ANALISIS PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHA

LAPORAN PENELITIAN OPEN GOVERNANCE JUDUL :

ANALISIS PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG TERBUKA (OPEN GOVERNANCE) DITINJAU DARI PARADIGMA TRANSPARANSI, PARTISIPASI

DAN AKUNTABILITAS DALAM STRATEGI RPJMD PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2008-2013

Penulis : Rahadian Febry Maulana

Ringkasan Eksekutif

Amandemen UUD 1945 pasca reformasi telah membawa perubahan mendasar terhadap sistem pemerintahan di Indonesia, diantaranya adalah diperkuatnya sistem desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah. Dalam konteks ini pemerintah daerah memiliki kewenangan luas untuk mengatur sendiri tata kelola pemerintahannya (UU No. 23/2014).

Pada satu sisi, kewenangan luas yang dimiliki pemerintah daerah telah membuka peluang besar bagi setiap kepala daerah untuk berinovasi menciptakan cara-cara baru/program-program yang bersifat out of the box dalam upaya mewujudkan kesejahteraan serta meningkatkan kualitas hidup seluruh elemen masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Namun pada sisi lain, hal ini juga membuka peluang besar bagi setiap kepala daerah untuk menyalahgunakan wewenang, seperti membuat kebijakan yang ditujukan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, serta tidak berpihak pada kepentingan masyarakat secara keseluruhan (korupsi, kolusi dan nepotisme). Untuk menghindari potensi penyalahgunaan wewenang serta untuk menciptakan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat, diperlukan penerapan sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka (open governance) sebagai jalan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean goverment). Secara garis besar, sistem tersebut tersusun atas 3 (tiga) paradigma, yakni paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Ketiga paradigma tersebut bersifat saling melengkapi dan tidak dapat dipandang secara parsial.

Ditinjau dalam perspektif pembangunan daerah, sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka dapat diimplementasikan oleh setiap kepala daerah terpilih sebagai pemegang kekuasaan di daerah. Tiga paradigma yang melandasi sistem tersebut dapat dijabarkan sebagai strategi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dalam konteks ini RPJMD menjadi pegangan dan landasan utama kepala daerah beserta segala aparatur di bawahnya dalam menjalankan pemerintahan selama kurun waktu jabatan kepala daerah tersebut. Penjabaran paradigma ke dalam RPJMD ini dilakukan agar program-program turunan dari ketiga paradigma (yang bertujuan untuk mewujudkan open governance) memiliki kejelasan secara administratif dan dasar hukum yang jelas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kriteria-kriteria dari paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas sehingga dapat dijabarkan kedalam strategi RPJMD, yang kemudian ditindaklanjuti menjadi program-program konkret selama satu periode dan diimplementasikan setiap tahunnya. Dalam penelitian ini digunakan strategi RPJMD Jawa Barat Tahun 2008-2013 sebagai objek penelitian.

Adapun cara untuk melakukan penelitian ini adalah dengan melakukan telaah terhadap paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dengan menempatkan ketiga paradigma tersebut di dalam kerangka sistem pembangunan daerah yang mengacu pada UU No. 25/2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No.23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian dirumuskan kriteria-kriteria yang melandasi masing-masing paradigma tersebut. Selanjtunya dilakukan verifikasi kriteria-kriteria yang telah terbentuk dalam strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013. Dalam tahap ini dapat diketahui kriteria mana saja yang telah terakomodasi dalam strategi RPJMD, untuk kemudian dilakukan simplifikasi menjadi paradigma apa yang telah terakomodasi dalam pembangunan Jawa Barat.

Dari tahapan tersebut diketahui bahwa kriteria paradigma transparansi yang terakomodasi dalam Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013 hanya sebanyak 1 (satu) kriteria dari 7 (tujuh) kriteria, paradigma partisipasi hanya 1 (satu) kriteria dari 4 (kriteria), kemudian paradigma akuntabilitas hanya 2 (dua) dari 5 (lima) kriteria. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa pembangunan Jawa Barat yang terekam dalam dokumen RPJMD Tahun 2008-2013 tidak mengakomodasi seluruh kriteria dari paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Adapun beberapa kriteria yang terpenuhi pun tidak di implementasikan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hal ini diketahui berdasarkan hasil analisis implementasi kriteria-kriteria yang mengacu pada data capaian indikator program dari strategi yang tidak terdapat dalam LKPJ, LPPD, Lakip, dan Jawa Barat Dalam Angka (publikasi BPS) Tahun 2009-2013. Dalam perspektif ini, pembangunan Provinsi Jawa Barat belum menerapkan sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka (open governance).

DAFTAR SINGKATAN

APBD = Anggaran Pembangunan Daerah APK

= Angka Partisipasi Kasar DPRD

= Dewan Perwakilan Daerah LPPD

= Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Musrenbang = Musyawarah Pembangunan N/A

= Not Avaliable PP

= Peraturan Pemerintah Perda

= Peraturan Daerah RAPBD

= Rancangan Anggaran Pembangunan Daerah Renstra

= Rencana Strategis Renja

= Rencana Kerja RKA

= Rancangan Kerja Anggaran RKPD

= Rencana Kerja Pemerintah Daerah RPJPN

= Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJMN

= Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJPD

= Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJMD

= Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah SPPN

= Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional SKPD

= Satuan Kerja Perangkat Daerah OPD

= Organisasi Perangkat Daerah UU

= Undang-undang DISKOMINFO = Dinas Komunikasi dan Informatika BPPT

= Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BKPPMD

= Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah DISPENDA

= Dinas Pendapatan Daerah UPTD

= Unit Pelaksana Teknis Daerah KESBANGPOL = Kesatuan Bangsa dan Politik

BPMPD = Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa SATPOL PP

= Satuan Polisi Pamong Praja HUMASPROTUM = Hubungan Masyarakat dan Protokoler Umum KPID

= Komisi Penyiaran Indonesia Daerah BKD

= Badan Kepegawaian Daerah BADIKLAT-DA = Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah BAPPEDA

= Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DINSOS

= Dinas Sosial DINKES

= Dinas Kesehatan DISKRIMRUM = Dinas Pemukiman dan Perumahan ADMBANG

= Administrasi Pembangunan ASS ADM

= Assisten Administrasi BIRO ORG

= Biro Organisasi BKPPW

= Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah

Kata Pengantar

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Pertama tama perkenankan penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT, atas limpahan rah at da karu ia ya sehi gga pe elitia ya g erjudul Analisis Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Terbuka (Open Governance) Ditinjau Dari Paradigma Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas Dalam Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013 dapat diselesaika .

