ANALISIS DAYA SAING KARET DAN PRODUK DAR

ANALISIS DAYA SAING KARET DAN PRODUK DARI KARET INDONESIA
TERHADAP CHINA
Oleh : Ragimun1
Abstract
Rubber and rubber products is Indonesia's main export product today. During the last
ten years from 2001 to 2010, this commodity exports have contributed to the national average of
6 percent. Industrial commodity than as a source of foreign exchange also absorbs a lot of
manpower. Competitiveness of rubber and rubber products during the last ten years is very high.
Average Revealed Comparative Advantage (RCA) on 4 and RCA to China more than 7.
Indonesia is the largest natural rubber producing countries. Product Specialization Index results
show Indonesia is a country exporter manufacturer. And of the market concentration index was
noted that nearly one-third the concentration of market entry into China market, so the
vulnerability of these commodities to China is relatively small, meaning that when China is
undergoing a crisis then the effect of commodity exports is not very significant. Therefore
required several strategies to counteract China's products are well known cheap.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karet dan produk dari karet merupakan salah satu produk unggulan penghasil
devisa negara. Saat ini Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar bersaing
dengan Thailand. Di satu sisi, ekspor komoditas unggulan tersebut telah menyumbang

devisa bagi negeri ini, termasuk penyerapan tenaga kerja dan membantu pelestarian
lingkungan alam. Dari data BPS (2011), tercatat bahwa sampai dengan tahun 2010 total
ekspor produk yang mepunyai Harmonize System (HS) 40 ini sebesar USD 9,373 milyar
atau mempunyai kontribusi sebesar 5,94 persen dari total ekspor nasional. Dengan
demikian besarnya ekspor komoditas tersebut hampir tiga kali lipat bila dibandingkan
tahun 2001 yang hanya sebesar 2,19 persen dengan nilai USD 1,2 milyar. Demikian juga
bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya sebesar 4,22 persen atau sebesar USD
4,9 milyar.

1

Peneliti pada Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu
email: ragimun@gmail.com

1

Diperkirakan sebesar 81,56 persen dari karet alam yang diekspor ke berbagai
negara masih dalam bentuk bahan baku yang belum diolah lebih lanjut. Padahal, jika
komoditas tersebut diolah terlebih dahulu, akan memberikan dampak


ganda bagi

perekonomian negeri ini berupa peningkatan nilai tambah produk itu sendiri. Dampak
lainnya akan terjadi penyerapan tenaga kerja dengan adanya pengolahan bahan baku
karet alam tersebut menjadi produk yang berasal dari karet. Dengan demikian semakin
tinggi peningkatan daya saing karet dan produk dari karet.
Untuk meningkatkan daya saing industri nasional selama periode jangka
menengah antara tahun 2010-2014, Pemerintah mempunyai lima fokus kebijakan, yaitu
antara lain : (1) Mendorong penyebaran industri manufaktur ke seluruh wilayah
Indonesia, terutama ke wilayah yang industrinya belum tumbuh secara optimal, namun
wilayah tersebut memiliki sumber daya yang melimpah; (2) Meningkatkan kompetensi
inti industri daerah dengan mendorong dihasilkannya produk-produk yang bernilai
tambah tinggi; (3) Memperdalam struktur industri nasional dengan mendorong
tumbuhnya industri pionir dalam rangka melengkapi pohon industri. Selama ini
industri hilir di dalam negeri belum tumbuh secara maksimal seperti industri hilir karet,
crude palm oil (CPO) dan kakao; (4) Mendorong tumbuhnya industri komponen dan
industri pendukung di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan bahan baku
dan komponen impor seperti pada industri elektronika, otomotif dan permesinan; dan
(5) Meningkatkan daya saing industri prioritas yang sesuai dengan amanat Perpres No.
28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. 2

Selain
pemerintah

itu

untuk

yang

tidak

mendorong

kalah

penting,

pengembangan

perlu

industri

ada

kemauan

pengolahan

dari
dalam

negeri dengan berbagai instrumen insentif dan disinsentif fiskal yang disediakan
pemerintah. Demikian juga dengan pelaku usaha terutama eksportir agar tidak hanya
mencari keuntungan semata tetapi juga selalu berorientasi ekspor bukan dalam bentuk
bahan baku.
1.2 Perumusan Masalah
2

http://www.kemenperin.go.id/artikel/48/Kemenperin-Dorong-Daya-Saing-Industri-Prioritas-di-JawaBarat


2

Karet dan produk dari karet selama ini mempunyai daya saing cukup tinggi. Hal
ini terlihat dari tren RCA yang meningkat sejak 2001, demikian juga nilai ekspornya.
Namun demikian, produk ini banyak diekspor dalam bentuk bahan baku sehingga nilai
tambah akan produk ini menjadi tidak optimal. Sebaliknya banyak karet dan produk
dari karet yang berasal dari China banyak diimpor, sehingga untuk membendung tren
impor ini perlu dicarikan upaya-upaya serta strategi guna meningkatkan daya saing
produk tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui perkembangan dan daya saing karet
dan produk dari karet Indonesia. Demikian juga dapat mendalami mengenai strategi
untuk meningkatkan daya saing ekspor karet dan produk dari karet Indonesia terutama
ke China. Sebaliknya, dapat dicari strategi guna mengantisipasi derasnya produk impor
karet dan produk karet dari China.

1.4 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif. Pendekatan
deskriptif eksploratif (Philip, Kotler & Kevin L. Keller, 2006) adalah metode penelitian

yang menghimpun informasi awal yang dapat digunakan untuk membantu
menetapkan masalah dan merumuskan dugaan sementara (hipotesis). Pendekatan ini
juga bertujuan memaparkan (mendeskripsikan) berbagai hal. Terkait penelitian ini
adalah bertujuan untuk mendalami dan menganalisis daya saing karet dan produk dari
karet Indonesia terhadap China.
Untuk memberikan gambaran dan mengetahui kontribusi karet dan produk dari
karet Indonesia atau Export Sharenya, dapat digunakan rumusan sebagai berikut :

Share ij =

 Xij 


 Xiw 

...................................(Tambunan, 2001)

dimana :
Xij


adalah nilai ekspor komoditi i pada negara j

Xtj

adalah nilai total ekspor negara j

3

Xiw

adalah nilai ekspor komoditi i untuk seluruh dunia

Xtw

adalah nilai total ekspor dunia
Untuk mengetahui besarnya kontribusi suatu komoditas dalam perdagangan

internasional (ekspor) maka digunakan rumusan sebagai berikut :

