Indonesia adalah Taman yang Indah
# Dari Kegiatan Talk Show Pendidikan Multikultural
Indonesia adalah Taman yang Indah
Keindonesiaan kita ibarat taman indah dengan beranekaragam kembang dan warna. Namun
taman itu punya masalah dengan adanya masalah global, nasional dan juga lokal. Ada berbagai
bentuk kekerasan yang menolak adanya perbedaan dan keragaman di antara kita, yang
menunjukkan bahwa taman indah kita sudah mulai terganggu keindahannya.
Demikian gambaran yang diungkapkan Pdt. Dr. Junus E. E. Inabuy, STM, salah satu narasumber
dalam talkshow yang digelar Forum Pemuda Lintas Agama bersama Komunitas Peacemaker
Kupang, KOMPAK, Jumat (19/5) lalu.
Pada kesempatan itu, peraih gelar doktor bidang etika dari Amerika itu menyoroti masalah utama
pentingnya komunikasi. Sebab menurutnya, penyebab munculnya banyak masalah disintegrasi
bangsa ini karena kurangnya komunikasi. "Saya berpikir bahwa islam itu begini atau begitu,
padahal sebenarnya tidak seperti itu. Sebab itu cuma pikiran saya tentang Islam, belum tentu
Islam yang sesungguhnya seperti itu. Apalagi sudah bawa-bawa trauma masa lalu. Itu akar
munculnya masalah-masalah yang sebentulnya tidak perlu. Itu karena tidak ada komunikasi.
Kalau ada komunikasi tentu lain ceritanya," katanya.
Mantan Dekan pada Fakultas Teologi UKAW itu juga menegaskan pentingnya memahami
dengan benar maksud dari pluralisme. Sebab menurutnya pluralisme tidak bermaksud
menghapus identitas seseorang. Pluralisme menurutnya adalah bentuk sinergitas dari identitas
yang beragam di antara kita."Jadi persoalan kita, ada di antara dua kutub, identitas tapi juga
jangan lupa solidaritas. Tidak boleh menghapus salah satu. Pluralisme tidak bermaksud
menghapus identitas, saya sebagai apa, ya sebagai itu saja, tapi identitas anda tidak usah
menguburkan diri pada fanatisme, yang membuat anda kehilangan solidaritas. Yang saya
maksudkan dengan pluralisme adalah sinergitas dari identitas yang beragam itu. Seperti taman
itu. Kalau Anda membuat taman itu satu warna saja apa indahnya? Biarkanlah dia natural
bertumbuh dalam identitas masing-masing dan anda akan tetap punya taman Indonesia yang luar
biasa," kata Inabuy, disambut tepukan tangan para undangan.
Lebih lanjut Pendeta GMIT yang juga seorang karateka itu, mempertanyakan apa perlunya
agama, jika agama itu itu sendiri memecahkan persaudaraan. "Saya sering bertanya pada temanteman teolog, kalau agama itu memisahkan persaudaraan kita di Indonesia, apa agama itu masih
perlu?" tandasnya.
Kondisikan Penerimaan atas Perbedaan Sejak Dini
Melihat realitas di Indonesia umumnya, dan di Kota Kupang khususnya, di mana kita saat ini
masih terus menggumuli dinamika yang sangat rentan dalam menjembatani berbagai perbedaan
berlatarbelakang suku, agama, ras, dan golongan, Forum Pemuda Lintas Agama bersama
Komunitas Peacemaker Kupang, KOMPAK, mengadakan sebuah talkshow dengan tajuk
Pendidikan Multikultural. Talkshow yang digelar, Jumat (19/5) di Celebes Resto and Café, Kayu
Putih Kupang itu, mengangkat tema kecil, Upaya membangun keberagaman yang inklusif.
Pendidikan dan sistem yang mengaturnya, perlu senantiasa menciptakan kondisi penerimaan
terhadap segala perbedaan yang ada. Demikian digariskan Zarniel Woleka, Ketua Forum Pemuda
Lintas Agama, pada pengantar dalam Term Of Reference kegiatan itu.
