Akses Keadilan dalam masyarakat Yang Ber

Akses Keadilan Dalam Masyarakat Yang Beragam
(Studi Awal Pemenuhan Akses Keadilan dalam Issue Sumber Daya Alam Bagi
Masyarakat yang Menganut Sistem Hukum yang Berbeda)1
Oleh Tandiono Bawor Purbaya2
ABSTRACT
Indonesia has had a national strategy on Access to Justice which became a part
of the Medium Term of Development Plan, 2009-2014, including the Strategy on
Access toLand and Natural Resources. But, the other side, conflict of land and
natural resources is increasing, which related with people who have different
social system. This paper will answer the question how should the state and the
access to justice concept working in a diverse society and uses a different legal
system, and the extent of access to justice strategy recommendations in the issue
of land and natural resources has been implemented.
Kata kunci : Akses terhadap keadilan, Sumber Daya Alam, Pluralisme hukum

I.

PENDAHULUAN
Indonesia adalah sebuah negara dengan 1,072 kelompok etnik, termasuk 11 kelompok

etnik dengan jumlah melebihi satu juta orang3. Keadaan ini menyebabkan Indonesia termasuk

salah satu bangsa yang memiliki budaya yang paling beragam di dunia. Kebudayaan yang
beragam ini berkonsekwensi terhadap beragamnya tatanan sosial yang ada di dalam
masyarakat termasuk nilai, norma, dan hukum yang mengaturnya. Tatanan pengaturan
tersebut tidak bisa tidak tentunya termasuk pengaturan sumber daya alamnya. Namun
demikian kekayaan sumber daya alamnya seakan menjadi bencana bagi masyarakatnya.
Konflik berbasiskan masalah penguasaan dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) masih
menjadi masalah besar di Indonesia. Berbagai hasil pemantauan menunjukkan bahwa konflik
SDA semakin meluas dengan kualitas pelanggaran hak yang intens dan meningkat.
1

Disampaikan dalam Simposium Nasional dan Workshop Sosio Legal, FH Universitas Brawijaya, 24 – 25 Juni
2013
2
Pendamping Hukum Rakyat (PHR) Perkumpulan Huma/ Advokat Publik di Jaringan Pengacara Publik
Indonesia/PILNET Indonesia.
3

Organisasi Perburuhan Internasional,Hak-hak Masyarakat Adat yang Berlaku; Pedoman untuk
Konvensi ILO 169,Kata Pengantar, Jakarta, 2010, hal 3.


Page 1 of 22

Tingginya konflik dapat dilihat pada berbagai laporan baik yang dikeluarkan oleh
kelompok masyarakat sipil maupun negara. Perkumpulan Huma mencatat konflik
berlangsung di 98 kota/kabupaten di 22 provinsi. Yang memprihatinkan, luasan area konflik
mencapai 2.043.287 hektar atau lebih dari 20 ribu km2. Luasan ini setara dengan separoh luas
Provinsi Sumatera Barat4. Catatan Kontras di tahun 2011-2012 terdapat 57 kasus disektor
SDA yang kemudian meningkat secara drastis di tahun 2012 menjadi 151 kasus. Di sektor
perkebunan, misalnya Sawit Watch melaporkan sampai dengan Desember 2011 terdapat 663
kasus konflik perkebunan kelapa sawit.5 Tingginya konflik SDA di bidang perkebunan
dibenarkan oleh Noer Fauzi yang mengutip data Ditjen Perkebunan, Kementrian Pertanian,
bahwa sampai pada 2012 sebanyak 59 persen dari 1000 perusahaan kelapa sawit di 22
propinsi dan 143 kabupaten terlibat konflik dengan masyarakat. 6 Demikianhalnya
denganWALHI yang mencatat hingga Desember 2012, konflik SDA dan perkebunan di
Indonesia sudah mencapai 613 konflik yang tersebar di 29 provinsi Indonesia 7. Dari
keseluruhan kasus tersebut, mengakibatkan 188 orang warga ditahan, 102 orang menjadi
korban kekerasan dan 12 orang meninggal.The Indonesian Public Interest Lawyer Network
(Pilnet) mencatat 106 petani di berbagai propinsi dikriminalkan (2010).8 Juga Kontras yang
melaporkan di tahun 2012 terjadi kekerasan dengan perincian sebagai pelaku kekerasan
variatif yakni dari kepolisian sebesar 51 orang, TNI sebesar 13 orang, warga sebanyak 57

orang dan 2 orang tak dikenal serta pihak perusahaan 28 orang.
Terhadap tingginya konflik agraria dan SDA tersebut, Perkumpulan HuMA
mengidentifikasikan terjadi karena perbenturan antar sistem hukum yaitu antara sistem
hukum

negara

dan

sistem

hukum

rakyat.9Negara,

melalui

kekuatan

represifnya


4

Widiyanto, Sri Maryanti, S. Rakhma Mary, Out Look Konflik Sumber Daya Alam di Indonesia, 2012, Pusat
Data dan Informasi Perkumpulan Huma, Jakarta, 2013.
5

Andiko dan Norman Jiwa : Panduan Dasar bagi Aktifis dan Masyarakat : Memahami dan Memantau
Pelaksanaan Peraturan dan Hukum oleh Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia, Sawit Watch,
Jakarta, 2012, halaman 3.
6

Petani menuntut Reforma Agraria, Sinar Harapan, Senin 24 September 2012 hal 1. Konflik perkebunan kelapa
sawit tersebar di Kalimantan Tengah (250 kasus), Sumatera Utara (101 kasus), Kalimantan Timur (78 kasus),
Kalimantan Barat (77 kasus), dan Kalimantan Selatan (34 kasus).
7

Eksekutif Nasional Walhi, Enviroment Outlook 2013, Jakarta, 2013. WALHI menerima pengaduan dan
melakukan advokasi terhadap 149 kasus yang terdiri dari kasus perkebunan kelapa sawit (51 kasus), tambang
(31 kasus), kehutanan (33 kasus), agrarian (14 kasus), dan pencemaran (15 kasus).

8

Jejaring pengacara publik menyebut, UU Perkebunan dijadikan dasar pemidanaan ribuan petani;
http://nasional.vivanews.com/news/read/182474-petani-dipidana–uu-perkebunan-diujikan-ke-mk
dalam
http://pilnetindonesia.wordpress.com.
9

Widiyanto dkk, ibid hal 3

Page 2 of 22

mengutamakan penggunaan hukum negara, hal ini dapat dilihat dari tingginya tindak
kekerasan dan pengkriminalan masyarakat dengan menggunakan sistem hukum negara.
Pilihan ini berdampak semakin terlanggarnya hak-hak rakyat khususnya atas sumber-sumber
penghidupan. Kondisi tersebut diatas, memperlihatkan bahwa akses keadilan terhadap tanah
dan sumber daya alam belum dipenuhi.
Pemerintah Indonesia dengan dukungan UNDP telah menghasilkan naskah Strategi
Nasional Akses terhadap Keadilan (2009). Stranas ini diharapkan menjadi bagian dari upaya
memperkuat peningkatan kesejahteraan rakyat dan untuk mencapai salah satu tujuan rencana

pembangunan jangka panjang (RPJPN 2005-2025) yaitu “Indonesia Adil”. Untuk memenuhi
akses keadilan tersebut, terdapat 8 (delapan) strategi yang ditawarkan,10 salah satunya adalah
Strategi Akses terhadap Tanah dan Sumber Daya Alam.Untuk melaksanakan kedelapan
strategi tersebut, terdapat 4 (empat) prinsip kerja, yaitu: (1) Setiap komponen sama
pentingnya;(2) Kerjasama sinergis antara pemerintah pusat dan daerah; (3) Keseimbangan
antara sistem keadilan negara dan sistem keadilan alternatif; penyelenggara keadilan dan
pencari keadilan; dan (4) Pengawasan, pemantauan dan transparansi. Dengan demikian,
kedelapan strategi tersebut harus saling terintegrasi dan memiliki fungsi yang sama
pentingnya. Misalkan, bidang bantuan hukum tidak dapat menegasikan keadilan di bidang
sumberdaya

alam,

tenaga

kerja,

perempuan,

anak


maupun

reformasi

peradilan.

