kel 5 rs patient safety

TUGAS ADMINISTRASI PUSKESMAS DAN RUMAH SAKIT
“PATIENT SAFETY”

IKMA 2010
KELOMPOK 5
1. RESTU ANANDYA P
2. ULIL NUR FARIZ AZIZ
3. YENNI SURYANSYAH
4. AYU IRLIANTI
5. REKHA FINAZIS
6. GALUH KURNIAWATI
7. FEBRY AYU WULAN
8. RAHMADANI
9. ADI SUSENO
10. UMI SALAMAH

101011107
101011108
101011109
101011111
101011113

101011114
101011115
101011116
101011117
101011219

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2011

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahaesa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami diberikan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Inge Damayanti
selaku dosen pengajar mata kuliah Administrasi Puskesmas dan Rumah Sakit Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga. Tugas ini juga di susun agar kita dapat mengetahui tentang
materi Administrasi Puskesmas dan Rumah Sakit tentang Patient Safety.
Tiada gading yang tak retak. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah memberikan bantuan baik secara materi maupun moril atas penyelesaian makalah ini.
Makalah kami pun masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu kami terbuka terhadap saran dan

kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan kami makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 18 November 2011

Kelompok 5

2

Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Patient Safety
2.1.1 Definisi Patient Safety
2.1.2 Tujuan Sistem Patient Safety
2.1.3 Urgensi Patient Safety

2.1.4 Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling
Umum dalam Patient Safety
2.1.5 Standar Keselamatan Pasien
2.1.6 Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2.2 Aspek Hukum Terhadap Patient Safety
2.3 Implementasi Patient Safety
2.3.1 Langkah-Langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety
2.3.2 Manajemen Patient Safety
2.4 Program “Keselamatan Pasien Rumah Sakit” sebagai Langkah
Strategis
2.5 Indikator Patient Safety
2.5.1 Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety
2.6 Pengembangan Budaya Patient Safety

ii
iii
1
4
4
5

6
7
8
18
22
25
26
28
30
32
33
34

BAB 3 STUDI KASUS
3.1 Kasus
3.2 Pembahasan studi kasus
3.3 Solusi

38
40

41

BAB 4 KESIMPULAN dan SARAN
4.1 Kesimpulan

43

Daftar Pustaka

45

3

BAB 1
Pendahuluan

1.1

Latar Belakang
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis

pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned
action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu
kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang
diharapkan (yaitu kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu
tujuan (yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini
akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near
Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya, pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat
dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

1


Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnosis, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau
observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi,
metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak
layak; tahap preventif seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow
up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi,
kegagalan alat atau sistem yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Pada

November


1999, The American

Hospital Asosiation

(AHA)

Board

of

Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety)
merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan
yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of
Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System”
melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16%
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun

2

2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan

berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang
Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya
pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan
keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan sistem Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang
ada.

3

BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1


Patient Safety
2.1.1

Definisi Patient Safety
Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn,
Corrigan & Donaldson, 2000).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko. Meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom
from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi

kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai

4

tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD
= missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss).
Near miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu
obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan
overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya
sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal
diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

2.1.2

Tujuan Sistem Patient Safety
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3) Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4) Terlaksananya

program-program

pencegahan

sehingga

tidak

terjadi

penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1) Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2) Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3) Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
pengobatan resiko tinggi)

5

4) Eliminate

wrong-site,

wrong-patient,

wrong

procedure

surgery

(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
5) Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6) Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka
karena jatuh)

2.1.3

Urgensi Patient Safety
Bisnis utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar
pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat
ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat
dari terjadinya risiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus
dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila program
keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan
sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll. seperti
tergambar pada gambar 1.