 Xi 

Pi    x100%
 Xt 

....................................(Tambunan, 2001)

dimana :
Xi

adalah nilai ekspor pada komoditi i

Xt

adalah nilai total ekspor
Untuk menentukan daya saing komoditas karet dan produk dari karet Indonesia

terhadap China digunakan rumus keunggulan komparatif atau Revealed Comparative
Advantage (RCA), yaitu dengan rumus sebagai berikut :

RCA =


( Xia ) /(totalXa )
( Xiw) /(totalXw )

………………………(Tambunan, 2001)

dimana :
X = ekspor atau nilai ekspor
i = jenis komoditi
a = negara asal
w= dunia (world)
dengan kriteria,
Bila nilai RCA < 1 atau sampai mendekati 0, maka daya saing komoditi lemah.
Bila nilai RCA > 1 maka daya saing kuat, semakin tinggi RCA semakin tangguh daya
saingnya.
Untuk mengetahui ketergantungan produk-produk Indonesia terhadap negara
mitra dagang maka digunakan perhitungan Indeks Konsentrasi Pasar (IKP). IKP ini
merupakan salah satu cara guna mengetahui intensitas perdagangan suatu negara
dengan beberapa negara lainnya. Nilai intensitas tersebut didapat dengan cara
mengkuadratkan persentase perdagangan antara suatu negara dengan negara lain.
Semakin besar nilai intensitas perdagangan (0-1) maka berarti semakin besar

ketergantungan suatu negara dengan negara lain. Dengan demikian semakin rentan

4

terhadap kondisi perekonomian mitra dagangnya tersebut. Untuk mengukur IKP
digunakanlah Index of Trade Concentration atau HirschmanHerfindahl Index(HHI) , yang
rumusnya adalah sebagai berikut : 3
� = √(∑

dimana,




2

)

Hj


adalah Hirschaman index

xi

adalah nilai ekspor produk tertentu

X

adalah nilai total ekspor negera tertentu

Untuk mengetahui apakah Indonesia lebih baik menjadi eksportir ataukah
menjadi importir komoditas karet dan produk dari karet digunakan Indeks Spesialisasi
Perdagangan (ISP) atau Index of Trade Specialization, dengan rumusan sebagai berikut :
[ (Xi – Mi) ] ind
ISP

=

--------------------------

............................................ (www. dprin.go.id)

[ (Xi + Mi) ] ind
dimana,
ISP = Indeks Spesialisasi Perdagangan
Xi = ekspor barang tertentu Indonesia
Mi = impor barang tertentu Indonesia
Rentang hasil perhitungan ini adalah antara 0-1. Apabila nilai ISP ≥ 0,5 maka
Indonesia cenderung sebagai eksportir karet dan produk dari karet. Sedangkan nilai ISP
< 0,5 sampai mendekati 0, maka Indonesia cenderung sebagai importir karet dan
produk dari karet.
Data yang digunakan merupakan data series ekspor dan impor sejak tahun
2001 sampai dengan 2010 yang berasal dari Bloomberg, ditambah penggalian informasi
dari berbagai sumber, antara lain dengan menggunakan data sekunder serta

kajian

pustaka.

Introduction Trade of Research II:Trade Data and Statistics, Artnet Capacity Building Workshop
and Trade Research on 22-25 March 2005 prepared by Mia Mikic, Unescap

3

5

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekspor dan Daya Saing Ekspor
a. Pengertian Ekspor
Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor

182/MPP/Kep/4/1998

tentang

Ketentuan

Umum

di

Bidang

Ekspor,

menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah
pabeanan suatu negara. Adapun daerah pabeanan didefinisikan sebagai wilayah
Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya,
serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang
didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Ekspor juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut produksi barang
dan jasa yang diproduksi disuatu negara untuk dikonsumsikan di luar batas negara
tersebut (Triyoso, 1994). Sedangkan menurut Deliarnov (1995), menambahkan bahwa
ekspor merupakan kelebihan produksi dalam negeri yang kemudian kelebihan
produksi tersebut dipasarkan di luar negeri.
Menurut versi Biro Pusat Statistik (BPS), mengatakan bahwa ekspor barang adalah
seluruh barang yang dibawa keluar dari wilayah suatu negara, baik bersifat komersial
maupun bukan komersial (barang hibah, sumbangan, hadiah), serta barang yang akan
diolah di luar negeri dan hasilnya dimasukkan kembali ke negara tersebut. Adapun
yang tidak termasuk katagori ekspor antara lain pakaian, barang pribadi dan perhiasan
milik penumpang yg bepergian ke luar negeri, barang-barang yg dikirim untuk
perwakilan suatu negara di luar negeri, barang-barang untuk ekspedisi/pameran, peti
kemas untuk diisi kembali, uang dan surat2 berharga serta barang-barang untuk contoh.
b. Pengertian dan Peningkatan Daya Saing Ekspor Indonesia
Menurut Organisation for Economic Cooperation dan Development (OECD), daya
saing (competitiveness) adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau
antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif
tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Oleh karena
daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka kebijakan
pembangunan industri nasional semestinya didahului dengan mengkaji sektor industri
secara utuh sebagai dasar pengukurannya.

6

Sedangkan batasan tingkat daya saing menurut Tambunan (2001), pada dasarnya
ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage)
dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, faktor
keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah sedangkan
faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat
dikembangkan/diciptakan). Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara
sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage
(SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka
menghadapi tingkat persaingan global yang semakin lama menjadi semakin ketat/keras
atau terjadinya Hyper Competitive.
Analisis persaingan yang super ketat (Hyper Competitive) yang berasal dari
D’Aveni (Hamdy, 2001) merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada akhirnya
setiap

negara

akan

dipaksa

menentukan

suatu

strategi

yang

tepat,

agar

negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang
sangat sulit. Strategi yang tepat menurut Hamdy Hadi

adalah strategi Sustained

Competitive Advantage Strategy (SCA)) atau strategi yang berintikan upaya perencanaan
dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan faktor-faktor lingkungan
eksternal dan internal agar tercapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.
Hasil survey tahun 2010 dari International Management Development (IMD)
mengenai daya saing Indonesia dibanding 30 negara-negara utama lainnya, ditemukan
beberapa fakta antara lain sebagai berikut :
a. Adanya kepercayaan investor yang rendah (resiko politik, credit rating yang rendah,
diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah, penanganan
ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak korupsi)
b. Daya saing bisnis yang rendah sebagai akibat kualitas SDM yang rendah, hubungan
perburuhan yang tidak harmonis (hostile), praktetk-praktek bisnis tidak etis dan
lemahnya corporate governance.
c. Daya saing yang rendah (nilai-nilai dimasyarakat tidak mendukung daya saing dan
globalisasi,

kualitas

wiraswasta

dan

produktivitas menyeluruh yang rendah)

