Kebiasaan Buruk Dalam Rongga Mulut (1)

Kebiasaan Buruk Dalam Rongga Mulut
Kebiasaan merupakan factor penting yang menjadi penyebab dan berkembangnya
penyakit periodontal. Kebiasaan dalam rongga mulut dapat berpengaruh kepada jaringan
keras (gigi, tulang alveolar), jaringan pendukung gigi (gingival, ligament periodontal)
maupun mukosa mulut lainnya (lidah, bibir, pipi, palatum dan lain-lain).
Kebiasaan yang secara signifikan dapat
diklasifikasikan oleh Sorrin sebagai berikut:

menyebabkan

penyakit

periodontal,

a. Kebiasaan akibat neurosis/ stress emosional, seperti menggigit bibir, menggigit pipi,
yang dapat mengerah menjadi posisi mandibula yang ekstrafungsi; menggigit-gigit
tusuk gigi diantara gigi, mendorongkan lidah, mengigit-gigit kuku, menggigit-gigit
pensil, dan kebiasaan parafungsionalnseperti bruxism, clenching, dan lain-lain.
b. Kebiasaan akibat pekerjaannya (Occupational Habits) seperti menggigit/ menahan
paku di mulut seperti yang dilakukan oleh tukang sepatu, tukang kayu, tukang meubel
dan sebagainya, pemangkas rambut yang membuka jepit rambut dengan giginya.

c. Kebiasaan lainnya seperti merokok, mengunyah sirih atau tembakau, menyikat gigi
yang terlalu keras dalam arah vertical maupun horizontal, bernafas melalui mulut,
mengunyah satu sisi rahang, minum susu dalam botol yang dibawa tidur, memakai
perhiasan atau aksesori yang ditusukkan pada bibir, lidah, menghisap jari dan
sebagainya.
1. Bruxism
Bruxism, atau yang sering dikenal dengan istilah kerot/ tooth grinding, adalah
mengatupkan rahang atas dan rahang bawah yang disertai dengan geinding
(mengunyahkan) gigi-gigi atas dengan gigi-gigi bawah. Bruxism adalah kebiasaan bawah
sadar (sering tidak disadari) walaupun ada juga yang melakukannya ketika tidak tidur.
Jika bruxism dilakukan dengan tekanan kerot yang keras, maka akan terjadi kerusakan
gigi yang parah dan berlangsung dalam waktu cepat.
Penyebab bruxism:
Pada

beberapa

individu

agaknya


bruxism

bersifat

herediter.

Olkinuora

mengklasifikasikan para pelaku bruxism menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Kelompok yang kegiatan bruxismnya dikaitkan dengan kondisi stress yang dialami,
dan
2. Kelompok yang kegiatan bruxismnya tidak berhubungan dengan kondisi stress.
Dia menyimpulkan bahwa bruxism yang bersifat herediter lebih sering terjadi pada
kelompok yang tidak berkaitan dengan stress. Tapi dari berbagai pemeriksaan psikometrik
tidak ada kenyataan yang membuktikan bahwa pasien yang melakukan bruxism
mengalami gangguan keperibadian atau sakit mental atau sebagainya.

Akibat bruxism:
1. Sakit pada otot pengunyahan, sakit kepala dan sakit pada telinga.

2. Gangguan bentuk gigi, karena bruxism dapat menyebabkan mahkota gigi menjadi
pendek dan hilang nilai estetikanya, gigi menjadi sensitive, email menipis sehingga
dentin menjadi terbuka.
3. Gigi menjadi lebih sensitive terhadap dingin, tekanan dan stimulus lainnya.
4. Fraaktur gigi dan tambalan.
5. Gangguan pada sendi TMJ.
Penanggulangan bruxism:
Ada 3 macam pendekatan untuk menanggulangi pasien dengan bruxism, yaitu:
1. Pendekatan perilaku biasanya diawali oleh dokter giginya melalui penjelasan dan
menyadarkan pasien akibat kebiasaan yang dilakukannya. Dapat pula dianjurkan
pada pasien untuk mendapatkan terapi perilaku yang spesifik seperti hypnosis,
biofeedback dan semacamnya.
2. Pendekatan secara emosional dapat diawali dengan cara bimbingan psikologi. Hal
ini bertujuan agar pasien dapat mengelola stressnya.
3. Pendekatan interseptif meliputi menawarkan peralatan night guard/bite guard
(splint stabilisasi maksila) untuk melindungi permukaan gigi dan untuk
mengurangi atau untuk menyebarkan tekanan yang terbentuk di system
musculoskeletal akibat bruxism.

