BAB II filsafat yunani kuno rizal
BAB II
PEMBAHASAN
1. Filsafat Sebagai Ciptaan Yunani
Tanah Yunani adalah tempat persemaian dimana pemikir ilmiah mulai tumbuh.
Brouwer dan Heryadi ( 1986:2 ) mendefinisikan sejarah kebudayaan Yunani, bahwa orangorang Yunani pada abad ke-6 sebelum Masehi masih mempercayai dongeng-dongeng atau
mitos. Segala sesuatu harus diterima sebagai suatu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan
lagi. Saat itu ( logos ) tidak dapat berbicara, segala sesuatunya harus diyakini dengan
iman. Hal ini merupakan awal kebangkitan pemikir filsafat Yunani, dimana orang-orang
mulai mencari kebenaran dengan menggunakan logis dan meninggalkan mitos.
2. Sejarah Filsafat Yunani
Bertens ( 1975:2 ) mengemukakan pendapat mengenai sajarah filsafat Yunani,
Bertens mengatakan, pemikiran Yunani sebenarnya tidak asing bagi kita. Sekitar abad ke-6
sebelum Masehi mulai muncul para pemikir yang tidak puas dengan segala dongengdongeng yang berkembang. Mereka menghendaki jawaban yang dapat diterima oleh akal
dan meninggalkan mitos.
Para pemikir filsafat Yunani yang pertama berasal dari Miletos. Menurut Hadiwijoyo
( 1980:15 ) mengemukakan bahwa, para filsuf yang pertama hidup di Meletos kira-kira
abad ke- 6 sebelum Masehi. Bagaimana persis ajarannya sulit ditetapkansebab sebelum
Plato tidak ada hasil karya para filsuf itu yang telah seutuhnya dibukukan. Pemikiran
mereka mencakup segala sesuatu yang dapat difikirkan akal. Kajian berfikirnya adalah
alam, bukan manusia. Alam ( fusis ) adalah seluruh kenyataan hidup dan kenyataan
badaniah. Orang yang pertama melakukan penyelidikan ini adalah Thales yang
beranggapan asal mula segala sesuatu adalah air.1
Faktor-faktor lahirnya filsafat Yunani
1 Bertens, 1975, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, hal. 17
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat Yunani ini lahir, yaitu:
1. Bangsa Yunani yang kaya akan mitos ( dongeng ), dimana mitos dianggap sebagai awal
dari upaya orang untuk mengetahui atau mengerti,
2. Karya sastra Yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani,
3. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia ( Mesir ) di lembah
sungai Nil, kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmu-ilmu tersebut
dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak didasarkan pada aspek praktis
saja, tetapi juga aspek toritis kreatif.
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos ( akal ),
sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir. Periode Yunani kuno ini lazim disebut
periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena periode ini ditandai dengan munculnya
para ahli pikir alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati
sekitarnya, mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat
filsafati ( berdasarkan akal pikir ) dan tidak berdasarkan pada mitos.
Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta ( arche ) yang sifatnya
mutlak, yang berada dibelakang segala sesuatu yang serba berubah. Para pemikir filsafat
Yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan Yunani yang terletak di
pesisir Asia kecil.
3. Filsafat Pra-Sokrates
Filsafat Pra-Sokrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal atas
dongeng yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala
sesuatu baik di dunia maupun manusia para pemikir atau ahli filsafat yang disebut orang
bijak yang mencari-cari jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta beserta isinya
tersebut.
Pemikiran filusuf inilah yang memberikan asal muasal segala sesuatu baik di dunia
maupun manusia yang menyebabkan akal manusia tak puas dengan keterangan dongeng
tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan akalnya dari mana
asal alam semesta yang menakjubkan itu.
