Chapter I Respons Cekaman Garam terhadap Pertumbuhan dan Konsentrasi Rantai Panjang pada Mangrove Sonneratia alba Smith
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, baik flora maupun
fauna. Jenis flora yang banyak ditemui di Indonesia terutama di kawasan pesisir
adalah mangrove. Atmoko dan Kade (2007) menyatakan bahwa hutan mangrove
merupakan vegetasi khas daerah tropis dan sub-tropis yang dijumpai di tepi
sungai, muara sungai dan tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Mangrove termasuk vegetasi halofita (halophytic vegetation) yaitu vegetasi yang
mampu bertahan hidup pada tanah berkadar garam tinggi dan genangan air laut
(pasang surut air laut).
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yaitu 21% dari total
luas mangrove dunia yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua (Spalding et al., 2010).
Sonneratia alba adalah salah satu tanaman mangrove yang dikenal luas di pesisir
pantai Indonesia dan terdistribusikan secara luas di daerah pesisir Asia Tenggara
dan Samudera Hindia (Azuma et al., 2002).
Kandungan
garam
pada
media
tumbuh
yang
berlebihan
dapat
menyebabkan tanaman menjadi stres atau tercekam. Stres garam merupakan salah
satu stres abiotik yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu
aktivitas adaptasi mangrove agar tetap dapat tumbuh baik pada daerah yang
dipengaruhi pasang surut air laut adalah dengan cara mensekresi metabolit
sekunder secara berlebih. Oleh karena itu, mangrove merupakan salah satu
sumber
bioaktif/metabolit
sekunder
terkaya
yang
ada
di
alam
ini.
Syakir et al. (2008) menyatakan bahwa salah satu metode adaptasi tanaman
2
terhadap salinitas adalah melaui pengaturan osmotik dengan cara mensintesis
senyawa asam amino, galaktogliserol, dan asam lemak.
Famili Sonneratiaceae mengandung senyawa metabolit sekunder berupa
asam lemak (Oku et al., 2003), triterpenoid, lipid (Chaiyadej et al., 2004), phytol,
isoprenoid
(Basyuni
et
al.,
2007),
alkane
(C25-C33),
flavonoid
(Minqing et al., 2009) dan steroid, bifenil (Priya et al., 2012). Masing-masing
senyawa ini menunjukkan aktivitas biologis yang beragam, seperti antibakteri,
anti-inflamasi, dan efek insektisida. Senyawa metabolit sekunder ini dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk mengobati penyakit maupun meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap penyakit.
Polyisoprenoid ditemukan di dalam sel dalam bentuk alkohol bebas dan
ester dengan asam carboxylic dan asam phosphoric (Wotjas et al., 2004).
Polyisoprenoid merupakan produk akhir dari metabolisme sel, yang di beberapa
literatur dikenal sebagai metabolisme sekunder (Tudek et al., 2007). Namun,
secara fisiologis belum diketahui bagaimana peranan polyisoprenoid ini bagi
mangrove.
Di Indonesia, eksplorasi dan eksploitasi bioaktif/senyawa metabolit
sekunder dari mangrove ini masih sangat terbatas (Prihanto, 2012). Berdasarkan
hal tersebut, sangat dibutuhkan penelitian mengenai aspek fisiologis dan peranan
polyisoprenoid bagi mangrove, khususnya pada tanaman S. alba dengan memberi
perlakuan cekaman garam dengan konsentrasi yang berbeda. Diharapkan
diperoleh wawasan baru mengenai mekanisme toleransi hutan mangrove terhadap
cekaman garam, sehingga dapat digunakan untuk mendukung program rehabilitasi
mangrove.
3
Tujuan Penelitian
1. Menentukan konsentrasi cekaman garam terbaik bagi pertumbuhan semai
S. alba.
2. Menganalisis kandungan polyisoprenoid pada tajuk dan akar semai S. alba
setelah diberi perlakuan cekaman garam.
3. Menganalisis pengaruh cekaman garam terhadap konsentrasi rantai panjang
polyisoprenoid famili dolichol pada semai S. alba.
Hipotesisis Penelitian
Cekaman garam pada konsentrasi 3%, berbeda nyata pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan konsentrasi rantai panjang polyisoprenoid semai
S. alba pada umur 3 bulan.
Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perimbangan bagi masyarakat
yang bergerak di bidang pembibitan S. alba dalam program rehabilitasi,
sehingga dapat menghasilkan bibit S. alba yang pertumbuhannya baik pada
tingkat salinitas tertentu.
