelajaran Tim (Team Learning)

  5. Pemikiran Sistem (System Thinking) (Senge, 1990) Personal Mastery adalah suatu budaya dan norma sekolah/organisasi yang diterapkan sebagai cara bagi semua individu dalam organisasi untuk bertindak dan melihat dirinya.

  Penguasaan pribadi ini mestinya harus sangat dikuasai oleh orang-orang yang bekerja di sekolah. Hal tersebut dikarenakan di sekolah mengajarkan semua jenis mata pelajaran untuk salah satu yang harus diinternalisasikan adalah kecakapan mengenal diri sendiri. Menginternalisasikan nilai-nilai kecakapan hidup akan sulit jika para guru tidak memiliki kemampuan untuk mengenal dirinya sendiri. Penguasaan pribadi merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi dalam menciptakan hasil yang paling diinginkan, dan menciptakan suatu lingkungan sekolah yang mendorong semua anggotanya mengembangkan diri mereka sendiri kearah sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang mereka pilih.

  Mental Model adalah suatu prinsip yang mendasar dari organisasi pembelajar. Model

  mental adalah suatu aktivitas perenungan yang dilakukan dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Dalam pembahasan terdahulu model mental ini kemudian menghasilan cara berfikir atau mindset

  Shared Vision adalah suatu gambaran umum dari sekolah dan tindakan (kegiatan)

  sekolah yang mengikat orang-orang secara bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju. Dengan visi bersama, sekolah dapat membangun komitmen yang tinggi dalam organisasi. Selain itu organisasi dapat pula menciptakan gambaran-gambaran atau mimpi-mimpi bersama tentang masa depan yang ingin dicapai, serta prinsip-prinsip dan praktek-praktek penuntun yang akan digunakan dalam mencapai masa depan tersebut.

  Team Learning adalah suatu keahlian percakapan dan keahlian berpikir kolektif dalam

  organisasi. Kemampuan organisasi untuk membuat individu-individu cakap dalam percakapan dan cakap dalam berfikir kolektif tersebut akan dapat meningkatkan kecerdasan dan kemampuan organisasi. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kecerdasan organisasi jauh lebih besar dari jumlah kecerdasan-kecerdasan individunya. Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan individu-individu dalam organisasi yang memiliki emotional intelligence yang tinggi.

  Systems Thinking adalah suatu kerangka kerja konseptual. Yaitu suatu cara dalam

  menganalisis dan berpikir tentang suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajar. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin organisasi pembelajar, tidak mungkin dapat menerjemahkan disiplin-displin itu kedalam tindakan (kegiatan) organisasi yang lebih luas.

  Bertindak penuh makna dengan memperhatikan berbagai kemungkinan (Acting in

  

High Level of Ambiguity). Dalam organisasi pembelajar, setiap individu didorong untuk dapat

  memanfaatkan seluruh kemampuan dan kecerdasannya untuk menyikapi tantangan yang seringkali rumit dan penuh kemungkinan (ambiguitas). Individu yang mampu menerapkan prinsip ini mampu beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya yang baru sekalipun. Modal utama untuk dapat menerapkan prinsip ini adalah memanfaatkan pengetahuan dan seluruh potensi yang dimilikinya. Kompetensi dipandang sebagai manfaat pembelajaran (learning outcomes) yang diterima atau dikuasai setelah proses pembelajaran (Holmes dan Hooper, 2000). Valentine dkk., (2002) menyebutkan bahwa kompetensi anggota organisasi akan meningkat jika organisasi mampu menciptakan iklim dan suasana kondusif untuk belajar. Moran dan Riesenberger (1994) berpendapat, bahwa terdapat sepuluh kompetensi yang harus dimiliki para pekerja global sebagai jaminan untuk dapat bekerja dengan rasa aman dan sejahtera, akibat adanya tuntutan dunia kerja global, yaitu (1) kompetensi lingkungan, (2) kompetensi analitik, (3) kompetensi strategik, (4) Kompetensi fungsional, (5) kompetensi manajerial, (6) kompetensi profesi, (7) kompetensi sosial, (8) kompetensi intelektual, (9) kompetensi individu, dan (10) kompetensi perilaku (behaviour).

  Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi sebagai karakter sikap dan perilaku, atau kemampuan individual yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja. Lebih lanjut, Spencer (1993) menyatakan terdapat lima komponen yang membentuk kompetensi. Kelima komponen kompetensi adalah motives yaitu konsistensi berpikir mengenai sesuatu yang diinginkan atau dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian. Motif tingkah laku seperti mengendalikan, mengarahkan, membimbing, memilih untuk menghadapi kejadian atau tujuan tertentu; traits, yaitu karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap informasi atau situasi tertentu; self concept, yaitu sikap, nilai, atau imajinasi seseorang; knowledge, yaitu informasi seseorang dalam lingkup tertentu; dan skills, yaitu kapasitas kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas fisik atau mental tertentu. Komponen kompetensi motives dan traits disebut

  

hidden competency karena sulit untuk dikembangkan dan sulit mengukurnya. Komponen

  kompetensi knowledge dan skills disebut visible competency yang cenderung terlihat, mudah dikembangkan dan mudah mengukurnya. Komponen kompetensi self concept berada di

  Perubahan organisasional bukanlah masalah yang sederhana, karena akan berurusan dengan mengubah kinerja organisasi. Kita tahu bahwa organisasi atau sekolah dalam hal ini bagaikan makluk hidup. Sekolah merupakan sebuah sistem, yang saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponan yang lain. Perubahan yang kompleks seperti ini jika tidak fokus dan komitmen terhadap perubahan itu sendiri akan merugikan banyak pihak. Hanya ada satu pilihan untuk melakukan perubahan, yaitu perbaikan kinerja sebagai satu- satunya tujuan. Dengan demikian perubahan akan membuat sesuatu menjadi berbeda (Robbins, 2001). Perubahan lebih merupakan sebuah transformasi secara terencana ataupun tidak terencana (Greenberg dan Baron, 2003). Perubahan lebih diarahkan pada pergeseran dari keadaan sekarang menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan (Potts dan LaMarsh, 2004).

  Yang terpenting harus dilakukan untuk menghadapi perubahan tersebut agar kita siap menghadapinya, seperti yang dikemukakan oleh Potts dan LaMarsh (2004) sebagai berikut : a. Bagaimana kita mengetahui adanya sesuatu yang telah ada sekarang

  b. Aspek apa saja dari keadaan sekarang yang tidak dapat tetap sama

  c. Seberapa serius masalahnya Untuk mengetahui lebih lanjut tentang jawaban tiga pertanyan di atas maka analisislah tentang struktur, proses, orang dan budaya untuk mempertimbangkan bagaimana pengaruh antara variabel yang satu dengan yang lainnya.

  Walaupun semua pihak sudah mengetahui pentingnya suatu perubahan tersebut, namun bukan berarti perubahan itu terjadi dengan sendirinnya, bahkan mungkin timbulnya resistensi. Resistensi terjadi dikarenakan adanya sudut pandang yang berbeda. Maka dari itu, untuk mengawal perubahan, change agent harus mampu memberikan personal compact.

  

Personal compact ini merupakan kewajiban dan komitmen bersama yang ada antara seluruh

warga organisasi/sekolah dan sekolah itu sendiri.

  Beberapa faktor penyebab terjadinya resistensi adalah: (1) faktor ekonomi, kekhawatiran kehilanngan pekerjaan atau penurunan upah; (2) ketakutan terhadap sesuatu yang tidak diketahui, perubahan lebih mengarah pada suatu hal yang tidak biasa/pasti, konsekuensinya beresiko jika belum jelas; (3) adanya ancaman terhadap hubungan sosial, dengan adanya ancaman integritas persahabatan antar kelompok dan penghargaan sosial akan hilang dan berubah; (4) kebiasaan, dengan adanya perubahan akan mengubah kebiasaan sehingga memberikan kesan tidak nyaman; dan (5) kegagalan mengenal kebutuhan untuk berubah, hal ini didasari dari kurangnya informasi tentang keterwakilinya kebutuhan seseorang. Selama dominasi kebutuhannya tidak terpenuhi maka orang akan cenderung menolak.

  Implementasi kurikulum 2013 dan perubahan

  Kurikulum selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat berubah secara fundamental, bila suatu negara beralih dari negara yang dijajah menjadi Negara yang merdeka. Dengan sendirinya kurikulum pun harus mengalami perubahan yang menyeluruh urikulum 2013 merupakan perubahan itu sesuatu yang niscaya harus dihadapi mana

  K

  kala kita ingin terus maju dan berkembang. Bukankah melalui perubahan kurikulum ini sesungguhnya kita ingin membeli masa depan anak didik kita dengan harga sekarang Anita Lie (2012) menyatakan bahwa keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum termasuk pembelajaran dan penilaian pembelajaran dan kurikulum. Tentu ada alasan tersendiri mengapa diperlukan kurikulum 2013.