7

kemampuan

marketing

yang

rendah,

d. Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak
patent dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya
telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih
teknologi, kurang ahli teknologi informasi). 4
Untuk itu perlu dilakukan penguatan perekonomian domestik dengan orientasi
dan daya saing global. Secara makro teori globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai
sebuah teori yang didasarkan atas asumsi perdagangan bebas atau pasar bebas di
seluruh dunia, tanpa adanya hambatan baik dalam bentuk tarif atau non tarif (Wibowo,
2004). Namun secara mikro, globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah inisiatif
bisnis yang didasarkan atas kepercayaan bahwa dunia telah menjadi sedemikian
homogen, seiring dengan makin mengaburnya perbedaan nyata antar pasar domestik.
Sedangkan mengenai kerjasama regional, (Hamdy Hadi, 2001) mengemukakan bahwa
kerja sama ekonomi dan keuangan, khususnya di bidang perdagangan internasional,
saat ini mengarah pada pembentukan kerja sama guna mewujudkan integrasi ekonomi
dan keuangan secara regional.

2.2 Karet dan Produk Karet Indonesia
Komoditas karet dan produk dari karet Indonesia merupakan komoditas ekspor
perkebunan andalan kedua setelah kelapa sawit (CPO). Indonesia merupakan negara
penghasil dan pengekpor karet alam urutan ke 2 setelah Thailand. Estimasi produksi
karet di Indonesia untuk tahun 2011 adalah 2,64 juta ton dengan luas lahan sekitar 3,45
juta hektar (Ditjenbun, 2011).
Sedangkan sumbangan ekspor karet dan produk karet terhadap total ekpor non
migas pada tahun 2011 (data Januari-Agustus 2011) adalah sebesar 9,51 persen. Oleh
karena itu karet diharapkan dapat menjadi penggerak roda pembangunan ekonomi
melalui peningkatan mutu dan daya saing yang akan meningkatkan ekspor nasional.
Permintaan dunia untuk karet alam sekarang ini makin tinggi terutama dengan
berkembang pesatnya beberapa negara yang mengembangkan industri automotif
seperti China, India dan beberapa negara Asean lainnya.

4

data.menkokesra.go.id/.../daya-saing-imd-indonesia-tahun-2010

8

Karet alam saat ini bersaing dengan karet sintetis. Perkembangan harga karet
sintetis relatif lebih stabil dibandingkan dengan harga karet alam. Karena produksi
karet alam banyak tergantung dengan faktor iklim dan cuaca. Namun saat ini
perkembangan harga karet alam relatif bagus. Untuk itu diperlukan pengembangan
karet di Indonesia. Saat ini

konsentrasi budidaya karet di Indonesia banyak

dikembangkan terutama di Sumatra dan Kalimantan. Menurut data Kementrian
Perkebunan tahun 2011, areal perkebunan karet di Indonesia diperkirakan seluas 3,2
juta hektar, diantaranya 85 persen adalah perkebunan karet milik petani dan 7 persen
merupakan perkebunan karet milik negara serta 8 persen adalah milik swasta.
Secara umum karet mempunyai sifat elastis, flexibel, liat dan beberapa ada yang
kedap udara atau kedap air. Dalam industri karet,

menurut penggunaannya karet

dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu karet yang dipakai secara umum, karet tahan
minyak dan karet tahan panas.
Pada dasarnya karet bisa berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet
(atau dikenal dengan istilah latex), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon
karet dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Sumber utama getah
karet adalah pohon karet Para Hevea Brasiliensis (Euphorbiaceae). Saat ini Asia menjadi
sumber karet alami.5

2.3 Keunggulan Komparatif (Revealed Comparative Advantage )
Tingkat daya saing komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis
dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Salah satu
diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). Selain itu, dapat juga
dilakukan dengan metode Constant Market Share dan Real Effective Exchange Rate.
Disamping itu, laporan tahunan dari World Economic Forum (WEF) mengenai Global
Competitiveness Index (GCI) juga dapat digunakan sebagai ukuran daya saing suatu
negara setiap tahunnya. GCI adalah indeks gabungan dari sejumlah indikator ekonomi
yang telah teruji secara empiris memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi
(PDB) untuk jangka menengah dan panjang. GCI secara teoritis juga mempunyai
korelasi positif dengan kinerja atau tingkat daya saing ekspor (Tambunan, 2000).
Penggolongan karet dalam industri karet dalam
http://industrikaret.wordpress.com/penggolongan-karet/
5

9

Untuk melihat lebih detail komoditas Indonesia yang bersaing dengan negaranegara lain di pasar dunia dapat diukur dari Revealed Comparative Advantage (RCA)
masing-masing produk ekspor (Balassa, 1965). Perhitungan RCA ini menggunakan data
yang dikelompokan dalam Standard Industrial Trade Classification (SITC) 2 digit. Nilai
RCA yang lebih besar dari 1 menunjukkan daya saing yang kuat. Semakin tinggi nilai
RCA komoditi, maka semakin tangguh daya saing produk tersebut, sehingga
disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi
tersebut.
Salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan komparatif
adalah RCA index. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor
komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas
tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain indeks RCA menunjukkan keunggulan
komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap
dunia.
Bila hasil indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari
1, maka berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif di atas
rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila hasilnya lebih kecil dari 1
berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut rendah atau di bawah rat-rata
dunia.

2.4 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) dan Indeks Konsentrasi Pasar (IKP)
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) atau Trade Specialization Index digunakan
untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu produk. ISP ini dapat
menggambarkan apakah Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importir
atas suatu jenis produk. Secara implisit, indeks ini mempertimbangkan sisi permintaan
dan sisi penawaran, dimana ekspor identik dengan suplai domestik dan impor adalah
permintaan domestik, atau sesuai dengan teori perdagangan internasional, yaitu teori
net of surplus, dimana ekspor dari suatu barang terjadi apabila ada kelebihan atas barang
tersebut di pasar domestik. Nilai indeks ini mempunyai kisaran antara -1 sampai
dengan +1. Jika nilanya positif diatas 0 sampai 1, maka komoditi bersangkutan
dikatakan mempunyai daya saing yang kuat atau negara yang bersangkutan cenderung

