SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA dan POLITIK

SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK

1. Pengertian Umum
Sosialisasi Politik, merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input sistem politik yang
berlaku di negara-negara manapun juga baik yang menganut sistem politik demokratis,
otoriter, diktator dan sebagainya. Sosialisasi politik, merupakan proses pembentukan
sikap dan orientasi politik pada anggota masyarakat.
Keterlaksanaan sosialisasi politik, sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi,
dan kebudayaan di mana seseorang/individu berada. Selain itu, juga ditentukan oleh
interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadian seseorang. Sosialsiasi politik,
merupakan proses yang berlangsung lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling
mempengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik
yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya. Pengetahuan, nilainilai, dan sikap-sikap yang diperoleh seseorang itu membentuk satu layar persepsi, melalui
mana individu menerima rangsangan-rangsangan politik. Tingkah laku politik seseorang
berkembang secara berangsur-angsur.
Jadi, sosialisasi politik adalah proses dengan mana individu-individu dapat
memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik
masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem
politiknya, sekalipun hal ini mungkin bisa terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan
pengingkaran terhadap legitimasi. Akan tetapi, apakah akan menuju kepada stagnasi atau
perubahan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila

tidak ada legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap sistem
politiknya, maka perubahan mungkin terjadi. Akan tetapi, apabila legitimasi itu dibarengi
dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tak mungkin yang dihasilkan stagnasi

2. Pengertian Menurut Para ahli
Berbagai pengertian atau batasan mengenai sosialisasi politik telah banyak dilakukan
oleh para ilmuwan terkemuka. Sama halnya dengan pengertian-pengertian tentang budaya
politik, sistem politik dan seterusnya, meskipun diantara para ahli politik terdapat
perbedaan, namun pada umumnya tetap pada prinsip-prinsip dan koridor yang sama.
Berikut ini akan dikemukana beberapa pengertian sosialisasi politik menurut para ahli.

a. David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization”
Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah
laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk
ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan
peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus
berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru
masih harus terus dipelajari.

b. Gabriel A. Almond

Sosialisasi politik menunjukkan pada proses dimana sikap-sikap politik dan polapola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi
suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinankeyakinan politik kepada generasi berikutnya.

c. Irvin L. Child
Sosialisasi politik adalah segenap proses dengan mana individu, yang dilahirkan
dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan
tingkah laku aktualnya yang dibatasi di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya
dan bisa diterima olehnya sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya.

d. Richard E. Dawson dkk.
Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilainilai dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana
sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak
dewasa.

e. S.N. Eisentadt, dalam From Generation to Ganeration
Sosialisasi politik adalah komunikasi dengan dan dipelajari oleh manusia lain,
dengan siapa individu-individu yang secara bertahap memasuki beberapa jenis relasirelasi umum. Oleh Mochtar Mas‟oed disebut dengan transmisi kebudayaan.
f. Denis Kavanagh
Sosialisasi politik merupakan suatu proses dimana seseorang mempelajari dan
menumbuhkan pandangannya tentang politik


g. Alfian
Mengartikan pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah proses
sosialisasi politik masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati betul
nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak
dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan perilaku politik baru
yang mendukung sistem politik yang ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahir
pulalah kebudayaan politik baru. Dari pandangan Alfian, ada dua hal yang perlu
diperhatikan, yakni:
-

pertama : sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan

terus-menerus selama peserta itu hidup.
-

Kedua : sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa pengajaran secara

langsung dengan melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan
mengenai politik secara tegas. Proses mana berlangsung dalam keluarga, sekolah,

kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak politik langsung.

Dari sekian banyak definisi ini nampak mempunyai banyak kesamaan dalam
mengetengah-kan beberapa segi penting sosialisasi politik, sebagai berikut.
a. Sosialisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar, belajar dari pengalaman/
pola-pola aksi.
b. Memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dan kelompok dalam
batas-batas yang luas, dan lebih khusus lagi, berkenaan pengetahuan atau informasi,
motif-motif (nilai-nilai) dan sikap-sikap.
c. Sosialisasi itu tidak perlu dibatasi pada usia anak-anak dan remaja saja (walaupun periode
ini paling penting), tetapi sosialisasi berlangsung sepanjang hidup.
d. Bahwa sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial, dan baik
secara implisit maupun eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah laku sosial.

Dari sekian banyak pendapat di atas, menurut Michael Rush & Phillip Althoff, ada
dua masalah yang berasosiasi dengan definisi-definisi tersebut di atas.
- Pertama : seluas manakah sosialisasi itu merupakan proses pelestarian yang sistematis?
Hal ini penting sekali untuk menguji hubungan antara sosialisasi dan perubahan sosial;
atau istilah kaum fungsionalis, sebagai pemeliharaan sistem. Dalam kenyataan tidak ada
alasan sama sekali untuk menyatakan mengapa suatu teori mengenai sosialisasi politik itu

tidak mampu memperhitungkan: ada atau tidaknya perubahan sistematik dan perubahan