Demikianhalnya keadilan bidang tanah dan sumberdaya alam harus terintegrasi dengan
bidang bantuan hukum, reformasi pengadilan, tenaga kerja, perempuan dan anak. Serta
seluruh bidang menggunakan pendekatan berbasis HAM, dan tidak dapat menegasikan hakhak dasar yang telah diakui dalam berbagai peraturan maupun konvensi internasional.

II.

PERMASALAHAN

10

Delapan strategi yang ditawarkan yaitu (1) Strategi Akses terhadap Keadilan pada Bidang Reformasi Hukum
dan Peradilan; (2) Strategi Akses terhadap Keadilan dalam pada Bidang Bantuan Hukum; (3) Strategi Akses
terhadap Keadilan pada Bidang Tata Kelola Pemerintahan Daerah; (4) Strategi Akses terhadap Keadilan pada

Bidang Tanah dan Sumber Daya Alam; (5) Strategi Akses terhadap Keadilan bagi Perempuan; (6) Strategi Akses
terhadap Keadilan bagi Anak; (7) Strategi Akses terhadap Keadilan bagi Tenaga Kerja; dan (8) Strategi Akses
terhadap Keadilan bagi Masyarakat Miskin dan Terpinggirkan

Page 3 of 22

Dengan Indonesia telah memiliki dokumen Strategi Nasional Akses terhadap
Keadilan yang menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2009-2014,
termasuk Strategi Akses terhadap Tanah dan Sumber Daya Alam, namun disisi lain konflik
tanah dan SDA semakin meningkat, maka tulisan ini akan mencoba menjawab pertanyaan
“Bagaimana seharusnya negara dan konsep akses keadilan ini bekerja didalam masyarakat
yang beragam dan menggunakan sistem hukum yang berbeda, dan sejauh mana rekomendasi
strategi akses keadilan di bidang tanah dan sumber daya alam telah diimplementasikan” ?

III.

KONSEP AKSES KEADILAN
Akses terhadap keadilan sebuah issue yang nampaknya menjadi trend saat ini di

Indonesia. Banyak


jenis program dilahirkan

untuk mendukung

dan mendorong

pelaksanaannya. Namun demikian, tidak ada definisi tetap tentang makna dari akses dari
keadilan

sendiri.

Secara

tradisional

akses

terhadap


keadilan

dimaknai

sebagai

“membukasistem formal danstrukturhukum untukkelompok yang kurang beruntungdalam
masyarakat. Ini termasukmenghilangkan hambatanhukum dan keuangan, tetapi juga
hambatansosial

sepertibahasa,

kurangnya

pengetahuan

tentanghak-hak

hukumdan


intimidasioleh hukumdan lembaga hukum”11. Cappelletti dan Garth (1978) sebagaimana di
kutip oleh Shirin Sinar mengidentifikasi 3 (tiga) gelombang perubahan yang membuat hak
untuk keadilan secara formal berjalan efektif yaitu:
Gelombang pertama, terdiri dari upaya untuk membuat bantuan dan nasehat
hokum lebih tersedia untuk kaum miskin;
Gelombang
kedua,
adalah
dipromosikannya
tindakan-tindakan
perwakilandan prosedur lain yang akan memungkinkan gugatan tunggal
untuk menyelesaikan sejumlah besar klaim;
Gelombang ketiga, adalah ditujukan untuk melakukan pembaharuan secara
meluas dalam system hokum termasuk alternatif penyelesaian sengketa, small
claim court, dan perubahan prosedural lainnya.12
11

Terjemahan bebas dari the term refers to opening up the formal systems and structures of the law to
disadvantaged groups in society. This includes removing legal and financial barriers, but also social barriers
such as language, lack of knowledge of legal rights and intimidation by the law and legal
institutionshttp://www.gaatw.org/atj/ download tanggal 13 Juni 2013.
12

ShirinShinnar, Acces to justice – Topic Brief ; http://web.worldbank.org, diunduhtanggal 11/6/2013;
penjelasandalamkonteks Indonesia terhadaptigagelombanginibisa di baca di Abdul RachmanSaleh “Memajukan
Akses Keadilan melalui bantuan Hukum, dalamGatot (ed) BantuanHukum, Akses Masyarakat marjinal terhadap
Keadilan, Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan, dan Perbandingan di Berbagai Negara,LBH Jakarta,
Jakarta, 2007halaman 20 – 21.

Page 4 of 22

Namun demikian selanjutnya Shirin Shinnar menyatakan bahwa akses terhadap
keadilan tetap saja diidentifikasikan dengan bantuan hukum, tindakan perwakilan, alternatif
penyelesaian sengketa, dan strategi lain dari reformasi pengadilan. 13Walau dalam
kenyataannya akses terhadap keadilan ini tidak bisa hanya dimaknai sekedar hanya tentang
pengadilan dan system peradilan. Sehingga kemudian berkembang definisi akses keadilan,
yang lebih kontekstual, lebih kepada penyatuan kepentingan dari para pihak yang berperan
dalam pemberian akses terhadap keadilan bagimasyarakat miskin dan berkembanganya hakhak asasi manusia.
Konsep akses terhadap keadilan menurut Cappelletti sebagaimana dirujuk dalam
Stranas pada intinya berfokus pada dua tujuan dasar dari keberadaan suatu sistem hukum
yaitu: 1) sistem hukum seharusnya dapat diakses oleh semua orang dari berbagaikalangan;
dan 2) sistem hukum seharusnya dapat menghasilkan ketentuan maupun keputusanyang adil
bagi semua kalangan, baik secara individual maupun kelompok.14 Ide dasar yang hendak
diutamakan dalam konsep ini adalah untuk mencapai suatu keadilan sosial (social justice)
bagi warga negara dari semua kalangan.
UNDP sendiri mendefinisikan akses keadilan sebagai:
“Kemampuan orang-orang untuk mencari dan memperoleh pemulihan hak
melalui lembaga-lembagakeadilan formal dan nonformal sesuai dengan
standar hak asasi manusia. Akses bagi masyarakat, khususnya bagi kelompok
miskin terhadap mekanisme yang adil, efektif dan akuntabel untuk melindungi
hak, menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan penyelesaian konflik.
Termasuk di dalamnya adalah kemampuan masyarakat untuk memperoleh
dan mendapatkan penyelesaian melalui mekanisme formal dan nonformal
dalam sistem hukum, serta kemampuan untuk memperoleh dan terlibat dalam
proses pembuatan dan penerapan dan pelembagaan hukum” (UNDP, 2006).15
Dari definisi tersebut, akses keadilan ditujukan kepada masyarakat secara umum,
namun menitikberatan kepada kelompok miskin sebagai bentuk affirmative action. Dan
terdapat dua titik tekan yaitu bottom up dan top down, yaitu masyarakat harus memiliki
kesadaran hukum, kesadaran akan hak-hak, kesadaran akan forum-forum sebagai media
untuk mencari dan memperoleh pemulihan hak, serta kesadaran untuk menerapkan hak
mereka. Sedangkan untuk top down, Negara berkewajiban untuk ‘menyadarkan’ masyarakat
akan hak-hak mereka dan menyediakan effective remedybagi pemulihan hak-hak yang
13

14

15

ibid.
Stranas, Halaman 5.
UNDP (n.d.), ‘Access to Justice Practitioner Guide’, 2005. Hal 6.

