Chapter I FaktorFaktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Siswi di SMA Negeri 17 Medan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja merupakan tumpuan bagi negara karena akan berperan sebagai
generasi penerus bangsa. Ketika dalam masa perkembangannya remaja
mengalami hambatan, dapat diperkirakan nasib suatu bangsa akan mengalami
hambatan dan tidak akan berkembang secara optimal. Saat ini masalah seksual
menjadi masalah yang tidak pernah habis dan tuntas untuk dibahas dari waktu ke
waktu. Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan zaman yang semakin
berkembang pesat justru perkembangan remaja Indonesia banyak terhambat oleh
berbagai hal, saat ini siapapun termasuk remaja bisa dengan mudah memperoleh
tontonan seksual yang selama ini ditabukan untuk dibahas secara transparan.
Ada beberapa faktor yang menjadi pencetus masalah ini, berdasarkan
Pangkahila (2000 dalam Cynthia, 2007) adanya faktor-faktor seperti merebaknya
informasi bertema pornografi di media masa, kurangnya penanaman moral
agama dan adanya pengaruh pergaulan bebas, masuknya film dan VCD biru dari
luar negeri ataupun dalam negeri yang bisa dengan mudah diperoleh dimanamana. Bagi remaja yang selama ini terkungkung pengetahuannya, dan yang pada
umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang
tuanya, ini adalah saat yang tepat untuk memuaskan rasa ingin tahu remaja
tersebut dan beberapa penyebab remaja melakukan hubungan seks.

Perilaku hidup bebas sangat dipengaruhi oleh sikap remaja terhadap
pemahaman yang benar akan kesehatan reproduksi remaja. Sarwono (1997 dalam
Cynthia, 2007) mengatakan, beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku

Universitas Sumatera Utara

remaja terhadap seks bebas dapat dilihat dari dalam dan luar individu tersebut.
Dari dalam individu yaitu dengan adanya perubahan-perubahan hormonal yang
meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat
seksual ini sangat membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual
tertentu.
BKKBN (2010, dalam Tresnawati. E, et al 2012) menyatakan bahwa
sebanyak 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah.
Dengan kata lain dari 100 remaja, 51 orang sudah tidak perawan. Dari data itu
juga disebutkan, penyebaran wilayah remaja yang sudah melakukan seks
pranikah terjadi di sejumlah kota besar. Misalnya di Surabaya tercatat 54%, di
Bandung 47%, dan 52% di Medan. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya
pengetahuan

remaja


tentang

kesehatan

reproduksi

remaja,

kurangnya

pengawasan dari orang tua terhadap remaja dan adanya pergaulan bebas di
kalangan remaja.
Menurut survey Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa
Tengah tentang perilaku remaja saat berpacaran menunjukkan saling mengobrol
100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6%, berciuman bibir
60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan
melakuan hubungan seks 7,6% (Farid, 2005 dalam Hastutik, 2011).
Beberapa faktor yang diasumsikan mendukung remaja untuk melakukan
seks bebas salah satu diantaranya adalah semakin canggihnya perkembangan

teknologi dan informasi di lingkungan kehidupan remaja sehari-hari. Informasi
ini semakin mudah diakses dari media massa dan elektronik yang banyak
dijumpai lewat fasilitas yang diberikan oleh orang tua yang tanpa disadari sangat
mempengaruhi perilaku seksual remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian Nursal

Universitas Sumatera Utara

(2008) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murid
SMA Negeri di kota Padang tahun 2007 yang menyatakan bahwa media
elektronik maupun cetak, menjadi penyumbang terbesar bagi rusaknya pergaulan
remaja. Apalagi televisi karena kehadirannya

hampir full time (24 jam) di

hadapan kita mempunyai peluang 3,06 kali untuk berperilaku seksual berisiko
berat tidak terpapar dengan media elektronik, sedangkan responden yang terpapar
media cetak mempunyai peluang 4,44 kali untuk berperilaku seksual berisiko
berat dibanding tidak terpapar dengan media cetak.
Selain karena semakin canggihnya perkembangan teknologi dan informasi
di kalangan remaja, perilaku seksualitas juga terjadi karena masih rendahnya

pengetahuan remaja khususnya di bidang kesehatan reproduksi, hal ini sejalan
dengan survey oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa
Tengah tahun 2010 di Semarang tentang pengetahuan kesehatan reproduksi
menunjukkan 43,22% pengetahuannya rendah, 37,28% pengetahuan cukup,
sedangkan 19,50% pengetahuannya memadai (Hastutik, 2011).
Seksualitas dan kesehatan seksual dapat dilihat dari dimensi sosiokultural
yang merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam
relasi antar manusia. Misalnya bagi bangsa Timur, khususnya Indonesia,
melakukan hubungan seksual di luar nikah merupakan sebuah aib. Seksualitas
juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etika. Penyaluran
dorongan seksual yang tidak bertanggung jawab sangat bertentangan dengan
ajaran agama dan kesalehan hidup serta menimbulkan konflik internal, seperti
perasaan bersalah, berdosa dan lain-lain sehingga sesorang akan berusaha untuk
menjaga kesucian dirinya karena mereka meyakini kalau hubungan seks diluar
nikah itu tidak diperbolehkan menurut agama atau etika (Brownlee, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Tetapi saat ini hal tersebut lambat laun bergeser seiring dengan norma yang
semakin lemah pada masyarakat, hal ini didukung pendapat Moeliono (2004,