Saat pembukaan kegiatan, Woleka, dalam sambutannya juga menyebutkan, keragaman yang ada
di sekitar kita memberikan kontribusi dinamika kehidupan kita di dalam bermasyarakat dan hal
tersebut juga ikut memberi pengaruh pada pemahaman anak-anak kita. "Pertemuan yang
bermartabat ini kami harapkan bisa menjadi amunisi baru untuk menghidupi semangat kita
dalam membangun keberagaman dan toleransi di antara kita," kata Woleka.
Karenanya pada kesempatan itu, KOMPAK dan Forum Pemuda Lintas Agama juga
menghadirkan guru-guru dari berbagai sekolah di Kota Kupang dan pihak pemerintah, dalam hal
ini Kementerian Agama, Kantor Wilayah Provinsi NTT, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi NTT, yang diharapkan bisa ikut mendorong terciptanya kebijakan lokal dalam dunia
pendidikan di NTT dalam membangun keberagaman dan toleransi yang inklusif.
Woleka menjelaskan, kegiatan yang berlangsung di Celebes Resto and Café Kupang tersebut
tidak bermaksud untuk mengkritisi dinas pendidikan atau pemerintah tetapi ingin agar semua
pihak yang berkompeten sama-sama mencari solusi dan memberi ruang bagi terciptanya dialog
demi mewujudkan kerukunan di NTT dan sebagai wahana pembangunan solidaritas
kebersamaan antar berbagai elemen pendidikan lintas agama di Kota Kupang.
Dia juga menyebutkan, target lain yang ingin dicapai dari diskusi itu adalah adanya kesempatan
membangun komitmen bersama dari berbagai pihak dalam menyebarkan nilai-nilai
keberagaman di dunia pendidikan melalui para pelaku pendidikan. Hadir sebagai pembicara pada
kegiatan itu antara lain, Budayawan NTT Pater Gregorius Neonbasu, SVD, Ph.D, tokoh agama
Pdt. Dr. Junus E. E. Inabuy, STM, dan Kepala Sekolah SD Abdi Kasih Bangsa, Ibu Ietje Inabuy,
S.Pd yang ikut berbagi cerita tentang bagaimana sekolahnya menerapkan pendidikan bernuansa
multikultural. (Theny Panie)
Indonesia adalah Taman yang Indah
Keindonesiaan kita ibarat taman indah dengan beranekaragam kembang dan warna. Namun
taman itu punya masalah dengan adanya masalah global, nasional dan juga lokal. Ada berbagai
bentuk kekerasan yang menolak adanya perbedaan dan keragaman di antara kita, yang
menunjukkan bahwa taman indah kita sudah mulai terganggu keindahannya.
Demikian gambaran yang diungkapkan Pdt. Dr. Junus E. E. Inabuy, STM, salah satu narasumber
dalam talkshow yang digelar Forum Pemuda Lintas Agama bersama Komunitas Peacemaker
Kupang, KOMPAK, Jumat (19/5) lalu.
Pada kesempatan itu, peraih gelar doktor bidang etika dari Amerika itu menyoroti masalah utama
pentingnya komunikasi. Sebab menurutnya, penyebab munculnya banyak masalah disintegrasi
bangsa ini karena kurangnya komunikasi. "Saya berpikir bahwa islam itu begini atau begitu,
padahal sebenarnya tidak seperti itu. Sebab itu cuma pikiran saya tentang Islam, belum tentu
Islam yang sesungguhnya seperti itu. Apalagi sudah bawa-bawa trauma masa lalu. Itu akar
munculnya masalah-masalah yang sebentulnya tidak perlu. Itu karena tidak ada komunikasi.
Kalau ada komunikasi tentu lain ceritanya," katanya.
Mantan Dekan pada Fakultas Teologi UKAW itu juga menegaskan pentingnya memahami
dengan benar maksud dari pluralisme. Sebab menurutnya pluralisme tidak bermaksud
menghapus identitas seseorang. Pluralisme menurutnya adalah bentuk sinergitas dari identitas
yang beragam di antara kita."Jadi persoalan kita, ada di antara dua kutub, identitas tapi juga
jangan lupa solidaritas. Tidak boleh menghapus salah satu. Pluralisme tidak bermaksud
menghapus identitas, saya sebagai apa, ya sebagai itu saja, tapi identitas anda tidak usah
menguburkan diri pada fanatisme, yang membuat anda kehilangan solidaritas. Yang saya
maksudkan dengan pluralisme adalah sinergitas dari identitas yang beragam itu. Seperti taman
itu. Kalau Anda membuat taman itu satu warna saja apa indahnya? Biarkanlah dia natural
bertumbuh dalam identitas masing-masing dan anda akan tetap punya taman Indonesia yang luar
biasa," kata Inabuy, disambut tepukan tangan para undangan.