Page 5 of 22

dilanggar, dengan menggunakan hak asasi manusia sebagai standar dan dasarnya.16Karena itu
akses keadilan, tidak sekedar meningkatkan aksesindividu kepengadilan, atau menjamin
adanya penasehat hukum, melainkan bagaimana hukum seharusnya dapat diakses oleh semua
orang dari berbagai kalangan; memberikan pemulihan bagi setiap pengaduan/keluhan dan
pemulihan terhadap pelanggaran-pelanggaran berbasis hak asasi manusia.
Secara sederhana, konsep tahapan implementasi akses terhadap keadilan dalam
kerangka interaksi antarfaktor dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:17

Secara singkat, cakupan kerangka konseptual yang disarikan dari berbagai temuan dan tulisan
para ahli di bidang akses terhadap keadilan serta dokumen resmi organisasi internasional
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kerangka hukum normative, yang mendukung akses terhadap keadilan. Kerangka
hukum normative merujuk pada terbentuknya payung hukum yang merumuskan hak
dan kewajiban, merefleksikankebiasaan dan menerima perilaku sosial. Hal ini
mencakup hukum negara dan hukum yang hidupdalam masyarakat yang meliputi
dengan tiga elemen, yaitu: (i) substansi peraturan; (ii) prosespenyusunan dan
16

Pendekatan hak asasi manusia sendiri berguna untuk : (i) Fokus padapenyebab langsungdari masalahmasalahyang menghambatakses; (ii) Mengidentifikasi"pemegang klaim" atau penerima manfaat–yaitu yang
palingrentan(antara lain orang miskin di pedesaan, perempuan dananak-anak, dissabilitis, minoritasetnis); (iii)
Mengidentifikasi"pengemban kewajiban"-yang bertanggung jawabuntuk menanganiisu-isu/masalah (lembaga,
kelompok, tokoh masyarakat, dll), dan (iv) Menilai danmenganalisiskesenjangankapasitasklaim-pemegang
untuk dapatmengklaimhak-hakmereka dan pengemban tugas untuk dapatmemenuhi kewajibandan
menggunakananalisis untukmemfokuskan strategipengembangan kapasitas. UNDP, Access to Justice, Practise
Note, UNDP, 2004, halaman 6.
17

Halaman 9

Page 6 of 22

mekanisme perubahan; dan (iii) pelaku dan lembaga yang terlibat dalam proses dan
substans;
2. Kesadaran hukum, menyangkut peraturan, hak, kewajiban dan cara mengakses
berbagai alternative penyelesaian masalah;
3. Akses kepada lembaga,di mana kelompok miskin dapat menerjemahkan kesadaran
hukum dalamupaya nyata. Ketika perbaikan peraturan pro-kelompok miskin mulai
terbentuk, serta kesadaran hukum mulaimeningkat, pada saat itulah lembaga
penegakan hukum formal atau nonformal, harus sudah dapatdiakses;
4. Administrasi hukum yang efektif,baik melalui lembaga formal maupun nonformal.
Elemen lainyang penting dalam strategi akses hukum dan keadilan adalah kinerja
lembaga hukum formal.Masyarakat seharusnya percaya bahwa kinerja lembaga
hukum adalah efisien, netral danprofesional. Lembaga hukum harus menerapan
peraturan prosedur yang konsisten dan setara bagiberbagai status sosial masyarakat.
Hal ini penting tidak hanya untuk menjamin kepuasan atashasil akhir proses hukum
untuk setiap kasus, tetapi juga untuk meningkatkan epercayaan public terhadap
lembaga penegak hukum;
5. Pemulihan hak yang memuaskan,yang mensyaratkan imparsialitas, tepat waktu,
konsistensinorma, bebas korupsi dan intervensi politik, serta kesesuaian dengan
norma dan standar hak asasimanusia nasional dan internasional;
6. Permasalahan mengenai kelompok miskin dan terpinggirkan

merupakan

permasalahan yangterdapat pada bagian akses terhadap keadilan yang lain;
7. Monitoring dan pengawasan, yang akan mendukung transparansi dan akuntabilitas
pada keenam bidang di atas.

IV.

STRATEGI

AKSES

KEADILAN

TERHADAP

TANAH

DAN

SUMBERDAYA ALAM
Di Indonesia sendiri meskipun istilah akses terhadap keadilan booming belum terlalu
lama, namun usaha-usaha untuk memenuhinya, terutama yang dilakukan oleh masyarakat

Page 7 of 22

sipil dengan meminjam tiga gelombang Cappelletti di atas sudah dilakukan sejak lama 18.
Sementara sebagai sebuah kebijakan dengan nama akses terhadap keadilan dimulai pada
tahun 2004, ketika Pemerintah Indonesia diwakili oleh Direktorat Hukum dan HAM
Bappenas serta UNDP memprakarsai penelitian meluas terhadap akses keadilan bagi
masyarakat

miskin

dan

terpinggirkan

di

5

(lima)

propinsi19.

Selanjutnya,

menghasilkanDokumen Strategi Nasional (Stranas) Akses terhadap Keadilan sebagai
bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014.
Akses keadilan dalam konteks Indonesia diartikan sebagai:
“...keadaan dan proses di mana negara menjamin terpenuhinya hak-hak dasar
berdasarkan UUD 1945 dan prinsip- prinsip universal hak asasi manusia, dan
menjamin akses bagi setiap warga negara (claim holder) agar dapat memiliki
kemampuan untuk mengetahui, memahami, menyadari dan menggunakan hak-hak
dasar tersebut melalui lembaga-lembaga formal maupun nonformal, didukung oleh
mekanisme keluhan publik (public complaint mechanism) yang baik dan responsif,
agar dapat memperoleh manfaat yang optimal dan memperbaiki kualitas
kehidupannya sendiri”.20
Definisi tersebut di atas, mengadopsi definisi yang dikembangkan oleh UNDP. Dalam
definisiini, pemberian akses terhadap keadilan juga merupakan bentuk hak asasi manusia
yang harus terpenuhi oleh negara. Keseluruhan hak dan kewajiban yangdigariskan dalam
UUD 1945 merupakan kesatuan upaya untuk mencapai tujuan berdirinya negara yaitu
mencapai keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia, yang juga menjadi tujuan
konsepsi akses terhadap keadilan.
Untuk keadilan bidang agraria dan sumber daya alam, strategi ini tidak dapat
dilepaskan dari kompleks dan rumitnya permasalahan bidang ini yang memberikan
sumbangan besar terhadap ketimpangan/kemiskinan struktural di Indonesia. Noer Fauzi
Rachman memetakan penyebab dari konflik SDA diantaranyaadalah pemberian ijin
/hak/konsesi oleh pejabat publik (Menteri Kehutanan, Menteri ESDM, Kepala BPN,
18