sosial; menyediakan satu teori yang memungkin pencantuman dua variabel penting, dan
tidak membatasi diri dengan segala sesuatu yang telah dipelajari, dengan siapa yang diajar,
siapa yang mengajar dan hasil-hasil apa yang diperoleh. Dua variabel penting adalah
pengalaman dan kepribadian dan kemudian akan dibuktikan bahwa kedua-duanya,

pengalaman dan kepribadian individu, lebih-lebih lagi pengalaman dan kepribadian
kelompok-kelompok individu- adalah fundamental bagi proses sosialisasi dan bagi proses
perubahan.
- Kedua : adalah berkaitan dengan keluasan, yang mencakup tingkah laku, baik yang
terbuka maupun yang tertutup, yang diakses yang dipelajari dan juga bahwa berupa
instruksi. Instruksi merupakan bagian penting dari sosialisasi, tidak perlu disangsikan,
orang tua bisa mengajarkan kepada anak-anaknya beberapa cara tingkah laku sosial
tertentu; sistem-sistem pendidikan kemasyarakatan, dapat memasukkan sejumlah
ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan; negara bisa secara berhati-hati
menyebarkan ideologi-ideologi resminya. Akan tetapi tidak bisa terlalu ditekankan, bahwa
satu bagian besar bahkan sebagian terbesar sosialisasi, merupakan hasil eksperimen;
karena semua itu berlangsung secara tidak sadar, tertutup, tidak bisa diakui dan tidak bisa
dkenali.

Istilah-istilah seperti “menanamkan” dan sampai batas kecil tertentu “menuntun pada
perkembangan” kedua-duanya cenderung mengaburkan segi penting dari sosialisasi. Maka
Michael Oakeshott menyatakan; “Pendidikan politik dimulai dari keminkamtaan meminati
tradisi dalam bentuk pengamatan dan peniruan terhadap tingkah laku orang tua kita, dan
sedikit sekali atau bahkan tidak ada satupun di dunia ini yang tampak di depan mat akita
tanpa memberikan kontribusi terhadapnya. Kita menyadari akan masa lampau dan masa
yang akan datang, secepat kesadaran kita terhadap masa sekarang.”

Jadi, walaupun kenyataan bahwa sosialisasi itu sebagian bersifat terbuka, sistematik dan
disengaja, namun secar atotal adalah tidak realistis untuk berasumsi bahwa makna setiap
pengalaman harus diakui oleh pelakunya, atau oleh yang melakukan tindakan yang
menyangkut pengalaman tersebut.
Kiranya kita dapat memahami bahwa sosialisasi politik adalah proses, dengan mana
individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap terhadap sistem
politik masyarakatnya. Peristiwa ini tidak menjamin bahwa masyarakat mengesahkan sistem
politiknya, sekalipun hal ini mungkin terjadi. Sebab hal ini bisa saja menyebabkan
pengingkaran terhadap legitimasi; akan tetapi apakah hal ini menuju pada stagnasi atau pada

perubahan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan pengingkaran tersebut. Apabila
tidak adanya legitimasi itu disertai dengan sikap bermusuhan yang aktif terhadap sistem

politiknya, maka perubahan mungkin saja terjadi, akan tetapi apabila legitimasi itu dibarengi
dengan sikap apatis terhadap sistem politiknya, bukan tidakmungkin terjadi stagnasi.

3. Proses Sosialisasi Politik
Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset,
David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai
pada usia tiga tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar
politik mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti "keterikatan kepada
sekolah-sekolah mereka ", bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak muda itu

mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya.
Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan
bendera nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang
lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara
dalam sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting. Menurut Easton dan Hess, anakanak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun
di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan
ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, yaitu sebagai berikut.
a. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi.
b. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat

swasta dan pejabat pemerintah.
c. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen),
mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
d. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat
dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini.

Suatu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai
pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua di Rusia. Nilai-nilai itu
adalah sebagai berikut :
a. Tradisi; terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dan tradisi pada
umumnya
b. Prestasi; ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial.

c. Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati.
d. Penyesuaian diri; bergaul dengan balk, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan
dan ketentraman.
e. Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.
f. Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan.

Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dengan

jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik. Adapun
sarana alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara
lain:
1) Keluarga (family)
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah di
dalam keluarga. Di mulai dari keluarga inilah antara orang tua dengan anak, sering terjadi
“obrolan” politik ringan tentang segala hal, sehingga tanpa disadari terjadi tranfer
pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.

2) Sekolah
Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan), siswa dan
gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu
yang mengandung nilai-nilai politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah
memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik
yang benar dari sudut pandang akademis.

3) Partai Politik
Salah satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran sebagai sosialisasi
politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader maupun simpatisannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma dari satu generasi ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu menciptakan “image” memperjuangkan kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari

masyarakat dan senantiasa dapat memenangkan pemilu.

Khusus pada masyarakat primitif, proses sosialisasi terdapat banyak perbedaan. Menurut
Robert Le Vine yang telah menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di Kenya Barat
Daya: kedua suku bangsa tersebut merupakan kelompok-kelompok yang tidak

tersentralisasi dan sifatnya patriarkis. Mereka mempunyai dasar penghidupan yang sama dan
ditandai ciri karakteristik oleh permusuhan berdarah. Akan tetapi, suku Neuer pada dasarnya
bersifat egaliter (percaya semua orang sama derajatnya) dan pasif, sedangkan suku Gusii bersifat
otoriter dan agresif. Anak dari masing-masing suku didorong dalam menghayati tradisi mereka
masing-masing.