10

sebagai pengekspor dari komoditi tersebut (suplai domestik lebih besar daripada
permintaan domestik). Sebaliknya, daya saingnya rendah atau cenderung sebagai
pengimpor (suplai domestik lebih kecil dari permintaan domestik), jika nilainya negatif
dibawah 0 hingga -1. Apabila indeknya naik berarti suplai domestik lebih

kecil

daripada permintaan dalam negeri. Dengan kata lain, untuk komoditi tersebut, pada
tahap ini negara tersebut lebih banyak mengimpor dari pada mengekspor.
Sedangkan perhitungan Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) atau Trade Concentration
Index ini dapat digunakan untuk mengukur ketergantungan Indonesia terhadap suatu
negara yang merupakan mitra dagangnya. IKP merupakan salah satu cara untuk
mengetahui intensitas perdagangan suatu negara dengan beberapa negara. Nilai
intensitas diperoleh dengan cara mengkuadratkan persentase perdagangan antara suatu
negara dengan negara lain. Makin besar nilai intensitas perdagangan (0-1), maka dapat
dikatakan semakin tergantung suatu negara dengan negara lain tersebut. Hal ini tentu
saja tidak baik karena perdagangan suatu negara akan rentan terhadap kondisi
perekonomian negara mitranya.6

3.5 Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Karet dan Produk dari Karet
Strategi peningkatan daya saing karet dan produk karet antara lain melalui
peningkatan sumber daya manusia dengan cara pemerintah mendorong daya saing dan
peningkatan nilai tambah dari sumber daya lokal. Selain itu, pemerintah terus
meningkatkan kewirausahaan dan efisiensi. Faktor lainnya adalah perbaikan di sektor
hukum, sosial politik serta perpajakan, termasuk peningkatan integrasi global untuk
melihat perkembangan dunia.
Arah pengembangan agribisnis karet Indonesia ke depan dipengaruhi oleh
beberapa faktor eksternal, antara lain :
a. Peningkatan permintaan dunia akan karet yang semakin meningkat sejalan dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia, semakin mahalnya bahan baku karet
sintetis dan meningkatnya kesadaran akan pelestarian lingkungan.

6

Widiana, kebijakan Perdagangan , 95-126, Ekonomi dan Bisnis Vol 9 no. 2 juni 2007

11

b. Produksi karet Malaysia diperkirakan akan terus mengalami penurunan karena
kebijakan pemerintahannya lebih terkonsentrasi pada industri hilir dan juga telah
mengalihkan sebagian areal tanaman karet menjadi areal tanaman kelapa sawit.
c. Thailand diperkirakan akan menghadapi banyak kendala dalam upaya meningkatkan
produksi karet alamnya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan tersedianya lahan
pengembangan yang berlokasi di bagian utara dengan kondisi marginal sehingga
produktivitasnya lebih rendah serta adanya keterbatasan tenaga kerja.
Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia karena mempunyai beberapa
keunggulan seperti ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dan murah serta
tersedianya lahan yang cocok atau aglomatik guna pengembangan karet baru dan
peningkatan produk dan produktivitas tanaman melalui usaha peremajaan tanaman tua
atau rusak.
Untuk mengisi

peluang tersebut Indonesia perlu menetapkan arah

pengembangan karet ke depan. Dalam jangka panjang (2025), industri agribisnis karet
diarahkan menjadi usaha agribisnis yang berbasisi lateks dan kayu yang berdaya saing
tinggi. Berdaya saing tinggi berarti bahwa agribisnis karet harus selalu berorientasi pada
pasar, mengandalkan produktivitas dan nilai tambah melalui pemanfaatan modal
(capital driven), pemanfaatan inovasi teknologi (innovation driven) dan kreativitas sumber
daya manusia (skill driven).
Untuk mempercepat laju investasi di bidang agribisnis karet dan industri
karet diperlukan beberapa kebijakan pendukung antara sebagai berikut:
1.

Penciptaan iklim investasi yang makin kondusif.
a. Pemberian kemudahan dalam proses perijinan
b. Pembebasan pajak (tax holiday) selama tanaman atau pabrik belum produksi.
c. Pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk menghasilkan end product
bernilai tinggi yang non ban, yang prospek pasarnya di dalam negeri cerah.
d. Adanya kepastian hukum dan keamanan baik untuk usaha maupun lahan bagi
perkebunan.
e. Penghapusan berbagai pungutan dan beban yang memberatkan iklim usaha.

2.

Pengembangan sarana dan prasarana berupa jalan, jembatan, pelabuhan, alat
transportasi, komunikasi dan sumber energi (tenaga listrik).

12

3.

Penyediaan

dana

yang

menghidupkan

kembali

pungutan

dari

hasil

produksi/ekspot karet (semacam Cess) yang sangat diperlukan untuk membiayai
pengembangan industri hilir, peremajaan, promosi dan peningkatan kapasitas SDM
akret. Kelembagaan Cess tidak seperti dulu lagi tetapi mengambil bentuk sebagai
institusi yang bersifat independen di bawah Kementerian Keuangan dengan aturan
main yang jelas dan sedemikian rupa sehingga penggunaan dana mudah diawasi
dan kembali untuk kepentingan investasi di bidang perkebunan.
4.

Pengembangan sistem kemitraan antara petani dan perusahaan misalnya pola “PIR
plus”. Dalam pola ini dapat didesain petani tetapi memiliki kebun beserta pohon
karetnya dan ikut sebagai pemegang saham perusahaan yang menjadi mitranya.
Dengan cara demikian maka kepastian bagi perusahaan untuk memperoleh bahan
baku dalam jumlah cukup terjamin.7

III.

PEMBAHASAN
Fokus pembahasan dalam tulisan ini adalah menganalisis daya saing karet dan

produk dari karet Indonesia dengan China. Ada tiga hal yang menjadi fokus analisis
komoditi karet dan produk dari karet ekspor impor antara Indonesia dengan China,
yaitu RCA, IKP dan ISP.
RCA digunakan untuk mengetahui tingkat daya saing karet dan produk dari
karet Indonesia. Untuk mengetahui kerentanan komoditas karet dan produk dari karet
di pasar China dipergunakan IKP. Sedangkan

ISP, digunakan untuk mengetahui

apakah negara Indonesia termasuk katagori eksportir atau importir untuk komoditi
tersebut.
Sebagai pedoman, untuk menentukan apakah daya saing komoditi karet dan
produk dari karet Indonesia tergolong memiliki keunggulan tinggi, maka diperlukan
tiga persyaratan antara lain sebagai berikut :
(1) mempunyai daya saing tinggi dengan nilai RCA tinggi.
(2) mempunyai nilai IKP rendah, dan

Prospek dan arah pengembangan agribisnis karet, dalam
http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/karet/karet-bagian-b.pdf
7

13

(3)mempunyai nilai ISP tinggi dimana hal ini merupakan persyaratan sebagai negara
eksportir.
3.1 Kontribusi Ekspor Karet dan Produk dari Karet (HS 40) Terhadap

Ekspor

Nasional
Sejak Indonesia menggiatkan ekspor non migas, terlihat nilai ekspor produkproduk Indonesia terus mengalami peningkatan mengungguli ekspor migas. Sampai
dengan tahun 2010 ternyata ekspor migas hanya sebesar 29,64 persen dari total ekspor
nasional yang nilainya sebesar US$ 46,8 milyar. Ekspor komoditas non migas sebesar
71,26 persen.
Komoditas ekspor karet dan produk dari karet selama lima tahun terakhir
mempunyai kontribusi terhadap total ekspor nasional rata-rata sebesar 6 persen. Pada
tahun 2010 nilainya mencapai US$ 9,37 milyar, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar
1 di bawah ini.

