PELAKSANAAN PENGATURAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DKI JAKARTA

  

PELAKSANAAN PENGATURAN PENATAAN RUANG TERBUKA

HIJAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DKI

JAKARTA

Marcel Cio, Upik Hamidah., S.H., M.H., Agus Triono., S.H., M.H.

  Jurusan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jl Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng

  Bandar Lampung 35131 No.HP : 082130300958 Email : marcelciohutajulu@yahoo.co.id

  

ABSTRACT

  The purpose of this research is to know how important the function of Green Open Space in the regional landscaping plan of Jakarta province specified that every city must have Green Open Space at least 30% of the area of the city in accordance with the mandate of Act No.26 year 2007 on spatial planning. The method used in the writing of this is a normative approach with empirical methods. From the research showed that the Green open space in Jakarta city still far from expected, because the rules of implementation and the provision of Green Open Space in fact still a lot of which do not correspond it can be seen from the real condition of Green Open Space in Jakarta only available 18% either public or private. In addition the are many factors other inhibitors in providing Green Open Space in Jakarta other like the selling price of land too expensive, lack of founds for purchases the area for land acquisition, didn’t organize the duty of related service, so that provision and management of Green Open Space in Jakarta has not been optimal.

  

Keywords: Implementation, Arrangements, Green Open Space, Jakarta city

ABSTRAK

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pentingnya fungsi dari Ruang Terbuka Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan bahwa setiap kota harus memiliki Ruang Terbuka Hijau minimal 30 persen dari luas wilayah kotanya sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Metode yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah metode dengan pendekatan normatif empiris. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa RTH kota DKI Jakarta saat ini masih jauh dari apa yang diharapkan, karena aturan dan pelaksanaan penyediaan RTH kenyataannya masih banyak yang tidak sesuai dilihat dari kondisi nyata ketersediaan RTH di Jakarta yang hanya 18% baik publik maupun privat. Selain itu masih banyak faktor-faktor penghambat lainnya dalam penyediaan RTH di Jakarta seperti harga jual tanah yang terlalu mahal, minimnya ketersediaan dana APBD untuk pembebasan lahan, tumpang-tindihnya tugas-tugas dari dinas yang terkait, sehingga penyediaan serta pengelolaan RTH di Jakarta belum optimal.

  

Kata Kunci: Pelaksanaan, Pengaturan, Ruang Terbuka Hijau, DKI Jakarta

I. PENDAHULUAN

  Ruang Terbuka Hijau sejatinya ditujukan untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan dan mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan serta meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

  Tidak hanya itu, Ruang Terbuka Hijau juga berfungsi sebagai pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan, pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, tempat perlindungan keanekaragaman hayati, dan pengendali tata air serta tak ketinggalan sebagai sarana estetika kota. Keberadaan ruang ini tak hanya menjadikan kota menjadi sekedar tempat yang sehat dan layak huni tapi juga nyaman dan asri.

  Ruang Terbuka Hijau juga membawa begitu banyak manfaat yang terkandung diantaranya sarana untuk mencerminkan identitas daerah, menumbuhkan rasa bangga, dan meningkatkan nilai mutu suatu keadaan darurat, sebagai sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, memperbaiki iklim mikro hingga meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan dan tak ketinggalan bermanfaat bagi meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan. Manfaat yang lebih bernilai sosial seperti sebagai sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial atau sebagai sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula. Bisa dibilang kebutuhan akan adanya ruang semacam ini di kota-kota besar tak hanya sekedar perlu namun kebutuhan. Dalam kurun waktu 10 tahun sejak dilaksanakannya Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 1999 - 2010 yang ditetapkan Peraturan Daerah No.6 Tahun 1999, tentang Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta, telah terjadi berbagai perkembangan eksternal maupun internal yang sangat berpengaruh terhadap dinamika perkembangan Jakarta. Ada pendapat bahwa ruang terbuka hijau merupakan lahan cadangan untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan kota yang mendesak. beberapa bagian dari lahan ruang Kebutuhan lahan untuk terbuka hijau kota dimanfaatkan dan pembangunan ruang terbuka hijau ini dipergunakan secara tidak akan mengalami kendala sejalan semestinya. dengan perkembangan nilai lahan,