Mengawali kata pengantar ini, penulis mengutip cerita Sang Proklamator yang mudah-mudahan dapat menginspirasi. Ketika Bung Karno bertemu dengan Jenderal Yamamoto Moichiro, beliau bertanya pada sang jenderal, mengapa Tentara Nipon menggunakan sepatu dengan ujung yang terbagi dua, mengapa berbeda dengan yang digunakan Tentara Inggris atau Belanda? Kemudian sang jenderal menjelaskan kepada Bung Karno bahwa telapak kaki orang Jepang lebih lebar dari orang Eropa, sehingga jika Tentara Nipon menggunakan sepatu seperti Tentara Belanda, maka dipastikan akan sangat menghambat langkah Tentara Nipon. Melalui cerita ini, Sang Proklamator memberi pesan kepada kita bahwa kesesuaian/kecocokan itu penting, segala sesuatu yang berasal bukan dari bangsa kita harus disesuaikan dengan budaya dan karakteristik Bangsa Indonesia.

Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang terbuka (open governance) pun demikian, seyogyanya konsep yang dikembangkan oleh pemikir-pemikir dari negara asing ini harus ditempatkan dalam kerangka sistem pemerintahan di Indonesia, karena sistem pemerintahan dan budaya kerja di setiap negara pasti memiliki perbedaan. Jika tidak, maka potensi kegagalan dalam mengimplementasikan konsep open governance sangat besar, atau konsep tersebut menjadi tidak relevan.

Dengan demikian bantuan dana penelitian yang diberikan oleh Kemitraan ini sangat tepat untuk mendukung pengembangan konsep open governance agar benar-benar dapat diimplementasikan lebih efektif di Indonesia. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kemitraan atas hal ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan masukan yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan. Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi Bangsa Indonesia. Wassalamualaikum.

Peneliti

Rahadian Febry Maulana

Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang Penelitian

Amandemen UUD 1945 pasca reformasi telah membawa perubahan mendasar terhadap sistem pemerintahan di Indonesia, diantaranya adalah diperkuatnya sistem desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah. Sebagaimana tercantum dalam penjelasan UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diperbaharui menjadi UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dasar pemikiran diperkuatnya sistem desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dengan memperhatikan asas demokrasi, pemerataan, keadilan dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsekuensi logis dari penguatan sistem desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah ialah diberikannya kewenangan yang luas bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya masing-masing.

Dalam konteks ini pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sendiri tata kelola pemerintahannya, yang meliputi kewenangan dalam mengelola sendiri urusan pemerintahan, memilih kepala daerah; mengelola aparatur daerah; mengelola kekayaan daerah; memungut pajak daerah dan retribusi daerah; mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan mendapatkan hak-hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 21 UU No. 32/2004).

Pada satu sisi, kewenangan luas yang dimiliki pemerintah daerah telah membuka peluang besar bagi setiap kepala daerah untuk menciptakan kesejahteraan serta meningkatkan kualitas hidup seluruh elemen masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Namun pada sisi lain, hal ini juga membuka peluang besar bagi setiap kepala daerah untuk menyalahgunakan wewenang, seperti membuat kebijakan yang ditujukan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya (korupsi, kolusi dan nepotisme) serta tidak berpihak pada kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Untuk menghindari potensi penyalahgunaan wewenang serta untuk menciptakan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat, diperlukan suatu sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka (open governance) sebagai jalan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean goverment). Sistem ini memungkinkan stakeholder pembangunan di daerah (pemerintah, masyarakat, institusi pendidikan, sektor swasta, dsb) turut berpartisipasi aktif dalam memberi ide dan gagasan, serta mengawasi kegiatan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, sehingga mempersempit celah bagi oknum di lingkungan pemerintah daerah untuk melakukan penyimpangan (menjaga akuntabilitas setiap individu di lingkungan pemerintah daerah).

Secara garis besar, sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka terdiri dari 3 hal pokok, yaitu: transparansi akan informasi publik sebagai fondasi utama tata kelola yang baik; partisipasi untuk memastikan adanya keterlibatan dari seluruh stakeholder pembangunan; serta akuntabilitas dalam pengertian seluruh pihak dapat dan wajib mempertanggungjawabkan keputusan dan aksi yang diambil.

Dalam upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang terbuka, idealnya ketiga hal pokok tersebut ditempatkan sebagai paradigma yang terdiri dari konsep-konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan/membangun sistem/model solusi efektif (Ahimsa, 2009). Ditinjau dalam perspektif pembangunan daerah, sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka dapat dibangun dan diimplementasikan oleh setiap kepala daerah terpilih sebagai pemegang kekuasaan di daerah. Sistem tersebut dapat dijabarkan sebagai strategi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan pedoman pembangunan daerah dan agenda kerja kepala daerah selama 5 tahun, untuk kemudian diturunkan menjadi program- program tahunan.

Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No. 25 /2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), dimana masing-masing kepala daerah (baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota) memiliki hak dan kewajiban untuk menentukan agenda kerja dan prioritas apa saja yang akan dituju dalam melaksanakan pembangunan selama satu periode (5 tahun). Namun demikian, karena tidak ada peraturan yang mengatur tentang kriteria kompetensi seorang kepala daerah dalam memahami dan menerapkan konsep open governance, maka tidak ada jaminan bahwa setiap kepala daerah dapat menempatkan sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka sebagai strategi prioritas dalam RPJMD daerahnya. Dokumen RPJMD memiliki kedudukan yang sangat strategis, karena dokumen ini menjadi dasar acuan bagi kepala daerah beserta satuan kerja perangkat daerah-nya (SKPD) dalam menentukan rencana kerja tahunan (selama lima tahun). Dengan kata lain, program – program pembangunan yang diimplementasikan setiap tahunnya (yang tertuang dalam renstra setiap SKPD) harus mengacu pada RPJMD, sehingga program-program tersebut memiliki landasan hukum yang kuat (Perda).

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kriteria-kriteria dari paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas sehingga dapat dimasukan ke dalam strategi RPJMD, yang kemudian dapat dijabarkan menjadi program-program konkret selama satu periode oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan diimplementasikan setiap tahunnya. Setelah kriteria dirumuskan, selanjutnya kriteria tersebut diterapkan dalam strategi RPJMD, sehingga dapat diketahui Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kriteria-kriteria dari paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas sehingga dapat dimasukan ke dalam strategi RPJMD, yang kemudian dapat dijabarkan menjadi program-program konkret selama satu periode oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan diimplementasikan setiap tahunnya. Setelah kriteria dirumuskan, selanjutnya kriteria tersebut diterapkan dalam strategi RPJMD, sehingga dapat diketahui

Saat ini Provinsi Jawa Barat secara nasional masih menempati posisi ke-3 sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak (4,38 Juta Orang, BPS 2013) dan di posisi yang sama sebagai provinsi dengan jumlah pengangguran terbesar (1,8 Juta Orang, BPS 2013). Selain itu Jawa Barat juga masih memiliki 2 (dua) kabupaten dan 60 desa yang masuk dalam kategori daerah tertinggal (KPDT, 2013), padahal lokasi Jawa Barat relatif dekat dengan Ibukota Negara. Kondisi tersebut yang menjadi dasar mengapa penulis tertarik untuk mengambil Jawa Barat sebagai objek dalam penelitian ini. Adapun kerangka pemikiran latar belakang penelitian ini disajikan dalam bentuk visualisasi skematik pada Gambar I.1 di bawah ini.

Gambar I.1 Visualisasi Skematik Latar Belakang Penelitian

I.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas telah terakomodasi dalam strategi pembangunan RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013.

2. Bagaimana implementasi paradigma yang telah terakomodasi dalam strategi pembangunan RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013.

1.3 Konsep Penelitian

Adapun konsep penelitian ini dijabarkan dalam visualisasi skematik alur pikir penelitian pada Gambar

I.2.

Gambar I.2 Visualisasi Skematik Alur Pikir Penelitian

Secara garis besar metodologi penelitian dilakukan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan telaah terhadap paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dengan menempatkan ketiga paradigma tersebut di dalam kerangka sistem pembangunan daerah yang mengacu pada UU No. 25/2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No.23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian dirumuskan kriteria-kriteria yang melandasi masing-masing paradigma tersebut.

2. Untuk memberikan gambaran mengenai pembangunan daerah dalam perspektif RPJMD, dijabarkan secara singkat visi, misi, tujuan, persoalan, arah kebijakan dan strategi pembangunan RPJMD Jawa Barat Tahun 2008-2013.

3. Selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap kriteria-kriteria pembentuk paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam strategi RPJMD Jawa Barat Tahun 2008-2013. Dalam tahap ini dapat diketahui kriteria mana saja yang telah terakomodasi dalam strategi RPJMD, untuk kemudian dilakukan simplifikasi menjadi paradigma apa yang telah terakomodasi dalam pembangunan Jawa Barat. Alat bantu yang digunakan untuk melakukan verifikasi adalah tabel (matriks).

4. Setelah tahap verifikasi, dilakukan analisis implementasi pada kriteria yang terakomodasi dalam RPJMD. Analisis dilakukan berdasarkan strategi (yang mewujudkan kriteria), kemudian menjabarkan program dan indikator program, untuk kemudian menampilkan target dan capaian indikator dari masing-masing strategi. Penelaahan data untuk kebutuhan analisis mencakup dokumen LKPJ, LPPD, Lakip, Jawa Barat Dalam Angka (2009-2013) dan sumber lainnya (media).

I.4 Kemanfaatan Penelitian

Penelitian ini memiliki kemanfaatan sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi informasi mengenai pemetaan paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013.

2. Kriteria-kriteria pembentuk paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui apakah RPJMD provinsi lainnya (baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota) telah menggunakan ketiga paradigma tersebut dalam pembangunan daerahnya selama satu periode. Lebih jauh lagi dalam tataran perencanaan pembangunan daerah, para pembuat kebijakan (kepala daerah/SKPD,dll) dapat memperoleh gambaran untuk merancang strategi pembangunan beserta program-program

I.5 Unsur Kebaruan Penelitian

Dalam penelitian ini unsur kebaruan terletak pada identifikasi jaringan interaksi paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam sistem pembangunan daerah yang mengacu pada UU No.23/2014 dan UU No. 25/2004, serta pembentukan kriteria dari masing-masing paradigma yang kemudian diverifikasi ke dalam strategi RPJMD.

I.6 Asumsi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan asumsi bahwa semua data yang digunakan dalam analisis, yaitu data-data indikator capaian pembangunan Provinsi Jawa Barat yang bersumber dari dokumen LKPJ, LPPD, Lakip, Jawa Barat Dalam Angka (publikasi BPS) adalah benar dan dapat dipercaya (tahun dokumen: 2009-2013).