Gambar 1
Kontribusi Komoditas Ekspor Indonesia pada Tahun 2010
Bahan Bakar Mineral
29.64%

38%

Lemak & Minyak Nabati
Mesin Peralatan listrik
Alas kaki

10%

Bijih, kerak , abu logam
2%

Karet dan barang dr karet
16%

6%

7%

Pakaian jadi, rajutan

5%

Lainnya

Sumber : Bloomberg, 2012, diolah

Saat ini komposisi komoditas ekspor Indonesia masih tetap didominasi oleh
ekspor hasil mineral (HS 27) sebesar hampir 30 persen yang nilainya sebesar US$ 46,8
milyar. Produk lemak dan minyak nabati (HS 15) menempati urutan kedua

yaitu

sebesar 16 persen yang nilai ekspornya sebesar US$ 16,3 milyar. Urutan ketiga adalah
mesin peralatan listrik (HS 85) sebesar 10 persen dengan nilai ekspornya sebesar US$
10,4 milyar. Sedangkan karet dan produk dari karet (HS 40) menempati urutan kelima

14

dengan nilai sebesar US$ 9,37 milyar. Selain itu 38 persen komposisi ekspor Indonesia
terdiri dari berbagai komoditas. Produk-produk ini akan terus bertambah nilai maupun
kuantitas ekspornya tentu saja daya saing produknya juga meningkat.
Sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2010, karet dan produk dari karet terus
mengalami peningkatan kontribusinya terhadap ekspor nasional. Rata-rata kontribusi
terhadap ekspor nasional sebesar 6 persen. Puncaknya, pada tahun 2008 dan tahun 2010
sebesar 6 persen. Namun, terjadi penurunan pada tahun 2009 sebagai akibat adanya
krisis keuangan global yang mengakibatkan penurunan permintaan karet dan produk
dari karet. Kondisi ini mengakibatkan sumbangannya terhadap ekspor nasional hanya
sebesar 4 persen.

3.2 Ekspor dan Impor Karet dan Produk Karet Indonesia- China
Sepuluh tahun terakhir (2001-2010), nilai ekspor karet dan produk karet
Indonesia ke negara China terus mengalami peningkatan. Ekspor karet dan produk dari
karet Indonesia ke China rata-rata seperempat dari total ekspor karet dan produk karet
Indonesia ke dunia. Tahun 2001 nilai ekspor karet dan produk karet Indonesia sebesar
US$ 75,53 juta dan meningkat hampir lima belas kali

di tahun 2010 menjadi US$

1.416,13 juta. walaupun terjadi penurunan pada tahun 2009 dari tahun sebelumnya
menjadi US$ 838,99 juta sebagai akibat adanya krisis di Amerika dan kemudian
menimbulkan krisis keuangan global, yang pada akhirnya mengakibatkan permintaan
China akan karet dan produk karet mengalami penurunan.
Peningkatan ekspor karet dan produk karet ke China, tidak diikuti dengan
perkembangan ekspor produk yang sama ke negara Asean 4 yaitu Malaysia, Thailand,
Philipina dan Singapura. Negara-negara ini merupakan negara anggota Asean yang
cukup besar permintaannya. Perkembangan permintaan Asean 4 memang tidak sebesar
peningkatan permintaan produk alas kaki ke China. Ekspor karet dan prduk dari karet
Indonesia ke empat negara Asean 4 pada tahun 2001 sebesar US$ 96,81 juta dan sampai
dengan tahun 2010 terjadi penuruan menjadi sebesar US$ 64,36 juta. Permintaan empat
negara Asean 4 terjadi penurunan pada tahun 2006 dan tahun 2009 sebagai akibat
terjadinya krisis ekonomi global, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai
berikut :

15

Tabel 1
Nilai Ekspor Impor Karet dan Produk dari Karet (HS 40) Indonesia China Tahun 2001-2010 (juta US$)
Uraian/Tahun

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

Ekspor ke China

75,53

40,07

111,22

252,143

341,04

689,44

762,11

901,2

838,99

1.416,13

Ekspor ke Asean 4

96,81

134,63

171,14

210,91

273,87

41,52

510,97

593,44

417,74

64,36

Ekspor karet dunia

1236,03

1587,67

2126,62

2998,63

3580,47

5529,13

6248,7

7637,31

4912,76

9373,34

Share ekspor Karet

0,02

0,03

0,03

0,04

0,04

0,05

0,05

0,06

0,04

0,06

20,54

25,1

27,31

31,22

38,45

49,95

53,95

92,86

92,36

149,01

339,24

342,52

347,04

467,55

610,83

698,423

790,71

1.415,48

1.125,26

1.670,75

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

0,01

Surp /Defisit Ind - China
54,99
Sumber : Bloomberg, 2012, diolah

14,97

83,91

220,923

302,59

639,49

708,16

808,34

746,63

1267,12

Impor dr China
Impor karet (Dunia)
Share impor karet (dunia)

Bila dilihat dari sisi impor, ternyata impor karet dan produk dari karet
Indonesia yang berasal dari China relatif kecil dibanding dengan nilai ekspornya.
Namun ada kecenderungan impor terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama
produk dari karet China yang mempunyai harga relatif murah. Oleh karenanya petani,
pengusaha dan UMKM Indonesia diharapkan dapat terus meningkatkan karet dan
produk karet guna dapat bersaing dengan produk yang sama dari beberapa negara
penghasil karet alam seperti Thailand dan Malaysia serta dapat bersaing dengan produk
dari karet yang banyak dihasilkan oleh China tersebut. Selama sepuluh tahun terakhir
2001 sampai 2010 impor karet dan produk karet China ke Indonesia terus mengalami
peningkatan menjadi sebesar US$ 149,01 juta persen, dan impor karet dan produk karet
dari beberapa negara lainnya sebesar US$ 1.670,75 juta atau rata-rata impor pertahun
sebesar 1 persen dari total impor nasional.
Selama sepuluh tahun terakhir hingga 2010, bila dibandingkan antara ekspor
karet dan produk karet dengan impor ke China, ternyata Indonesia masih mengalami
surplus perdagangan. Pada tahun 2010 surplus sebesar US$ 1.267,12.