  Berdasarkan uraian tersebut diatas baik secara sosial maupun ekonomi. maka penulis tertarik untuk

  Kendala ini akan berjalan seiring melakukan penelitian dalam bentuk dengan belum mantapnya ketentuan skripsi dengan judul Pelaksanaan legalitas yang menyangkut

  Pengaturan Penataan Ruang Terbuka pengaturan, pengendalian dan Hijau Dalam Rencana Tata Ruang pengawasan yang juga menyebabkan Wilayah Provinsi DKI Jakarta. ada dan yang ada hubunganya dengan masalah yang akan

II. METODE dibahas. PENELITIAN 2.

  Pendekatan Empiris, pendekatan ini dilakukan dengan cara Pendekatan masalah yang mengetahui fakta-fakta yang ada dipergunakan dalam penelitian ini atau yang terjadi dalam lapangan

  (masyarakat) di lokasi penelitian adalah pendekatan secara normatif dengan mengumpulkan informasi- dan empiris. informasi tentang fakta yang ada hubunganya dengan masalah yang

2.1 Pendekatan Masalah

  akan dibahas. Pada penelitian ini Penelitian ini dilakukan dengan peneliti melakukan penelitian ke menggunakan 2 (dua) metode

  Dinas Pertamanan dan pendekatan, yaitu: Pemakaman Provinsi DKI Jakarta 1. Pendekatan Normatif, pendekatan dan Biro Tata Ruang dan ini dilakukan dengan cara

  Lingkungan Hidup Provinsi DKI mendekati permasalahan dari segi Jakarta. hukum, membahas kemudian mengkaji buku-buku, ketentuan

2.2 Sumber Data undangan dan peraturan-

  peraturan lainnya. Beberapa Sumber data dalam penelitian ini dasar hukum yang berkaitan adalah data primer dan data dengan Pemerintahan Daerah sekunder. dan CSR adalah sebagai berikut

  Data Primer :

  Data primer adalah data yang a.

  Bahan hukum primer, yakni diperoleh dari penelitian dilapangan. bahan-bahan yang

  Data ini diperoleh dari hasil bersumber dari penelitian dengan cara kuesioner

  1) Undang-Undang Nomor 26 terhadap Dinas Pemakaman dan Tahun 2007 tentang Penataan

  Pertamanan DKI Jakarta mengenai Ruang. kebijakan yang diambil untuk

  2) Peraturan Pemerintah memaksimalkan penyediaan Ruang Republik Indonesia Nomor

  Terbuka Hijau beserta kendala-

  26 Tahun 2008 tentang kendala yang diperoleh dalam rencana tata ruang wilayah menerapkan kebijan tersebut. Yang nasional. menjadi narasumber untuk di

  3) Peraturan Menteri Pekerjaan wawancarai dari penelitian ini adalah Umum Nomor:

  Dinas Penataan Ruang Pemerintah 05/PRT/M/2008 tentang

  Provinsi DKI Jakarta beserta Dinas pedoman penyediaan dan Pemakaman dan Pertamanan pemanfaatan ruang terbuka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. hijau dikawasan perkotaan. 4) Peraturan Menteri Pekerjaan

  Data Sekunder Umum Nomor:

  Data sekunder adalah data yang 15/PRT/m/2009 tentang diperoleh dari bahan-bahan pustaka penyusunan tata ruang yang dianggap menunjang dalam wilayah provinsi. penelitian ini, yang terdiri dari:

  5) Peraturan Menteri Pekerjaan 1. Bahan hukum primer yaitu

  Umum Nomor: bahan hukum yang mempunyai 17/PRT/M/2009 tentang kekuatan hukum mengikat pedoman penyususnan seperti peraturan perundang- rencana tata ruang wilayah kota. 6) Peraturan Menteri Pekerjaan

  Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang pedoman penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten.

