PENGARUH PENERAPAN E-PROCUREMENT DAN KOMPETENSI PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN TERHADAP PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYERAPAN BELANJA MODAL (Studi Pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara B
PENGARUH PENERAPAN E-PROCUREMENT DAN
KOMPETENSI PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN
TERHADAP PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG DAN
JASA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PENYERAPAN BELANJA MODAL
(Studi Pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara Banda Aceh)
1 2 3 1)Muhammad Taufik , Darwanis , Heru Fahlevi
2,3)Magister Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Staff Pengajar Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Abstract: This study aimed to examine the effect of e-Procurement application and competence
of commitment making official on government Procurement and its implications on the
absorption of capital expenditure on work units within the scope of the payment of Banda Aceh
State Treasury either simultaneously or partially. The population in this study are all
government work units of Ministries/ Institutions within the payment scope of Banda Aceh
Treasury Office which budget from the Indonesian Budget (APBN). The data source of this
study cames from primary data obtained from the respondents through distributed
questionnaire directly. Analysis method used is path analysis. The result of this study show e-
Procurement application and competence of commitment making official either simultaneously
and partially has a significant effect on government Procurement. e-Procurement application,
competence of commitment making official and government Procurement either
simultaneously and partially has a significant effect on the absorption of capital expenditure in
the government working unit of the Ministry/Institutions within the payment scope of Banda
Aceh Treasury State. Thus, all the results of this analysis support the hypothesis..
Keywords : e-Procurement, Competence, Commitment Making Official, Government
Procurement, the absorption of capital expenditureAbstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penerapan e-Procurement dan kompetensi
pejabat pembuat komitmen terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dan implikasinya terhadap
penyerapan belanja modal pada satuan kerja yang berada di lingkup pembayaran Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) Banda Aceh baik secara bersama-sama maupun parsial. Populasi
dalam penelitian ini adalah satuan-satuan kerja kementerian/Lembaga yang berada pada lingkup
pembayaran KPPN Banda Aceh dengan anggaran belanja yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 82 unit pengamatan.
Sumber data yang digunakan adalah data primer dan teknik pengumpulan data dilakukan melalui
kuesioner yang disampaikan secara langsung. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis jalur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan e-Procurement dan kompetensi pejabat pembuat
komitmen berpengaruh terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa baik secara bersama-sama
maupun parsial. Penerapan e-Procurement, kompetensi pejabat pembuat komitmen, dan pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa berpengaruh secara bersama-sama maupun parsial berpengaruh terhadap
penyerapan belanja modal pada satuan kerja Kementerian/Lembaga yang berada pada lingkup
pembayaran KPPN Banda Aceh. Dengan demikian, seluruh hasil penelitian ini mendukung hipotesis
yang diajukan.
Kata kunci : E-Procurement, Kompetensi, Pejabat Pembuat Komitmen, Pengadaan Barang dan Jasa,
Penyerapan Belanja Modal.PENDAHULUAN
Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa selama lima tahun terakhir pencairan anggaran pada semester kedua lebih besar daripada pencairan anggaran pada semester pertama. Kelima daerah tersebut menunjukkan pola penyerapan belanja modal yang masih buruk.
II 63.935,94 79,59 I 19.831,01 17,07
II 56.270,15 74,17 I 16.395,41 20,41
II 55.990,10 76,85 I 19.592,43 25,83
Tahun Semester Belanja Modal % I 16.873,56 23,16
Sehubungan dengan rendahnya penyerapan belanja modal, berdasarkan laporan Bank Dunia pada tahun 2014, rendahnya penyerapan belanja modal di Indonesia dapat berdampak pada kesuksesan pembangunan infrastruktur pemerintah Indonesia. Bahkan, Bank Dunia
Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa belanja modal pada semester pertama termasuk ke dalam tingkat penyerapan yang sangat rendah, yaitu 25% dari total belanja modal. Sedangkan pada semester kedua, tingkat penyerapan belanja modal mencapai hampir 74-82% setiap tahunnya.