BAB 2 Temuan Penelitian

2.1 Open Governance dalam Pembangunan Daerah

Pasca reformasi tahun 1998, istilah tata kelola pemerintahan yang terbuka (open governance) kerap didengungkan oleh berbagai organisasi internasional (World Bank, IMF, OECD, dsb) dan digunakan oleh banyak orang di Indonesia, baik oleh LSM, akademisi, politikus, budayawan, rohaniawan, masyarakat umum, bahkan birokrat, untuk merespon persoalan-persoalan di arena pemerintahan, seperti buruknya pelayanan publik, maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Persoalan tersebut menjadi hambatan utama dalam mewujudkan tujuan pembangunan, yang menurut Todaro (2005) terdiri dari 3 hal pokok, yaitu :

1) Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan pokok, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan.

2) Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materil, melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

3) Perluasan pilihan – pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai – nilai kemanusiaan mereka.

Oleh karena itu sebagai suatu prinsip, open governance wajib difahami dan diimplementasikan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih sebagai syarat mencapai tujuan pembangunan. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya pada bagian latar belakang, diketahui bahwa terdapat 3 paradigma yang mendasari prinsip open governance, yaitu (1) paradigma transparansi, (2) partisipasi dan (3) akuntabilitas. Ketiga paradigma tersebut bersifat saling melengkapi dan tidak dapat dipandang secara parsial. Sehingga perlu disepakati bahwa untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan terbuka, ketiga paradigma tersebut harus diimplementasikan secara bersamaan. (Gambar II.1)

Partisipasi

Open Governance

Tra spara si

Aku ta ilitas

Gambar II.1 Keterkaitan antara Paradigma Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas

Pada intinya transparansi informasi tidak memiliki arti ketika masyarakat tidak secara aktif merespon informasi tersebut (masyarakat cenderung apatis), atau dengan kata lain tidak terdapat feedback berupa ide, gagasan, kritik dan saran dari masyarakat untuk pemerintah. Begitu pula sebaliknya ketika masyarakat aktif berpartisipasi, namun kualitas informasi yang tersedia dari pemerintah kurang baik (tidak menjelaskan fungsi, wewenang pemerintah dan keputusan apa yang dilakukan pemerintah, serta tidak menjelaskan alasan dari putusan tersebut sehingga dapat dikatakan tidak valid/tidak dapat dipertanggungjawabkan) atau dengan kata lain tidak akuntabel, maka keterbukaan informasi dan partisipasi masyarakat akan menjadi suatu hal yang sia-sia.

Dalam konteks pembangunan daerah, telah diamanatkan bahwa perencanaan pembangunan daerah harus dirumuskan secara transparan, akuntabel dan partisipatif (Permendagri No 54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah). Adapun masing-masing definisi menurut peraturan tersebut adalah sebagai berikut :

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, yaitu membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak

Transparansi diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan

perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, yaitu setiap kegiatan dan hasil akhir

harus dapat

Akuntabilitas dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi negara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f, merupakan hak masyarakat untuk terlibat dalam setiap proses tahapan perencanaan pembangunan daerah dan bersifat inklusif terhadap kelompok masyarakat rentan

Partisipasi termarginalkan, melalui jalur khusus komunikasi untuk mengakomodasi

aspirasi kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses dalam pengambilan kebijakan.

Namun demikian, dalam implementasinya belum ada peraturan yang menjelaskan secara spesifik mengenai posisi paradigma transparansi, akuntabilitas dan partisipasi di dalam sistem desentralisasi dan otonomi daerah yang dijalankan di Indonesia. Sehingga pemerintah daerah memaknai implementasi dari ketiga paradigma tersebut hanya sebatas kegiatan mengunggah informasi perencanaan pembangunan dan keuangan daerah, serta menyediakan kolom pengaduan di situs Pemda. Hal ini tentu tidak dapat disalahkan. Namun, pemaknaan dan kegiatan tersebut sangat kurang dalam upaya menciptakan partisipasi aktif dari seluruh stakeholder (pemerintah, masyarakat, institusi pendidikan, sektor swasta, dsb) untuk memberi ide, gagasan, serta mengawasi kegiatan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, sehingga bermuara pada terciptanya pemerintahan yang bersih dan tercapainya tujuan pembangunan. Sebagai ilustrasi, meskipun saat ini seluruh Pemda telah memiliki situs yang memuat informasi terkait pembangunan, namun tetap saja banyak kepala daerah dan perangkat daerahnya yang ditangkap Jaksa atau KPK karena penyalahgunaan anggaran. Menurut Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan, sudah terdapat 325 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi (Mei 2014) (Republika, 9 Mei 2014).

Lebih jauh lagi, karena masyarakat cenderung tidak memahami tata cara penyelenggaraan pembangunan daerah, maka hal ini menjadi celah bagi oknum di pemerintah daerah tertentu untuk melakukan penyimpangan. Sebagai contoh, dalam dokumen hasil pembangunan yang diunggah ke situs Pemda, seharusnya dijabarkan seluruh program beserta target capaian pembangunan tahunan pada seluruh indikatornya, sehingga masyarakat dapat dengan mudah memahami bahwa pelaksanaan program pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan benar-benar ditujukan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Namun saat ini banyak pemerintah daerah yang tidak melakukan hal itu, sehingga dapat dikatakan program pembangunan yang dijalankan hanya bersifat proyek (project oriented) untuk menyerap APBD tanpa memenuhi kebutuhan masyarakat dan menghasilkan capaian yang seharusnya dicapai. Penjelasan dalam bentuk skematik disajikan pada Gambar II.2 berikut ini.