  2. Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang bersumber dari literatur-literatur dalam hukum penataan ruang.

  3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia.

  Pengumpulan data dilakaukan sebagai berikut: a. Studi kepustakaan

  Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan melakukan kegiatan membaca, mencatat, mengutip, dan menelaah hal-hal yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

  b. studi lapangan Dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan metode wawancara yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada narasumber.

  2.4 Pengolahan Data

2.3 Pengumpulan Data

  Setelah data tersebut terkumpul pengolahan dilakukan dengan caara sebagai berikut:

  a. Editing, yaitu memeriksa ulang data yang telah terkumpul dengan maksud untuk mengetahui kelengkapan dan kejelasannya. Dalam tahap ini, yang dikoreksi adalah meliputi hal-hal sebagai berikut yakni: lengkapnya pengisian kuisioner, keterbacaan tulisan atau catatan, kejelasan makna, kesesuaian jawaban satu sama lainnya, relevansi jawaban dan keseragaman data serta melakukan identifikasi data yang disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas. b. Interpretasi, yaitu

  III. HASIL PENELITIAN

  menghubungkan, membandingkan DAN PEMBAHASAN dan menguraikandata serta

  3.1. Gambaran Umum Ruang

  mendeskripsikan data dalam

  Terbuka Hijau di Jakarta

  bentuk uraian, untuk kemudian Kota metropolitan sebagai diterik kesimpulan. lingkungan buatan merupakan salah

  c. Sistematisasi, yaitu satu penyumbang terbesar gas mensistematiskan data dengan karbondioksida (CO2) penyebab menyusun data menurut urutan pemanasan global, akibat dari masing-masing dari hasil kemacetan lalu lintas, emisi gas penelitian yang telah sesuai buang kota, dan menciutnya RTH. dengan permasalahan.

  Secara adminstratif, Jakarta terbagi atas lima kota dan satu kabupaten,

2.5 Analisis Data

  empat puluh empat kecamatan, dan duaratus enampuluh tujuh kelurahan. Data yang telah diolah kemudian

  Jumlah penduduk lebih dari 8,9 juta dianalisis secara kualitatif dengan jiwa (malam hari) dan lebih dari 11 mendeskripsikan data yang juta jiwa (siang hari) dengan dihasilkan dari penelitian di lapangan kepadatan penduduk 130-150 kedalam bentuk penjelasan secara jiwa/Ha hingga 200-300 jiwa/Ha. sistematis sehingga memiliki arti dan memperoleh kesimpulan. Dari hasil

  Secara geografis wilayah DKI analisis tersebut dapat didimpulkan Jakarta seluas 65.000 Ha, 40% secara induktif yaitu cara berfikir berada dibawah muka laut pasang, dalam mengambil suatu kesimpulan dialiri 13 sungai besar. Dari luas terhadap permasalahan yang dibahas daratan yang ada, 67% terbangun, secara umum kemudian didasarkan 23,03% lahab tidur (potensi atas fakta-fakta yang bersifat khusus. dihijaukan), dan sisanya 9,97% RTH.

  Sedangkan Target RTH melalui rencana induk Jakarta tahun 1965- 1985: 37,2% Rencana Umum Tata Ruang DKI Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1985-2005: 25,85% Jakarta maka instansi yang memiliki Rencana Tata ruang wilayah DKI tugas dan wewenang berkaitan Jakarta 2000-2010: 13,94 % dengan pengelolaan RTH di Provinsi Bandingkan dengan RTH kota New DKI Jakarta terdiri dari beberapa York (25,2%, 2020), Tokyo (32%, instansi yang memiliki keterkaitan 2015), London (39%, 2020), yaitu: Singapura (56%, 2034), Beijing a.

  Dinas Tata Kota (43%, 2008) dan Curitiba (30%,

  b. Pertamanan dan Dinas 2020).