Sumber: Seksi Verifikasi & Akuntansi, KPPN Banda Aceh, 12-04-2015
Tabel 2. Penyerapan Jenis Belanja Modal Tahun 2011-2014
Sumber : Seksi Verifikasi & Akuntansi, KPPN Banda Aceh, 12-04-2015
Hadisaputro (2012) berpendapat bahwa kebijakan belanja pemerintah salah satunya bertujuan untuk dapat meningkatkan dampak anggaran (multiplier effect ) dari setiap pengeluaran, agar APBN semakin efektif dalam memberikan stimulus kepada perekonomian
II 607.844,14 74,47 100,00 2011 2012 2013 2014
II 439.933,15 69,65 100,00 I 208.366,35 25,53 25,53
II 241.715,21 61,75 100,00 I 191.623,77 30,34 30,34
II 212.599,94 65,75 100,00 I 149.718,92 38,25 38,25
Tabel 1. Realisasi Belanja Pemerintah Tahun 2011-2014 Tahun Semester Miliar Rupiah % % Kumulatif I 110.755,78 34,25 34,25
Salah satu contoh nyata atas pola penyerapan anggaran yang rendah yaitu adanya fenomena penumpukan realisasi anggaran pada akhir tahun di lima kabupaten/Kota yaitu Kota Banda Aceh, Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Pidie dan Pidie Jaya yang merupakan lingkup pelaksanaan pembayaran APBN untuk Kantor Pelaksanaan Perbendaharaan Negara (KPPN) Banda Aceh.
Kecenderungan penyerapan anggaran dari tahun ke tahun masih memiliki pola yang sama, dimana terjadi pencairan anggaran yang rendah di semester pertama dan menumpuk pada akhir tahun anggaran berjalan. Pada semester pertama tiap tahun anggaran, penyerapan anggaran umumnya hanya berkutat di sekitar belanja pegawai dan belanja barang rutin saja (Seftianova dan Adam, 2013).
Dalam praktiknya, pelaksanaan anggaran mengalami berbagai kendala. Salah satu kendala yang dihadapi adalah penyerapan anggaran yang cenderung rendah diawal tahun dan menumpuk di akhir tahun (Muchsin & Noor, 2011). Untuk mempercepat proses pembangunan dan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi, diperlukan proses penyerapan belanja negara yang tepat waktu dan terjadwal (Carsidiawan, 2009).
II 96.318,47 82,92 2012 2013 2014 2011 menyebut dukungan perekonomian dari sektor fiskal ikut terhalang lantaran rendahnya penyerapan belanja modal tersebut (Sukmana: 2015).
Penelitian Nugroho dan Rohman (2012) menunjukkan bahwa belanja modal secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah. Masih rendahnya penyerapan belanja modal, menurut Purnomo (2007) seperti yang dikutip Ma’ruf dan Zaenal (2007) akan membuat penggunaan anggaran terkonsentrasi di akhir tahun sehingga dapat menyebabkan tidak tercapainya sasaran pertumbuhan ekonomi serta gagal dalam mencapai target stimulus fiskal. Hal tersebut dapat berpotensi menimbulkan kualitas output yang kurang baik, sehingga, menurut Suprijanto (2011) dalam Tanjung dan Imam (2011) mengakibatkan kerja KPPN sebagai institusi yang mengelola pencairan dan penyerapan APBN menjadi tidak sehat dan memiliki beban penumpukan pekerjaan yang bertambah besar pada akhir tahun anggaran.
Herriyanto (2012) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan belanja, salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan anggaran adalah faktor dalam pelaksanaan pengadaaan barang dan jasa. Martowardojo (2011) menjelaskan, salah satu kendala utama dalam penyerapan anggaran yang lambat karena proses pelaksanaan dalam proses pengadaan barang/jasa yang tidak terkoordinasi dengan baik. Sebelumnya penelitian terhadap pengaruh pelaksanaan pengadaan barang dan jasa terhadap keterlambatan penyerapan anggaran juga telah dilakukan oleh Siswanto dan Rahayu (2010) dan Kuswoyo (2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran.
Damayanti, Domai dan Wachid (2012) dan Retnowulan (2014) yang meneliti mengenai penerapan e-Procurement, menemukan adanya pengaruh positif penerapan e-Procurement pada proses pengadaan barang/jasa. Sementara penelitian Astuti dan Zunaidah (2012) dan Hermawan (2013) menunjukkan bahwa kompetensi pejabat pengadaan berpengaruh positif terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Selain mempengaruhi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, penerapan e-
Procurement dan kompetensi pejabat pembuat
komitmen juga mempengaruhi penyerapan belanja modal. Menurut Kuncoro (2013) penerapan e-Procurement yang merupakan implementasi penggunaan sistem informasi mempengaruhi daya serap pelaksanaan anggaran pada satuan kerja. Demikian juga dengan kompetensi pejabat pembuat komitmen, dimana Herriyanto (2012) menemukan bahwa kurang kompetennya panitia/pejabat pengadaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran belanja.