Gambar II.2 Contoh Program Pembangunan yang berorientasi target dan berorientasi proyek

Berdasarkan penjelasan paragraf di atas, idealnya implementasi paradigma transparansi, partisipasi dan akuntabilitas ditempatkan ke dalam konteks sistem desentralisasi dan otonomi daerah, yang selanjutnya disebut sistem pembangunan daerah. Dengan kata lain, ketiga paradigma tersebut bukan hanya digunakan pada saat merumuskan perencanaan pembangunan saja, tetapi bagaimana merumuskan perencanaan yang memasukan paradigma tersebut ke dalam sistem pembangunan daerah. Tentunya dengan menjabarkan ke dalam RPJMD, untuk kemudian diturunkan menjadi program tahunan oleh SKPD. Hal ini dilakukan agar program-program tersebut (yang bertujuan untuk mewujudkan open governance) memiliki kejelasan secara administratif dan kejelasan secara hukum. Untuk itu paradigma transparansi, akuntabilitas dan partisipasi harus mengacu pada UU No. 25/2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No. 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Dengan demikian dapat terposisikan secara lebih spesifik hal apa saja yang harus masuk ke dalam ranah transparansi informasi, akuntabilitas, dan hal apa saja yang harus masuk ke dalam ranah partisipasi. Selanjutnya dalam Gambar II.3 disajikan secara garis besar skema sistem pembangunan daerah menurut UU No. 25/2004 dan UU No. 23/2014.

Gambar II.3 Skema sistem pembangunan daerah

Dalam sistem pembangunan daerah seperti dijabarkan pada Gambar II.3, terbentuk jaringan interaksi yang kompleks antara pemerintah daerah dengan stakeholder-nya, yang meliputi pemerintah pusat dan masyarakat (pelaku usaha, LSM, akademisi, dll). Jaringan tersebut saling berelasi dan bernegosiasi sehingga menghasilkan kesepakatan-kesepakatan formal berupa dokumen-dokumen kebijakan dan serangkaian proses, mulai dari perencanaan program, pelaksanaan program, hasil pelaksanaan, hingga tahap evaluasi. Agar tercipta tata kelola yang terbuka di dalam sistem tersebut, maka paradigma transparansi, akuntabilitas dan partisipasi harus jelas terposisikan dalam jaringan interaksi pada sistem pembangunan daerah, sehingga menjadi bagian dari sistem tersebut. Uraian lebih lanjut disajikan dalam penjelasan berikut ini.

Tabel II.1 Jaringan interaksi Paradigma Transparansi, Akuntabilitas dan Partisipasi yang harus terbentuk dalam Sistem Pembangunan Daerah

Interaksi Paradigma Transparansi (biru), Akuntabilitas (merah), Partisipasi Paradigma

(hitam) yang harus terbentuk dalam sistem pembangunan daerah. 1. Transparansi.

Presiden RPJPN RPJPD

Mengacu pada definisi yang telah disebutkan sebelumnya, diketahui RPJMN RPJMD

Musrenbangnas

bahwa masyarakat memiliki hak

LPPD Mendagri

untuk memperoleh informasi yang

Bappeda

benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara.

Kepala Daerah

Dalam konteks pemerintahan ke Publik Musrenbangda daerah, proses penyelenggaraan negara mencakup seluruh jaringan

Laporan

Masyarakat Daerah

interaksi sebagaimana

yang

(Pengusaha,LSM,Akademisi, dsb)

tercantum dalam kolom 2. Sehingga

Renstra

keseluruhan interaksi tersebut harus

LKPJ

bersifat transparan.

DPRD

SKPD APBD

2. Akuntabilitas

Presiden

RPJPN RPJPD Mengacu pada definisi yang telah

disebutkan sebelumnya, diketahui

RPJMN bahwa setiap kegiatan dan hasil

RPJMD

akhir dari perencanaan

Kepala Daerah Bappeda

pembangunan daerah harus dapat

dipertanggungjawabkan

kepada

Laporan ke Publik Musrenbangda

masyarakat/rakyat.

Dengan

demikian, seluruh individu yang

Masyarakat Daerah

terlibat dalam proses pembangunan (Pengusaha,LSM,Akademisi, dsb) daerah (kolom disamping) harus

LKPJ DPRD

dapat mempertanggungjawabkan setiap hal yang dikerjakannya.

Mengacu pada definisi yang telah disebutkan sebelumnya, diketahui

RPJPD bahwa partisipasi mencakup hak

RPJPN

masyarakat untuk terlibat dalam

Musrenbangnas

RPJMN

setiap proses tahapan perencanaan

RPJMD

pembangunan daerah dan bersifat

Kepala Daerah

Bappeda perencanaan pembangunan meliputi

inklusif. Dalam konteks ini, tahapan

Laporan ke Publik

interaksi pada kolom disamping,

SKPD

Musrenbangda dan kewajiban untuk berpartisipasi

Masyarakat Daerah

sehingga masyarakat memiliki hak

(Pengusaha,LSM,Akademisi, dsb)

dalam interaksi tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas, setiap garis menandakan relasi dan negosiasi antar aktor, atau aktor dengan dokumen-dokumen sebagai artefak. Sedangkan warna dari setiap garis menandakan posisi ketiga paradigma yang harus terbentuk dalam interaksi tersebut. Diketahui bahwa terdapat 27 garis biru (transparansi), 28 garis merah (akuntabilitas), dan 12 garis hitam (partisipasi). Jaringan interaksi yang tertera pada Tabel II.1 di atas selanjutnya dijadikan dasar untuk membentuk kriteria masing- masing paradigma yang dibahas pada sub bab 2.2 selanjutnya.

2.2 Identifikasi Kriteria-Kriteria Paradigma Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas

Pada sub bab sebelumnya telah dijabarkan peta yang menunjukan posisi ketiga paradigma dalam sistem pembangunan daerah. Kemudian pada sub bab ini dijabarkan kriteria-kriteria yang terbentuk dari masing-masing paradigma berdasarkan peta tersebut. Kriteria setiap paradigma bersifat saling berkaitan satu sama lain sehingga membentuk sistem untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang terbuka.