  Pemakaman

  c. Pertanian dan Dinas

  Berdasarkan hasil KTT Bumi Rio de Kehutanan

  Janiero (1992) dan Johannesberg d. (2002) telah disepakati luas RTH Dinas Pekerjaan Umum e. kota yang sehat minimal 30% dari Dinas Olahraga dan Pemudan

  f. pelayanan total luas kota keseluruhan. Hal ini Kantor pemakaman telah diadopsi dalam undang-undang g. Nomor 26 tahun 2007 tentang Dinas Perumahan h. penataan ruang yang menetapkan Dinas Pariwisata i. luas RTH perkotaan minimal sebesar Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD). 30% dari total luas kota keseluruhan.

  3.2 Pelaksanaan Pengaturan

  Berbicara mengenai Ruang Terbuka

  Ruang Terbuka Hijau di Provinsi

  Hijau di Jakarta maka kita harus

  DKI Jakarta berdasarkan Perda

  mengetahui Organisasi dan Tata

  Nomor 1 Tahun 2012 tentang

  kerja perangkat daerah yang tugas

  Rencana Tata Ruang Wilayah

  nya mengelola pemanfaatan Ruang

  2030 Terbuka hijau di Jakarta.

  Berdasarkan Peraturan Daerah

  3.2.1 Pengaturan

  Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Peraturan daerah DKI Jakarta Nomor

  1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Perangkat Daerah dan Sekertariat

  Ruang Wilayah telah menentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahwa tujuan dari penataan ruang itu keseimbangan ekologi kota sendiri adalah mewujudkan Jakarta; keterpaduan pemanfaatan dan b.

  Pengembangan RTH untuk pengendalian ruang darat, ruang laut, mencapai 30% (tiga puluh dan ruang udara, termasuk ruang persen) dari luas daratan dibawah permukaan tanah dan Provinsi DKI Jakarta terdiri dibawah permukaan air dengan dari RTH Publik dan RTH mempertimbangkan kondisi kota Privat yang di dedikasikan Jakarta sebagai kota delta (delta city) sebagai RTH bersifat Publik dan daya dukung Sumber Daya Alam seluas 20% (dua puluh serta daya tampung lingkungan hidup persen) dan RTH Privat secara berkelanjutan, sebagai mana seluas 10% (sepuluh persen) yang tertera dalam pasal 5 Perda sebagai upaya peninggkatan Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 kualitas kehidupan kota; Tahun 2012 tentang Rencana Tata c.

  Penurunan emisi gas rumah Ruang Wilayah. kaca sebagai upaya antisipasi pemanasan global dan Untuk mewujudkan tujuan dari perubahan iklim; dan Rencana Tata Ruang Wilayah d.

  Penetapan dan pemeliharaan tersebut maka pemerintah DKI kawasan yang memiliki nilai

  Jakarta telah menetapkan pola strategis yang berpengaruh pengaturannya seperti yang tertera di terhadap aspek lingkungan. dalam pasal 6 ayat (5) Peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengaturan dalam kegiatan penataan Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 ruang sendiri telah menetapkan sebagai berikut: besaran RTH sesuai dengan amanat

  Undang-Undang Nomor 26 Tahun a. Pelaksanaan konservasi suaka 2007 tentang Penataan Ruang yakni alam, kawasan pelestarian sebesar 30% (tiga puluh persen) dari alam, kawasan lindung, luas kota, untuk menjamin udara sumber daya air, dan bersih, maupun sistem ekologis pengembangan Ruang lainnya, termasuk menjaga keanekaragaman hayati dan meningkatkan estetika kota.

  Dengan demikian Peraturan daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 telah jelas menyampaikan tujuan,pengaturan,dan strategi dari Penataan Ruang untuk mewujudkan efektifitas dari penyediaan Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta secara jangka panjang sampai dengan Tahun 2030, guna mensejahterakan dan menyeimbangkan pola hidup warga kota Jakarta sendiri.