3.3 Daya Saing Karet dan Produk Karet Indonesia ke China
Menurut Buku Tarif Bea Masuk Indonesia/Harmonized System (HS) 2 digit
maka karet dan produk dari karet bernomor HS number 40. Komoditi ini merupakan
komoditi unggulan Indonesia yang mempunyai daya saing kuat karena memiliki RCA
lebih besar dari 1 baik RCA dunia maupun negara China, India maupun negara Asean

16

4. Sejak tahun 2001 sampai dengan 2010 komoditi karet dan produk karet memiliki
ranking komoditi unggulan yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor
permintaaan dan penawaran termasuk faktor non ekonomi lainnya.
Adapun hasil RCA Karet dan produk dari karet Indonesia terhadap China
terlihat pada Tabel 3. RCA Karet dan produk karet Indonesia ke China cukup tinggi
terutama setelah tahun 2004 sampai dengan 2010, yang berarti daya saing karet dan
produk dari karet Indonesia sangat baik. RCA tertinggi tercapai pada tahun 2007 dan
2006 yaitu sebesar 7,85 dan 7,75. Peningkatan RCA Indonesia ke China diikuti RCA ke
India yang sejak tahun 2005 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan ekonomi negara tersebut yang tinggi yang mengakibatkan
kebutuhan akan karet dan produk karet yang tinggi dari Indonesia. Terlihat
peningkatan ekspor ke India meningkat tajam. Demikian juga daya saing Karet dan
Prduk Karet Indonesia ke negara-negara tinggi, yang rata-rata dia atas 4. RCA ke negara
Asean 4 tercapai paling tinggi pada tahun 2006 yaitu sebesar 3,48. Selama sepuluh tahun
terakhir RCA Indonesia untuk karet dan produk karet tidak pernah di bawah 1. Hal ini
menunjukkan daya saing ekspor produk HS 40 ini banyak laku dipasaran terutama
permintaan dari Malaysia terus meningkat. Secara rinci RCA karet dan produk karet
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 dapat disajikan sebagai berikut :
Tabel 2
RCA Karet dan Produk Karet Tahun 2001-2010
Uraian / Tahun

2001

2002

RCA Indonesia ke China

4,04

1,65

RCA Indonesia ke India

1,01

RCA Indonesia ke Asean 4

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

3,20

6,48

6,05

7,75

7,85

7,37

7,07

7,44

0,58

0,25

0,60

1,80

3,48

3,46

1,89

3,02

4,06

1,64

2,17

2,51

2,68

2,87

3,46

3,45

3,19

2,20

2,12

RCA Indonesia ke Dunia

2,33

2,90

3,47

4,21

4,22

5,47

5,34

3,71

4,10

5,17

RCA China ke Indonesia

1,02

0,79

0,67

0,63

0,57

0,58

0,60

0,61

0,60

0,64

RCA China ke India

0,95

0,79

0,76

0,97

1,44

1,33

1,44

1,49

1,15

1,22

RCA China ke Asean 4

1,06

0,87

0,77

0,77

0,77

0,75

0,73

0,69

0,74

0,81

Sumber : Bloomberg, 2012, diolah

Sebaliknya bila dilihat RCA China ke Indonesia tidak mengalami kenaikan
yang berarti rata-ratanya dibawah 1. Artinya daya saing karet dan produk karet
China tidak kuat. Dan terakhir di tahun 2010 sebesar 0,67, jauh lebih besar dari RCA

17

Indonesia ke China yang hanya 7,4.

Demikian juga RCA Indonesia ke India

mempunyai tren naik. Padai tahun 2010 sebesar 4,06. Hal ini menunjukkan daya
saing komoditas karet dan produk karet ke India sangat kuat. Untuk negara Asean 4
daya saing Indonesia relatif stagnan rata-rata 2. Artinya daya saing komoditas karet
dan produk karet di kawasan Asean relatif kuat.
Bila dilihat dari daya saing komoditas karet dan produk karet China ke
Indonesia

maupun Asean 4, ternyata China memiliki daya saing yang tidak kuat

karena rata-rata RCAnya dibawah 1 selama sepuluh tahun terakhir dari 2001 hingga
2010. Namun RCA China ke negara India mengalami tren naik, artinya daya saing
komoditi China ke India relatif kuat dan terakhir tahun 2010 lebih besar dari 1 atau
sebesar 1.22.

3.4 ISP Karet dan Produk Karet Indonesia China
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) merupakan indeks yang digunakan untuk
menganalisis posisi atau tahapan perkembangan komoditas karet dan produk karet
Indonesia terhadap dunia termasuk ke China. Indeks ini dapat memberi gambaran
apakah Indonesia sebagai negara importir atau eksportir suatu jenis produk, dalam hal
ini karet dan produk dari karet.

Demikian juga Indeks IKP, indek ini memberi

gambaran kerentanan ekspor karet dan produk karet ke negara tujuan ekspor.

Uraian / Tahun
IKP Indonesia
ISP Indonesia
ISP Asean 4
ISP China
ISP India

Tabel 3
IKP , ISP Karet dan Produk Karet Tahun 2001-2010
2001 2002 2003
2004
2005 2006 2007
0,29 0,31 0,30
0,29
0,29 0,27 0,28
0,57 0,65 0,72
0,73
0,71 0,78 0,78
0,21 0,33 0,36
0,42
0,30 0,40 0,50
0,57 0,23 0,61
0,78
0,80 0,86 0,87
-0,97 -0,87 -0,96
-1,00
-1,00 -1,00 -1,00

2008
0,29
0,83
0,36
0,81
-1,00

2009
0,26
0,63
0,32
0,80
-1,00

Sumber : Bloomberg, 2012, diolah

Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Indonesia pada Tabel 3 di atas rata-rata
di atas 0,5 dan tahun 2010 sebesar 0,70. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih
sebagai negara eksportir karet dan produk karet. Terlihat dari tahun 2001 sampai
dengan 2010 ISP rata-ratanya sebesar 0,70. Bila dibandingkan ISP negara Asean 4
mempunyai kecenderungan menjadi untuk menjadi importir komoditas karet dan

18

2010
0,26
0,70
0,29
0,81
-1,00

produk dari karet karena ISPnya menunjukkan dibawah 0,5, atau

rata-rata 0,30.