2. Kebiasaan Parafungsi Lainnya

Jika pada bruxism pasien mengunyahkan gigi-giginya disaat tidak sedang tidur, pada
clenching, pasien mengintakkan gigi-giginya sambil mengatupkan kedua rahangnya
secara terus menerus atau intermiten dengan tekanan vertical. Keausan oklusal mungkin
tidak begitu berarti, tapi efek yang ditimbulkan pada pasien yang mempunyai kebiasaan
clenching lebih berupa penebalan ligament periodontal, rasa lelah pada otot pengunyahan,
rasa sakit sendi pada TMJ.
Kebiasaan parafungsi lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan misalnya merokok
dengan pipa, menggigit pensil atau kuku dapat mengakibatkan keausan pada jaringan
gigi.
3. Kebiasaan yang Dilakukan karena Pekerjaan (occupational Habits)
Karena pekerjaan yang dilakukan tanpa disadari seseorang melakukan kebiasaan
yang dapat menganggu gigi maupun jaringan pendukung didalam mulutnya. Pemangkas
rambut yang membuka jepit rambutnya dengan giginya, tukang jahit yang memotong

benang dengan giginya dan memegang jarum sementara dengan giginya, tukang sol
sepatu, tukang meubel yang menjepit paku diantara gigi-giginya, tukang menyembur
pasir, pekerja tambang dan pekerja baja adalah contoh perilaku diatas.

4.


Kebiasaan buruk lainnya (Miscellaneus Habits)
Berbagai kebiasaan yang berdampak buruk uang bukan disebabkan karena stress
emosi (neurosis) maupun karena pekerjaan seseorang dikelompokkan kedalam satu
kelompok khusus yang temasuk miscellaneous habits.
 Merokok
Hubungan antara merokok dengnan kesehatan mulut perlu diperhatikan
dengan ditemukannya pengaruh merokok yang meliputi: kanker mulut, timbulnya
lesi-lesi prekanker seperti leukoplak, meningkatnya keparahan dan meluasnya
penyakit jaringan periodontal dan sulitnya penyembuhan luka (Allard dkk, 1999).
Penggunaan tembakau ternyata tidak terbatas pada kegiatan merokok, tetapi
banyak dikerjakan sebagai kebiasaan yang menyangkut budaya/ kultur suatu
masyarakat, misalnya mengunyah tembakau, menyirih, yang juga berkaitan dengan
kisaran berbagai penyakit mulut.
Perubahan-perubahan dalam rongga mulut seorang perokok dapat berupa:
1. Endapan kecoklatan tar dan pewarnaan struktur gigi
2. Pewarnaan keabu-abuan yang menyebar (difus) dan leukoplak di gingival
3. Smoker’s palate yang ditandai dengan penonjolan kelenjar mukosa disertai
inflamasi disekitar muara dan eritema yang difus atau gambaran permukaan
palatum seperti kerikil.


 Mengunyah Tembakau dan Menyirih
Ramuan sirih terdiri dari: daun sirih, gambir, buah pinang, tembakau, dan
kapur. Gigi-gigi menjadi aus dan berwarna kemerahan. Resesi gusi dan iritasi pada
mukosa mulut (leukoplak) dapat terjadi akibat tekanan tembakau. Penumpukan
kalkulus dapat pula terjadi karena adanya unsure kapur didalam ramuan sirih yang
menyebabkan suasana basa didalam mulut.
Silikat yang terdapat di dalam daun tembakau dan pengunyahan dalam waktu
lama berangsur-angsur akan mengikis elemen gigi sampai gingival. Elemenelemen ini berubah menjadi warna coklat, tidak sakit karena proses berjalan lambat
dan terus-menerus.

 Trauma Sikat Gigi
Perubahan-perubahan pada gingival dan abrasi gigi dapat terjadi jika
seseorang menggosok gigi dengan tekanan yang terlalu keras pada arah vertical
dan horizontal. Perubahan pada gingival akibat trauma sikat gigi dapat berlangsung
secara akut atau kronis. Lesi akut biasanya terjadi karena pemakaian sikat gigi
baru. Trauma penyikatan gigi yang kronis mengakibatkan resesi gusi dan
terbukanya akar gigi.
 Pemakaian alat oral fisioterapi yang tidak benar
Pemakaian tidak tepat dental floss, tusuk gigi atau stimulator interdental yang
terbuat dari kayu dapat menyebabkan inflamasi gusi. Pemakaian tusuk gigi dengan