  Berbeda dengan Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan ruang dimana dalam Peraturan daerah Nomor 1 tahun 2012 telah memuat secara spesifik tujuan,pengaturan, dan strategi dalam penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Jakarta.

  Sedangkan Undang-Undang dan Perda yang ada sebelumnya lebih dalam membahas mengenai perencanaan, penyediaan , dan penataan ruang secara umum sehingga aturan mengenai Ruang

  Peraturan daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012.

  3.2.1 Pelaksanaan

  Kegiatan Penataan Ruang untuk kota DKI Jakarta telah diatur didalam Peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, khususnya mengenai penyediaan Ruang Terbuka Hijau.

  Baik itu dari Tujuan, pengaturannya, dan juga cara mengupayakannya. Tetapi melihat dari kenyataan yang ada di lapangan pelaksanaan nya masih belum maksimal diakibatkan oleh adanya satu dan lain hal.

  Berdasarkan penelitian maka dalam mengelola Ruang Terbuka Hijau Kota DKI Jakarta dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kota meliputi: a.

  Perencanaan tataruang wilayah kota; b. Pemanfaatan ruang wilayah kota; dan c.

  Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota

  Dengan demikian dalam mengelola Ruang Terbuka Hijau pemerintah ketigal hal diatas serta memperthankan fungsi dan luasnya untuk memenuhi persentase ruang terbuka hijau publik perkotaan yang telah ditetapkan yaitu minimal 20% (dua puluh persen), sedangkan lokasinya dapat berubah sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan upaya dalam mengelola Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kinerja pemerintah terhadap pelaksanaan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta Penulis telah melakukan wawancara dengan staff Dinas Pertamanan dan pemakaman yakni Ir. Alda Erythrina S.P., pada tanggal 19 Februari 2014.

  Dapat dijelaskan bahwa kondisi Ruang Terbuka Hijau Jakarta saat ini baru mencapai 18% dengan bentuk taman kota, taman pemakaman dan vertical gardening. Kondisi dari jenis-jenis Ruang terbuka hijau tersebut sudah cukup baik, akan tetapi masih ada yang perlu di revitalisasi agar tercapai hasil yang memuaskan.

  Jika di tinaju dari segi pengelolaan Ruang terbuka hijau ada yang dilakukan oleh pihak pemerintah secara mandiri dan ada pula yang dibantu oleh program pihak swasta.

  Program pemerintah yang dilakukan secara mandiri mengandalkan APBD yang telah disusun oleh pemerintah guna memaksimalkan pembangunan RTH. Tidak hanya mengandalkan APBD yang diberikan pemerintah pengelolaan tata ruang juka membutuhkan kerjasama dengan instansi terkait seperti PT.KAI , PT. Jasamarga , dan PAM dengan memebekali mereka dengan tanaman masiv (rambat). Distribusi atau persebaran RTH itu sendiri di Jakarta pada saat ini masih banyak pekerjaan rumah untuk para pengelola RTH di DKI Jakarta karena ada 5 lokasi yang harus diperhatikan kemudian distribusinya masih tidak berimbang baik dari kelima wilayah kota administratif yang ada di Jakarta tersebut, tetapi sebaik mengkin dan semaksimal mungkin akan di hijaukan termasuk atau terkumuh sekalipun di wilayah Jakarta.