4. Sosialisasi Politik dalam Masyarakat Berkembang
Masalah sentral sosiologi politik dalam masyarakat berkembang ialah menyangkut
perubahan. Hal ini dilukiskan dengan jelas oleh contoh negara Turki, di mana satu usaha
yang sistematis telah dilakukan untuk mempengaruhi maupun untuk mempermudah
mencocokkan perubahan yang berlangsung sesudah Perang Dunia Pertama. Mustapha
Kemal (Kemal Ataturk) berusaha untuk memodernisasi Turki, tidak hanya secara material,
tetapi juga melalui proses-proses sosialisasi. Contoh yang sama dapat juga dilihat pada negara
Ghana.

Menurut Robert Le Vine, terdapat 3 (tiga) faktor masalah penting dalam sosialisasi
politik pada masyarakat berkembang, yaitu sebagai berikut :
a. Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas
mereka untuk "memodernisasi" keluarga tradisonal lewat industrialisasi dan
pendidikan.
b. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai
tradisional antara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nilai
tradisonal. Namun, si Ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi
dini dari anak.
c. Adalah mungkin pengaruh urbanisasi, yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan
perkasa untuk menumbangkan nilai-nilai tradisional. Paling sedikitnya secara parsial
juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai ke dalam daerah-daerah perkotaan,
khususnya dengan pembentukan komunitaskomunitas kesukuan dan etnis di daerahdaerah ini.

5. Sosialisasi Politik dan Perubahan
Sifat sosialisasi politik yang bervariasi menurut waktu serta yang selalu menyesuaikan
dengan lingkungan yang memberinya kontribusi, berkaitan dengan sifat dari pemerintahan
dan derajat serta sifat dari perubahan. Semakin stabil pemerintahan, semakin terperinci
agensi-agensi utama dari sosialisasi politik Sebaliknya, semakin besar derajat perubahan

dalam satu pemerintahan non totaliter, akan semakin tersebarlah agensi-agensi utama dari
sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat perubahan politik, semakin kecil jumlah agensi-agensi
utama dari sosialisasi politik itu.
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil survei silang nasional
(cross-na tiona l) mengenai kebudayaan politik. Penelitian mereka menyimpulkan bahwa

masing-masing kelima negara yang ditelitinya, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan
Meksiko, mempunyai kebudayaan politik tersendiri. Amerika dan Inggris dicirikan oleh
penerimaan secara umum terhadap sistem politik, oleh suatu tingkatan partisipasi politik yang
cukup tinggi dan oleh satu perasaan yang meluas di kalangan para responden bahwa mereka
dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa sampai pada satu taraf tertentu.
Tekanan lebih besar diletakkan orang-orang Amerika pada masalah partisipasi, sedangkan
orang Inggris memperlihatkan rasa hormat yang lebih besar terhadap pemerintahan mereka.
Kebudayaan politik dari Jerman ditandai oleh satu derajat sikap yang tidak terpengaruh oleh
sistem dan sikap yang lebih pasif terhadap partisipasinya. Meskipun demikian, para
respondennya merasa mampu untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut. Sedangkan
di Meksiko merupakan bentuk campuran antara penerimaan terhadap teori politik dan
keterasingan dari substansinya.
Suatu faktor kunci di dalam konsep kebudayaan politik adalah legitimasi, sejauh mana suatu
sistem politik dapat diterima oleh masyarakat. Legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak
aspek dari sistem politik atau dapat dibatasi dalam beberapa aspek. Seperti di Amerika
Serikat, kebanyakan orang Amerika menerima lembaga presiden, kongres, dan MA, tetapi
penggunaan hak-hak dari lembaga tersebut selalu mendapat kritik dari masyarakat.

6. Sosialisasi Politik dan Komunikasi Politik
Sosialisasi politik, menurut Hyman merupakan suatu proses belajar yang kontinyu
yang melibatkan baik belajar secara emosional ( emotional learning) maupun indoktrinasi
politik yang manifes (nyata) dan dimediai (sarana komunikasi) oleh segala partisipasi dan
pengalaman si individu yang menjalaninya. Rumusan ini menunjukkan betapa besar peranan
komunikasi politik dalam proses sosialisasi politik di tengah warga suatu masyarakat. Tidak
salah jika dikemukakan bahwa segala aktivitas komunikasi politik berfungsi pula sebagai
suatu proses sosialisasi bagi anggota masyarakat yang terlibat baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam aktivitas komunikasi politik tersebut.
Dalam suatu sistem politik negara, fungsi sosialisasi menunjukkan bahwa semua
sistem politik cenderung berusaha mengekalkan kultur dan struktur mereka sepanjang waktu.