Lebih lanjut Pendeta GMIT yang juga seorang karateka itu, mempertanyakan apa perlunya
agama, jika agama itu itu sendiri memecahkan persaudaraan. "Saya sering bertanya pada temanteman teolog, kalau agama itu memisahkan persaudaraan kita di Indonesia, apa agama itu masih
perlu?" tandasnya.
Kondisikan Penerimaan atas Perbedaan Sejak Dini
Melihat realitas di Indonesia umumnya, dan di Kota Kupang khususnya, di mana kita saat ini
masih terus menggumuli dinamika yang sangat rentan dalam menjembatani berbagai perbedaan
berlatarbelakang suku, agama, ras, dan golongan, Forum Pemuda Lintas Agama bersama
Komunitas Peacemaker Kupang, KOMPAK, mengadakan sebuah talkshow dengan tajuk
Pendidikan Multikultural. Talkshow yang digelar, Jumat (19/5) di Celebes Resto and Café, Kayu
Putih Kupang itu, mengangkat tema kecil, Upaya membangun keberagaman yang inklusif.
Pendidikan dan sistem yang mengaturnya, perlu senantiasa menciptakan kondisi penerimaan
terhadap segala perbedaan yang ada. Demikian digariskan Zarniel Woleka, Ketua Forum Pemuda
Lintas Agama, pada pengantar dalam Term Of Reference kegiatan itu.
Saat pembukaan kegiatan, Woleka, dalam sambutannya juga menyebutkan, keragaman yang ada
di sekitar kita memberikan kontribusi dinamika kehidupan kita di dalam bermasyarakat dan hal
tersebut juga ikut memberi pengaruh pada pemahaman anak-anak kita. "Pertemuan yang
bermartabat ini kami harapkan bisa menjadi amunisi baru untuk menghidupi semangat kita
dalam membangun keberagaman dan toleransi di antara kita," kata Woleka.
Karenanya pada kesempatan itu, KOMPAK dan Forum Pemuda Lintas Agama juga
menghadirkan guru-guru dari berbagai sekolah di Kota Kupang dan pihak pemerintah, dalam hal
ini Kementerian Agama, Kantor Wilayah Provinsi NTT, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi NTT, yang diharapkan bisa ikut mendorong terciptanya kebijakan lokal dalam dunia
pendidikan di NTT dalam membangun keberagaman dan toleransi yang inklusif.
Woleka menjelaskan, kegiatan yang berlangsung di Celebes Resto and Café Kupang tersebut
tidak bermaksud untuk mengkritisi dinas pendidikan atau pemerintah tetapi ingin agar semua
pihak yang berkompeten sama-sama mencari solusi dan memberi ruang bagi terciptanya dialog
demi mewujudkan kerukunan di NTT dan sebagai wahana pembangunan solidaritas
kebersamaan antar berbagai elemen pendidikan lintas agama di Kota Kupang.
Dia juga menyebutkan, target lain yang ingin dicapai dari diskusi itu adalah adanya kesempatan
membangun komitmen bersama dari berbagai pihak dalam menyebarkan nilai-nilai
keberagaman di dunia pendidikan melalui para pelaku pendidikan. Hadir sebagai pembicara pada
kegiatan itu antara lain, Budayawan NTT Pater Gregorius Neonbasu, SVD, Ph.D, tokoh agama
Pdt. Dr. Junus E. E. Inabuy, STM, dan Kepala Sekolah SD Abdi Kasih Bangsa, Ibu Ietje Inabuy,
S.Pd yang ikut berbagi cerita tentang bagaimana sekolahnya menerapkan pendidikan bernuansa
multikultural. (Theny Panie)