Filsafat pra-sokrates dapat dikatakan bahwa mereka adalah filsafat alam, artinya
para ahli pikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang menjadi
sasaran para ahli filsafat tersebut, atau objek pemikirannya adalah alam semesta. Tujuan
filosofi mereka dalam memikirkan soal alam besar darimana terjadinya alam itulah yang
menjadi sentral persoalan bagi mereka, pemikiran yang demikian itu merupakan pemikiran
yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang menerima
begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan inderanya, tanpa
mempersoalkannya lebih jauh. Sedang di lain pihak orang cukup puas menerima
keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang.2
Filsuf-filsuf Yunani Kuno:
a. Thales ( 625-545 SM )
Ia termasuk orang yang disebut “ tujuh orang bijak “. Menurut dia, asas pertama
yang menjadi asal mula segala sesuatu adalah air. Barang kali penemuannya didasarkan
kenyataan, bahwa air dapat diamati dalam bentuknya yang bermacam-macam. Air
tampak sebagai benda halus ( uap ), sebagai benda yang cair ( air ) dan sebagai benda
yang keras ( es ). Air terdapat pada bahan makanan, tetapi juga pada bantuan yang
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Di pantai Miletos air tampak sebagai lautan yang
luas, sehingga mudah orang berfikir, bahwa bumi tentu keluar dari air itu, dan
selanjutnya terapung-apung diatasnya.3
b. Anaximandros ( 610-540 SM )
Kata Anaximandros, “ bukan air, tetapi yang tak terbatas”. Disebut demikian,
karena tidak memiliki sifat-sifat benda yang dikenal manusia. Anaximandros
berkesimpulan bahwa hanya ada satu asal mula, yaitu yang tak terbatas. Ia ada dari
semua keabadian, lingkupnya tak terbatas, dan ia dapat bergerak. Materi kasar ini tidak
dapat dilihat atau dirasakan dengan penyerapan, tetapi hanya dapat diketahui dengan
perkiraan.
c. Anaximenes ( 580-500 SM )
Ia tidak dapat menerima pandangan Anaximandros. Udara adalah asal muasal itu.
Bukankah, udara meliputi seluruh jagat raya? Bukankah udara yang menyebabkan
manusia dapat hidup? Seperti halnya jiwa manusia yang berbentuk hawa yang
dengannya seluruh organ manusia tersatukan, alam semesta pun berasal dan
dipersatukan oleh udara. Bagaimana kejadiannya? Begini, menurut Anaximenes. Pada
mulanya adalah, kemudian ada pemadatan dan pengenceran. Udara yang memadat
menjadikan angin, air, tanah, dan batu. Udara yang mengencer menjadi api.
Sebagai kesimpulan ajarannya disebut : “ sebagai mana jiwa kita, yang tidak lain
dari pada udara, menyatakan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi
satu “. Disini buat pertama kali pengertian jiwa masuk kedalam pandangan filosofi.
Hanya Anaximenes tidak melanjutkan pikirannya kepada soal penghidupan jiwa.4
d. Pythagoras ( 572-497 )
2 Bertens, 1976, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, hal. 8
3 Harun Hadiwijoyo, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Kanisius, Yogyakarta, hal. 16
4 Muhammad Hatta, 1980, Alam Pikiran Yunani, Tintamas Indonesia, Jakarta, hal. 14
Pythagoras juga ada sedikit memfilsafatkan manusia, ia mengemukakan pendapat
bahwa pada manusia adalah sesuatu yang bukan jasmani dan yang tak dapat mati, yang
masih terus ada , jika manusia sudah tak ada. Manusia menurut Pythagoras mempunyai
jiwa dan jiwa itu sekarang terhukum dan terkurung dalam badan. Maka dari itu,
manusia harus membershkan diri untuk melepaskan dirinya dari kurungan dan dengan
demikian dapatlah ia masuk ke dalam kebahagiaan.
Pythagoras yang mengataka pertama kali bahwa alam semesta itu merupakan satu
keseluruhan yang teratur, sesuatu yang harmonis seperti dalam musik. Sehingga ia juga
dikenal sebagai ahli ilmu pasti dan juga ahli musik. Dia berpendapat bahwa
keharmonisan dapt tercapai dengan menggabungkan hal-hal yang berlawanan, seperti :
Terbatas – tak terbatas
Ganjil – genap
Satu – banyak
Laki-laki – perempuan
Diam – gerak
Dan lain-lain
Menurut Pythagoras kearifan yang sesungguhnya hanya dimilki oleh Tuhan saja,
oleh karenanya ia tidak mau disebut sebagai seorang yang arif seperti Thales, akan
tetapi menyebut dirinya philosopos yaitu pencipta kearifan. Kemudian istilah inilah
yang digunakan menjadi philosofia yang terjemahan harfiah dalah cinta kearifan atau
kebjaksanaan sehingga sampai sekarang secara etimologis dan singkat sederhana
filsafat dapat diartikan sebagai cinta kearifan atau kebijaksanaan (Love of Wisdom).