Hal ini dilakukan terutama melalui cara pengaruh struktur-struktur primer dan sekunder yang
dilalaui oleh anggota muda masyarakat dalam proses pendewasaan mereka. Menurut G. A.
Almond, kata “terutama” sengaja digunakan karena dalam sosialisasi politik – seperti halnya
belajar dalam pengertian yang umum – tidak berhenti pada titik pendewasaan itu sendiri,
terlepas dari bagaimanapun batasannya pada masyarakat yang berbeda-beda.
Di dalam realitas kehidupan masyarakat, pola-pola sosialisasi politik juga mengalami
perubahan seperti juga berubahnya struktur dan kultur politik. Perubahan-perubahan tersebut
menyangkut pula soal perbedaan tingkat keterlibatan dan derajat perubahan dalam sub sistem
masyarakat yang beraneka ragam.
Pada sisi lain, sosialisasi politik merupakan proses induksi ke dalam suatu kultur
politik yang dimiliki oleh sistem politik yang dimaksud. Hasil akhir proses ini adalah
seperangkat sikap mental, kognisi (pengetahuan), standar nilai-nilai dan perasaan-perasaan
terhadap sistem politik dan aneka perannya serta peran yang berlaku. Hasil proses tersebut
juga mencakup pengetahuan tentang nilai-nilai yang mempengaruhi, serta perasaan mengenai
masukan tentang tuntutan dan claim terhadap sistem, dan output otorotatif-nya.
Dalam proses sosialisasi politik kaitannya dengan fungsi komunikasi politik,
berhubungan dengan struktur-struktur yang terlibat dalam sosialisasi serta gaya sosialisasi itu
sendiri. Pada sistem politik masyarakat modern, institusi seperti kelompok sebaya, komuniti,
sekolah, kelompok kerja, perkumpulan-perkumpulan sukarela, media komunikasi, partaipartai politik dan institusi pemerintah semuanya dapat berperan dalam sosialisasi politik.
Kemudian perkumpulan-perkumpulan, relasi-relasi dan partisipasi dalam kehidupan kaum
dewasa melanjutkan proses tersebut untuk seterusnya.
Almond, mengatakan bahwa sosialisasi politik bisa bersifat nyata ( manifes) dan bisa
pula tidak nyata (laten).
Sosialisasi Politik Manifes
Berlangsung
transmisi

dalam

informasi,

Sosialisasi Politik Laten
bentuk Dalam bentuk transmisi informasi, nilai-nilai atau

nilai-nilai perasaan terhadap peran, input dan output mengenai

atau perasaan terhadap peran, sistem sosial yang lain seperti keluarga yang
input dan output sistem politik.

mempengaruhi sikap terhadap peran, input dan
output

sistem

politik

yang

analog

(adanya

persamaan).
Dalam suatu bangsa yang majemuk dan besar seperti Indonesia, India, Cina dan
sebagainya, informasi yang diterima oleh aneka unsur masyarakat akan berlainan karena

faktor geografis baik yang di kota maupun di desa. Pada sebagian besar negara berkembang,
pengaruh media masa (radio, surat kabar dan televisi) di pedesaan sangat terbatas. Oleh
karena itu, pengaruh struktur-struktur sosial tradisional dalam menterjemahkan informasi
yang menjangkau wilayah tersebut amatlah besar. Heterogenitas informasi ini memperkuat
perbedaan orientasi dan sikap (attitude) diantara kelompok-kelompok yang mengalami
sosialisasi primer yang amat berbeda dari kelompok ataupun teman sebaya.
Berbeda dengan negara yang sudah maju seperti Amerika, Inggris, Jerman dan
sebagainya arus informasi relatif homogen. Para elite politik pemerintahan mungkin
mempunyai sumber-sumber informasi khusus melalui badan-badan birokrasi tertentu, surat
kabar tertentu yang ditujukan pada kelompok kelas atau politik tertentu. Dengan demikian,
semua kelompok masyarakat mempunyai akses ke suatu arus informasi dan media massa
yang relatif homogen dan otonom sehingga hambatan-hambatan bahasa atau orientasi
kultural sangat minim. Masyarakat dapat melakukan kontrol terhadap para elite politik dan
sebaliknya kaum elite-pun dapat segera mengetahui tuntutan masyarakat dan konsekuensi
dari segala macam tindakan pemerintah.

SOSIALISASI DAN PERKEMBANGAN BUDAYA POLITIK

1. Pengertian sosialisasi politik :
a. Kenneth P. Langton, Sosialisasi politik adalah cara bagaimana masyarakat

meneruskan kebudayaan politiknya.
b. Gabriel A. Almond, Sosialisasi politik adalah proses dimana sikap-sikap politik

dan pola –

pola tingkah laku diperoleh atau dibentuk, dan merupakan sarana

bagi generasi muda untuk menyampaikan patokan politik dan keyakinan politik
c. Richard E. Dawson, sosialisasi politik adalah pewarisan pengetahuan , nilai dan

pandangan politik darimorang tua, guru dan sarana sosialisasi lainnya bagi warga
baru dan yang beranjak dewasa.
d. Dennis Kavanagh, sosialisasi politik adalah istilah untuk mengganbarkan proses

dimana seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang politik.
e. Ramlan Surbakti, sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan

orientasi politik
f.

anggota masyarakatnya.

Alfian, sosialisasi Politik adalah usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi

politik masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati nilai-nilai yang
terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun.