Tentang ini bisa di baca dalam Ward Berenschotdkk (ed) Akses terhadap Keadilan, Perjuangan Masyarakat
Miskin dan Kurang Beruntungu Untuk Menuntut Hak di Indonesia, Huma dkk, Jakarta, 2011; khususnya tulisan
Ward Berenschot dan Adriaan Bedner, Akses terhadap Keadilan: Sebuah Pengantar tentang Perjuangan
Indonesia Menjadikan Hukum Bekerja Bagi Semua Orang, dan Gatot (ed),BantuanHukum, Akses Masyarakat
marjinal terhadap Keadilan, Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan, dan Perbandingan di Berbagai
Negara,LBH Jakarta, Jakarta, 2007
19
5 (lima) provinsi di Indonesia yaitu, Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Tenggara, sebagai wilayah pilot. Penetapan wilayah tersebut didasari pada pertimbangan masyarakat pada lima
provinsi tersebut merupakan kelompok yang paling terkena dampak akibat konflik yang terjadi baik secara
horisontal maupun vertikal. Dampak yang dialami tersebut antara lain berupa sangat minimalnya akses untuk
memperoleh berbagai pelayanan publik yang selayaknya diperoleh sebagai warga negara Indonesia. Kondisi ini
dirasakan sebagai suatu bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh negara.
20
Bappenas, Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan, Bapennas, Jakarta, 2009 halaman 5

Page 8 of 22

Gubernur dan Bupati) yang memasukkan tanah/wilayah kelola/SDA kepunyaan kelompok
rakyat ke dalam konsesi badan-badan usaha raksasa dalam bidang produksi, ekstraksi,
maupun konservasi; daneksklusi sekelompok rakyat pedesaan dari tanah/wilayah kelola/SDA
yang dimasukkan ke dalam konsesi badan usaha raksasa tersebut.Berdasarkan sebab-sebab
tersebut, selanjutnya

Noer Fauzi Rachman menguraikan akar masalah konflik sebagai

berikut:
a. Tidak adanya kebijakan untuk menyediakan kepastian penguasaan (tenurial security)
bagi akses atas tanah-tanah/SDA/Wilayah kelola masyarakat, termasuk pada akses
yang berada dalam kawasan hutan negara.
b. Dominasi dan ekspansi badan-badan usaha raksasa dalam industri ekstraktif, produksi
perkebunan dan kehutanan, serta konservasi
c. Instrumentasi badan-badan pemerintahan sebagai “lembaga pengadaan tanah” melalui
rejim-rejim pemberian hak/ijin/lisensi atas tanah dan sumber daya alam
d. UUPA 1960 yang pada mulanya ditempatkan sebagai UU Payung, pada prakteknya
disempitkan hanya mengurus wilayah non-hutan (sekitar 30% wilayah RI), dan
prinsip-prinsip

nya

diabaikan.

Peraturan

perundang-undangan

mengenai

pertanahan/kehutanan/PSDA lainnya tumpang tindih dan bertentangan antara satu
dengan yang lain.
e. Hukum-hukum adat yang berlaku di kalangan rakyat diabaikan atau ditiadakan
keberlakuannya oleh perundang-undangan agraria, kehutanan, dan pertambangan
f. Sektoralisme kelembagaan, sistem, mekanisme, dan administrasi yang mengatur
pertanahan/kehutanan/SDA lainnya semakin menjadi-jadi
g. Semakin menajamnya ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
peruntukan tanah/hutan/sda lainnya.21
Naskah strategi Nasional Akses Terhadap keadilan menyadari keruwetan yang
dihadapi di bidang agraria dan sumberdaya alam. Ia mengidentifikasikan masalah sesuai
dengan konsep keadilan sosial, yang pada intinya tidak jauh berbeda dengan analisa yang
dilakukan Noer Fauzi diatas. Yaitu sebagai berikut:
Tabel : Identifikasi Masalah Bidang Tanah dan Sumber Daya Alam22
Kerangka
(1) Konsep hak menguasai Negara banyak disalahtafsirkan.
Normatif
(2) Tumpang-tindihnya peraturan perundang-undangan
(3) Tumpang tindih dan terabaikannya prinsip kehati-hatian pada
perizinan
(4) Kepemilikan modal asing dan dampaknya bagi kesejahteraan
21

Noer fauzi Rahman; Rantai Penjelas Konflik-Konflik Agraria yang Kronis, Sistemik, dan Meluas, BHUMI No
37 Tahun 12, April 2013 halaman 3 -5.
22
Diringkas dari Bappenas..., halaman 86-97.

Page 9 of 22

rakyat
(5) Penataan ruang yang tidak terintegrasi dan jaminan
ketersediaan ruang bagi masyarakat.
(6) Belum ada arah kebijakan yang menyeluruh, terpadu dan
dipatuhi tentang pengelolaan tanah dan sumber daya alam
(7) Kekaburan konstruksi hukum atas hak-hak masyarakat adat
(8) Belum ada re-definisi objek reforma agraria.
(9) Belum adanya lembaga dan mekanisme khusus penyelesaian
konflik tanah dan sumber daya alam
Kesadaran
(1) Lemahnya akses informasi masyarakat tentang peraturan
Hukum,Kesadaran
perundang-undangan/instrumen hukum internasional sebagai
Hak dan
landasan klaim penguasaan, pemanfaatan,pelestarian tanah dan
Kesadaran atas
sumber daya alam.
Keadilan pada
(2) Lemahnya organisasi rakyat dan institusi lokal sebagai media
Penguasaan
peningkatankesadaran dan tindakan kolektif memperjuangkan hakdan Pemanfaatan
hak atas tanah dan sumberdaya alam dan menjalankan tata kelola
Tanah dan Sumber
berbasis komunitas yang baik dan adil.
Daya Alam
(3) Lebih kuatnya pemahaman aparat pemerintah/penegak hukum
terhadap elemenelemennegara hukum formal dibanding elemen
keadilan substantive
(4) Inkonsistensi kemauan politik dan kebijakan pemerintah
(5) Korupsi yang menguras sumber daya alam.
(6) Sempitnya Pendidikan hukum tanah dan sumber daya alam.
Akses terhadap
Forum yang
Sesuai

Forum penyelesaian konflik tanah dan sumber daya alam yang ada
belum mampu menyelesaikan konflik secara cepat, mudah dan
permanen.

Penanganan yang
Efektif

bentuk pengambilan hak atas tanah dan sumber daya alam perlu
didahului dengan penilaian yang utuh tentang kerugian ekonomi dan
sosial budaya yang mungkinterjadi pada jangka panjang pada
masyarakat yang
Degradasi lingkungan dan ketimpangan penguasaan tanah dan sumber
daya alam
1. belum jelas atau masih lemahnya rumusan norma-norma
pengakuan, perlindungan dan pemulihan hak-hak masyarakat
miskin, masyarakat adat dan kelompok terpinggirkan lainnya pada
tanah dan sumber daya alam;
2. minimnya kebijakan penataan ruang yang memberikan alokasi
yang memadai bagi masyarakat miskin dan masyarakat adat untuk
memanfaatkan tanah dan sumber daya alam;
3. sulitnya kelompok miskin, masyarakat adat, perempuan, dan
sebagainya memperoleh keadilan pada penyelesaian konflik secara
formal,semi formal dan nonformal.