e. Xenophanes ( 570 - ? SM )
Pendapatnya yang termuat dalam kritik terhadap Homerus dan Herodotus, ia
membantah adanya antromorfosisme Tuhan-Tuhan, yaitu Tuhan digambarkan sebagai
(seakan-akan) manusia. Karena manusia selalu memilki kecendrungan berfikir dan lainlainnya. Ia juga membantah bahwa Tuhan bersifat kekal dan tidak mempunyai
permulaan. Ia juga menolak anggapan bahwa Tuhan mempunyai jumlah yang banyak
dan menekankan atas ke-Esa an Tuhan. Kritik ini ditujukan kepada anggapan-anggapan
lama yang berdasarkan pada mitologi.5
f. Heraclitos (535 – 475 SM)
5 Muzairi, 2009, Filsafat Umum, Teras, Yogyakarta, hal. 48-49
Ia mengemukakan bahwa segala sesuatu (yang ada itu) sedang menjadi dan
selalu berubah. Menurutnya segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai dan tidak
satu orangpun yang dapat masuk ke sungai dua kali. Alasannya, karena air sungai yang
pertama telah mengalir , berganti dengan air yan berada di belakanganya. Demikian
juga dengan segala yang ada, tidak ada yang tetap, semuanya berubah. Akhirnya
dikatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah menjadi, maka filsafatnya
dikatakan filsafat menjadi.
Menurut pendapatnya, di alam arche terkandung sesuatu yang hidup (seperti roh )
yang disebut sebagai logos ( akal atau semacam wahyu) . logos inilah yang menguasai
sekaligus mengendalikan keberadaan segala sesuatu. Hidup manusia akan selamat
sesuai dengan logos.6
g. Zeno ( ± 490-430 SM )
Menurut Aristoteles, Zeno lah yang menemukan dialektika yaitu suatu
argumentasi yang bertitik tolak dari suatu pengandaian ayau hipotesa, dan dari hipotesa
tersebut ditarik suatu kesimpulan. Dalam melawan penentang-penentangnya
kesimpulan yang diajukan oleh Zeno dari hipotesa yang diberikan adalah suatu
kesimpulan yang mustahil, sehingga terbukti bahwa hipotesa itu salah.
Argumentasi Zeno ini selama 20 abad lebih tidak dapat dipecahkan orang secara
logis. Baru dapat dipecahkan setelah para ahli matematika membuat pengertian limit
dari seri tak terhingga.
h. Parmenides ( 540-475 SM )
Ia berpendapat bahwa hanya pengetahuan yang tetap dan umum yang mengenai
yang satu sajalah (pengetahuan budi) yang dapat dipercaya. Pengetahuan budi itulah
yang dapat dipercayai, kalau ia benar maka sesuailah ia dengan realitas. Sebab itu yang
merupakan realitas bukanlah yang berubah dan bergerak serta beralih dan bermacammacam, melainkan yang tetap. Realitas bukanlah yang menjadi melainkan ada. Hal ini
berbeda dengan pendapat Heraclitos yaitu bahwa realitas adalah gerak dan perubahan.
Dalam The way of Truth Parmanides bertanya: Apa standar kebenaran dan apa
ukuran realitas? Bagaimana hal itu dapat dipahami? ia menjawab : ukurannya ialah
logika yang konsisten. Contoh. Ada 3 cara berfikir tentang Tuhan : pertama ada, kedua
tidak ada, dan ketiga ada dan tidak ada. Yang benar ialah ada (1) tidak mungkin
menyakini yang tidak ada (2) sebagai ada karena yang tidak ada pastilah tidak ada.
Yang (3) tidak mungkin karena tidak mungkin Tuhan itu ada dan sekaligus tidak ada.
Jadi, benar-tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika. Disinilah muncul masalah.
Bentuk ekstrem pernyataan itu adalah bahwa ukuran kebenaran adalah akal manusia.7
6 Poedjawijatna, 1980, Pembimbing ke Arah Filsafat, Pembangunan, Jakarta, hal. 21
7 Muzairi, 2009, Filsafat Umum, Teras, Yogjakarta, hal. 53-54
i. Empedocles (490-435 SM )
Menurutnya, dalam kejadian di alam semesta ini, unsur cinta dan benci selalu
menyertai. Juga, proses penggabungan dan penceraian tersebut berlaku untuk
melahirkan anak-anak makhluk hidup. Sedangkan manusia pun terdiri dari empat unsur
(api, udara, tanah dan air) juga mengenal akan empat unsur. Hal ini karena teori
pengenalan yang dikemukakan oleh Empedocles bahwa yang sama mengenal yang
sama.
j. Anaxagoras (±499-20 SM )
Pemikirannya, realitas bukanlah satu , akan tetapi terdiri dari banyak unsur dan
tidak dapat dibagi-bagi, yaitu atom. Atom ini sebagai bagian dari materi yang terkecil
dari materi sehingga tidak dapat terlihat dan jumlahnya tidak terhingga.8
k. Democritos (460-370 SM)
Pemikirannya, bahwa realitas bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak unsur dan
jumlahnya tak terhingga. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian materi yang sangat
tidak dapat dibagi-bagi lagi. Unsur tersebut dikatakan sebagai atom yang berasal dari
satu dari yang lain karena ini tidak dijadikan dan tidak dapat dimusnahkan, tidak
berubah dan tidak berkualitas.