6

2.1.4

Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient
Safety
1) 5 isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a) keselamatan pasien;
b) keselamatan pekerja (nakes);
c) keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
d) keselamatan lingkungan;
e) keselamatan bisnis.
2) Elemen Patient Safety:
a) Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
b) Restraint use (kendali penggunaan)
c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f) Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi)
g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h) Immunization program (program imunisasi)
i) Falls (terjatuh)
j) Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter
pembuluh darah)

7

k) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports
(tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung
laporan kejadian)
3) Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling
Umum):
a) Communication problems (masalah komunikasi)
b) Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c) Human problems (masalah manusia)
d) Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e) Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f) Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g) Technical failures (kesalahan teknis)
h) Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak
memadai)
[AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) Publication No. 04RG005, December 2003]

2.1.5

Standar Keselamatan Pasien
A. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:

8

1) Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya
adalah sebagai berikut:
a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya KTD
2) Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS
harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang
kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a) Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

9

d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai
berikut:
a) Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b) Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya
c) Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d) Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan
data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai berikut:
a) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang
baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”.
b) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

10

c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a) Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui
penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi
risiko KP & program mengurangi KTD.
c) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d) Pimpinan mengalokasikan

sumber daya

yang

adekuat untuk

mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden,
(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko

11

pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia

sasaran

terukur,

dan

pengumpulan

informasi

menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria
sebagai berikut:
(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien

12

(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan

pelatihan

tentang

kerjasama

kelompok

(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Standarnya adalah:
a) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan
criteria sebagai berikut:
(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.
(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

B. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan &
budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:

13

a) Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta,
dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b) Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c) Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a) Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b) Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat
2) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat &
jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a) Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b) Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak”
(champion) KP
c) Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d) Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a) Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b) Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden

14

3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial
bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a) Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b) Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c) Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &
tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a) Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada
manajemen terkait
b) Penilaian risiko pada individu pasien
c) Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tsb.
4) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a) Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah
dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting

15

5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a) Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien &
keluarga
b) Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c) Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan
pasien)
Bagi Tim:
a) Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi
insiden
b) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi
insiden
c) Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf
anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana &
mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a) Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b) Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau

16

metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per
tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a) Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b) Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut
7) Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan
informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a) Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen
risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b) Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf
& kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c) Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e) Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden
Bagi Tim:
a) Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b) Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c) Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan

17

2.1.6

Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi LifeSaving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai disusun sejak tahun
2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi
dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien,
tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau
pun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu
mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan
kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat
membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun
kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan
kondisi RS masing-masing.
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat

18

(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia.
Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan
potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik
serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk
pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun
pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada
bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi
terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini;
standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem
layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan
protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara
unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan
terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial
dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk
memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi

19

para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat
serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasuskasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang
salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi
atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap
kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah
yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis
kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out
sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien,
prosedur dan sisi yang akan dibedah.
e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki
profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya
adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit
ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan
elektrolit pekat yang spesifik.
f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain

20

untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat
dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home
medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan
dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan
komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien
akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian
rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan)
yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang
yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara
detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
(misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien
(misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan
HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan
kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan
khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien

21

dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum
sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcoholbased hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan
tehnik-tehnik yang lain.

2.2

Aspek Hukum Terhadap Patient Safety
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
2) Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.

22

3) Pasal 58 UU No.36/2009
a) “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
b) “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan
nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”
b. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
1) Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah
Sakit.”
2) Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
3) Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.”
c. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
1) Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “

23

d. Hak Pasien
1) Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
2) Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
3) Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
serta perkiraan biaya pengobatan”
4) Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana”
e. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
1) Pasal 43 UU No.44/2009
a) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa,
dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian
yang tidak diharapkan.
c) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri

24

d) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

2.3

Implementasi Patient Safety
Menurut James Reason dalam Human error management: models and management
dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD. Pertama pendekatan
personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan dan
pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan
(dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll).
Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti
mudah lupa, kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono.