Penyelesaian yang
Memuaskan
Permasalahan
Khusus untuk
Kelompok
Masyarakat
Miskin dan
Terpinggirkan

Sumber : Diringkas dari Strategi Nasional Akses Keadilan

Page 10 of 22

Dan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, Akses Keadilan terhadap
Tanah dan Sumberdaya Alam, menawarkan strategi-strategi sebagai berikut :
Pertama, Pengembangan kerangka hukum dan kebijakan yang integratif dan
holistik serta berbasis pada keadilan sosial dan lingkungan, dan perbaikan
proses penyusunan peraturan perundang-undangan yang membuka ruang
partisipasi lebih luas bagi kelompok masyarakat miskin, adat dan pengguna
tanah serta sumber daya alam lainnya;
Kedua, Harmonisasi penataan ruang dan perijinan pada tingkat pusat dan
daerah untuk memastikan adanya ruang bagi masyarakat miskin dan adat
untuk memperoleh hak serta akses untuk mendapatkan manfaat dari tanah dan
sumber daya alam
Ketiga, Menciptakan mekanisme penyelesaian konflik tanah dan sumber daya
alam yang mampu melindungi hak-hak masyarakat miskin dan terpinggirkan,
termasuk transformasi konflik menjadi kemiraan antara para pemangku
kepentingan;
Keempat, Pelaksanaan reforma agraria secara menyeluruh dan terkordinasi
Kelima, Pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat dan kelompok
masyrakat miskin dan terpinggirkan lain atas tanah dan sumberdaya alam
Keenam, Perbaikan kualitas pelayanan publik dan pengaduan.23
Selanjutnya dari strategi tersebut dirumuskan strategi-strategi khusus yang
lebih operasional, yaitu:
Tabel : Strategi Akses Keadilan Bidang Agraria dan Sumber Daya Alam
Strategi Umum
Strategi Khusus
Perbaikan kerangka hukum
Penciptaan mekanisme pengkajian ulang terhadap
dan kebijakan serta proses
peraturan perundang-undangan terkait tanah dan sumber
penyusunan peraturan
daya alam yang bertentangan dengan UUD 1945 dan
perundang-undangan terkait
TAP MPR IX/MPR/2001
dengan tanah dan sumber daya Harmonisasi substansi peraturan perundang-undangan
alam.
dan kebijakan formal di tingkat pusat dan daerah
mengenai tanah dan sumber daya alam
Harmonisasi penataan ruang
Harmonisasi kebijakan penataan ruang di daerah,
dan perizinan
pulau/kepulauan, kawasan-kawasan strategis dan
penataan ruang nasional agar memberikan keadilan pada
lingkungan melalui penerapan pendekatan bio/ekoregion dan keadilan soasial.
Perbaikan sistem dan pelaksanaan perizinan di bidang
pertanahan dan sumber daya alam,yang menghormati
prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum bagi
semua pihak
Penyelesaian konflik dan
Pembentukan dan penguatan mekanisme penyelesaian
perbaikan ketimpangan
konflik melalui mediasi di tingkat lokal yang memenuhi
struktur agraria
rasa keadilan bagi semua pihak

23

Strategi Akses terhadap Keadilan.Ringkasan Eksekutif , Mei 2009.

Page 11 of 22

Pembentukan lembaga dan mekanisme khusus untuk
penyelesaian konflik tanah dan sumber daya alam,
terutama konflik-konflik yang telah berlangsung lama
Percepatan pembentukan landasan hukum yang
operasional untuk mendukung pelaksanaan reforma
agraria secara menyeluruh.
Penyusunan strategi koordinasi dan pelaksanaan
reforma agraria secara menyeluruh termasuk
mengintegrasikan program reforma agraria dengan
strategi pembangunan pedesaan
Pengakuan dan perlindungan Ratifikasi instrumen hukum internasional yang relevan
hak masyarakat adat dan bagi pemenuhan akses keadilan terhadap tanah dan
kelompok terpinggirkan
sumber daya alam, seperti halnya Konvensi ILO 169

Partisipasi masyarakat miskin,
adat
dan
kelompok
terpinggirkan
lain
dalam
kebijakan pengelolaan tanah
dan sumber daya alam serta
pemberdayaan hukum

Peningkatan kapasitas aparat
pemerintah, penegak hukum
dan
akademisi
untuk
menerapkan/mengembangkan
prinsip-prinsip
keadilan
substantif melalui pendekatan
sosio-legal

Pemulihan hak masyarakat
miskin, adat dan kelompok
pengguna sumber daya alam
lain atas lingkungan yang sehat
dan dapat menjadi sumber
kesejahteraan
Perbaikan
administrasi,
kualitas pelayanan publik dan
pengaduan
di
bidang
pertanahan dan sumber daya
alam

Perumusan konstruksi hukum yang tepat, jelas dan
selaras tentang hak masyarakat adat secara komunal dan
individual pada tanah dan sumber daya alam.
Peningkatan akses informasi terhadap peraturan
perundang-undangan, instrumen hak asasi manusia
internasional, perencanaan pembangunan dan perizinan
di bidang pertanahan dan sumber daya alam.
Peningkatan kesadaran hak bagi masyarakat adat,
masyarakat miskin, perempuan dan masyarakat
pengguna sumber daya alam lainnya
Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan
pemerintah untuk penggunaan pendekatan sosio-legal
Peningkatan kontribusi peradilan dalam memberikan
akses terhadap keadilan melalui penemuan-penemuan
hukum
Peningkatan pengawasan publik terhadap putusanputusan pengadilan pada kasus-kasus tanah/ sumber
daya alam.
Reorientasi pengajaran hukum agaria, lingkungan dan
adat di fakultas-fakultas hukum.

Memastikan ada dan berfungsinya unit-unit pengaduan
di setiap instansi pemerintah terkait yang mudah diakses
serta adanya mekanisme pengaduan yang mudah, murah
dan cepat.
Memperbanyak aparat yang bertanggung jawab khusus
menangani pengaduan di tingkat pusat dan daerah.
Page 12 of 22

Memperbanyak pembentukan perwakilan ombudsman
atau
lembaga-lembaga
penanganan
pengaduan
pelayanan publik di daerah serta meningkatkan kinerja
ombudsman/lembaga penanganan pengaduan yang ada
sehingga mampu mengurangi tindakan-tindakan
maladministrasi dan mendorong peningkatkan mutu
pelayanan publik di bidang pertanahan dan sumber daya
alam.
Menciptakan sistem pemantauan pengaduan oleh publik
Membentuk sistem administrasi pertanahan terpadu di
seluruh wilayah Indonesia
Dari pilihan-pilihan strategi tersebut diatas, jika keseluruhan strategi dilakukan integratif, dan
konsisten, maka diharapkan tujuan keadilan untuk agraria dan sumberdaya alam, dengan
ditopang oleh akses keadilan dibidanglainnya akan mencapai kemajuan.

V.

IMPLEMENTASI AKSES KEADILAN DI BIDANG AGRARIA DAN
SUMBER DAYA ALAM
Untuk melakukan kajian terhadap implementasi dokumen ATJ secara detail di

perlukan waktu untuk menelaah satu persatu point-point strategi khusus dan pelaksanaanya di
lapangan. Stranas Akses Keadilan dicanangkan diimplementasikan pada 2010 – 2014, maka
diharapkan dalam rentang waktu tersebut, telah terdapat kemajuan yang signifikan dalam
pencapaian akses keadilan dibidang agraria dan sumber daya alam. Namun dalam kurun
waktu tersebut, melalui kompilasi data dari berbagai sumber, kita mendapati hal-hal sebagai
berikut:
1. Jumlah konflik agraria dan sumber daya alam yang meningkat sebagaimana diawal
tulisan mendapatkan perhatian khusus karena berlanjut pada konflik berdarah, seperti
kasus Sungai Sodong, di Sumatera Selatan dan Mesuji di Lampung (2011)24, kasus Bima

24

Kasus konflik ini menarik perhatian luas, karena adanya rekaman pemenggalan kepala,kerusuhan dan tindak
kekerasan lainnya. Untuk penjelasan lengkap baca : Laporan TGPF Kasus Mesuji 2012, tidak dipublikasikan,
Jakarta, 2012.