KAJIAN KEPUSTAKAAN Penyerapan Belanja Modal
Kuncoro (2013) mendefinisikan penyerapan anggaran sebagai suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target rencana yang telah dicapai oleh instansi. Menurut Seftianova dan Adam (2013), penyerapan anggaran adalah suatu ukuran seberapa besar anggaran yang telah direalisasikan dibandingkan dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase.
Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.02/2011, penyerapan belanja modal didefinisikan sebagai akumulasi realisasi anggaran belanja modal satuan kerja yang telah direalisasikan dibagi dengan akumulasi dalam pagu anggaran belanja modal. Belanja modal menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor
71 Tahun 2010 adalah belanja Pemerintah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.
Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Menurut Abdullah dan Halim (2006) secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain, dan membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya dilakukan melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit. Maulana (2011:108) berpendapat bahwa kurang maksimalnya daya serap penggunaan anggaran menunjukkan ada faktor-faktor yang menyebabkan hal itu dapat terjadi. faktor-faktor tersebut antara lain: karena perencanaan yang kurang maksimal, serta permasalahan yang bersifat teknis, sehingga akan berpengaruh terhadap keterlambatan pelaksanaan program yang sudah direncanakan.
Pengukuran penyerapan anggaran dilakukan dengan cara menghitung proporsi/persentase jumlah anggaran yang telah direalisasikan dalam satu tahun anggaran terhadap jumlah pagu anggaran (Noviwijaya dan Rohman, 2013). Lusiana (1997) dalam Nugroho (2013) menjelaskan mengenai kriteria bagaimana suatu kemampuan penyerapan dikatakan baik dan dinilai berhasil. Menurutnya, kemampuan penyerapan anggaran dianggap baik dan berhasil apabila prestasi realisasi penyerapan adalah sesuai dengan prestasi aktual fisik pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan anggapan bahwa prestasi fisik aktual pekerjaan tersebut adalah relatif sama dengan target prestasi penyelesaian pekerjaan yang direncanakan. Secara sederhana, dari penjelasan tersebut bisa dikatakan bahwa suatu penyerapan anggaran dikatakan baik apabila telah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan.
Miliasih (2012) menulis tiga implikasi dari kondisi penyerapan anggaran yang rendah dan tidak proporsional. Pertama, kegiatan yang tidak segera dilakukan pada awal tahun anggaran menyebabkan program pemerintah dan/atau pelayanan publik tidak dapat terlaksana secara cepat, kedua, penundaan pencairan dana untuk belanja barang/jasa menyebabkan fungsi stimulus fiskal dan
multiplier effect dari belanja pemerintah terhadap aktivitas perekonomian masyarakat tidak optimal pada awal tahun anggaran, ketiga, terjadi penumpukan tagihan kepada negara pada akhir tahun anggaran menyebabkan beban yang berat terhadap penyediaan uang/kas pemerintah, sehingga dapat memungkinkan terjadinya cash
mismatch .
Pelaksanaan Pengadaan Barang Dan Jasa
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan pengadaan barang/jasa pemerintah (yang selanjutnya disebut pengadaan barang/jasa) adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.
- –tiap suatu kriteria kinerja. Melalui model Sink dan Tuttle (1989), tim manajemen membuat keputusan dan mengambil tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja dari sistem tersebut. Kelebihan dari model yang digunakan adalah mampu mengevaluasi kriteria-kriteria yang tidak dievaluasi secara lebih mendalam dari segi kesuksesan pelaksanaan pengadaan, ketepatan spesifikasi, ketepatan harga, ketepatan jumlah barang, ketepatan waktu dan kesesuaian dengan tujuan pengguna.
Sesuai dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2010, pengadaan barang dan jasa pada Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja/Instansi dilakukan oleh Pejabat Pengadaan Barang (yang berasal dari Kementerian/Lembaga/Satuan kerja/ Instansi bersangkutan) yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang dan Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan.