Demikian juga India sebagai importir. Namun ISP China mempunyai rata-rata di atas
0,5 yang berarti China juga sebagai negara eksportir untuk komoditas karet dan produk
karet. Tahun 2010 ISP China sebesar 0,81, lebih tinggi dibanding Indonesia. Ekspor
China lebih banyak berupa produk dari karet sedangkan ekspor Indonesia lebih banyak
karet alam atau mentahnya.
Sedangkan hasil Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) atau Hirschman Herfindahl
Indeks (HHI) Indonesia didapat rata-rata sebesar 0,30 yang berarti ketergantungan atau
konsentrasi pasar China masih relatif kecil. Hal ini berarti apabila terjadi kegoncangan
ekonomi atau krisis ekonomi di China akan mempunyai pengaruh relatif kecil atau
tidak signifikan karena ekspor komoditas karet dan produk karet tidak terkonsentrasi
di pasar China namun tersebar di beberapa negara lainnya.

3.5 Strategi Peningkatan Daya Saing Karet dan Produk Karet Indonesia
Upaya-upaya peningkatan daya saing karet dan produk karet berkaitan
langsung dengan program pengembangan industri nasional. Sebagaimana yang
dilakukan Pemerintah, strategi pengembangan industri karet dan produk dari karet
nasional terbagi menjadi dua katagori yaitu dari sisi penawaran (supply) dan kedua dari
sisi permintaan (demand). Sisi supply dimaksudkan produksi karet nasional berupa
intensifikasi dan ekstensifikasi lahan karet nasional, pengembangan bahan baku produk
karet, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penyediaan insentif bagi investasi
produk-produk berbahan baku karet nasional serta kemudahan dalam permodalan. Sisi
demand berupa pengembangan kualitas produk karet nasional, adanya diversifikasi
produk dari karet, pengembangan dan perluasan pasar domestik serta pengembangan
serta perluasan pasar luar dan dalam negeri melalui berbagai pameran, promosi
maupun expo.
Prospek karet dan produk dari karet ke depan diperkirakan masih terus
meningkat dan menguntungkan pelaku usaha. Peluang ini semestinya dimanfaatkan
secara maksimal oleh para pelaku usaha dalam negeri dengan jalan meningkatkan daya
saing usaha dan produk yang dihasilkan. Upaya peningkatan produktivitas kebun dan
efisiensi usaha produk dari karet serta peningkatan kualitas bahan olahan.

19

Ada beberapa strategi peningkatan daya saing karet dan produk karet Indonesia
khususnya menghadapi negara China sebagai salah satu pesaing, antara lain adalah
sebagai berikut :
(1) Iklim usaha dan kemudahan sistem birokrasi
Iklim usaha yang kondusif dengan perbaikan dan kemudahan birokrasi merupakan
salah satu langkah peningkatan daya saing. Kondisi dan perbaikan tersebut juga
meliputi akses perbankan dan fasilitas investasi permesinan yang akan dapat
meningkatkan produk-produk dari karet dalam negeri.
(2) Perbaikan dan pengembangan infrastruktur
Peningkatan infrastruktur, seperti sarana jalan, pelabuhan dan lain-lain sebaiknya
segera dilakukan pemerintah guna mendukung kegiatan industri dalam negeri.
Dukungan dana APBN diperlukan guna percepatan dan

pengembangan

infrastruktur dalam rangka peningkatan daya saing sektor riil. Di sisi lain, perlu
terus dilakukan peningkatan infrastruktur untuk mengurangi biaya tinggi (high
cost) dalam kegiatan distribusi bahan baku dan ekspor.
(3) Peningkatan kemampuan dan kualitas petani karet dan tenaga kerja
Petani karet dan tenaga kerja merupakan faktor utama dalam produksi. Motivasi
dan budaya kerja khususnya pada sektor industri produk dari karet mempengaruhi
produktivitas dan kreativitas kerja. Namun, produktivitas tenaga kerja Indonesia
masih tertinggal dengan tenaga kerja China. Untuk itu guna meningkatkan
keterampilan dan kemampuan petani serta kualitas kerja tenaga kerja Indonesia
perlu dilakukan penyuluhan, kursus maupun pelatihan. Kegiatan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk yang berstandar internasional
sekaligus tercapainya efisiensi.
(4) Peningkatan produksi dan inovasi produk dari karet
Bila dibandingkan dengan produk China, harga produk dari karet Indonesia masih
relatif lebih mahal dibanding produk China. Hal ini tentu saja disebabkan karena
produk dari karet China lebih efisien. Oleh karenanya diperlukan peningkatan
produksi, inovasi produk dan peningkatan kualitas produk guna meningkatkan
daya saing produk alas kaki Indonesia terhadap China. Disisi lain terus
dilakukannya penelitian dan pengembangan (research and development) karet dan
produk dari karet nasional.

20

(5) Peningkatan strategi melalui kualitas produk, harga dan promosi.
Saat ini

persaingan komoditas ini makin ketat sehingga peningkatan strategi

melalui produk, harga dan promosi karet dan produk dari karet Indonesia. Fokus
produk dari karet Indonesia hendaknya diproduksi dengan selalu meningkatkan
kualitas, karena konsumen sangat rasional saat ini. Konsumen

selalu

mempertimbangkan tidak hanya harga semata melainkan juga kualitas produknya.
Peningkatan strategi juga dilakukan melalui penetrasi harga.

Produsen harus

memiliki strategi teretentu dalam penetapan harga sehingga dapat bersaing dengan
produk-produk sejenis dari negara lainnya. Salah satu tindakan efisiensi yang dapat
dilakukan perusahaan adalah mengurangi bahan baku dan bahan penolong impor.
Selain itu perlu dilakukan promosi guna meningkatkan volume penjualan dengan
target konsumen baru. Di sisi lain terus dilakukannya segmentasi produk
berdasarkan segmentasi pasar baik pasar lokal maupun internasional.
(6) Penciptaan produk karet dan produk dari karet yang ramah lingkungan
Isu perubahan iklim (climate change) merupakan isu internasional yang tidak boleh
dihindari sehingga industri yang ramah lingkungan saat ini merupakan faktor
prasyarat agar produk bersaing di pasaran, karena beberapa negara tujuan
menerapkan produk-produk yang mengedepankan produk ramah lingkungan.
Strategi ini dilakukan guna menghindari pemutusan kerjasama ekspor maupun
impor akibat limbah industri yang mencemari lingkungan.
(7) Mendorong masyarakat mencintai produk karet dalam negeri
Strategi lainnya adalah dengan menumbuhkan rasa cinta produk dalam negeri.
Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan produk–produk dari karet domestik. Hal
ini juga berguna untuk mengalihkan permintaan produk-produk karet dari China
yang terkenal relatif lebih murah dan membanjiri pasar domestik saat ini.