Page 13 of 22

Membara,Nusa tenggara Barat (2011)

25

dan kasus PTPN VII Cinta Manis (2012-2013)26

di Sumatera Selatan.
2. Semakin tidak seimbangnya penguasaan lahan oleh pengusaha dibandingkan rakyat.
Dalam catatan Serikat Petani indonesia yang dikutip oleh Heri Purwanto, penguasaan
lahan oleh perkebunan sawit swasta meningkat dari 3,3 juta hektar pada tahun 2006,
menjadi 3,8 juta hektar pada tahun 201027. 74 juta (88%) hektar kawasan hutan belum
ditata batas. terdapat sekitar 19,000 desa yang penduduknya setiap hari rawan mengalami
kriminalisasi, penggusuran dan pengusiran paksa dengan dalih kawasan hutan. Menurut
data Kementrian Kehutanan, luas HTI hingga kini mencapai 9,39 juta hektar dan dikelola
oleh 262 unit perusahaan dengan izin hingga 100 tahun. Bandingkan dengan izin hutan
tanaman rakyat (HTR) yang sampai sekarang hanya seluas 631.628 hektar. Sementara,
luas HPH di Indonesia 214,9 juta hektar dari 303 perusahaan HPH 28. Di Pulau
Kalimantan, dari luasan 53.070.000 hektar,sekitar 78.41 % atau setara dengan41.619.303
hektar, sudah terpakai, baik untuk perkebunan, pertambangan batubara dan ijin usaha
pemanfaatan hasil hutan dan kayu (IUPHHK).Luas lahan yang sudah terkapling ini sesuai
dengan jumlah luasan ijin yang diberikan pemerintah, tidak termasuk didalamnya
wilayah-wilayah yang diusahakan secara ilegal

29

. Demikianhalnya di Sulawesi Utara,

dari luas wilayah1.527.216 hektarsekitar 33 % atau setara dengan 517.825,38 hektar
merupakan wilayah sektor pertambangan30
3. Tetap lahirnya kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan dan
keberadaan masyarakat.Seperti Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

25

Kasus dikenal dengan kasus Bima Membara, yang berawal dari ketidakmauan Bupati Bima untuk mencabut
SK Bupati Bima No. 188 Tahun 2010 yang memberikan ijin pertambangan kepada PT Sumber Mineral
Nusantara.http://www.jatam.org/q-and-a-kasus/48-q-and-a-kasus-sape-bima; http://www.fimadani.com/inilahkronologi-kasus-kerusuhan-bima-membara/.
26

Kasus PTPN VII cinta manis versus masyarakat; dalam kasus ini Anggar (12) tahun tewas ditembak oleh
brimob, dan di awal tahun ini tiga orang pendamping masyarakat (Anwar Sadat – eksekutif Daerah Walhi
Sumsel, Dhedhek Chaniago, dan Kamaludin dihukum 7 tahun penjara ketika mendampingi perjuangan petani)
27
Heri Purwanto; Serikat Petani Indonesia Dalam Perjuangan Pembaruan Agraria 2008 – 20011, tesis ,
Fakultas ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Departemen Ilmu Politik , program pasca Sarjana
Ilmu Politik 2012, halaman 5.
28

M Edy Bisri Mustofa; Mengurai Akar Konflik Agraria ; 9 Februari 2012,
http://gagasanhukum.wordpress.com/2012/02/09/mengurai-akar-konflik-agraria/.

29

78.41 % luas lahan di Kalimantan sudah terkapling;http://suaraborneo.com 25 April 2013, diunduh 19 Juni
2013.
30
Sektor pertambangan menguasai 517.825,38 hektar (33 persen lebih) luas wilayah Sulawesi Utara (Sulut)
sekitar
1.527.216
hektar.
diunduh
19
Juni
2013
http://regional.kompas.com/read/2013/05/27/22255196/twitter.com.

Page 14 of 22

Indonesia (MP3EI)31, Merauke Integrated Food and Energi Estate (MIFEE)32,Peraturan
Presiden No. 40 tahun 2013 tentang Pembangunan Jalan dalam Rangka Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (P4B), 33dan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.34
4. Tidak adanya penegakan hukum dan tindakan pembiaran terhadap pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan. Lembaga Gemawan35melaporkan bentukbentuk pelanggaran yang dilakukan perusahaan dalam melakukan pengelolaan
sumberdaya alam, diantaranya yaitu : Perusahan sudah beroperasi, walau baru
mendapatkan ijin pencanangan lahan/ijin lokasi; Tidak mempunyai Analis Mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal) dan tidak memiliki Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk
izin di kawasan hutan, melakukan Land Clearing dengan cara membakar; atau hanya
dengan surat ijin dan rekomendasi kepala desa, perusahan sudah dapat melakukan
aktivitas land clearing di lahan pertanian dan perkebunan karet rakyat. Bentuk-bentuk
pelanggaran tersebut didapati misalnya dalam salah satu laporan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) tertanggal 23 Februari 2009, yang merekomendasikan Menteri
Kehutanan agar para Bupati, menghentikan operasional perkebunan sawit di kawasan
hutan untuk menghindari kerugian negara dan atau kerusakan lingkungan yang lebih
besar,36namun perusahaan sampai saat ini masih beroperasional walaupun tidak memiliki
31

kajian tentang ini baca Noer fauzi Rahman hal 8 – 9.

32

Kajian tentang ini baca R. yando Zakaria, Emilianus Ola Kleden, YL Frangky; MIFEE tak terjangkau
angan Malind; Yayasan Pusaka 2011.

33

Kontroversi Perpres No. 40 tahun 2013: Ada TNI dalam Memperlancar Bisnis di Tanah Papua;
http://pusaka.or.id/2013/06/kontroversi-perpres-no-40-tahun-2013-ada-tni-dalam-memperlancar-bisnis-di-tanahpapua.html.
34

Mohamad Anshor, Pertambangan dan Kehutanan, Dua Sektor Dengan Berbagai Kepentingan
dan Permasalahannya; / http://anshor83.wordpress.com/2013/04/02/pertambangan-dan-kehutanan-dua-sektordengan-berbagai-kepentingan-dan-permasalahannya/ diunduh 19 /6/2013 dalam tulisan ini disebutkan Sejak
dilakukan pertambangan di kawasan hutan lindung, kini luas hutan lindung tinggal 23 persen.
35

Lembaga Gemawan Kalimanta Barat, Perkebunan Sawit dan Konflik Agraria di kalimantan barat ,
disampaikan dalam Southeast Asia Consultation on Landgrabbing and Palm Oil Plantations; Civil Society and
Academic Rensponse in Southeast Asia” di Medan, 5th-10th November 2012.
36
Badan Pemeriksa Keuangan; Laporan Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun Anggaran (TA) 2008 atas
Manajemen Hutan Yang Terkait dengan Kegiatan Inventarisasi Hutan, Pengukuhan Kawasan Hutan, Mitigasi
Perubahan Iklim, Perijinan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, Penebangan Hutan dan
Pelaporannya, Pengelolaan PNBP, Serta Pengamanan dan Perlindungan Kawasan Hutan Pada Departemen
Kehutanan Termasuk Unit Pelaksana Teknis (UPT), Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten/Kota, dan
Perusahaan-Perusahaan Terkait Kehutanan Serta Instansi Terkait Lainnya di Propinsi Kalimantan Tengah
Auditorat Utama Keuangan Negara IV; Nomor : 36/LHP/XVII/02/2009 Tanggal : 23 Februari 2009.