  Peran elit dan pengembang (developer) dalam mendukung pelaksanaan kebijakan RTH di Provinsi DKI Jakarta saat ini ada 2 pihak yang mengelola RTH yakni pihak pemerintah dan pihak swasta. Jika pengelolaan yang dilakukan pihak pemerintah sudah pasti berjalan sebagai mana mestinya karena ini adalah bagian dari tugas pokok para pengelola ruang terbuka hijau. Sementara itu lain dengan pihak suasta ada yang mau dan ada yang tidak untuk bermitra dengan pemerintah. Karena menurut beberapa pihak swasta yang telah diajak bermitra dalam pengelolaan RTH mereka tidak menemukan sisi komersil didalamnya, tetapi ada juga yang mau diajak kerjasama oleh pemerintah. Bentuk kerjasama oleh pihak swasta tersebut kita sebut CSR (Corporate Social Responsibility) , yang kerjasamanya berupa kontrak dengan menandatangani MOU. Kontrak tersebut bias diputus sewaktu-waktu jika isi dari MOU tersebut dilanggar, seperti mencari brand image atau keuntungan kerjasama yang ada. Keuntungan dalam bermitra dengan pemerintah selain membantu untuk mengurang isu pemanasan global, pihak yang bermitra akan diringankan pajaknya. Hasil dari CSR dengan pemerintah saat ini kita bias lihat dibeberapa perkantoran di Jakarta gedung- gedungnya sudah ditanami oleh tanaman rambat dan diberikan pot- pot bunga sebagai bentuk penghijauannya, juga waduk Rio-rio di Jakarta ialah hasil bermitra dengan pihak pemerintah”.

  Tindakan hukum pemerintah terhadap pelanggaran yan telah terjadi sampai saat ini sudah di tindak dengan tegas, dengan bekerjasama dengan instansi terkait sperti Satpol PP untuk menertibkan pelanggaran yang ada. Contoh pelanggaran nyata ialah seperti yang ada di gedung Bank Indonesia mereka memotong pohon dengan sembarangan tanpa izin dengan dinas yang terkait awalnya kami peringati, tetapi tidak ada tanggapan sehingga kami lanjutkan ketahap berikutnya ke pihak kepolisian, akhirnya pihak BI mengganti ruggi atas perbuatan yang telah mereka lakukan tersebut.

  

3.3 Faktor-faktor penghambat telah dibuat oleh

dalam penyediaan ruang

  pemerintah

  terbuka hijau di provinsi DKI Jakarta c.

  Penyediaan lahan yang ada di Jakarta saat ini Dalam implementasinya, penyediaan cukup terbatas Ruang Terbuka Hijau di Provinsi d.

  Harga tanah yang tinggi, DKI Jakarta tidak terlepas dari sedangkan pemda hanya hambatan-hambatan sehingga bias membeli sesuai menyebabkan sasaran program target dengan harga NJOP pencapaian RTH di DKI Jakarta bukan harga pasar tidak tercapai dengan maksimal.

  e. menuntut Masyarakat

  Hambatan-hambatan itu datang dari harga pasar yang tinggi lingkungan masyarakat, Dinas-dinas sehingga terlalu terkesan yang terkait, hingga pihak-pihak mencari untung dan tidak swasta yang mengambil alih peran bias kooperatif dengan penting RTH guna kepeintingan pemerintah pembangunan pribadi.

  f.

  Penyetaraan harga NJOP yang berbeda-beda Mengenai hal-hal yang masih disetiap wilayah. menjadi kendala dan hambatan terhadap peneydiaan Ruang Terbuka

  IV. PENUTUP

  Hijau di Provinsi DKI Jakarta agar sesuai dengan target RTH yang

  4.1 Kesimpulan

  dicanangkan diantaranya adalah : Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik a. masyarakat

  Paradigma kesimpulan sebagai berikut, bahwa: masih rendah akan arti penting Ruang Terbuka