Sertifikat keahlian ini bisa diperoleh melalui sertifikasi (dengan pendidikan dan pelatihan) yang dilakukan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Wicaksono, Suliantoro dan Sari (2010) menggunakan model sistem yang diadaptasi dari Sink dan Tuttle (1989) untuk mengukur indikator kinerja pelaksanaan pengadaan.
Model ini menggambarkan mengenai suatu pandangan sistemik dari sebuah organisasi dan digunakan karena dapat mengetahui seberapa baik penyerapan anggaran dan efisiensinya yang mencerminkan tingkat keberhasilan dari pengadaan barang yang telah dilakukan.
Sink’s Performance Criteria merupakan
salah satu model awal yang mampu memberikan deskripsi jelas dari tiap
Penerapan e-Procurement Electronic Procurement (e-Procurement)
merupakan sebagai penggunaan teknologi informasi untuk mempermudah business-to- business melakukan bertransaksi pembelian untuk bahan/barang dan jasa (Wu, Zsidisin, & Ross:2007). Sedangkan sebagaimana yang tercantum dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010,
e-Procurement adalah Pengadaan Barang/Jasa
yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Davila, Gupta dan Palmer (2003) menyebutkan bahwa e-Procurement adalah teknologi yang dirancang untuk memfasilitasi pengadaan barang melalui internet, manajemen seluruh aktivitas pengadaan secara elektronik serta aspek-aspek fungsi yang di dukung oleh bermacam- macam bentuk komunikasi secara elektronik.
Dari penerapan e-Procurement diperoleh beberapa manfaat seperti dijelaskan oleh Teo (2009) dalam (Wu, Zsidisin, & Ross:2007) yang membagi keuntungan dari e-Procurement menjadi dua, yaitu keuntungan langsung (meningkatkan akurasi data, meningkatkan efisiensi dalam operasi, proses aplikasi yang lebih cepat, mengurangi biaya administrasi dan mengurangi biaya operasi) dan keuntungan tidak langsung (e-Procurement membuat pengadaan lebih kompetitif, meningkatkan
customer services , dan meningkatkan hubungan dengan mitra kerja).
Dalam penelitiannya Mudjahidin (2013) menggunakan IS (Information System) Success
Model Delone dan Mclean dalam pengukuran
penerapan e-Procurement. Penggunaan IS
Success Model untuk mengukur penerapan e- Procurement dikarenakan terdapat variabel-
variabel yang dapat mengukur keberhasilan IS dalam melakukan penilaian penerapan sistem informasi didalamnya. Delone dan Mclean mengulas pengukuran keberhasilan IS dengan menggunakan variabel kesuksesan IS yang saling berhubungan.
Kompetensi Pejabat Pembuat Komitmen
Kompetensi menurut Perpres Nomor 54 Tahun 2010 adalah kemampuan pejabat dalam mengelola pekerjaannya dengan berprinsipkan pada efisien,efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel dengan jaminan sertifikat sebagai bukti pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi dibidang Pengadaan Barang/Jasa.
Menurut Wibowo (2007:113), indikator dari kompetensi meliputi enam indikator antara lain: Pengetahuan terhadap pekerjaan, kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan, kemampuan melakukan komunikasi dengan sesama rekan kerja, keterampilan yang dimiliki sesuai dengan bidang tugas, penguasaan akan bidang IT dan sikap karyawan dalam membangun kebersamaan.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
Pasal 1 ayat (7) menyebutkan definisi Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. PPK bertanggung jawab kepada Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran selaku pejabat yang mengangkatnya. Lebih lanjut dalam melaksanakan tugasnya, PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
PPK selaku pejabat pengadaan memiliki kewenangan membuat kontrak pengadaan barang dan jasa dengan penyedia barang dan Jasa atau pelaksana. Agar dapat ditetapkan sebagai PPK, maka seorang PPK harus memenuhi persyaratan sebagai sebagaimana tertulis dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012
pasal 12 sebagai berikut: 1. Memiliki integritas;
2. Memiliki disiplin tinggi; 3.
Memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas; 4. Mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN; 5. Menandatangani Pakta Integritas; 6. Tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda
Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) atau Bendahara; dan 7. Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada para satuan kerja yang berada dalam lingkup pembayaran di KPPN Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen (penerapan e-Procurement dan kompetensi pejabat pembuat komitmen) terhadap variabel intervening (pelaksanaan pengadaan barang dan jasa) dan implikasinya terhadap variabel dependen (penyerapan belanja modal). Unit analisis dalam penelitian ini berupa organisasi yaitu satuan kerja kementerian/lembaga. Populasi dalam penelitian ini adalah satuan kerja yang telah menerapkan e-Procurement dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dan dan telah memiliki seorang pejabat pembuat komitmen sebagai pejabat pengadaan. Sampel yang digunakan berjumlah
82 responden. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner.
Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan model analisis jalur yaitu suatu metode yang digunakan untuk menganalisis pola hubungan di antara variabel (Sarjono dan Julianita, 2011:117), Penelitian dilakukan dengan tujuan menerangkan pengaruh langsung, tidak langsung, dan total dari variabel penerapan e-Procurement (X1) dan kompetensi PPK (X2) terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa (Y) dan implikasinya terhadap penyerapan belanja modal (Z).
Rancangan pengujian hipotesis menggunakan dua model substruktur, model yang pertama meregresikan dan menghitung koefisien jalur variabel penerapan e-
Procurement dan kompetensi pejabat pembuat
komitmen terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Model substruktur kedua meregresikan kemudian menghitung koefisien jalur variabel penerapan e-Procurement, kompetensi pejabat pembuat komitmen, dan pelaksanaan barang dan jasa terhadap penyerapan belanja modal. Setelah hasil pengujian didapatkan, kemudian dihitung pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total variabel.
HASIL PEMBAHASAN
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis jalur menggunakan model substruktur 1 dan 2. Hasil perhitungan koefisien jalur serta pengaruh tidak langsung dan pengaruh total dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4.
- ) nilai yang diperoleh berdasarkan tabel
- ) nilai yang diperoleh berdasarkan tabel
komitmen terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa berdasarkan hasil pengujian substruktur 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R ) sebesar 0,890. Ini menunjukkan hubungan yang positif dan cukup erat antara penerapan e-
pengadaan barang dan jasa secara simultan terhadap penyerapan belanja modal.
Procurement , kompetensi PPK dan pelaksanaan
Pada hasil pengujian substruktur 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R ) sebesar 0,977 yang menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara penerapan e-
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Retnowulan (2014) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari implementasi e-Procurement dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan penelitian Qolbi, Djasuli dan Harwida (2012) yang menyimpulkan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh PPK memiliki hubungan positif dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
Nilai koefisien determinasi (R 2 ) dari hasil pengujian sebesar 0,792. Hasil pengujian ini menujukkan bahwa pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dipengaruhi secara bersama- sama oleh penerapan e-Procurement dan kompetensi PPK sebesar 79,2%. Sedangkan sisanya sebesar 20,8% dipengaruhi oleh variabel lain.
bersama-sama terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
Procurement dan kompetensi PPK secara
Procurement dan kompetensi pejabat pembuat
Tabel 3. Pengaruh X 1 & X 2 terhadap Y secara langsung & tidak langsung
45,8% Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat dijelaskan bahwa variabel penerapan e-
Berdasarkan Tabel 4 tampak bahwa variabel X 1 terhadap Z berpengaruh sedang secara langsung yaitu sebesar (0,255) 2 atau 6,5% dan variabel X 2 berpengaruh lemah terhadap Z yaitu sebesar (0,093) 2 atau 0,9% dan variabel Y terhadap Z berpengaruh (0,677) 2 atau
correlation
Sumber: data primer yang diolah. 2015
Tabel 4. Pengaruh X 1 dan X 2 terhadap Y & implikasinya terhadap Z secara langsung & tidak langsung
Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa variabel X 1 terhadap Y berpengaruh kuat secara langsung yaitu sebesar (0,764) 2 atau 76,4% dan variabel X 2 berpengaruh lemah terhadap Y yaitu sebesar (0,172) 2 atau 3%.