  Beberapa alasan antara lain tantangan masa depan semakin komplek untuk menghadapi tantangan global dan percepatan perkembangan teknologi informasi, kompetensi masa depan diperlukan kemampuan berkomunikasi secara kritis logis dan berkarakter agar mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah global, persepsi masyarakat masih menitik beratkan aspek kognitif dalam hasil pembelajaran, dan berbagai fenomena negatif dikalangan pelajar antara lain tawuran, narkoba, pergaulan bebas, kecurangan, dan lain-lain.

  Kurikulum 2013 merupakan pengembangan kurikulum sebelumnya (KTSP), keduanya mempunyai fungsi dan tujuan yang sama serta berpijak dari undang-undang yang sama yaitu Undang Undang No.20/2003 Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 3 undang undang tersebut menyatakan bahwa fungsi Pendidikan Nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

  Perubahan kurikulum yang akan diberlakukan pada 2013 memiliki tujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa untuk aktif. Pada kurikulum baru, siswa bukan lagi menjadi obyek tapi justru menjadi subyek dengan ikut mengembangkan tema yang ada. Dengan adanya perubahan ini, tentunya berbagai standar dalam komponen

  Dengan diberlakukannya kurikulum 2013 akan lebih berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

  Dari hasil evaluasi beberapa hal yang dikoreksi dan direvisi pada KTSP yang akan menjadi titik tekan dalam kurikulum 2013 antara lain:

   konten KTSP masih terlalu padat (mata pelajaran banyak, materinya meluas, dan

  tingkat kesukarannya melampaui usia anak);

   belum sepenuhnya berbasis kompetensi, belum menggambarkan secara holistik

  domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan;

   belum terakomodasi pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, dan kewirausahaan;

   belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global;

   standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru;

   standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (sikap, keterampilan, dan pengetahuan) dan belum tegas menuntut adanya remediasi secara berkala Apa saja yang sudah dipersiapkan ? Setidaknya ada tiga persiapan yang sudah masuk agenda Kementerian untuk implementasi kurikulum 2013. Pertama, berkait dengan buku pegangan dan buku murid. Pemerintah bertekad untuk menyiapkan buku induk untuk pegangan guru dan murid, yang tentu saja dua buku itu berbeda konten satu dengan lainnya.Kedua, pelatihan guru. Karena implementasi kurikulum dilakukan secara bertahap, maka pelatihan kepada guru pun dilakukan bertahap. Jika implementasi dimulai untuk kelas satu, empat di jenjang SD dan kelas tujuh, di SMP, serta kelas sepuluh di SMA/SMK, tentu guru yang diikutkan dalam pelatihan pun, berkisar antara 400 sampai 500 ribuan. Ketiga, tata kelola. Kementerian sudah pula mnemikirkan terhadap tata kelola di tingkat satuan pendidikan. Karena tata kelola dengan kurikulum 2013 pun akan berubah. Sebagai misal, administrasi buku raport. Tentu karena empat standar dalam kurikulum 2013 mengalami perubahan, maka buku raport pun harus berubah.

  Guru sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum 2013, mengundang banyak pertanyaan dan berusaha mencari jawaban sekaligus langkah langkah persiapan beradaptasi dengan kurikulum baru. Guru dituntut sebagai pembelajar cepat untuk meramu empat komponen kurikulum 2013 yang meliputi standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Hasil yang diharapkan adalah peningkatan kompetensi siswa yang seimbang antara sikap (attitude), ketrampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge) untuk menghasilkan lulusan yang produktif, kreatif, inovatif yang mampu menjawab tantangan global.

  Untuk membuat siswa yang kreatif dan inovatif diperlukan guru yang lebih kreatif dan inovatif dalam menyiapkan materi, penilaian, dan metoda penyampaian yang menyenangkan dengan memperhatikan kesiapan psikologi siswa sebelum belajar.