2. Sosialisasi politik dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
1) Dalam Lingkungan Keluarga, orang tua bisa mengajarkan kepada anak-anak
beberapa cara tingkah laku politik tertentu. Melalui obrolan politik ringan
„sehingga tak disadarai telah menanamkan nilai-nilai politik kepada anakanaknya.
2) Di Lingkungan Sekolah,dengan memasukkan pendidikan kewarganegaraan.
Siswa dan guru bertukar informasdi dan berinteraksi dalam membahas topik
tentang politik
3) Di lIngkungan Negara, secara hati-hati bisa menyebarkan dan menanamkan
ideologi-ideologi resminya.
4) Di Lingkungan Partai politik, Salah satu fungsi partai politik adalah dapat
memainkan perannya sebagai sosioalisasi politik. Artinya parpol itu telah
merekrut anggota atau kader danpartisipannya secara periodik. Partai politik

harus mampu menciptakan kesan atau image memperjuangkan kepentingan
umum.
Menurut Ramlan Surbakti ada dua macam sosialisasi politik dilihat dari metode
penyampaian pesan :
a. Pendidikan Politik Yaitu proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan.
Dari sini anggota masyarakat mempelajari simbol politik negaranya, norma
maupun nilai politik.

b. Indoktrinasi Politik, yaitu proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan
memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai , norma dan simbol yang
dianggap pihak berkuasa sebagai ideal dan baik.

Dalam upaya pengembangan budaya politik, sosialisasi politik sangant penting karena
dapat membentuk dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa, serta dapat
memelihara kebudayaan politik suatu bangsa, penyampaian dari generasi tua ke generasi
muda, dapat pula sosialisasi politik dapat mengubah kebudayaan politik.
Menurut

Gabriel

A.

Almond,

sosialisasi

politik

dapat

membentuk

dan

mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa dan mememlihara kebudayaan politik
suatu bangsa dengan bentuk penyampaian dari generasi tua kepada generasi muda.
Terdapat 6 sarana atau agen sosialisasi politik menurut Mochtar Masoed dan Colin
MacAndrews, adalah :

a. Keluarga yaitu lembaga pertama yang dijumpai sesorang individu saat lahir. Dalam
keluarga anak ditanamkan sikap patuh dan hormat yang mungkin dapat
mempengaruhi sikap seseorang dalam sistem politik setelah dewasa.
b. Sekolah yaitu sekolah sebagai agen sosialisasi politik memberi pengetahuan bagi
kaum muda tentang dunia politik dan peranan mereka di dalamnya. Disekolah
memberi kesadaran pada anak tentang pentingnya kehidupan berbangsa dan
bernegara, cinta tanah air.
c. Kelompk bermain yaitu kelompok bermain masa anak-anak yang dapat membentuk
sikap politik seseorang, kelompok bermain saling memiliki ikatan erat antar anggota
bermain. Seseorang dapat melakukan tindakan tertentu karena temannya melakukan
hal itu.

d. Tempat kerja yaitu organisasi formal maupun nonformal yang dibentuk atas dasar
pekerjaan seperti serikat kerja, sderikat buruh. Organisasi seperti ini dapat berfungsi
sebagai penyuluh di bidang politik.
e. Media massa yaitu informasi tentang peristiwa yang terjadi dimana saja dengan cepat
diketahui masyarakat sehingga dapat memberi pengetahuan dan informasi tentang
politik.
f. Kontak-kontak politik langsung yaitu pengalaman nyata yang dirasakan oleh
seseorang dapat berpengaruh terhadap sikap dan keputusan politik seseorang. Seperti
diabaikan partainya, ditipu, rasa tidak aman,dll.

PENTINGNYA SOSIALISASI POLITIK DALAM PENGEMBANGAN
BUDAYA POLITIK

PENDAHULUAN
Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem
politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan
berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan
papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan
penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai
anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.
Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspekaspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat
terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak
langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik
yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik
tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar
warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah
menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktikpraktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa
melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap
negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain.
Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang
lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses
pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta
gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial,
kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung
mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola
pengalokasian sumber-sumber masyarakat.

A. PENTINGNYA SOSIALISASI POLITIK DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA
POLITIK
1. PENGERTIAN SOSIALISASI POLITIK
Sosialisasi politik adalah cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial
yang berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan
melalui bermacam-macam badan masyarakat.
Almond dan Powell, sosialisasi politik sebagai proses dengan mana sikap-sikap
dan nilai-nilai politik ditanamkan kepada anak-anak sampai metreka dewasa dan
orang-orang

dewasa

direkrut

ke

dalam

peranan-peranan

tertentu.

Greenstein dalam karyanya “International Encyolopedia of The Social Sciences” 2
definisi sosialisasi politik:
a. Definisi sempit, sosialisasi politik adalah penanaman informasi politik yang
disengaja, nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional
secara formal ditugaskan untuk tanggung jawab ini.
b. Definisi luas, sosialisasi politik merupakan semua usaha mempelajari politik baik
formal maupun informal, disengaja ataupun terencana pada setiap tahap siklus
kehidupan dan termasuk didalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar
politik tetapi juga secara nominal belajat bersikap non politik mengenai
karakteristik-karakteristik kepribadian yang bersangkutan.