Menurut pendapatnya, atom-atom itu selalu bergerak, berarti harus ada ruang
yang kosong. Sebab satu atom hanya dapat bergerak dan menduduki satu tempat saja.
Sehingga Democratos berpendapat bahwa realitas itu ada dua, yaitu : atom itu sendiri
(yang patuh) dan ruang tempat atom bergerak (kosong).
Democritos pun membedakan adanya dua macam pengetahuan, yaitu pengetahuan
indera yang keliru dan pengetahuan budi yang sebenarnya.”ada dua pengetahuan
katanya, pengetahuan yang sebenarnya dan pengetahuan yang tidak sebenarnya.
Adapun yang tidak sebenanya adalah penglihatan, penciuman, rasa”.9
4. Kaum Sofis dan Sokrates ( 469-399 )
Menurut Cicero, Sokrates memindahkan filsafat dari langit ke bumi, artinya sasaran
yang diselidiki bukan lagi jagat raya melainkan manusia. Akan tetapi bukan hanya
Sokrates yang berbuat demikian, kaum Sofis juga. Mereka juga menjadikan manusia
menjadi sasaran pemikiran mereka. Itulah sebabnya Aristophanes menyebut Sokrates
seorang sofis. Sekalipun demikian ada perbedaan yang besar antara Sokrates dan Kaum
Sofis. Filsafat Sokrates adalah suatu reaksi dan suatu kritik terhadap pemikiran kaum
Sofis.10
8 Poedjawijatna, 1980, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, Pembangunan, Jakarta, hal. 23-24
9 Muzairi, 2009, Filsafat Umum, Teras, Yogjakarta, hal. 24
10 Hadiwijoyo, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Kanisius, Yogyakarta, hal. 32
5. Filsafat Plato ( 427-347 )
Plato adalah filsuf Yunani yang pertama yang kita ketahui lebih banyak berdasarkan
karya-karyanya yang utuh. Ajran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa
manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini
dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup
sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya
berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu
dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau negara.
Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling
membutuhkan antara warganya, maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab
tidak semua orang bisa mengerjakan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara
ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk
dan kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan
ini. Dalam menghadapi hal ini maka disetiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang
harus dididik khusus.
Ada tiga golongan dalam negara yang baik, yaitu pertama, golongan penjaga yang
tidak lain adalah para filusuf yang sudah mengetahui yang baik dan kepimimpinan
dipercayakan pada mereka. Kedua, pembantu atau prajurit, yang bertujuan menjamin
keamanan, menjamin ketaatan pada warga negara kepada pimpinan para penjaga. Dan
ketiga, golongan pekerja atau petani, yang menanggung kehidupan ekonomi. Plato tidak
mementingkan undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu
terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disama ratakan itu semua tergantung masyarakat
yang ada di polis tersebut. Adapun negara yang diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi
dengan monarki, karena jika hanya monarki maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika
terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak kebebasan, sehingga perlu diadakan
penggabungan, dan negara ini berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini
dimaksudkan menghindari nasib yang terjadi di Athena.11
6. Filsafat Aristoteles
Arisototeles lahir di Stageira suatu kota di Yunani Utara. Bapaknya adalah seorang
dokter pribadi Amyntas II, Raja Makedonia. Pada usia 18 tahun Aristotelespergi ke Athena
untuk belajar pada Plato. Selama 20 tahun Aristoteles menjadi murid Plato. Perkembangan
pemikiran Aristoteles di bagi menjadi tiga tahap, yaitu :
a. Tahap di akademia, ketika masih setia kepada gurunya Plato dan ajarannya tentang
idea,
11 Bertens, 1975, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, hal. 25
b. Tahap di assos, Aristoteles mulai mengkritik ajaran Plato mengenai idea dan
mengukuhkan pandangan filsafatnya sendiri,
c. Tahap di Athena, Aristoteles mulai meninggalkan filsafat spekulatif dan menuju
pada penyelidikan empiris.
Pemikiran Aristoteles tentang “ Yang ada “ berdasarkan ajaran para filsuf yang
mendahului tidak setuju dengan ajaran Plato, yang mengatakan bahwa ada dua bentuk
yang ada. Menurut Aristoteles, “ ada “ hanya dimiliki oleh benda-benda kongkrit, diluar
benda kongkrit tidak ada sesuatu yang berada.12
12 Bertens, 1976, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, hal. 18
PEMBAHASAN
1. Filsafat Sebagai Ciptaan Yunani
Tanah Yunani adalah tempat persemaian dimana pemikir ilmiah mulai tumbuh.