cara memasukkan tusuk gigi masuk diantarandua gigi akan menekan papilla
interdental sehingga terbentuk celah dibawah titik kontak. Kedaerah yang bercelah
ini dapat terjadi penumpukan sisa makanan yang mengarah pada terjadinya
dingivitis maupun periodontitis.
 Bernafas Lewat Mulut
Kebiasaan ini dipicu oleh adanya gangguan pada jalan nafas/ hidung yang
berupa sumbatan, misalnya: adanya polip hidung dan pembesaran tonsil dibelakang
hidung. Pada beberapa orang, kebiasaan ini disertai lemahnya tonus bibir atas.
Gingivitis dapat terlihat pada orang dengan kebiasaan ini. Perubahanperubahan pada gingival meliputi eritema, edema, pembesaran gingival dan
mengkilatnya permukaan gingival didaerah yang cenderung menjadi kering.
 Kebiasaan Minum Susu dalam Botol
Kebiasaan minum susu memakai botol dan dibawa tidur sering dilakukan
oleh anak usia sangat muda (1-3 tahun) yang dapat menyebabkan karies dini yang
dinamakan Nursing Bottle Syndrome, Baby Bottle Syndrome, Nursing Caries,
Night BottlenSyndrome dan sebutan lainnya. Susu formula biasanya ditambah
dengan sukrosa dimana sukrosa maupun laktosa merupakan karbohidrat yang dapat
difermentasi oleh bakteri mulut menjadi asam. Aliran saliva pada saat tidur
berkurang sehingga susu menumpuk dan menggenangi gigi.

Karies yang terjadi pada usia dini ini memperlihatkan pola yang khas. Mula –

mula yang terkena adalah 4 gigi insisif atas, kemudian meluas ke gigi – gigi molar
dan kaninus sulung. Sedangkan gigi – gigi insisif rahang bawah adalah yang
terakhir kena karies karena cenderung terlindung oleh lidah. Tapi bila karies sudah
kena pada semua gigi sulung, maka keadaan ini dinamakan rampan karies.

 Kebiasaan Menghisap Jempol atau Jari Lainnya
Menghisap jempol atau jari lainnya adalah salah satu kebiasaan buruk karena
dapat menyebabkan rahang menajdi maju kearah anterior, yang pada akhirnya
membutuhkan perawatan ortodonti. Sebagian besar anak akan menghentikan
kebiasaan ini dengan sendirinya pada usia antara 2 hingga 4 tahun, walaupun
demikian lebih mudah untuk menghentikan setiap kebiasaan ketika masih awal
mengerjakan.
Serangkaian keadaan terjadi akibat dilakukannya kebiasaan menghisap
jempol ini, antara lain palatum gigi, perkembangan rahang kearah lateral
terganggu, gigi – gigi anterior rahang atas protrusive dan dapat disertai gigitan
terbuka di anterior.
 Trauma Akibat Memakai Perhiasan dalam Rongga Mulut
Penggunaan perhiasan / piercing sekarang ini banyak dijumpai dikalangan
remaja dan orang dewasa muda. Ditemukan insidensi resesi gigi dipermukaan
lingual dan terbentuknya poket periodontal dan gambaran radiologis menunjukkan

resorbsi tulang pada gigi insisif bawah yang berdekatan dengan perhiasan tersebut
pada 50% dari subjek dengan umur rata – rata 22 tahun yang telah memakai selama
2 tahun atau lebih, juga ditemukan rusaknya gigi anterior dibawah pada 47%
pasien yang memakai perhiasan piercing lidah lebih dari 4 tahun. Pasien perlu
diberitahu resiko dan waspada terhadap bahaya penggunaan perhiasan dalam mulut
tersebut.

Lampiran
1. Bruxism:

2. Gigi perokok

3. Mengunyah tembakau dan menyirih

4. Trauma sikat gigi

5. Pemakaian alat oral fisioterapi yang tidak benar

6. Bernafas melalui mulut


7. Kebiasaan minum susu dalam botol

8. Kebiasaan Menghisap Jempol atau Jari Lainnya

9. Trauma Akibat Memakai Perhiasan dalam Rongga Mulut

“KEBIASAAN BURUK DALAM
RONGGA MULUT”

Disusun oleh:
Kelompok 10
1. Inas Nurinawati
2. Rosalia Novia Girsang

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA I
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
TAHUN 2013