correlation
Sumber: data primer yang diolah. 2015
Nilai koefisien determinasi (R 2 ) dari hasil pengujian sebesar 0,954. Hasil pengujian ini menujukkan bahwa penyerapan belanja modal dipengaruhi secara bersama-sama oleh penerapan e-Procurement, kompetensi PPK dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa sebesar 95,4%. Sedangkan sisanya sebesar 4,6% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak Langsung Tidak Langsung Total 1 X 1 terhadap Z 0,255 0,065 0,065 Sedang 2 X 2 terhadap Z 0,093 0,009 0,009 Lemah 3 Y terhadap Z 0,677 0,458 0,458 Sedang 4 X 1 terhadap Y melalui X 2 0,677 2 (0,255 x 0,093 x 0,677) 0,016 Lemah 5 X 1 terhadap Z melalui Y 0,881 2 ( 255 x 0,677 x 0,881) 0,304 Kuat 6 X 2 terhadap Z melalui Y 0,689 2 (0,093 x 0,677 x 0,689) 0,087 Lemah Keterangan No. Variabel Koefisien Jalur Pengaruh dimasukkan dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dengan memperhatikan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan penekanan pada penerapan e-
Bisnis Sriwijaya . Vol.10, No.20 Desember: 59-80.
Hermawan, Asep. 2013. Pengaruh Pelatihan
European Management Journal . Vol. 21 No. 1.p.11.
Moving Procurement Systems To The Internet: The Adoption And Use Of E- Procurement Technology Models.
Barang/Jasa Di Kabupaten Malang. Jurnal Administrasi Publik . Universitas Brawijaya. Vol. I, No.2: 139-146. Davila, Antonio, M. Gupta, & R. Palmer. 2003.
Procurement dalam Proses Pengadaan
& Abdul Wachid. 2012. Penerapan E-
Carsidiawan, Didi. (2008). Mengungkap Penyebab Lambatnya Penyerapan Anggaran Belanja Pemerintah. (Online). http://didicarsidiawan.wordpress.com/2009 /04/29/mengungkap penyebab-lambatnya- penyerapan-anggaran-belanja-pemerintah/), diakses pada 1 April 2015. Damayanti, Amelia Iftitah., Tjahjanudin Domai,
Perubahan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Dan Kompetensi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Bagian Pengadaan Barang/Jasa di Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Selatan). Jurnal Manajemen dan
Procurement yang baik serta adanya
Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol.2, No. 2 November:17-32. Astuti. Febby Fuji & Zunaidah. 2012. Pengaruh
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Syukriy & Abdullah Halim. 2006.
Penelitian selanjutnya yang berkenaan dengan penyerapan belanja modal dapat menambah dan mengganti variabel independen dan intervening atau menggunakan model penelitian kualitatif dalam metode penelitian agar dapat menemukan lebih banyak lagi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyerapan belanja modal.
Dalam upaya untuk meningkatkan penyerapan belanja modal, disarankan agar para satuan kerja hendaknya perlu terus meningkatkan kompetensi yang dimiliki oleh para pejabat pembuat komitmen dan menerapkan e-Procurement yang telah di implementasikan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada tiap-tiap satuan kerja agar penyerapan belanja modal pada satuan kerja menjadi optimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan e-Procurement dan kompetensi pejabat pembuat komitmen berpengaruh terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa baik secara bersama-sama maupun parsial. Penerapan e-Procurement, kompetensi pejabat pembuat komitmen, dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa berpengaruh secara bersama-sama maupun parsial berpengaruh terhadap penyerapan belanja modal pada satuan kerja Kementerian/Lembaga yang berada pada lingkup pembayaran KPPN Banda Aceh.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
kompetensi yang dimiliki PPK pada satuan kerja dapat mengoptimalkan penyerapan belanja modal pada satuan kerja .
Staf Pengadaan Dan Kompensasi
Terhadap Efektifitas Pengadaan Barang/Jasa di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Kementerian Pendididikan & Kebudayaan . Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Indonesia. Muchsin, M & Noor, Andi Sofan. 2011.
2012. Pentingnya Kompetensi Pejabat
Malang. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya. Vol 1, No 2:2-7. Qolbi, Nida, Mohamad Djasuli & Gita Arasy.
Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Blitar . Jurnal Ilmiah.
Priatno, Prasetyo Adi. 2013. Analisis Faktor-
Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 2 No. 3: 1-10.
Pengaruh Keragaman Gender Dan Usia Pejabat Perbendaharaan Terhadap Penyerapan Anggaran Satuan Kerja (Studi Empiris Pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Semarang I).
Noviwijaya, Amdi dan Rohman, Abdul. 2013.
Journal of Accounting . Vol. 1 No. 2: 1-14.
Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah Dengan Pendapatan Asli Daerah Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus di Propinsi Jawa Tengah). Diponegoro
Nugroho, Mashudi Adi. 2013. Analisis Faktor- faktor yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN di Akihor Tahun (Studi Kassus di KPPN Malang). Jurnal Ilmiah. Malang. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya.Vol 1, No 2.:8-13. Nugroho, Fajar & Rohman, Abdul. 2012.
Analisis Keberhasilan E-Procurement Pemerintah Kota Surabaya Menggunakan Information System Success Model. Jurnal Teknik Pomits . Vol. 1 No. 1: 1-11.
Fenomena Penyerapan Anggaran: Kenapa Akselerasi di Akhir Tahun? Paris Review. Nomor 6 Tahun III Desember:6-9. Mudjahidin, Rizka Marsa Pramadani. 2013.
Penyerapan Anggaran Belanja Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga TA 2010 Di Wilayah Pembayaran KPPN Pekanbaru. Tesis. Jakarta: Universitas
Hadisaputra, M. Trisno. 2012. Porsi Anggaran Pengadaan Barang dan Jasa pada APBN.
Miliasih, Retno. 2012. Analisis Keterlambatan
Anggaran APBD Provinsi Banten Di Sektor Pembangunan Sumber Daya Manusia. Simposium Nasional Otonomi Daerah . Banten. Universitas Serang Raya.
Belanja Modal Masih Rendah. Melalui <http://www.anggaran.depkeu.go.id/web- content-list.asp?ContentId=246> Diakses 1 Juni 2015. Maulana, Delly. 2011. Analisis Penelusuran
Selasa, 20 Desember. Ma’ruf, Muhammad & Zaenal Muttaqin. 2007.
Manajemen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Martowardojo, Agus. 2011. Penyerapan Belanja Modal Menurun. Harian Suara Karya.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran (Studi pada Satuan Kerja di Wilayah KPPN Kediri) . Tesis. Program Magister
1 No.4: 364-373. Kuswoyo, Iwan Dwi. 2011. Analisis atas
Kaltim. eJournal Administrasi Bisnis. Vol.
Penyerapan Anggaran Pasca Penerapan Aplikasi SIPP Pada Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Wil. I Dinas PU Prov.
Tesis. Jakarta: Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Kuncoro, Egiastyo Dwi. 2013. Analisis
Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/Lembaga di Wilayah Jakarta.
Herriyanto, Hendris. 2012. Faktor-Faktor yang
Jurnal Pengadaan . Vol. 2, No. 2, November.18-37.
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kota Kabupaten Bangkalan dalam
Melaksanakan Prosedur Pengadaan Pemerintah. Harian Kompas . Rabu 8 Juli Barang/Jasa Berdasarkan Perpres 54 2015. Hal: 22. Tahun 2010 . Makalah Disampaikan pada Tanjung, Novri H.S. & Firman Imam. 2011.
Liputan Akhir Tahun Anggaran Tahun
seminar Public Reform for Good 2011 .Melalui.http://www.perbendaharaan. Government Governance A4-PFM go.id//?pilih=news.aksi=lihat&id=2770ne Conference Surabaya. 13 s.d. 14 November. w/?<http://www.perbendaharaan.go.id/ne
Retnowulan, Dewi Ayu. 2014. Pengaruh w/?pilih=news&aksi=lihat&id=2770>
Implementasi Electronic Procurement (E- Diakses 1 Juni 2015. Proc) Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Terhadap Perwujudan Good Governance Di Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung . Tesis. Bandung.
Universitas Pendidikan Indonesia. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
________________,
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa.
________________, Peraturan Presiden
Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
________________, Peraturan Menteri
Keuangan No. 249/PMK.02/2011 Tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
Seftianova, Ratih & Helmy Adam. 2013.
Pengaruh Kualitas DIPA dan Akurasi Perencanaan Kas Terhadap Kualitas Penyerapan Anggaran Pada Satker Wilayah KPPN Malang. JRAK. Vol. 4 No.1 Februari: 75 – 84. Siswanto, Adrianus Dwi & Sri Lestari Rahayu.
2010. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya
Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga TA 2010 . Policy
Paper Pusat Kebijakan APBN. Jakarta. Sarjono, Haryadi & Winda Julianita. 2011.
SPSS vs Lisrel. Sebuah Pengantar .
Aplikasi untuk Riset. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Sukmana, Yoga. 2015. Bank Dunia Soroti
Rendahnya Serapan Belanja Modal