Kedua, pendekatan sistem. Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia
adalah dapat berbuat salah dan karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan dianggap
lebih sebagai konsekwensi daripada sebagai penyebab. Dalam pendekatan ini diasumsikan
25

bahwa kita tidak akan dapat mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah
kondisi dimana manusia itu bekerja. Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada
pertahanan sistem yang digambarkan sebagai model keju Swiss (Gb. 2). Dimana berbagai
pengembangan pada kebijakan, prosedur, profesionalisme, tim, individu, lingkungan dan
peralatan akan mencegah atau meminimalkan terjadinya KTD.
Pada hakekatnya program keselamatan pasien harus meliputi tiga hal: pertama,
perubahan budaya yaitu perubahan dari mencari kesalahan personal menjadi mencari
kegagalan sistem seperti yang diungkapkan oleh Kenneth Shine (The President Institute of
Medicine),”Error occurs because of system failure. American health care system needs a
fundamental change tryng harder will not work. Changing the system in which we practice
will”.
Tujuan dari perubahan budaya adalah transparansi. Kedua, perubahan proses. Proses
memerlukan standarisasi dan meminimalisir variasi guna meningkatkan kualitas pelayanan
dan menurunkan terjadinya KTD. Ketiga, mengukur proses. Proses harus dapat diukur
apakah sudah baik atau belum. Dalam buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada tahun 2006 sudah terdapat hal-hal yang
harus diukur yaitu berupa 7 standar dan 9 parameter.

2.3.1

Langkah-langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety
a. Di Rumah Sakit
1) Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan
susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter
gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.

26

2) Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan
internal tentang insiden
3) Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
4) Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5) Rumah

sakit

pendidikan

mengembangkan

standar

pelayanan

medis

berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1) Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit
di wilayahnya
2) Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan
anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
3) Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit
c. Di Pusat
1) Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia
2) Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3) Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas
Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit
pendidikan dengan jejaring pendidikan.
4) Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.

27

2.3.2

Manajemen Patient Safety
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan
Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi
a. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pada Patient Safety
1) Di Rumah Sakit
a) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan
dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah
sakit.
b) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan
dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada
formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
c) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab
masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
d) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil
solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
e) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya
insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.

28

2) Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk
dari Komite Keselamatan Rumah Sakit
3) Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi
laporan dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya
b) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis
yang telah dilakukan oleh rumah sakit
c) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis
laporan insiden bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah
sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien
rumah sakit
d) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi
hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI
Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
b. Monitoring dan Evaluasi
2) Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit
kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit
kerja.

29

3) Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah
kerjanya.
4) Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakitrumah sakit
b) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

2.4

Program “Keselamatan Pasien Rumah Sakit” sebagai Langkah Strategis
Keselamatan Pasien Rumah Sakit- KPRS (patient safety) adalah suatu sistem dimana RS
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ni termasuk: asesment risiko, “Identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, “Peloporan dan analisis insiden,
“Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta “implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
Tujuan sistem keselamatan pasien RS: 1) terciptanya budaya keselamatan pasien di RS 2.
meningkatnya akuntabilitas RS terhadap pasien dan masyarakat, 3) menurunnya KTD di RS,
4) terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD
(Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006).
World Alliance for Patient Safety menyusun program: Six areas of action for 2005:

30

a. Tantangan Global Keselamatan Pasien. Focusing over an initial two-year cycle on
the challenge of health-care associated infection 2005-2006: “Clean care
associated infection: “Clean Care is safer Care”
b. Pasien untuk Keselamatan Pasien. Involving patient organizations and individuals
in Alliance work.
c. Taxonomy untuk Keselamatan Pasien. Ensuring consistency in the concepts,
principles, norms and terminology used in patient safety work
d. Riset untuk Keselamatan Pasien. Promoting existing interventions in patient
safety and coordinating international efforts to develop solutions.
e. Pelaporan dan Pembelajaran. Generating best practice guidelines for existing and
new reporting systems.
Program: six areas of action (2005)
a.

Speak up if you have questions or concerns: it’s your right to know

b.

Pay attention to the care you are receiving

c.