IV.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4. 1 Simpulan

1. Pertumbuhan ekspor komoditas karet dan produk karet Indonesia selama tahun
2001 sampai dengan 2010 terus mengalami peningkatan dan rata-rata kontribusi
terhadap ekspor nasional sebesar 6 persen. Demikian juga nilai impor komoditas

21

ini mengalami tren naik, namun rata-rata impornya lebih rendah yaitu hanya
sebesar 1 persen.
2. Daya saing karet dan produk karet Indonesia saat in cukup tinggi. Sepuluh
tahun terakhir dari 2001 sampai dengan 2010, rata-rata RCAnya diatas 4. Untuk
tahun 2010 RCA sebesar 5,17. Demikian juga daya saing karet dan produk karet
Indonesia terhadap China rata-rata RCAnya sangat tinggi, yaitu di atas 6,
sedangkan tahun 2010 sebesar 7,44. Dari hasil perhitungan ISP, didapat rataratanya sebesar 0,70 atau mendekati 1. Hal ini berarti Indonesia masih dominan
sebagai pengekspor komoditas karet dan produk karet.
3.

Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) untuk komoditas karet dan produk dari karet
Indonesia selama tahun 2001 sampai dengan 2010 menunjukkan rata-rata
dibawah 0,30. Hal ini menunjukkan konsentrasi pasar komoditas karet dan
produk karet tersebut tidak seluruhnya terkonsentrasi ke negara China.

4.2 Rekomendasi Kebijakan
1. Peluang pasar China masih terbuka lebar karena pertumbuhan dan
perkembangan China yang pesat sekarang ini terutama produk-produk
automotif yang banyak membutuhkan komoditas karet dan produk dari karet.
Namun demikian pengembangan daya saing komoditas ini terus diperbaiki dan
difokuskan pada beberapa persyaratan standar produk yang ditetapkan negara
pengimpor seperti standarisasi produk, pengemasan, labeling, origin marking,
sehingga komoditas ekspor tersebut tidak kalah dengan pesaing lainnya.
Disamping itu diperlukan pengembangan sektor manufaktur tidak hanya
produk primer seperti karet mentah tetapi melakukan upaya pergeseran
(shifting) keunggulan dari sektor primer menuju sektor industri pengolahan karet
(produk dari karet) karena mempunyai nilai tambah (vallue added) lebih besar.
2. Salah satu cara yang ditempuh guna meningkatkan daya saing komoditas karet
dan produk dari karet Indonesia adalah melakukan pengalihan pasar selain
negara tujuan China. Yaitu melakukan penetrasi pasar pada beberapa negara
Asia lainnya seperti India, karena India mempunyai industri automotif yang
sedang berkembang pesat, disamping itu permintaan terus naik.

22

3. Cara lain yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing adalah terus
dilakukannya peningkatan produktivitas guna menghasilkan karet dan produk
dari karet yang lebih efisien dengan kualitas yang lebih baik. Demikian juga
perlu dilakukan kerjasama antar pelaku usaha untuk mendorong persaingan
yang sehat. Hal ini

terkait dengan peran pemerintah untuk menciptakan

kondisi dan iklim usaha yang kondusif bagi komoditas karet dan industri karet
dalam rangka menghasilkan produk-produk dari karet yang berkualitas.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil, 2006, Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet Di Indonesia,
Pusat Penelitian Karet, Medan (makalah disampaikan pada loka karya
budidaya karet tanggal 4-6 September 2006 di Medan)
Arifin, Syamsul , Ediana Rae, Dian dan Joseph PR. Charles, 2007, Kerja Sama Perdagangan
Internasional, Peluang dan Tantangan bagi Indonesia, Penerbit PT Elex media
Komputindo, Jakarta
Baasir, Faisal, Indonesia Pasca Krisis, Catatan Politik dan Ekonomi 2003-2004, 2004,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
David S. Rubin, Richard I. Levin, 2006, Statistic for Management, Sevent Edition, An
Imprint of Pearson Education, New Delhi, India,
Deliarnov, 1995, Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta, UI Press.
Hamdy, Hadi. 2001. Ekonomi Internasional – Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional. Buku 1, Edisi Revisi Jakarta, Ghalia Indonesia.
Kotler Philip, Keller L. Kevin,

Metodologi Penelitian:Aplikasi Dalam Pemasaran, Jakarta

2006.
Kuncoro, Mudrajat, 2007, Ekonomika Industri Indonesia Menuju Negara Industri baru 2030,
Penerbit Andi Yogyakarta
Mankiw, N. Gregory, Teori Makroekonomi, edisi kelima, 2003, Harvard University,
Penerbit Erlangga, Jakarta
Rahardja Prathama, Manurung Mandala, 2005, Teori Ekonomi Makro suatu pengantar,
edisi ketiga, LPFEUI, Jakarta
Subiyanto, Heru dan Riphat, Singgih, 2004, Kebijakan, Fiskal, Pemikiran Konsep dan
Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Salvatore, Dominick, 1992, Ekonomi Internasional, Teori dan Soal-Soal, Penerbit Erlangga,
Jakarta
Tambunan, Tulus, 2001, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan
temuan Empiris, LP3ES, Jakarta
Triyoso, Bambang. 1994. “Model Ekspor Non Migas Indonesia Untuk Proyeksi Jangka
Pendek”. Ekonomi dan Keuangan Indonesia.

24

Wibowo,I, 2004, Belajar dari China, Bagaimana Cina Merebut Peluang Dari Era Globalisasi,
Penerbit Kompas, Jakarta
Widiana, Anika, 2007, Kebijakan Perdagangan Uni Eropa Terhadap Ekspor Indonesia dan Pola
Ekspor Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis volume 9 No 2 tahun 2007
-----------, Kajian Daya Saing Produk Non Pertanian dalam Menghadapi Globalisasi
Perdagangan, Puslitbang Perdagangan Departemen Perdagangan.
-------------, Introduction Trade of Research II:Trade Data and Statistics, Artnet Capacity
Building Workshop and Trade Research on 22-25 March 2005 prepared by Mia
Mikic, Unescap
________, Abstraksi Analisis Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika
Aerikat,
Aksamil,
Khair,
Perpustakan
UI,
dalam
www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-71570.pdf
---------------,Prospek

dan
arah
pengembangan
agribisnis
karet,
dalam
http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/karet
/karet-bagian-b.pdf

http://data.menkokesra.go.id/content/daya-saing-imd-indonesia-tahun-2010
meningkat
http://ditjenbun.deptan.go.id/
http://industrikaret.wordpress.com/penggolongan-karet/
http://www.depdag.go.id/addon/depdag_isp/index.php?isi=1
www.theceli.com/index.php?option=com_docman&task

25