dalam Handayani 2009) yang menyatakan bahwa pergeseran norma ini
disebabkan karena masyarakat khususnya orang tua sering menganggap tabu
untuk membicarakan masalah seksualitas, disamping itu remaja tidak menerima
pendidikan kesehatan seksual yang benar dan bertanggung jawab bahkan mereka
menerima informasi tentang seks justru dari sumber yang salah misalnya cerita
dari teman, video porno, tayangan televisi, dan film sehingga hal ini berujung
pada diperolehnya informasi yang menyesatkan kehidupan remaja. Remaja
dengan permasalahannya justru mengahadapi masalah ketika membutuhkan
informasi dan pelayanan tentang kesehatan reproduksi.
Berdasarkan penelitian oleh Synovate Research tentang perilaku seksual
remaja di empat kota besar yaitu Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Medan. Survey
ini mengambil 450 responden yang memiliki kisaran usia 15-24 tahun. Dari
penelitian itu, Synovate mengemukakan bahwa sekitar 60% informasi tentang
seks mereka dapatkan dari kawan, 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya
5 % dari responden remaja ini yang mendapatkan informasi seks dari orang
tuanya (Phychole, 2008).
Keputusan untuk melakukan hubungan seks tidak dengan konsekuensi yang
kecil terutama untuk remaja putri. Di samping itu akan timbul perasaan-perasaan
negatif seperti rasa bersalah yang besar, rasa malu, rasa berdosa, merasa dirinya
kotor, takut, dan rasa khawatir yang besar. Berdasarkan Noor (2004, dalam

Handayani, 2009) hasil survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia
menunjukkan bahwa remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pada usia
14-19 tahun bagi remaja perempuan berjumlah 34,7%, dan bagi remaja laki-laki

Universitas Sumatera Utara

30,9%. Pada usia 20-24 tahun bagi remaja perempuan berjumlah 48,6% dan
remaja laki-laki 46,5%. Kondisi tersebut menunjukkan perilaku hubungan seks
pranikah sangat tinggi dilakukan remaja putri walapun perbedaan persentase
antara remaja putra dan putri tidak jauh berbeda.
Penelitian juga pernah dilakukan terhadap 633 siswa yang terdiri dari 345
pria dan 288 wanita di salah satu SLTA di Bali, dari hasil penelitian ini
didapatkan bahwa 27% siswa pria mengaku pernah melakukan hubungan badan
dengan lawan jenis dan 18 % terjadi pada siswa putri (Pangkahila, 1981 dalam
Soejoeti, 2001) hal ini membuktikan bahwa dari dahulu hingga dekade terakhir
ini masalah remaja khususnya perilaku seksualitas merupakan masalah yang
tidak pernah tuntas untuk dibahas.
Perilaku seks pranikah dapat mengakibatkan risiko, seperti terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), putus sekolah (drop out), jika remaja
tersebut masih sekolah, pengguguran kandungan (aborsi), terkena penyakit

menular seksual (PMS/HIV/AIDS), dan tekanan psikososial yang timbul karena
perasaan bersalah telah melanggar aturan agama dan takut diketahui oleh orang
tua dan masyarakat. Resiko ini lebih banyak dialami oleh remaja putri walaupun
ada beberapa yang juga dialami oleh remaja putra. Tetapi walaupun demikian
besar kecilnya resiko yang dialami tetap saja akan sangat merugikan masa depan
remaja ini.
Namun demikian, sampai saat ini belum ada penelitian yang cukup luas dan
akurat mengenai perilaku seks bebas di kalangan remaja di Indonesia, namun dari
berbagai penelitian skala kecil didapatkan

penilaian secara kasar bahwa di

Indonesia masalah ini telah cukup mengkhawatirkan.

Universitas Sumatera Utara

SMA Negeri 17 Medan merupakan sekolah berbasis agama dimana sekolah
tersebut hampir setiap hari proses bimbingan belajar dikaitkan dengan norma
agama sehingga diharapkan kejadian hamil di luar nikah tidak terjadi. Upaya
sekolah untuk mengadakan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi masih

jarang diadakan. Sehingga berdasarkan pemaparan di atas maka peneliti
menganggap penelitian ini penting dilakukan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku seksual siswi SMA Negeri 17 Medan.

B. Perumusan Masalah
Banyaknya faktor-faktor yang menjadi penyebab adanya perilaku seks di
kalangan remaja putri serta minimnya informasi yang tepat dan akurat tentang
kesehatan reproduksi maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu”
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku seksual siswi di SMA Negeri
17 Medan?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
siswi di SMA Negeri 17 Medan.
2. Tujuan khusus:
a. Mengidentifikasi pengaruh predispocing factor (pengetahuan dan sikap)
terhadap perilaku seksual siswi SMA Negeri 17 Medan.
b. Mengidentifikasi pengaruh reinforcing factor (orang tua, guru, dan teman
sebaya) terhadap perilaku seksual siswi SMA Negeri 17 Medan.
c. Mengidentifikasi pengaruh enabling factor (akses media informasi)

terhadap perilaku seksual siswi SMA Negeri 17 Medan.

Universitas Sumatera Utara

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan

DIV Bidan

Pendidik dan diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan promosi kesehatan khususnya pendidikan seksual remaja
khususnya remaja putri.
2. Bagi Pendidikan Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai informasi pendukung untuk
dijadikan masukan dalam menambah referensi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual remaja.

3. Bagi SMA Negeri 17 Medan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan dan menjadi acuan
untuk

kurikulum pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi, sehingga

dapat dimasukan dalam kurikulum sekolah sebagai upaya meningkatkan
pendidikan seksual bagi remaja khususnya remaja putri.
4. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan wawasan masyarakat
tentang pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja, ini
dapat menjadi bahan masukan pada orang tua dalam upaya merangsang
kepedulian orang tua terhadap pendidikan seksual khususnya bagi remaja
putri.

Universitas Sumatera Utara