Easton dan Denuis, sosialisasi politik yaitu suatu proses perkembangan seseorang
untuk mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
Almond, sosialisasi politik adalah proses-proses pembentukan sikap-sikap politik dan
pola-pola tingkah laku.
Proses sosialisasi dilakukan melalui berbagai tahap sejak dari awal masa kanakkanak sampai pada tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa. Sosialisasi
beroperasi pada 2 tingkat:
a. Tingkat Komunitas
Sosialisasi dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu sarana
bagi suatu generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinankeyakinan politik kepada generasi berikutnya.

b. Tingkat Individual Proses sosialisasi politik dapat dipahami sebagai proses
warga suatu Negara membentuk pandangan-pandangan politik mereka.

Dalam konsep Freud, individu dilihat sebagai objek sosilaisasi yang pasif
sedangkan Mead memandang individu sebagai aktor yang aktif, sehingga
proses sosialisasi politik merupakan proses yang beraspek ganda. Di satu
pihak, ia merupakan suatu proses tertutupnya pilihan-pilihan perilaku, artinya
sejumlah kemungkinan terbuka yang sangat luas ketika seorang anak lahir
menjadi semakin sempit sepanjang proses sosialisasi. Di lain pihak, proses
sosialisasi bukan hanya merupakan proses penekanan

2. METODE SOSIALISASI POLITIK ( oleh Rush dan Althoff)
1. Imitasi
Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam
sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih
banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat
peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi.

2. Instruksi
Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam
suatu situasi yang intruktif sifatnya.

3. Motivasi
Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang
cocok yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal (trial and error).

Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari pengalaman, sementara
motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya.
Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri politik
pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung. Proses tidak
langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada dasarnya tidak bersifat
politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap pembentukan jati diri atau
kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung menunjuk pada proses-proses
pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi yang di dalam bentuk dan isinya
bersifat politik.

Proses sosialisasi politik tidak langsung meliputi metode belajar berikut:

1. Pengoperasian Interpersonal
Mengasumsikan bahwa anak mengalami proses sosialisasi politik secara
eksplisitdalam keadaan sudah memiliki sejumlah pengalaman dalam
hubungna-hubungan dan pemuasan-pemuasan interpersonal.

2. Magang
Metode belajat magang ini terjadi katrna perilau dan pengalaman-pengalaman
yang diperoleh di dalam situasi-situasi non politik memberikan keahliankeahlian dan nilai-nilai yang pada saatnya dipergunakan secara khusus di
dalam konteks yang lebih bersifat politik.
3. Generalisasi
Terjadi karena nilai-nilai social diperlakukan bagi bjek-objek politik yang
lebih spesifik dan dengan demikian membentuk sikap-sikap politik terentu.

Proses sosialisasi langsung terjadi melalui:
1. Imitasi
Merupakan mode sosiaisasi yang paling ekstensif dan banyak dialami anak
sepanjang perjalanan hidup mereka. Imitasi dapat dilakukan secara sadar dan
secara tidak sadar.
2. Sosialisasi Politik Antisipatoris
Dilakukan untuk mengantisipasi peranan-peranan politik yang diinginkan atau
akan diemban oleh actor. Orang yang berharap suatu ketika menjalani pekerjaanpekerjaan professional atau posisi social yang tinggi biasanya sejak dini sudah
mulai mengoper nilai-nilai dan pola-pola perilaku yang berkaitan dengan perananperanan tersebut.
3. Pendidikan Politik
Inisiatif mengoper orientasi-orientasi politik dilakukan oleh “socialiers” daripada
oleh individu yang disosialisasi. Pendidikan politik dapat dilakukan di keluarga,
sekolah, lembaga-lembaga politik atau pemerintah dan berbagai kelompok dan
organisasi yang tidak terhitung jumlahnya. Pendidikan politik sangat penting bagi
kelestarian suatu system politik. Di satu pihak, warga Negara memerukan
informasi minimaltentang hak-hak dan kewajiban yang mereka mliki untuk dapat
memasuki arena kehidupan politik. Di lain pihak, warga Negara juga harus
memperoleh pengetahuan mengenai seberapa jauh hak-hak mereka telah dipenuhi

oleh pemerintah dan jika hal ini terjadi, stabilitas politik pemerintahan dapat
terpelihara.
4. Pengalaman Politik
Kebanyakan dari apa yang oleh seseorang diketahui dan diyakini sebagai politik
pada kenyataannya berasal dari pengamatan-pengamatan dan pengalamnpengalamannya didalam proses politik.