Brouwer dan Heryadi ( 1986:2 ) mendefinisikan sejarah kebudayaan Yunani, bahwa orangorang Yunani pada abad ke-6 sebelum Masehi masih mempercayai dongeng-dongeng atau
mitos. Segala sesuatu harus diterima sebagai suatu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan
lagi. Saat itu ( logos ) tidak dapat berbicara, segala sesuatunya harus diyakini dengan
iman. Hal ini merupakan awal kebangkitan pemikir filsafat Yunani, dimana orang-orang
mulai mencari kebenaran dengan menggunakan logis dan meninggalkan mitos.
2. Sejarah Filsafat Yunani
Bertens ( 1975:2 ) mengemukakan pendapat mengenai sajarah filsafat Yunani,
Bertens mengatakan, pemikiran Yunani sebenarnya tidak asing bagi kita. Sekitar abad ke-6
sebelum Masehi mulai muncul para pemikir yang tidak puas dengan segala dongengdongeng yang berkembang. Mereka menghendaki jawaban yang dapat diterima oleh akal
dan meninggalkan mitos.
Para pemikir filsafat Yunani yang pertama berasal dari Miletos. Menurut Hadiwijoyo
( 1980:15 ) mengemukakan bahwa, para filsuf yang pertama hidup di Meletos kira-kira
abad ke- 6 sebelum Masehi. Bagaimana persis ajarannya sulit ditetapkansebab sebelum
Plato tidak ada hasil karya para filsuf itu yang telah seutuhnya dibukukan. Pemikiran
mereka mencakup segala sesuatu yang dapat difikirkan akal. Kajian berfikirnya adalah
alam, bukan manusia. Alam ( fusis ) adalah seluruh kenyataan hidup dan kenyataan
badaniah. Orang yang pertama melakukan penyelidikan ini adalah Thales yang
beranggapan asal mula segala sesuatu adalah air.1
Faktor-faktor lahirnya filsafat Yunani
1 Bertens, 1975, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, hal. 17
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat Yunani ini lahir, yaitu:
1. Bangsa Yunani yang kaya akan mitos ( dongeng ), dimana mitos dianggap sebagai awal
dari upaya orang untuk mengetahui atau mengerti,
2. Karya sastra Yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani,
3. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia ( Mesir ) di lembah
sungai Nil, kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmu-ilmu tersebut
dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak didasarkan pada aspek praktis
saja, tetapi juga aspek toritis kreatif.
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos ( akal ),
sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir. Periode Yunani kuno ini lazim disebut
periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena periode ini ditandai dengan munculnya
para ahli pikir alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati
sekitarnya, mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat
filsafati ( berdasarkan akal pikir ) dan tidak berdasarkan pada mitos.
Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta ( arche ) yang sifatnya
mutlak, yang berada dibelakang segala sesuatu yang serba berubah. Para pemikir filsafat
Yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan Yunani yang terletak di
pesisir Asia kecil.
3. Filsafat Pra-Sokrates
Filsafat Pra-Sokrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal atas
dongeng yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala
sesuatu baik di dunia maupun manusia para pemikir atau ahli filsafat yang disebut orang
bijak yang mencari-cari jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta beserta isinya
tersebut.
Pemikiran filusuf inilah yang memberikan asal muasal segala sesuatu baik di dunia
maupun manusia yang menyebabkan akal manusia tak puas dengan keterangan dongeng
tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan akalnya dari mana
asal alam semesta yang menakjubkan itu.
Filsafat pra-sokrates dapat dikatakan bahwa mereka adalah filsafat alam, artinya
para ahli pikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang menjadi
sasaran para ahli filsafat tersebut, atau objek pemikirannya adalah alam semesta. Tujuan
filosofi mereka dalam memikirkan soal alam besar darimana terjadinya alam itulah yang
menjadi sentral persoalan bagi mereka, pemikiran yang demikian itu merupakan pemikiran
yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang menerima
begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan inderanya, tanpa
mempersoalkannya lebih jauh. Sedang di lain pihak orang cukup puas menerima
keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang.2
Filsuf-filsuf Yunani Kuno:
a. Thales ( 625-545 SM )
Ia termasuk orang yang disebut “ tujuh orang bijak “. Menurut dia, asas pertama
yang menjadi asal mula segala sesuatu adalah air. Barang kali penemuannya didasarkan
kenyataan, bahwa air dapat diamati dalam bentuknya yang bermacam-macam. Air
tampak sebagai benda halus ( uap ), sebagai benda yang cair ( air ) dan sebagai benda
yang keras ( es ). Air terdapat pada bahan makanan, tetapi juga pada bantuan yang
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Di pantai Miletos air tampak sebagai lautan yang
luas, sehingga mudah orang berfikir, bahwa bumi tentu keluar dari air itu, dan
selanjutnya terapung-apung diatasnya.3
b. Anaximandros ( 610-540 SM )
Kata Anaximandros, “ bukan air, tetapi yang tak terbatas”. Disebut demikian,
karena tidak memiliki sifat-sifat benda yang dikenal manusia. Anaximandros
berkesimpulan bahwa hanya ada satu asal mula, yaitu yang tak terbatas. Ia ada dari
semua keabadian, lingkupnya tak terbatas, dan ia dapat bergerak. Materi kasar ini tidak
dapat dilihat atau dirasakan dengan penyerapan, tetapi hanya dapat diketahui dengan
perkiraan.