2. Informasi tentang polyisoprenoid yang terdapat pada S. alba dan fungsinya
dalam tegakan S. alba diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak
yang membutuhkan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, baik flora maupun
fauna. Jenis flora yang banyak ditemui di Indonesia terutama di kawasan pesisir
adalah mangrove. Atmoko dan Kade (2007) menyatakan bahwa hutan mangrove
merupakan vegetasi khas daerah tropis dan sub-tropis yang dijumpai di tepi
sungai, muara sungai dan tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Mangrove termasuk vegetasi halofita (halophytic vegetation) yaitu vegetasi yang
mampu bertahan hidup pada tanah berkadar garam tinggi dan genangan air laut
(pasang surut air laut).
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yaitu 21% dari total
luas mangrove dunia yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua (Spalding et al., 2010).
Sonneratia alba adalah salah satu tanaman mangrove yang dikenal luas di pesisir
pantai Indonesia dan terdistribusikan secara luas di daerah pesisir Asia Tenggara
dan Samudera Hindia (Azuma et al., 2002).
Kandungan
garam
pada
media
tumbuh
yang
berlebihan
dapat
menyebabkan tanaman menjadi stres atau tercekam. Stres garam merupakan salah
satu stres abiotik yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu
aktivitas adaptasi mangrove agar tetap dapat tumbuh baik pada daerah yang
dipengaruhi pasang surut air laut adalah dengan cara mensekresi metabolit
sekunder secara berlebih. Oleh karena itu, mangrove merupakan salah satu
sumber
bioaktif/metabolit
sekunder
terkaya
yang
ada
di
alam
ini.
Syakir et al. (2008) menyatakan bahwa salah satu metode adaptasi tanaman
2
terhadap salinitas adalah melaui pengaturan osmotik dengan cara mensintesis
senyawa asam amino, galaktogliserol, dan asam lemak.
Famili Sonneratiaceae mengandung senyawa metabolit sekunder berupa
asam lemak (Oku et al., 2003), triterpenoid, lipid (Chaiyadej et al., 2004), phytol,
isoprenoid
(Basyuni
et
al.,
2007),
alkane
(C25-C33),
flavonoid
(Minqing et al., 2009) dan steroid, bifenil (Priya et al., 2012). Masing-masing
senyawa ini menunjukkan aktivitas biologis yang beragam, seperti antibakteri,
anti-inflamasi, dan efek insektisida. Senyawa metabolit sekunder ini dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk mengobati penyakit maupun meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap penyakit.
Polyisoprenoid ditemukan di dalam sel dalam bentuk alkohol bebas dan
ester dengan asam carboxylic dan asam phosphoric (Wotjas et al., 2004).
Polyisoprenoid merupakan produk akhir dari metabolisme sel, yang di beberapa
literatur dikenal sebagai metabolisme sekunder (Tudek et al., 2007). Namun,
secara fisiologis belum diketahui bagaimana peranan polyisoprenoid ini bagi
mangrove.
Di Indonesia, eksplorasi dan eksploitasi bioaktif/senyawa metabolit
sekunder dari mangrove ini masih sangat terbatas (Prihanto, 2012). Berdasarkan
hal tersebut, sangat dibutuhkan penelitian mengenai aspek fisiologis dan peranan
polyisoprenoid bagi mangrove, khususnya pada tanaman S. alba dengan memberi
perlakuan cekaman garam dengan konsentrasi yang berbeda. Diharapkan
diperoleh wawasan baru mengenai mekanisme toleransi hutan mangrove terhadap
cekaman garam, sehingga dapat digunakan untuk mendukung program rehabilitasi
mangrove.
3
Tujuan Penelitian
1. Menentukan konsentrasi cekaman garam terbaik bagi pertumbuhan semai
S. alba.
2. Menganalisis kandungan polyisoprenoid pada tajuk dan akar semai S. alba
setelah diberi perlakuan cekaman garam.
3. Menganalisis pengaruh cekaman garam terhadap konsentrasi rantai panjang
polyisoprenoid famili dolichol pada semai S. alba.
Hipotesisis Penelitian
Cekaman garam pada konsentrasi 3%, berbeda nyata pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan konsentrasi rantai panjang polyisoprenoid semai
S. alba pada umur 3 bulan.
Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perimbangan bagi masyarakat
yang bergerak di bidang pembibitan S. alba dalam program rehabilitasi,
sehingga dapat menghasilkan bibit S. alba yang pertumbuhannya baik pada
tingkat salinitas tertentu.
2. Informasi tentang polyisoprenoid yang terdapat pada S. alba dan fungsinya
dalam tegakan S. alba diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak
yang membutuhkan.