Page 15 of 22

persyaratan formal untuk melakukan ekplorasi dan eksploitasi SDA. Sebaliknya, kepala
desa dan sekretaris desa yang memperjuangkan hak-hak masyarakat adat harus
mendekam di penjara, dengan tuduhan menghambat investasi.37
5. Pelanggaran Hak Azazi Manusia. Perkumpulan Huma mencatat tingginya pelanggaran
Hak Azazi manusia di sektor sumber daya alam, yang sering terjadi adalah pelanggaran
hak ekonomi, sosial-budaya, akan tetapi meliputi pula pelanggaran hak sipil-politik dalam
berbagai bentuk seperti penembakan, sweeping, penangkapan, penganiayaan, dan
perusakan properti, sebagaimana namp[ak. Di bawah ini tabel jenis-jenis pelanggaran
HAM yang dilaporkan oleh perkumpulan Huma.38
Diagram Pelanggaran HAM di Sektor SDA 2006-2012

Laporan lain tentang pelanggaran HAM khususnya di perkebunan sawit adalah terjadinya
perbudakan seperti dilaporkan oleh Sawit Watch

39

yang mengungkapkan praktek-praktek

perbudakan di sebuah perkebunan sawit, demikianhalnya dengan pelanggaran hak anak40 dan
hak perempuan.
37

Yance Arizona; Sebuah Cermin dari Biru Maju:Anotasi Putusan Perkara No. 423/Pid.B/2011/PN.Spt dan
Putusan Perkara No. 52/PID/2012/PT.PR atas nama Mulyani Handoyo Bin Supeno, Diskusi Publik
diselenggarakan oleh Public Interest Lawyer Networ (PILNET), Wisma PGI, Cikini – Jakarta, Kamis, 18
Oktober 2012.
38

Widiyanto dkk, ibid halaman 15.
Baca Sawit Watch : Terungkapnya Perbudakan diKalimantan Timur; booklet; tanpa tahun
40
Salah satu nya baca : Siti Aminah, Konflik di Perkebunan Sawit Dalam Perspektif Hak Anak;makalah belum
diterbitkan, Jakarta, 2012.
39

Page 16 of 22

Kondisi yang tidak semakin membaik ini menimbulkan kegelisahan di banyak pihak
dan mendesak negara untuk segera bertindak salah satunya adalah yang dilakukan oleh
Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria (FIKA),41yang merupakan gabungan pengajar,
peneliti dan pemerhati studi agraria di Indonesia, mengirim surat kepada presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang berisi 9 (sembilan) point permasalahan dan 7 (tujuh) rekomendasi
yang pada intinya meminta Presiden RI untuk menyelesaikan konflik agraria dan sumber
daya alam secara tuntas.

VI.

AKSES KEADILAN DALAM MASYARAKAT BERAGAM
UNDP dan stranas memberikan ruang untuk penyelesaian kasus secara informal,

dengan harapan forum penyelesaian yang beragam dapat memenuhi rasa keadilan dan
menyelesaikan konflik secara menyeluruh. Dari definisi yang UNDP berikan batasan
terhadap mekanisme penyelesaian cukup jelas yaitu selaras dengan nilai-nilai hak Azazi
manusia. Di dalam Stranas ini juga memberikan pokok-pokok yang menjadi usulan strategi
nasional yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perubahan paradigma pembangunan hukum dan peranan pendidikan hukum di
Indonesia;
Pengakuan dan dukungan terhadap kegiatan bantuan hukum dan pembangunan
paralegal diIndonesia;
Perbaikan legislasi dan politik anggaran yang mendukung Akses terhadap Keadilan;
Formulasi dan penerapan Standar Pelayanan Minimum dalam pelayanan publik;
Penguatan mekanisme pengaduan dan penyelesaian/pemulihan bagi masyarakat yang
dirugikan dalam kerangka pelayanan publik;
Penguatan dan pemberdayaan sistem keadilan berbasis komunitas.42

Dua hal di atas seharusnya bisa menjadi pengharapan bagi kelompok-kelompok komunitas
dan masyarakat yang dalam kenyataanya beragam , selain juga meskipun terikat kepada
hukum negara namun juga masih menggunakan sistem hukumnya seperti adat dan agama.
Tugas negara seharusnya hanyalah menjaga batasan supaya mekanisme-mekanisme
pemenuhan akses terhadap keadilan selaras dengan nilai-nilai hak Azazi manusia. Untuk
41

Surat Terbuka Kepada Presiden Susilo Bambang yudhoyono Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria kepada
Presiden Republik Indonesiauntuk Penyelesaian KonflikAgraria; tertanggal Jakarta 7 Februari 2013, dan
ditandatangani
oleh
153
pegiat,
pengajar,
dan
peneliti
dari
seluruh
Indonesiahttp://keadilanagraria.wordpress.com/petisi/.
42

Dokumen Stranas Akses terhadap keadilan halaman XVII.

Page 17 of 22

masyarakat adat, hal ini juga diperkuat oleh Mahkamah konstitusi dengan putusannya.
Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 31/PUU-V/2007, Mahkamah Konstitusi telah
memberikan penafsiran terhadap Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 juncto Pasal 41 ayat (1) huruf
b UU MK berkenaan dengan ada-tidaknya kedudukan hukum (legal standing) kesatuan
masyarakat hukum adat dalam upaya melindungi hak-hak konstitusionalnya yaitu43 :
2. Suatu kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat apabila kesatuan
masyarakat hukum adat tersebut: a….b. satunya menyatakan Substansi hakhak tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh warga kesatuan
masyarakat yang bersangkutan maupun masyarakat yang lebih luas, serta
tidak bertentangan dengan hak-hak asasi manusia.
Sayangnya, apa yang kemudian di capai di dokumen berdasarkan uraian di atas tidak
diimplementasikan. Bahkan, dalam rencana aksi yang terlampir dalam dokumen, nampak
kerangka kerja yang disiapkan lebih banyak kerangka kerja di dalam hukum negara.

VII.

PENUTUP
Harus diakui bahwa baik di dalam maupun di luar konteks dokumen Strategi Akses

Terhadap keadilan , Saat ini dalam banyak pihak sedang melakukan kerja bersama untuk
mencapai keadilan Sumber daya agraria.Misalnya Di bidang legislasi saat ini sedang dibahas
RUU Pertanahan, RUU pengakuan dan perlindungan Masyarakat adat; pengaturan tentang
keberadaan peradilan adat kembali diwacanakan baik oleh lembaga donor maupun negara
khususnya BPHN. Mekanisme dan kelembagaan penyelesaian konflik kehutanan sedang
berjalan baik di Departemen Kehutanan maupun Dewan Kehutanan Nasional. Di bidang
Yudisial, putusan-putusan mahkamah Konstitusi memberikan kegembiraan dan harapan
baru44, Sistem kamar di mahkamah Agung RI45; penggunaan satu peta dalam program One
43

M. Akil Mochtar; PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONALMASYARAKAT HUKUM ADAT;
Makalah disampaikan dalam Rapat Pimpinan Nasional Majelis Adat Dayak Nasional Tahun 2011 pada tanggal
26 Mei 2011 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
44
Misalnya putusan PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap Judicial Review UU 41
1999 khususnya tentang keberadaan hutan adat yang bukan merupakan negara; PUTUSAN Mahkamah
Konstitusi Nomor 55/PUU-X/2010 terhadap Judicial Review UU 18 1999 tentang perkebunan yang menjadikan
pasal-pasal pengkriminalan di dalam UU Perkebunan menjadi tidak mengikat.
45

SK KMA Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tanggal 19 September 2011 tentang Pedoman Penerapan Sistem
Kamar di Mahkamah Agung.