c. Anaximenes ( 580-500 SM )
Ia tidak dapat menerima pandangan Anaximandros. Udara adalah asal muasal itu.
Bukankah, udara meliputi seluruh jagat raya? Bukankah udara yang menyebabkan
manusia dapat hidup? Seperti halnya jiwa manusia yang berbentuk hawa yang
dengannya seluruh organ manusia tersatukan, alam semesta pun berasal dan
dipersatukan oleh udara. Bagaimana kejadiannya? Begini, menurut Anaximenes. Pada
mulanya adalah, kemudian ada pemadatan dan pengenceran. Udara yang memadat
menjadikan angin, air, tanah, dan batu. Udara yang mengencer menjadi api.
Sebagai kesimpulan ajarannya disebut : “ sebagai mana jiwa kita, yang tidak lain
dari pada udara, menyatakan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi
satu “. Disini buat pertama kali pengertian jiwa masuk kedalam pandangan filosofi.
Hanya Anaximenes tidak melanjutkan pikirannya kepada soal penghidupan jiwa.4
d. Pythagoras ( 572-497 )
2 Bertens, 1976, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, hal. 8
3 Harun Hadiwijoyo, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Kanisius, Yogyakarta, hal. 16
4 Muhammad Hatta, 1980, Alam Pikiran Yunani, Tintamas Indonesia, Jakarta, hal. 14
Pythagoras juga ada sedikit memfilsafatkan manusia, ia mengemukakan pendapat
bahwa pada manusia adalah sesuatu yang bukan jasmani dan yang tak dapat mati, yang
masih terus ada , jika manusia sudah tak ada. Manusia menurut Pythagoras mempunyai
jiwa dan jiwa itu sekarang terhukum dan terkurung dalam badan. Maka dari itu,
manusia harus membershkan diri untuk melepaskan dirinya dari kurungan dan dengan
demikian dapatlah ia masuk ke dalam kebahagiaan.
Pythagoras yang mengataka pertama kali bahwa alam semesta itu merupakan satu
keseluruhan yang teratur, sesuatu yang harmonis seperti dalam musik. Sehingga ia juga
dikenal sebagai ahli ilmu pasti dan juga ahli musik. Dia berpendapat bahwa
keharmonisan dapt tercapai dengan menggabungkan hal-hal yang berlawanan, seperti :
Terbatas – tak terbatas
Ganjil – genap
Satu – banyak
Laki-laki – perempuan
Diam – gerak
Dan lain-lain
Menurut Pythagoras kearifan yang sesungguhnya hanya dimilki oleh Tuhan saja,
oleh karenanya ia tidak mau disebut sebagai seorang yang arif seperti Thales, akan
tetapi menyebut dirinya philosopos yaitu pencipta kearifan. Kemudian istilah inilah
yang digunakan menjadi philosofia yang terjemahan harfiah dalah cinta kearifan atau
kebjaksanaan sehingga sampai sekarang secara etimologis dan singkat sederhana
filsafat dapat diartikan sebagai cinta kearifan atau kebijaksanaan (Love of Wisdom).
e. Xenophanes ( 570 - ? SM )
Pendapatnya yang termuat dalam kritik terhadap Homerus dan Herodotus, ia
membantah adanya antromorfosisme Tuhan-Tuhan, yaitu Tuhan digambarkan sebagai
(seakan-akan) manusia. Karena manusia selalu memilki kecendrungan berfikir dan lainlainnya. Ia juga membantah bahwa Tuhan bersifat kekal dan tidak mempunyai
permulaan. Ia juga menolak anggapan bahwa Tuhan mempunyai jumlah yang banyak
dan menekankan atas ke-Esa an Tuhan. Kritik ini ditujukan kepada anggapan-anggapan
lama yang berdasarkan pada mitologi.5
f. Heraclitos (535 – 475 SM)
5 Muzairi, 2009, Filsafat Umum, Teras, Yogyakarta, hal. 48-49
Ia mengemukakan bahwa segala sesuatu (yang ada itu) sedang menjadi dan
selalu berubah. Menurutnya segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai dan tidak
satu orangpun yang dapat masuk ke sungai dua kali. Alasannya, karena air sungai yang
pertama telah mengalir , berganti dengan air yan berada di belakanganya. Demikian
juga dengan segala yang ada, tidak ada yang tetap, semuanya berubah. Akhirnya
dikatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah menjadi, maka filsafatnya
dikatakan filsafat menjadi.