Oleh karena itu seluruh kriteria-kriteria yang terbentuk harus dapat diakomodasi oleh pemerintah daerah ke dalam strategi-strategi RPJMD. Kemudian dijabarkan lebih spesifik menjadi program konkret tahunan ke dalam Renstra SKPD yang disesuaikan dengan karakteristik daerahnya (geografis, demografis, keuangan daerah dan penentuan SKPD sebagai pelaksana), sehingga program tersebut dapat diimplementasikan dengan payung hukum yang kuat (karena RPJMD disahkan menjadi Perda). Adapun penjabaran lebih lanjut disajikan dalam Tabel II.2, Tabel II.3 dan Tabel II.4 berikut ini.

Tabel II.2 Identifikasi Kriteria-Kriteria Paradigma Transparansi dalam Sistem Pembangunan Daerah

Peta Jaringan Interaksi Paradigma Transparansi dalam

Kriteria Yang Terbentuk

Penjelasan

Sistem Pembangunan Daerah

sosialisasi Dalam konteks ini masyarakat harus diberikan sosialisasi tentang tahapan dan mengenai tahapan dan tata tata cara melakukan perencanaan pembangunan daerah sebagaimana yang cara melakukan perencanaan tercantum dalam peta jaringan pada kolom 1. Hal ini untuk menciptakan pembangunan

A. Terdapat

daerah pemahaman kepada masyarakat, bahwa setelah memilih kepala daerah dan

kepada masyarakat.

wakilnya, pelaksanaan pembangunan harus dilakukan melalui serangkaian cara dan tahapan yang kompleks dan sangat menentukan hasil dari pembangunan. Oleh karena itu masyarakat harus turut mengawasi dan bersikap kritis terhadap pelaksanaan dari tahapan-tahapan tersebut.

B. Terdapat

sosialisasi Dalam kolom 1 dapat teramati bahwa relasi kuasa kepala daerah sangat tinggi.

mengenai

peran

dan Seorang kepala daerah memiliki kewenangan penuh dalam menentukan arah

kepala pembangunan daerah, serta bertanggung jawab terhadap kualitas setiap daerah beserta perangkat kepala SKPD beserta jajarannya (dalam hal ini kepala daerah memiliki daerah-nya (SKPD) kepada kewenangan dalam menentukan setiap kepala SKPD yang menjadi perangkat masyarakat.

tanggung

jawab

kerja-nya). Jenis informasi tersebut dan informasi spesifik lainnya terkait hal itu harus diperlakukan secara transparan kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengawasi dengan seksama proses pembangunan daerah berdasarkan peran dan tanggung jawab kepala daerah beserta perangkatnya (memudahkan masyarakat untuk mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas suatu persoalan (jika ada persoalan)).

Keterangan :

sosialisasi Undang-undang mengamanatkan bahwa pembangunan ditujukan untuk Garis biru menandakan interaksi

C. Terdapat

program kerja kepala daerah mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sehingga program kerja kepala daerah transparansi yang harus terbentuk dalam sistem

paradigma

kepada secara umum yang tercantum dalam dokumen RPJMD, yang kemudian pembangunan daerah.

(tahunan/periode)

masyarakat.

dijabarkan lebih spesifik ke dalam Renstra SKPD yang di dalamnya tercantum rincian anggaran biaya pembangunan, harus ditujukan semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat pula. Dengan demikian informasi program kerja tersebut harus diperlakukan dengan transparan, hal ini dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

D. Terdapat informasi terkait Dalam kolom 1 dapat teramati bahwa tindak lanjut (pelaksanaan) dari apa proses pelaksanaan program yang telah disusun oleh kepala daerah beserta Bappeda dalam RPJMD,

Peta Jaringan Interaksi Paradigma Transparansi dalam

Kriteria Yang Terbentuk

Penjelasan

Sistem Pembangunan Daerah

pembangunan yang lengkap, kemudian dijabarkan menjadi Renstra oleh setiap SKPD, harus terinformasikan mudah dijangkau dan tepat secara lengkap, tepat waktu, kepada masyarakat disertai akses informasi yang waktu kepada masyarakat.

mudah. Dengan mengetahui pelaksanaan program pembangunan, dapat terbentuk sense of belonging masyarakat terhadap pelaksanaan tersebut, sehingga masyarakat turut memantau pelaksanaanya. Dengan demikian mempersempit celah setiap oknum yang ingin memanipulasi pelaksanaan dari seluruh rencana pembangunan.

E. Terdapat informasi terkait Dalam kolom 1 dapat teramati bahwa kepala daerah menyerahkan 3 jenis

hasil

evaluasi laporan terkait hasil dari program pembangunan, yakni menyerahkan LKPJ pembangunan yang lengkap, kepada DPRD, LPPD kepada mendagri, kemudian menyerahkan laporan ke mudah dijangkau dan tepat publik. Kemudian setiap tahunnya Bappeda melakukan evaluasi terhadap waktu kepada masyarakat.

dan

pelaksanaan pembangunan yang disampaikan kepada kepala daerah. Seluruh proses tersebut harus diperlakukan secara transparan kepada masyarakat daerah, sehingga masyarakat dapat mengetahui penilaian, tanggapan, atau koreksi yang diberikan DPRD dan Mendagri atas hasil dari program pembangunan yang telah dijalankan.

F. Terdapat Informasi kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang masyarakat tentang harta Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme menentukan bahwa kekayaan

daerah penyelenggara negara termasuk kepala daerah wajib melaporkan harta beserta perangkat daerahnya kekayaanya kepada publik sebelum, selama dan sesudah menjabat. Kemudian (SKPD).

kepala

Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 Tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mewajibkan pejabat Eselon II untuk melaporkan hal yang sama (kepala SKPD di pemerintah daerah merupakan pejabat Eselon II).