  1. Pelaksanaan Terhadap hijau sehingga fungsinnya pengaturan Ruang terbuka agak dikesampingkan hijau di DKI Jakarta

  b. masih Masyarakat berdasarkan Peraturan daerah semena-mena dalam

  Nomor 1 tahun 2012, dilihat menjaga asset pendukung dari segi substansi Peraturan baik adanya dibandingan hijau diantaranya adalah: dengan Peraturan daerah kurangnya kesadaran sebelumnya yakni Peraturan masyarakat akan arti daerah Nomor 6 tahun 1999, pentingnya Ruang Terbuka karena dengan perda yang Hijau, Keterbatasan lahan, baru ini memungkinkan harga jual tanah yang mahal, semua instansi atau dinas- pemerintah hanya mampu dinas yang terkait didalam membeli sesuai harga NJOP, nya dapat berkoordinasi dan tumpang tindihnya dinas- selama didalamnya memiliki dinas terkait yang mengurusi potensi hijau. Dalam hal Ruang Terbuka Hijau karena pelaksanaannya Peraturan ketidak jelasan Tugas daerah Nomor 1 tahun 2012 pokoknya. Beberapa hal ini masih jauh dari yang diatas merupakan alasan diharapkan, karena dalam mengapa belum optimalnya pelaksanaan nya masih harus Pemerintah Provinsi DKI menunggu Rencana Detail Jakarta dalam mengatur Tata Ruang (RDTR) yang ada Ruang Terbuka Hijau di , dan RDTR tersebut masih Jakarta secara optimal. diwacanakan untuk disahkan

  4.2 Saran

  agar segala macam bentuk Sebagai upaya untuk kegiatan mengenai penataan mengoptimalkan kegiatan Penataan ruang berjalan dengan baik Ruang khususnya dalam hal Ruang dan sesuai peruntukannya.

  Terbuka Hijau maka Pemerintah 2. kendala-kendala

  Terhadap Provinsi DKI Jakarta dan DPRD atau faktor-faktor yang harus menempatkan masalah RTH menjadi hambatan sebagai salah satu isu yang penting

  Pemerintah Provinsi DKI dalam pembahasan anggaran dan Jakarta pada saat ini guna program pembangunan yang mengoptimalkan kegiatan berkelanjutan di Jakarta. Penataan Ruang khususnya dibidang Ruang Terbuka Prioritas anggaran program Joga nirwono dan imaun iwan.2011. pengembangan RTH harus setara RTH 30%! Resolusi (kota) dengan program Transportasi Masal Hijau .Jakarta: PT Gramedia dan Kanal Banjir Timur, agar kota Pustaka Utama. Jakarta tidak terjadi bencana Joga nirwono.2013. Gerakan Kota lingkungan, kemacetan, dan banjir. Hijau .Jakarta: PT Gramedia Untuk itu perlu didukung Pustaka Utama. Pemerintah, Pemerintah Daerah, Kurnia, Dianandari. 2005. Persoalan DPRD, dan Masyarakat. Hukum Kebijakan

  Perencanaan dan Penataan Ruang. Jakarta. Tesis

  DAFTAR PUSTAKA Universitas Indonesia.

  Adisasmita,H.Rahardjo, Prof. Dr. M.

  Maleong, Lexy J, 2005, Metode Ec.2012. Analisis tata ruang

  Penelitian Sosial: Edisi

  pembangunan . Yogyakarta:

  Revisi, Bandung, Remaja Graha Ilmu. Rosdakarya. Dinas Pertamanan dan Pemakaman

  Ridwan juniarso.2013. Hukum tata Provinsi DKI Jakarta, 2011,

  ruang dalam konsep Buku saku info taman dan kebijakan otonomi makam intraktif . Jakarta: daerah .Bandung: PT Nuansa Gendistudio.

  Cendikia Dinas Pertamanan dan

  Soekanto, Soerjono.,1985, Penelitian pemakaman.2009. Jakarta Hukum Normatif, penerbit

  menuju RTH 30 % , Dinas rajawali pers, Jakarta.

  Pertamanan dan pemakaman Taufik, Makaro Mohammad.2006. Provinsi DKI Jakarta.

  Aspek-aspek Hukum

  Hasni.2008. Hukum Penataan Ruang

  Lingkungan. Jakarta: PT dan Penatagunaan Tanah

  Indeks

  Dalam konteks UUPA- UUPR-UUPLH .Jakarta: PT

  Raja Grafindo Persada.

  Peraturan Perundang-Undangan

  Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka hijau Di kawasan Perkotaan.

  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.

  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman

  Penyusunan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten.

  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman

  Penyusunan Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi .

  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

  

Ruang Wilayah Nasional.

  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang

  Penyelenggaraan Penataan Ruang.

  Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang

  Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.