Page 18 of 22

Map Policy dari badan geo Spasial Indonesia yang didorong untuk mengakomodasi peta-peta
partispatif milik masyarakat adat. Di tingkatan pasar juga terjadi proses-proses kemajuan,
ketika mekanisme pasar seperti RSPO

46

mendorong pentaatan terhadap standart-standar

terbaik untuk produksi yang berkelanjutan ; di sektor keamanan proses-proses dialog antara
kelompok masyarakat sipil dengan Mabes Polri sedang berproses47. Namun demikian apa
yang dilakukan belum cukup untuk menghentikan atau minimal menghambat proses
kerusakan yang terjadi di dalam masyarakat maupun sumber daya agraria.
Dibutuhkan sebuah kemauan politik yang sangat kuat dari pemerintah untuk
menjalankan apa yang direkomendasikan oleh dokumen Strategi nasional terhadap keadilan
ini, termasuk dengan memberikan ruang bagi keberagaman yang ada di indonesia, sehingga
mimpi akan Indonesia yang berkeadilan tidak hanya menjadi milik para pembuat dokumen
ini saja, namun milik seluruh rakyat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul RachmanSaleh “Memajukan Akses Keadilan melalui bantuan Hukum, dalamGatot
(ed) BantuanHukum, Akses Masyarakat marjinal terhadap Keadilan, Tinjauan
Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan, dan Perbandingan di Berbagai Negara,
LBH Jakarta, Jakarta, 2007.
Andiko dan Norman Jiwa : Panduan Dasar bagi Aktifis dan Masyarakat : Memahami dan
Memantau Pelaksanaan Peraturan dan Hukum oleh Perusahaan Perkebunan
Kelapa Sawit di Indonesia, Sawit Watch, Jakarta, 2012.

46

RSPO atau Roundtable On Sustainable Palm Oil adalah ; bacaan tentang ini bisa dibaca dalam Panduan Dasar
Memahami dan memantau Penerapan Prinsip dan kriteria RSPO; Sawit Watch, Bogor 2011
47
Tanggal 25 Juni 2013 dilakukan proses dialog formal antara Mabes Polri dengan kelompok masyarakat sipil
guna membahas masalah konflik sumber daya alam dan ekses-eksesnya. Dialog ini adalah sebuah hasil dari
proses panjang sebelumnya guna mencegah berulangnya kekerasan terhadap masyarakat oleh pihak keamanan,
dan diharapkan menjadi proses awal dari penyelesaian sengketa secara menyeluruh.

Page 19 of 22

Badan Pemeriksa Keuangan; Laporan Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun Anggaran
(TA) 2008 atas Manajemen Hutan Yang Terkait dengan Kegiatan Inventarisasi
Hutan, Pengukuhan Kawasan Hutan, Mitigasi Perubahan Iklim, Perijinan
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, Penebangan Hutan dan
Pelaporannya, Pengelolaan PNBP, Serta Pengamanan dan Perlindungan Kawasan
Hutan Pada Departemen Kehutanan Termasuk Unit Pelaksana Teknis (UPT),
Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten/Kota, dan Perusahaan-Perusahaan
Terkait Kehutanan Serta Instansi Terkait Lainnya di Propinsi Kalimantan Tengah
Auditorat Utama Keuangan Negara IV; Nomor : 36/LHP/XVII/02/2009 Tanggal : 23
Februari 2009.
Departemen Mitigasi Resiko Sosial dan lingkungan Sawit Watch; Panduan Dasar
Memahami dan memantau Penerapan Prinsip dan kriteria RSPO; Sawit Watch,
Bogor 2011.
Eksekutif Nasional Walhi, Enviroment Outlook 2013, Jakarta, 2013.
Heri Purwanto; Serikat Petani Indonesia Dalam Perjuangan Pembaruan Agraria 2008 –
20011, tesis , Fakultas ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,
Departemen Ilmu Politik , program pasca Sarjana Ilmu Politik 2012.
http://nasional.vivanews.com/news/read/182474-petani-dipidana–uu-perkebunan-diujikan-kemk dalam http://pilnetindonesia.wordpress.com
http://pusaka.or.id/2013/06/kontroversi-perpres-no-40-tahun-2013-ada-tni-dalammemperlancar-bisnis-di-tanah-papua.html
http://regional.kompas.com/read/2013/05/27/22255196/twitter.com
http://suaraborneo.com 25 April 2013,
http://web.worldbank.org,
http://www.fimadani.com/inilah-kronologi-kasus-kerusuhan-bima-membara/
http://www.gaatw.org/atj/
http://www.jatam.org/q-and-a-kasus/48-q-and-a-kasus-sape-bima;
Kelompok Kerja Akses terhadap Keadilan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS); Strategi
nasional Akses terhadap keadilan; Bapenas, jakarta, 2009.
Laporan TGPF Kasus Mesuji 2012, tidak dipublikasikan, Jakarta, 2012
Lembaga Gemawan Kalimantan Barat, Perkebunan Sawit dan Konflik Agraria di
kalimantan barat , disampaikan dalam Southeast Asia Consultation on Landgrabbing
and Palm Oil Plantations; Civil Society and Academic Rensponse in Southeast Asia”
di Medan, 5th-10th November 2012.

Page 20 of 22

M.

Edy Bisri Mustofa; Mengurai Akar Konflik Agraria ; 9 Februari 2012;
http://gagasanhukum.wordpress.com/2012/02/09/mengurai-akar-konflik-agraria/

M. Akil Mochtar; PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONALMASYARAKAT HUKUM
ADAT; Makalah disampaikan dalam Rapat Pimpinan Nasional Majelis Adat Dayak
Nasional Tahun 2011 pada tanggal 26 Mei 2011 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Mohamad Anshor, Pertambangan dan Kehutanan, Dua Sektor Dengan Berbagai
Kepentingan dan Permasalahannya;
/http://anshor83.wordpress.com/2013/04/02/pertambangan-dan-kehutanan-dua-sektordengan-berbagai-kepentingan-dan-permasalahannya/
Noer fauzi Rahman; Rantai Penjelas Konflik-Konflik Agraria yang Kronis, Sistemik, dan
Meluas, BHUMI No 37 Tahun 12, April 2013.
Organisasi Perburuhan Internasional,Hak-hak Masyarakat Adat yang Berlaku; Pedoman
untuk Konvensi ILO 169,Kata Pengantar, Jakarta, 2010.
Petani menuntut Reforma Agraria, Sinar Harapan, Senin 24 September 2012.
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 terhadap Judicial Review UU
41 1999.
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-X/2010 terhadap Judicial Review UU
18 199.
R. Yando Zakaria, Emilianus Ola Kleden, YL Frangky; MIFEE tak terjangkau angan
Malind; Yayasan Pusaka 2011.
Sawit Watch : Terungkapnya Perbudakan di Kalimantan Timur; booklet; tanpa tahun.
Siti Aminah, Konflik di Perkebunan Sawit Dalam Perspektif Hak Anak;makalah belum
diterbitkan, Jakarta, 20