G. Terdapat Informasi terkait Pelayanan publik menjadi salah satu urusan wajib yang diamanatkan oleh

dengan

pelayanan publik undang-undang kepada seluruh pemerintah daerah. Dengan demikian seluruh (pembuatan imb, pelayanan program yang masuk dalam kategori ini harus terinformasikan secara pajak, kependudukan, dll) transparan. yang

lengkap,

mudah

dijangkau dan tepat waktu.

Tabel II.3 Identifikasi Kriteria-Kriteria Paradigma Akuntabillitas dalam Sistem Pembangunan Daerah

Peta Jaringan Interaksi Paradigma Akuntabilitas dalam

Kriteria Yang Terbentuk

Penjelasan

Sistem Pembangunan Daerah

A. Adanya penetapan target Dalam kolom 1 terdapat interaksi mengenai penetapan target tahunan pada

tahunan

pada

seluruh indikator pembangunan yang disusun oleh masing-masing SKPD beserta Bappeda dan disetujui oleh Kepala Daerah. Uraian mengenai target tersebut

indikator pembangunan.

harus tercantum pada seluruh dokumen perencanaan (RPJPD, RPJMD dan Renstra setiap SKPD). Fungsi dari penetapan target adalah sebagai salah satu acuan berhasil/tidaknya pelaksanaan program pembangunan. Dengan demikian, keseluruhan program pembangunan harus memiliki target yang jelas dan terukur pada setiap indikatornya. Hal ini melibatkan seluruh SKPD yang menentukan setiap target, serta Bappeda yang menyusun target tersebut dan Kepala Daerah yang menyetujuinya.

B. Adanya laporan kinerja Dalam jaringan interaksi dalam kolom 1, jajaran SKPD merupakan unsur yang

setiap

yang memiliki kedudukan penting. Kualitas kinerja SKPD sangat menentukan kualitas proses pelaksanaaan pembangunan, mulai dari perencanaan, implementasi dipublikasikan ke masyarakat. hingga kualitas output. Dengan demikian seluruh individu yang merupakan

SKPD

bagian dari SKPD dituntut untuk memiliki performance kerja yang baik. Sehingga perlu ada penilaian kinerja setiap SKPD yang dipublikasikan ke masyarakat.

C. Adanya pelatihan dan Dalam menciptakan sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka, hal yang pendidikan clean government tidak kalah penting adalah bagaimana menumbuhkan budaya kerja birokrat

yang akuntabel, dimana setiap individunya dituntut harus memiliki integritas

lingkungan dan tanggungjawab dalam melakukan setiap pekerjaan. Untuk itu, birokrat

perlu menginternalisasikan tujuan dari penerapan sistem ini, sehingga masing- Keterangan : masing individu berorientasi untuk menciptakan pemerintahan yang bersih Garis merah menandakan interaksi paradigma (clean government). Hal ini dapat dilakukan dengan menyelenggarakan akuntabilitas yang harus terbentuk dalam sistem

Pemda.

pelatihan pendidikan mengenai clean government.

pembangunan daerah. D. Adanya laporan-laporan Dalam setiap dokumen yang menjelaskan hasil pelaksanaan program

program pembangunan yang pembangunan (laporan evaluasi, LKPJ, LPPD, dan laporan ke publik) harus dicantumkan apakah realisasi target tersebut tercapai atau tidak, beserta

mengacu pada targetnya.

alasanya (jika tidak tercapai). Dengan demikian implementasi program-program

Peta Jaringan Interaksi Paradigma Akuntabilitas dalam

Kriteria Yang Terbentuk

Penjelasan

Sistem Pembangunan Daerah

pembangunan dapat dipertanggungjawabkan.

E. Adanya peraturan yang Untuk menciptakan jaringan interaksi yang akuntabel sebagaimana tergambar menjelaskan

konsekuensi dalam kolom 1, dituntut komitmen seluruh birokrat sebagai motor penggerak pemerintahan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai prosedur dan dengan pelanggaran yang dilakukan penuh tanggungjawab. Untuk meminimalkan potensi kelalaian birokrat dalam

oleh perangkat daerah terkait melaksanakan pekerjaan, perlu dibuat sanksi yang jelas dan spesifik, yang dapat kinerja.

menimbulkan efek jera, bukan hanya sekedar sanksi administratif yang tertutup dari pengamatan publik. Sebagai contoh, foto wajah birokrat yang melakukan

penyimpangan/kelalaian dapat ditampilkan di instansi tempat kerjanya.

Tabel II.4 Identifikasi Kriteria-Kriteria Paradigma Partisipasi dalam Sistem Pembangunan Daerah

Peta Jaringan Interaksi Paradigma Partisipasi dalam

Kriteria Yang Terbentuk

Penjelasan

Sistem Pembangunan Daerah

A. Adanya

media

yang Dalam konteks pembangunan daerah saat ini, media yang secara konkret

memfasilitasi

masyarakat memfasilitasi partisipasi masyarakat hanya pemilukada dan musrenbang, proses itupun memiliki banyak celah untuk direkayasa/dimanupulatif oleh untuk berpartisipasi dalam oknum yang berkepentingan. Dengan demikian perlu media partisipasi yang

proses

perencanaan

dan lebih banyak, yang menjangkau proses-proses penting seperti tergambar

pelaksanaan pembangunan.

dalam kolom 1, namun tetap dalam batasan dimana masyarakat masih bisa berbagi ide, gagasan, kritik dan saran dalam proses tersebut. Hal ini dapat

SKPD dilakukan dengan membuat media yang memungkinkan interaksi masyarakat kepada kepala daerah, SKPD, termasuk Bappeda yang melakukan evaluasi

perencanaan pembangunan baik secara langsung atau virtual. Kepala daerah Keterangan :

dapat membentuk suatu tim, atau menunjuk SKPD tertentu sebagai Garis hitam menandakan interaksi paradigma

penanggungjawab pengelolaan media partisipasi tersebut (kegiatan ini sangat partisipasi yang harus terbentuk dalam sistem

mungkin untuk dilakukan).

pembangunan daerah.