3. SARANA SOSIALISASI POLITIK
a. Keluarga
Merupakan agen sosialisasi pertama yang dialami seseorang. Keluarga memiliki
pengaruh besar terhadap anggota-anggotanya. Pengaruh yang paling jelas adalah
dalam hal pembentukan sikap terhadap wewenang kekuasaan. Bagi anak,
keputusan bersama yang dibuat di keluarga bersifat otoritatif, dalam arti
keengganan untuk mematuhinya dapat mendatangkan hukuman. Pengalaman
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan perasaan
kompetensi politik si anak, memberikannya kecakapan-kecakapan untuk
melakukan interaksi politik dan membuatnya lebih mungkin berpartisipasi secara
aktif dalam sistem politik sesudah dewasa.

b. Sekolah
Sekolah memainkan peran sebagai agen sosialisasi politik melalui kurikulum
pengajaran formal, beraneka ragam kegiatan ritual sekolah dan kegiatan-kegiatan
guru. Sekolah melalui kurikulumnya memberikan pandangan-pandangan yang
kongkrit tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Ia juga
dapat memegang peran penting dalam pembentukan sikap terhadap aturan
permainan politik yang tak tertulis. Sekolah pun dapat mempertebal kesetiaan
terhadap system politik dan memberikan symbol-simbol umum untuk
menunjukkan

tanggapan

yang

ekspresif

terhadap

system

tersebut.

Peranan sekolah dalam mewariskan nilai-nilai politik tidak hanya terjadi melalui
kurikulum sekolah. Sosialisasi juga dilakukan sekolah melalui berbagai upacara
yang diselenggarakan di kelas maupun di luar kelas dan berbagai kegiatan ekstra
yang diselenggarakan oleh OSIS.
c. Kelompok Pertemanan (Pergaulan)

Kelompok pertemanan mulai mengambil penting dalam proses sosialisasi politik
selama masa remaja dan berlangsung terus sepanjang usia dewasa. Takott Parson
menyatakan kelompok pertemanan tumbuh menjadi agen sosialisasi politik yang
sangat penting pada masa anak-anak berada di sekolah menengah atas. Selama
periode ini, orang tua dan guru-guru sekolah sebagai figur otoritas pemberi
transmitter proses belajar sosial, kehilangan pengaruhnya. Sebaliknya peranan
kelompok-kelompok klik, gang-gang remaja dan kelompok-kelompok remaja
yang lain menjadi semakin penting. Pengaruh sosialisasi yang penting dari
kelompok pertemanan bersumber di dalam factor-faktor yang membuat peranan
keluarga menjadi sangat penting dalam sosialisasi politik yaitu:





Akses yang sangat ekstensif dari kelompok-kelompok pertemanan
terhadap anggota mereka.
Hubungan-hubungan pribadi yang secara emosional berkembang di
dalamnya.
Kelompok pertemanan mempengaruhi pembentukan orientasi politik
individu melalui beberapa cara yaitu:

-

Kelompok pertemanan adalah sumber sangat penting dari informasi dan
sikap-sikpa tentang dunia social dan politik. Kelompok pertemanan
berfungsi sebagai “communication channels”.

-

Kelompok pertemanan merupakn agen sosialisasi politik sangat penting
karena ia melengkapi anggota-anggotanya dengan konsepsi politik yang
lebih khusus tentang dunia politik.

-

Mensosialisasi individu dengan memotivasi atau menekan mereka untuk
menyesuaikan diri dengan sikap-sikap dan perilaku yang diterima oleh
kelompok. Di satu pihak, kelompok pertemanan menekan individu untuk
menerima

orientasi-orientasi

dan

perilaku

tertentu

dengna

cara

mengancam memberikan hukuman kepada mereka yang melakukan
penyimpangan terhadap norma-norma keluarga, seperti melecehkan atau
tidak menaruh perhatian kepada mereka yang menyimpang.

d. Pekerjaan

Organisasi-organisasi formal maupun non formal yang dibentuk berdasarkan
lingkungan pekerjaan, seperti serikat buruh, klub social dan yang sejenisnya
merupakan saluran komunikasi informasi dan keyakinan yang jelas.

e. Media Massa
Media massa seperti surat kabar, radio, majalah, televise dan internet memegang
peran penting dalam menularkan sikap-sikap dan nilai-nilai modern kepada
bangsa-bangsa baru merdeka. Selain memberikan infoprmasi tentang informasiinformasi politik, media massa juga menyampaika nilai-nili utama yang dianut
oleh masyarakatnya.

f. Kontak-kontak Politik Langsung
Tidak peduli betapa positifnya pandangan terhadap system poltik yang telah
ditanamkan oleh eluarga atau sekolah, tetapi bila seseorang diabaikan oleh
partainya, ditipu oleh polisi, kelaparan tanpa ditolong, mengalami etidakadilan,
atau teraniaya oleh militer, maka pandangan terhadap dunia politik sangat
mungkin berubah.

Orientasi Kehidupan Politik
Perjalanan Kehidupan Politik setidaknya dijalankan dalam 3 tahapan, yang mana

jika ketiga tahap itu dijalankan, maka kehidupan politik sebagai manusia dapat dinyatakan
sempurna. Namun ketiga tahap kehidupan itu harus dijalani secara bertahap dan berurutan.
Dari tahap yang pertama, kedua dan ketiga. Jika tidak secara bertahap maka sulit dan sedikit
tidak masuk akal impian untuk memiliki kehidupan politik yang sempurna itu dapat diraih.