Educate youself about your diagnosis, test and treatment

d. Ask a trusted family member or friend to be your advocate
e. Know what medications you take and why you take them
f. Use a health – care provider that rigorously evaluates itself against safety
standars
g. Participate in all decisions about your care
(WHO: World Alliance for Patient safety, Forward Programme, 2004)
Menurut Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit (Depkes R.I. 2006) terdapat
tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit:

31

a. Membangun Kesadaran Akan Nilai KP, menciptakan kepemimpinan & budaya
yang terbuka & adil
b. Memimpin dan Dukung Staf Anda, membangun komitmen & fokus yang kuat &
jelas tentang KP di RS Anda
c. Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko, mengembangkan sistem dan
proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi & asesmen hal yang
potensial bermasalah
d. Mengembangkan Sistem Pelaporan, memastikan staf agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian / insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS
e. Melibatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien, mengembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien
f. Melakukan Kegiatan Belajar & Berbagi Pengalaman Tentang KP, mendorong staf
anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa
kejadian itu timbul
g. Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem KP, menggunakan informasi
yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem
pelayanan

2.5

Indikator Patient Safety
Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat
keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama
dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.
Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami

32

pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan
medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini
maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome
klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008).
Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS tingkat area
pelayanan.
a. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk
mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien
mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya
mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya
risiko pasca tindakan medik.
b. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik
yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat (kabupaten/kota). Indikator
ini mencakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi
akibat tindakan medik.

2.5.1

Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety

Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan
yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk
menunjukkan:
a. adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.
b. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi
sebagaimana yang diharapkan

33

c. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
d. disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau
urban vs rural) (Dwiprahasto, 2008).
Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam penanganan patient
safety karena metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Sitorus,
2006). Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
Adanya pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. (Nursalam, 2002). Jadi
dengan pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan
keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.

2.6 Pengembangan Budaya Patient Safety
Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini:
a.

Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman
untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua
staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas
strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS
yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung
jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang

34

peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam
RS.
b. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan
langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan
membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan
yang lebih nyata.
c. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang
berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang
mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama
pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi
terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua
staf.
d. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti
perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan
perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat
bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
e. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan
hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan
didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap

35

pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam
sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat
sementara.
f. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi,
sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya
program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan
kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran
dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi
bagian dalam budaya kerja.
g. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan
pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus
berkembang.

Dimasukkannya

perwakilan

masyarakat

umum

dalam komite

keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien).
Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut:
apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
h. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data
berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan
melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai
dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta
dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan

36

budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk
mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan
kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang
berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang
erat.

37

BAB 3
Studi Kasus

3.1

Kasus
MENGUJI PALU HAKIM UNTUK SATU KASUS MALPRAKTEK
JAKARTA -- Akhir Januari setahun lalu, seorang wartawan lepas bernama Eko
Warijadi meninggal dunia karena penyakit malaria. Tak ada yang salah dengan penanganan
dokter yang dilakukan terhadapnya. Sayangnya, tim dokter dari Rumah Sakit Islam
Cempaka Putih yang menanganinya mengakui penanganan medis yang dilakukan mereka
tidak optimal lantaran si pasien terlambat dibawa ke RS tersebut.
Ihwal keterlambatan itu sendiri disebabkan, sebelumnya almarhum dibawa ke RS
Haji Pondok Gede yang salah mendiagnosa penyakit si wartawan. Penyakit malaria yang
dideritanya didiagnosa sebagai penyakit tifus yang otomatis ditangani dengan standar
medis untuk penderita penyakit tifus.
Malang tak dapat dihindari akibat salah penanganan itu. Namun, sang istri yang
juga seorang wartawati di situs berita detik.com merelakan kepergian si suami. Meski,
diyakininya apa yang dialami oleh pasangan hidupnya itu adalah malpraktek dalam dunia
kedokteran.
Tak demikian halnya dengan apa yang dilakukan o