Peta Jaringan Interaksi Paradigma Partisipasi dalam

Kriteria Yang Terbentuk

Penjelasan

Sistem Pembangunan Daerah

B. Adanya

media

yang Seluruh hasil implementasi dari kegiatan perencanaan pembangunan yang di

memungkinkan

publik ilustrasikan dalam kolom 1 harus dapat direspon oleh masyarakat. Sebagai contoh harus ada media yang dapat memfasilitasi masyarakat dalam

merespon

(memberikan

menindaklanjuti/merespon laporan pertanggungjawaban tahunan kepala feedback) hasil dan evaluasi daerah. Kemudian, karena Bappeda setiap tahunnya berkewajiban melakukan

dari pembangunan.

evaluasi implementasi dari rencana pembangunan, maka harus ada juga media yang memfasilitasi masyarakat untuk merespon hasil evaluasi tersebut. Kepala daerah dapat membentuk tim khusus atau menunjuk SKPD yang relevan untuk menjadi pelaksana teknisnya, hal ini sangat mungkin dilakukan.

C. Adanya peraturan yang Partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah bukan hanya dapat mengatur

partisipasi meningkatkan kualitas pembangunan, melainkan juga dapat menjadi penghambat pelaksanaan pembangunan, jika dilakukan tanpa regulasi yang

masyarakat.

jelas. Dengan demikian, untuk menciptakan partisipasi yang baik, setiap pemerintah daerah memiliki hak untuk menentukan batasan-batasan masyarakat dalam berpartisipasi, tentunya harus bersifat memperluas batasan tersebut sesuai dengan peraturan perundangan.

sosialisasi Untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap hak dan kewajibannya mengenai bentuk, peran dan dalam melakukan tindakan partisipatif sebagaimana interaksi pada kolom 1,

D. Adanya

maka perlu sosialiasi mengenai bentuk, peran dan tata cara dalam melakukan

tata

cara

partisipasi partisipasi. Orientasi pemerintah daerah dalam hal ini adalah mengedukasi

masyarakat

dalam seluruh masyarakat (bukan hanya masyarakat yang mengenyam pendidikan

pembangunan daerah.

tinggi) untuk faham akan kedudukannya dalam proses pembangunan daerah.

2.3 Gambaran Singkat RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013

Setelah menjabarkan kriteria-kriteria dari setiap paradigma, kemudian pada bagian ini dibahas secara ringkas mengenai RPJMD Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013. Adapun landasan hukum penyusunan dokumen RPJMD disampaikan dalam Tabel II.5 di bawah ini.

Tabel II.5 Landasan hukum RPJMD

No.

Landasan Hukum RPJMD

1. UU 25/2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional (SPPN)

2. UU 17/ 2003 tentang keuangan Negara

3. UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah

4. UU 33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

5. PP 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah

6. PP65/2005 tentang pedoman penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal

7. Permendagri 6/2007 tentang petunjuk teknis penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal

8. SE Mendagri 050/2020/SJ Tahun 2005 tentang petunjuk penyusunan dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah Kabupaten/Kota

9. SEB MenPPN/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri 0008/M.PPN/01/2007/050/264A/SJ tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tahun 2007

10. Permendagri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

11. PP 8/2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah

Sumber : RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013

Dalam perspektif perencanaan pembangunan daerah, RPJMD didefinisikan sebagai dokumen resmi rencana pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan selama 5 (lima) tahun. RPJMD berisi penjabaran visi, misi, tujuan dan permasalahan pembangunan yang kemudian dituangkan ke dalam arah kebijakan dan strategi yang akan digunakan. Kemudian strategi yang tercantum dalam RPJMD dijabarkan oleh setiap SKPD ke dalam program tahunan (RPJMD menjadi pedoman pembuatan program tahunan setiap SKPD). Dengan kata lain, program-program yang diimplementasikan setiap tahunnya harus menginduk pada strategi yang telah ditetapkan dalam RPJMD.

RPJMD Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013 merupakan tahap kedua berdasarkan pada RPJPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025. Adapun struktur dari RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008- 2013 disajikan pada Gambar II.4.

Gambar II.4 Struktur RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013

Berdasarkan penjabaran struktur RPJMD pada Gambar II.4 dapat diketahui bahwa terdapat 1 visi, 5 misi dan 151 strategi (151 strategi dijabarkan dalam lampiran) untuk mencapai visi, misi tersebut. Selanjutnya dilakukan verifikasi kriteria-kriteria paradigma transparansi, akuntabilitas dan partisipasi yang telah terbentuk dalam 151 strategi tersebut. Uraian ini dibahas pada sub bab selanjutnya.

2.4 Verifikasi Kriteria dari Paradigma Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas dalam Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013

Pada Sub Bab 2.2 telah teridentifikasi kriteria dari masing-masing paradigma, dan pada Sub Bab 2.3 telah diketahui bahwa dalam RPJMD Jawa Barat tahun 2008-2013 terdapat 151 strategi untuk mewujudkan visi pembangunan Jawa Barat tahun 2008-2013. Kemudian pada sub bab ini disajikan uraian mengenai verifikasi kriteria-kriteria paradigma dalam strategi RPJMD.

2.4.1 Proses Verifikasi Kriteria dari Paradigma Transparansi, Partisipasi dan Akuntabilitas dalam Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013