Menurut pendapatnya, di alam arche terkandung sesuatu yang hidup (seperti roh )
yang disebut sebagai logos ( akal atau semacam wahyu) . logos inilah yang menguasai
sekaligus mengendalikan keberadaan segala sesuatu. Hidup manusia akan selamat
sesuai dengan logos.6
g. Zeno ( ± 490-430 SM )
Menurut Aristoteles, Zeno lah yang menemukan dialektika yaitu suatu
argumentasi yang bertitik tolak dari suatu pengandaian ayau hipotesa, dan dari hipotesa
tersebut ditarik suatu kesimpulan. Dalam melawan penentang-penentangnya
kesimpulan yang diajukan oleh Zeno dari hipotesa yang diberikan adalah suatu
kesimpulan yang mustahil, sehingga terbukti bahwa hipotesa itu salah.
Argumentasi Zeno ini selama 20 abad lebih tidak dapat dipecahkan orang secara
logis. Baru dapat dipecahkan setelah para ahli matematika membuat pengertian limit
dari seri tak terhingga.
h. Parmenides ( 540-475 SM )
Ia berpendapat bahwa hanya pengetahuan yang tetap dan umum yang mengenai
yang satu sajalah (pengetahuan budi) yang dapat dipercaya. Pengetahuan budi itulah
yang dapat dipercayai, kalau ia benar maka sesuailah ia dengan realitas. Sebab itu yang
merupakan realitas bukanlah yang berubah dan bergerak serta beralih dan bermacammacam, melainkan yang tetap. Realitas bukanlah yang menjadi melainkan ada. Hal ini
berbeda dengan pendapat Heraclitos yaitu bahwa realitas adalah gerak dan perubahan.
Dalam The way of Truth Parmanides bertanya: Apa standar kebenaran dan apa
ukuran realitas? Bagaimana hal itu dapat dipahami? ia menjawab : ukurannya ialah
logika yang konsisten. Contoh. Ada 3 cara berfikir tentang Tuhan : pertama ada, kedua
tidak ada, dan ketiga ada dan tidak ada. Yang benar ialah ada (1) tidak mungkin
menyakini yang tidak ada (2) sebagai ada karena yang tidak ada pastilah tidak ada.
Yang (3) tidak mungkin karena tidak mungkin Tuhan itu ada dan sekaligus tidak ada.
Jadi, benar-tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika. Disinilah muncul masalah.
Bentuk ekstrem pernyataan itu adalah bahwa ukuran kebenaran adalah akal manusia.7
6 Poedjawijatna, 1980, Pembimbing ke Arah Filsafat, Pembangunan, Jakarta, hal. 21
7 Muzairi, 2009, Filsafat Umum, Teras, Yogjakarta, hal. 53-54
i. Empedocles (490-435 SM )
Menurutnya, dalam kejadian di alam semesta ini, unsur cinta dan benci selalu
menyertai. Juga, proses penggabungan dan penceraian tersebut berlaku untuk
melahirkan anak-anak makhluk hidup. Sedangkan manusia pun terdiri dari empat unsur
(api, udara, tanah dan air) juga mengenal akan empat unsur. Hal ini karena teori
pengenalan yang dikemukakan oleh Empedocles bahwa yang sama mengenal yang
sama.
j. Anaxagoras (±499-20 SM )
Pemikirannya, realitas bukanlah satu , akan tetapi terdiri dari banyak unsur dan
tidak dapat dibagi-bagi, yaitu atom. Atom ini sebagai bagian dari materi yang terkecil
dari materi sehingga tidak dapat terlihat dan jumlahnya tidak terhingga.8
k. Democritos (460-370 SM)
Pemikirannya, bahwa realitas bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak unsur dan
jumlahnya tak terhingga. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian materi yang sangat
tidak dapat dibagi-bagi lagi. Unsur tersebut dikatakan sebagai atom yang berasal dari
satu dari yang lain karena ini tidak dijadikan dan tidak dapat dimusnahkan, tidak
berubah dan tidak berkualitas.