Pertama, Bicara kehidupan manusia, maka kita tidak akan terlepas dari tahap
KEMANUSIAAN . Manusia dilahirkan dengan dilengkapi dengan naluri kemanusiaan. Meski

dibelakang hari naluri kemanusiaan ini kembali dipertanyakan. Pada tahap ini lah manusia
akan berusaha membuat jati dirinya. Membuat dan bukan menemukan. Oleh karena jika
manusia menemukan jati dirinya, maka sebenarnya jati diri itu merupakan jiplakan dari jati
diri yang telah dibuat orang lain. Ada satu masa dimana nantinya proses penemuan jati diri
tersebut merupakan langkah awal kritis dari pembuatan identitas diri dari manusia itu sendiri.
Dalam proses ini juga berarti terjadi pengembangan dan aktualisasi diri manusia ke dalam
lingkungan yang lebih besar dari sekedar individu manusia itu sendiri. Hal-hal yang
mencakup penjelasan diatas tadi adalah, pendidikan non-formal, pendidikan formal, agama,
kesehatan,

keahlian,

pekerjaan,

serta

kehidupan

status

sosial

dan

sebagainya.

Kedua, setelah mengalami masa humanistik tersebut, maka akan muncul sebuah
konsepsi dasar untuk membenarkan segala proses yang telah dijalani dalam proses
selanjutnya. Konsepsi tersebut yang dinamakan dengan kemapanan. Interprestasi dari
kemapanan itulah yang menjadi tahap kedua dalam perkembangan manusia untuk menjadi
manusia yang sempurna. Kemapanan di interpresasikan kedalam

sebuah bentuk

KEKUASAAN . Sudah menjadi ketetapan mungkin, dimana yang lemah akan dikuasai yang

kuat. Meski terdengar seperti philosophi orang bar-bar. Tapi itu lah yang terjadi pada
manusia, sadar atau tidak sadar. Proses kompetisi pada tahapan selanjutnya akan
membuktikan hal tersebut. Kemapanan yang telah dibicarakan tadi melegitimasi bahwa
orang-orang mapan lah yang akan pantas berkuasa. Disamping untuk menambah tingkat
kemapanan di sektor kehidupan manusia yang lain, kekuasaan dijadikan pemenuh hasrat
manusia untuk menjadi penting dimata orang lain dan dimata lingkungan sosial. Hal tersebut

kiranya menjawab fenomena yang selama ini terjadi di masyarakat, dimana berbondongbondong orang kaya ikut ambil andil dalam dunia kekuasaan (politik). Bahkan persaingan
untuk mendapatkan kekuasaan seolah-olah diciptakan untuk orang yang mapan saja. Orangorang yang berada pada lapisan terbawah kelas sosial masyarakat dianggap sebagai
"cheerleaders" dalam orientasi kekuasaan.

Setelah masuk pada tahap kedua, dimana kekuasaan telah didapatkan. Maka tahapan
selanjutnya adalah KEABADIAN . Masih banyak diingkari mungkin. Namun kita bisa melihat
seperti apa kebanggan yang diciptakan oleh sebagian rezim dan atau seluruh pemimpin. Dari
hal terkecil misalnya. Seorang pemimpin partai menamakan pendukungnya dengan embelembel pemimpin tadi. Bahkan seperti dalam sebuah film yang menginspirasi tulisan ini.
Dalam film itu dikatakan bahwa biarlah aku hanya seorang tukang batu atau penunggang
kuda. Tapi biarkan lah mereka mengenalku dan mereka akan mengatakan bahwa mereka
pernah hidup di jamanku. Kalimat itu cukup bisa mendeskripsikan apa yang aku maksudnya
dengan keabadian.

Manusia tanpa Kekuasaan akan tertindas, Kekuasaan tanpa Keabadian akan menjadi
sia-sia.
(HUMANITY, POWER AND IMMORTALITY)

Menurut Almond dan Powell ada 2 orientasi terhadap Politik yaitu tingkat Masyarakat dan
tingkat Individu :

1. Orientasi individu dalam system politik dapat dilihat dari 3 komponen :
a. Orientasi kognitif berbagai keyakinan dan pengetahuan seseorang tentang :
-

system politik.

-

tokoh pemerintahan

-

kebijakan pemerintahan

-

Simbol-simbol yang dimiliki oleh system politik seperti : ibukota negara,
lambang negara, kepala negara, batas negara, mata uang, dll.

b. Orientasi Afektif : menunjuk pada aspek perasaan atau ikatan emosional
individu

pada system politik. Seperti – perasaan khusus terhadap aspek

system politik tertentu yang membuatnya menerima dan menolak system

politik. Orientasi afektif

ini dipengaruhi oleh keluarga dan

lingkungan.

c. Orientasi Evaluatif : berkaitan dengan penilaian moral seseorang terhadap
sistem politik, kinerja sistem politik, komitmen terhadap nilai dan
pertimbangan politik.

2. Orientasi Tingkat masyarakat adalah pandangan dan sikap sesama warga negara
yang meliputi rasa percaya dan permusuhan antar individu, kelompok maupau
golongan. Sikap saling percaya menumbuhkan saling kerja sama sedang sikap
permusuhan menimbulkan konflik

Hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap
berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang
diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang terdiri dari
komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki
orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan melihat fokus yang diorientasikan,
apakah dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari
keduanya. Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif,
eksekutif dan sebagainya.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25