  Penerapan kurikulum baru merupakan hal yang wajar, sebagai sebuah keniscayaan dari kehendak perubahan zaman. Kurikulum baru juga bisa dianggap sebagai bagian dari tanggapan pemerintah atas harapan, masukan, kritik dan saran dari masyarakat yang menghendaki adanya penyesuaian atas kurikulum lama yang berlaku hingga saat ini. Semangat kurikulum baru adalah lebih menyederhanakan (jumlah) mata pelajaran, dianggap memenuhi harapan para orang tua siswa yang selama ini ikut merasakan anaknya menanggung beban pelajaran yang terlampau banyak atau berat. Muatan kurikulum baru yang akan lebih berbasis pada pendidikan karakter, juga dianggap selaras dengan tuntutan masyarakat mengenai kian perlunya penguatan kembali pada pengembangan kepribadian siswa yang unggul dan luhur

  Secara garis besar tuntutan kurikulum 2013 menurut penulis adalah untuk mempersiapkan generasi di masa mendatang yang tangguh, mampu bersaing dengan di era teknologi informasi yang berkembang dengan cepat, mampu bisa beradaptasi tantangan global, serta mampu memberikan solusi segala permasalahan terkini. Untuk itu tantangan untuk para guru tidak ringan, mulai saat ini agar selalu mengikuti perkembangan informasi terkini, menjadi teladan bagi siswanya untuk senantiasa kerja keras untuk menjadi guru profesional, mampu mengimplementasikan kurikulum 2013 dalam kegiatan belajar mengajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan untuk mempersiapkan generasi baru yang tangguh pada dekade mendatang. Referensi : Argandoña, Antonio. 2003. Fostering Values in Organizations. Journal of Business Ethics, Vol. 45, No. 1/2, 15th Annual Eben Conference: “Sustaining Humanity Beyond Humanism” (June).

  Argyris, Chris. 1999. On Organization Learning, Williston, Vermont, USA: Blackwell Publication. Cummings. G. Thomas. Organisation Development and Change. United States: South Western College Publishing Drucker, P.F. 1992. Managing for The Future. New York: Butter Indrawijaya.Adam. 1998. Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Bandung: Sinar Baru Marquardt. M. J, dan Angus, R. 1994. Building the Global Learning Organization. New York. Mc Graw-Hill Companies Inc. ____. 1996. Building The Learning Organizations: A System Approach to Quantum Improvement and Global Success. New York: McGraw-Hill Companies Inc. Moran, Robert T and Riesenberger, John R. 1994. The Global Challenge: Building the New Worldwide Enterprise. London: McGraw-Hil Book Company. Rosdiana, Haula. 2003. Menjadi yang Terdepan melalui Organisasi yang Berpengetahuan. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Senge, Peter. M. 1990.The Fifth Dicipline: The Art and Practice of Learning Organization. New York: Double D. Spencer, Lyle M. dan Spencer, Signe M. 1993. Competence at Work: Models for Superior Performance, New York: John Wiley & Sons. Stankiewicz, Mary Ann. 2000.

  Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, Perilaku Organisasi, Edisi 12, Jakarta: Salemba Empat, 2008. Stephen P. Robbins, Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PHBS TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI KELURAHAN LUBUK AMAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERUMNAS TAHUN 2013 Ns. YUNIKE ,S.Kep.M.Kes Dosen Keperawatan LubukLinggau Poltekkes Kemenkes Palembang ABSTRAK - Hubungan PHBS terhadap Kejadian Diare pada

0 0 15

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN KEPATUHAN DALAM MENGKONSUMSI ZAT BESI (Fe)PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBER WARAS KOTA LUBUKLINGGAU TAHUN 2013 ZURAIDAH,SKM, MKM Dosen Keperawatan LubukLinggau Poltekkes Kemenkes Palembang A

0 0 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA KELAS X DAN XI DI SMAN 2 KABUPATEN OKU TAHUN 2013 D. Eka Harsanto, S.Kp, M.Kes Poltekkes Palembang Prodi Keperawatan Baturaja ABSTRAK - FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKO

0 1 7

LATIHAN RELAKSASI MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PASIEN POST OPERASI DI RRI BEDAH RS IBNU SUTOWO BATURAJA TAHUN 2013 Ni Ketut Sujati Kestina, M.Kes Poltekkes Palembang prodi Keperawatan Baturaja ABSTRAK - LATIHAN RELAKSASI MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PASIEN

0 0 9

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, PERILAKU, DAN PENDAPATAN KELUARGA DENGAN PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA PENGARINGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PENGARINGAN KECAMATAN SEMIDANG AJI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2013

0 0 15

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA Pada Balita di Kelurahan SUKARAYA Kecamatan BATURAJA Timur Kabupaten Ogan Komering ULU Tahun 2013

0 1 8

Laporan hasil survey tahun 2013

0 0 8

Presentasi-SEMINAR FIP —TEMATIK INTEGRATIF—-KURIKULUM 2013 waspodo

0 0 25

BULAN PENDIDIKAN 2013 heru siswanto PLS

0 1 6

MENYONGSONG KURIKULUM 2013 BERDASARKAN SKKNI PAUD

0 1 40