Menurut pendapatnya, atom-atom itu selalu bergerak, berarti harus ada ruang
yang kosong. Sebab satu atom hanya dapat bergerak dan menduduki satu tempat saja.
Sehingga Democratos berpendapat bahwa realitas itu ada dua, yaitu : atom itu sendiri
(yang patuh) dan ruang tempat atom bergerak (kosong).
Democritos pun membedakan adanya dua macam pengetahuan, yaitu pengetahuan
indera yang keliru dan pengetahuan budi yang sebenarnya.”ada dua pengetahuan
katanya, pengetahuan yang sebenarnya dan pengetahuan yang tidak sebenarnya.
Adapun yang tidak sebenanya adalah penglihatan, penciuman, rasa”.9
4. Kaum Sofis dan Sokrates ( 469-399 )
Menurut Cicero, Sokrates memindahkan filsafat dari langit ke bumi, artinya sasaran
yang diselidiki bukan lagi jagat raya melainkan manusia. Akan tetapi bukan hanya
Sokrates yang berbuat demikian, kaum Sofis juga. Mereka juga menjadikan manusia
menjadi sasaran pemikiran mereka. Itulah sebabnya Aristophanes menyebut Sokrates
seorang sofis. Sekalipun demikian ada perbedaan yang besar antara Sokrates dan Kaum
Sofis. Filsafat Sokrates adalah suatu reaksi dan suatu kritik terhadap pemikiran kaum
Sofis.10
8 Poedjawijatna, 1980, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, Pembangunan, Jakarta, hal. 23-24
9 Muzairi, 2009, Filsafat Umum, Teras, Yogjakarta, hal. 24
10 Hadiwijoyo, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, Kanisius, Yogyakarta, hal. 32
5. Filsafat Plato ( 427-347 )
Plato adalah filsuf Yunani yang pertama yang kita ketahui lebih banyak berdasarkan
karya-karyanya yang utuh. Ajran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa
manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini
dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup
sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya
berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu
dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya hidup dalam polis atau negara.
Menurut Plato negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling
membutuhkan antara warganya, maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab
tidak semua orang bisa mengerjakan semua pekerjaan dalam satu waktu. Polis atau negara
ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya pertambahan penduduk
dan kebutuhanpun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan
ini. Dalam menghadapi hal ini maka disetiap negara harus memiliki penjaga-penjaga yang
harus dididik khusus.
Ada tiga golongan dalam negara yang baik, yaitu pertama, golongan penjaga yang
tidak lain adalah para filusuf yang sudah mengetahui yang baik dan kepimimpinan
dipercayakan pada mereka. Kedua, pembantu atau prajurit, yang bertujuan menjamin
keamanan, menjamin ketaatan pada warga negara kepada pimpinan para penjaga. Dan
ketiga, golongan pekerja atau petani, yang menanggung kehidupan ekonomi. Plato tidak
mementingkan undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu
terus berubah-ubah dan peraturan itu sulit disama ratakan itu semua tergantung masyarakat
yang ada di polis tersebut. Adapun negara yang diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi
dengan monarki, karena jika hanya monarki maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika
terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak kebebasan, sehingga perlu diadakan
penggabungan, dan negara ini berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini
dimaksudkan menghindari nasib yang terjadi di Athena.11
6. Filsafat Aristoteles
Arisototeles lahir di Stageira suatu kota di Yunani Utara. Bapaknya adalah seorang
dokter pribadi Amyntas II, Raja Makedonia. Pada usia 18 tahun Aristotelespergi ke Athena
untuk belajar pada Plato. Selama 20 tahun Aristoteles menjadi murid Plato. Perkembangan
pemikiran Aristoteles di bagi menjadi tiga tahap, yaitu :
a. Tahap di akademia, ketika masih setia kepada gurunya Plato dan ajarannya tentang
idea,
11 Bertens, 1975, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, hal. 25
b. Tahap di assos, Aristoteles mulai mengkritik ajaran Plato mengenai idea dan
mengukuhkan pandangan filsafatnya sendiri,
c. Tahap di Athena, Aristoteles mulai meninggalkan filsafat spekulatif dan menuju
pada penyelidikan empiris.
Pemikiran Aristoteles tentang “ Yang ada “ berdasarkan ajaran para filsuf yang
mendahului tidak setuju dengan ajaran Plato, yang mengatakan bahwa ada dua bentuk
yang ada. Menurut Aristoteles, “ ada “ hanya dimiliki oleh benda-benda kongkrit, diluar
benda kongkrit tidak ada sesuatu yang berada.12
12 Bertens, 1976, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, hal. 18